39247-Article Text-159609-1-10-20211231
39247-Article Text-159609-1-10-20211231
ABSTRACT
Mangroves’s forest at Bama Beach has 95.8 ha. The purpose of this research is to studied the association of
Rhizophora apiculata that lives dominant at Bama Beach Baluran National Park East Java. The methods used in data
collection is an analytical method of vegetation with terraced path method. This method conducting five paths, each
path consisted of 10 plots with 10 m x 100 m which divided into two sub-plots with 5 x 5 m and 10 x 10 m, with total
50 plot (0.5 ha). Data collection consist of diameter and height. The results show that Rhizophora apiculata associated
with Rhizophora stylosa at path 1 and 3, however the association type was negative and the association index number
categorized as very low. On the other hand, there are some species that not associated with each other but they have
a positive association, which founded at path 4 and 5. Path 4 consist of Rhizophora apiculata with Ceriops tagal and
path 5 consist of Rhizophora stylosa, Bruguiera gymnorrhiza, and Syzygium polyanthum.
ABSTRAK
Kawasan hutan mangrove di Pantai Bama memiliki areal seluas 95,81 ha. Tujuan penelitian adalah mengkaji
asosiasi Rhizophora apiculata yang tumbuh dominan di hutan mangrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran Jawa
Timur. Plot pengamatan menggunakan kombinasi antara metode jalur dan berpetak. Jalur yang digunakan sebanyak
lima jalur, setiap jalur terdiri dari 10 plot dengan ukuran 10 m x 100 m yang dibagi ke dalam dua sub-plot berukuran
5 x 5 m dan 10 x 10 m, sehingga total terdapat 50 plot (0,5 ha). Data yang diambil berupa diameter dan tinggi pohon.
Hasil asosiasi didapatkan satu pasangan spesies pohon yang berasosiasi nyata, yaitu Rhizophora apiculata dengan
Rhizophora stylosa di jalur 1 dan 3 tetapi memiliki tipe asosiasi negatif serta nilai indeks asosiasi yang sangat rendah.
Pada jalur 4, Rhizophora apiculata tidak berasosiasi nyata dengan Ceriops tagal tetapi memiliki tipe asosiasi positif
dan pasangan tersebut memiliki nilai indeks asosiasi yang rendah. Pada jalur 5, Rhizophora apiculata tidak berasosiasi
nyata dengan Rhizophora stylosa, Bruguiera gymnorrhiza dan Syzygium polyanthum tetapi memiliki tipe asosiasi
positif.
1
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB University
* Penulis korespondensi:
e-mail: istomo19@gmail.com
2
Mahasiswa Sarjana Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB University
136 Istomo et al. Jurnal Silvikultur Tropika
Journal of Tropical Silviculture
Metode analisis vegetasi yang digunakan dapat dilihat Frekuensi suatu jenis
pada Gambar 2. Ukuran sub-plot pada plot berukuran 10 x 𝐹𝑅 = 𝑥 100 %
Frekuensi seluruh jenis
100 m untuk setiap tingkat pertumbuhan vegetasi yang
diamati adalah sebagai berikut: Jumlah luas bidang dasar suatu jenis
𝐷=
1. Sub-plot berukuran 5 x 5 m untuk pengukuran tingkat Luas petak contoh
pancang Dominansi suatu jenis
2. Sub-plot berukuran 10 x 10 m untuk pengukuran 𝐷𝑅 = 𝑥 100%
Dominansi seluruh jenis
tingkat pohon
INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang)
Metode jalur berpetak digunakan pula untuk
INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon)
menentukan zonasi pada hutan mangrove di Pantai Bama
Taman Nasional Baluran. Setelah itu, ditentukan jenis yang
paling dominan ditemukan pada masing-masing plot Analisis asosiasi
sehingga dapat dijadikan zona mangrove pada hutan Analisis asosiasi vegetasi suku Rhizophoraceae yang
mangrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran. mendominasi di ekosistem mangrove pada Pantai Bama
Kriteria untuk masing-masing tingkat pertumbuhan di dapat dilakukan dengan menggunakan Tabel Kontingensi
antaranya adalah (Onrizal 2008): 2x2 (Greig-Smith 1983). Bentuk Tabel Kontingensi 2x2
a. Pancang: permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai dapat dilihat pada Tabel 1.
anakan berdiameter < 10 cm Rumus Chi-square digunakan untuk mengetahui
b. Pohon : pohon dewasa dengan diameter batang ≥ 10 cm adanya kecenderungan untuk berasosiasi atau tidak
sehingga formulasi yang digunakan menurut Ludwig dan
Analisis data Reynold (1988) sebagai berikut:
N
(|ab − bc| − )2 N
Indeks Nilai Penting (INP) 𝐶ℎ𝑖 − 𝑠𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒 hitung = 2
(a + b)(a + c)(c + d)(b + d)
Menurut Dendang dan Handayani (2015), indeks nilai
penting adalah gambaran keberadaan jenis tumbuhan yang Keterangan:
berpeluang untuk mempertahankan pertumbuhan dan a = Jumlah plot ditemukan spesies A dan B
kelestariannya yang menjadi parameter kuantitatif tingkat b = Jumlah plot ditemukan spesies A saja
peranan individu tersebut didalam komunitas. Indeks Nilai c = Jumlah plot ditemukan spesies B saja
Penting (INP) merupakan penjumlahan dari Kerapatan d = Jumlah plot yang tidak ditemukan spesies A dan B
Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi N = Jumlah plot
Relatif (DR) (Soerianegara dan Indrawan 2002).
Jumlah individu Nilai Chi-square hitung kemudian dibandingkan
𝐾= dengan nilai Chi-square tabel pada derajat bebas= 1, pada
Luas petak contoh
taraf uji 1% dan 5%. Apabila nilai Chi-square hitung >
Kerapatan suatu jenis nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat nyata.
𝐾𝑅 = 𝑥 100% Apabila nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel
K total seluruh jenis
maka asosiasi bersifat tidak nyata (Ludwig dan Reynold
Jumlah petak ditemukan suatu jenis 1988). Setelah itu, untuk mengetahui tingkat atau kekuatan
𝐹=
Jumlah seluruh petak asosiasi digunakan rumus sebagai berikut:
(a + b)(a + c)
E(a) =
N
10 m
Keterangan: Notasi yang digunakan mengandung arti
yang sama dengan formulasi sebelumnya.
5m
10 m
Spesies B
250 m Ada Tidak Jumlah
ada
10 m
Ada a b a+b
Spesies Tidak
c d c+d
5m A ada
Jumlah a+c b+d N=a+b+c+d
10 m
positif apabila nilai a > E(a) berarti pasangan jenis terjadi dan Ferguson) dengan temperatur berkisar antara 27,2ºC –
bersama lebih sering dari yang diharapkan sedangkan 30,9ºC, kelembaban udara 77%, curah hujan 900 – 1 600
asosiasi negatif apabila nilai a < E(a) yang berarti pasangan mm/tahun dan kecepatan angin 7 Knots sedangkan arah
jenis terjadi bersama kurang sering dari yang diharapkan. angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang
Selanjutnya, hasil tersebut diuji dengan perhitungan Indeks kuat. Musim hujan jatuh pada bulan November-April
Ochiai (Ludwig dan Reynold 1988). Indeks Ochiai sedangkan musim kemarau jatuh pada bulan April-Oktober
diperoleh dengan formula sebagai berikut: dengan curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Desember-
a Januari. Taman Nasional Baluran mempunyai bentuk
IO = topografi yang bervariasi, dari datar sampai bergunung-
√a + b. √a + c gunung dan mempunyai ketinggian berkisar antara 0-1247
m dpl. Tipe ekosistem tersebut meliputi hutan pantai, hutan
Keterangan:
bakau/mangrove, hutan savana (padang rumput alami),
IO = Indeks Ochiai
hutan selalu hijau (evergreen), hutan musim dataran
a = Spesies A dan B
rendah, dan hutan musim pegunungan.
b = Spesies A h adir, B tidak hadir
Kawasan Taman Nasional Baluran terdapat sekitar
c = Spesies A tidak hadir, B hadir
444 jenis tumbuhan yang tergolong ke dalam 87 familia
meliputi 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan
Nilai indeks asosiasi yang semakin mendekati 1, maka
penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang
asosiasi akan semakin maksimum. Sebaliknya, nilai indeks
hidup pada ekosistem mangrove. Jenis-jenis yang penting
asosiasi yang semakin mendekati 0, maka asosiasi akan
antara lain: pilang (Acacia leucophloea Wild), mimbo
semakin minimum bahkan tidak ada hubungan.
(Azadiracta indica A. Juss), gebang (Corypha utan
Menentukan nilai indeks asosiasi dibutuhkan untuk
Lamk.), asam (Tamara indica Linn.), kepuh (Sterculia
memperkuat hasil perhitungan asosiasi dari tabel
foetida Wall.), widoro bukol (Zyziphus jujuba Lamk.),
kontingensi.
kesambi (Schleichera oleosa), ketapang (Terminalia
catappa Linn.), dan manting (Syzyqium polyanthum).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi jenis
Kondisi Umum Loaksi Penelitian
Hasil analisis vegetasi ditemukan beberapa jenis
pohon mangrove yang tumbuh di Pantai Bama Taman
Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan
Nasional Baluran. Jumlah dan jenis pohon yang ditemukan
konservasi yang didalamnya memiliki berbagai macam
dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, komposisi
flora dan fauna serta ekosistem memiliki beragam manfaat
mangrove yang menyusun hutan mangrove di Pantai Bama
baik manfaat bersifat tangible (dalam pemanfaatan skala
terdapat 6 jenis dari 3 famili yang berbeda, yaitu Famili
terbatas) maupun manfaat yang bersifat intangible, berupa
Rhizophoraceae terdiri dari R. apiculata, R. stylosa, C.
produk jasa lingkungan, seperti udara bersih dan
tagal dan B. Gymnorrhiza masing-masing yang berjumlah
pemandangan alam. Kawasan TN Baluran terletak di
310, 48, 2, dan 6 jenis per ha. Famili Lytharaceae terdapat
Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Provinsi
jenis Sonneratia alba yang ditemukan 6 jenis per ha di
Jawa Timur dengan batas-batas wilayah sebelah utara Laut
lokasi penelitian. Famili Myrtaceae terdapat jenis
Jawa Selat Madura, sebelah timur Selat Bali, sebelah
Syzygium polyanthum yang hanya ditemukan 2 jenis per ha
selatan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah
sehingga total dari semua tanaman yang ditemukan
barat Sungai Klokoran, Desa Sumberanyar. Secara
berjumlah 310 jenis tanaman per ha yang menyusun lokasi
geografis terletak pada 7º29’10’-7º55’5’ LS dan
penelitian. Jenis-jenis seperti R. apiculata, R. stylosa, C.
114º29’10’-114º39’10’ BT.
tagal, B. Gymnorrhiza dan S. alba termasuk jenis
Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 279/Kpts.-
VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 kawasan TN Baluran seluas
25.000 ha. Sesuai dengan peruntukkannya luas kawasan Tabel 2 Jumlah dan jenis pohon di lokasi penelitian
tersebut dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan SK. Nama Jumlah
No. Famili
Dirjen PKA No. 187/Kpts./DJ-V/1999 tanggal 13 ilmiah individu/ha
Desember 1999 yang terdiri dari: zona inti seluas 12.000 Rhizophora
1. Rhizophoraceae 310
ha, zona rimba seluas 5.537 ha (perairan = 1.063 ha dan apiculata
daratan = 4.574 ha), zona pemanfaatan intensif dengan luas Rhizophora
2. Rhizophoraceae 48
800 ha, zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 ha, stylosa
dan zona rehabilitasi seluas 783 ha. Sedangkan dari segi Ceriops
3. Rhizophoraceae 2
pengelolaan kawasan TN Baluran dibagi menjadi dua tagal
Seksi Pengelolaan Taman Nasional, yaitu: Seksi Bruguiera
4. Rhizophoraceae 6
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Bekol, meliputi gymnorrhiza
Resort Bama, Balanan, dan Perengan, Seksi Pengelolaan Sonneratia
5. Lytharaceae 6
Taman Nasional Wilayah II Karangtekok meliputi Resort alba
Watu Numpuk, Labuhan Merak, dan Bitakol. Syzygium
6. Myrtaceae 2
Kawasan Taman Nasional Baluran termasuk daerah polyanthum
yang beriklim kering dengan tipe curah hujan F (Schmidt Total individu 374
Vol. 12 No. 3, Desember 2021, Hal 135-143 Asosiasi Bakau (Rhizophora apiculata Blume.) dengan Jenis-Jenis Mangrove ... 139
mangrove mayor sedangkan S. polyanthum termasuk jenis 60-70 m dikarenakan terdapat jenis S. alba yang tumbuh di
mangrove asosiasi. Aksomkoae (1933) menyatakan bahwa jalur tersebut sedangkan pada jalur 5 memiliki kelas
komposisi dan distribusi jenis serta pola pertumbuhan diameter 40-50 m dikarenakan terdapat jenis B.
mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti gymnorrhizadan S. polyanthum yang tumbuh di jalur
salinitias, pasang surut, gelombang, arus, substrat dan tersebut.
nutrisi. Pada jalur 1 dan 3 memiliki nilai kerapatan tertinggi
Sampah yang banyak ditemukan di lokasi penelitian terdapat pada kelas diameter 10-20 cm dengan masing-
pun dapat menjadi faktor pertumbuhan tumbuhan- masing nilai sebesar 200 individu/ha dan 230 individu/ha
tumbuhan mangrove yang ada pada lokasi penelitian sedangkan jalur 2, 4 dan 5 memiliki nilai kerapatan
sehingga jenis yang tumbuh hanya jenis dominan yang tertinggi pada kelas diameter 20-30 cm dengan masing-
mampu adaptif dengan lingkungannya. Hal ini sesuai masing nilai sebesar 200 individu/ha, 220 individu/ha dan
dengan laporan kegiatan dari Pratiwi (2005) bahwa sampah 190 individu/ha. Menurut Dwisutono (2015) menyatakan
yang berada di permukaan tanah mengakibatkan propagul bahwa bentuk umum dari distribusi kelas diameter
yang jatuh tidak dapat menancap dan semaian yang sudah mengikuti bentuk kurva eksponensial J terbalik yang
hidup dapat mati karena tertimbun oleh sampah. Kondisi di berarti semakin besar kelas diameternya maka semakin
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Sampah kecil kerapatannya. Berdasarkan pernyataan tersebut,
yang banyak ditemukan di lokasi penelitian pun dapat hanya jalur 1 dan 3 yang sesuai sedangkan jalur 2, 4 dan 5
menjadi faktor pertumbuhan tumbuhan-tumbuhan tidak sesuai. Hal tersebut dapat terjadi akibat kondisi
mangrove yang ada pada lokasi penelitian sehingga jenis tegakan yang dipenuhi sampah sehingga permudaan yang
yang tumbuh hanya jenis dominan yang mampu adaptif tumbuh menjadi terhambat. Menurut penelitian dari
dengan lingkungannya. Purwaningrum (2016), Hikmah (2017) bahwa struktur vegetasi mangrove
menyatakan bahwa plastik diperkirakan membutuhkan bervariasi tergantung pada lokasi hutan mangrove,
waktu 100 hingga 500 tahun agar dapat terurai dengan manajemen dan gangguan serta didukung pula pernyataan
sempurna. dari Tom et al. (2010) menyatakan bahwa struktur
horizontal menunjukkan pertumbuhan dibatasi oleh
Struktur tegakan kegiatan manusia dan faktor-faktor kemungkinan lainnya.
Struktur vertikal digunakan untuk melihat tahap
Menurut Meyer et al. (1961) dalam Wicaksono perkembangan dan pertumbuhan hutan mangrove di lokasi
(2014), struktur tegakan adalah sebaran pohon per satuan penelitian. Menurut Smith (1977) dalam Ghufrona (2015)
luas dalam berbagai kelas diameternya. Struktur tegakan menyatakan bahwa struktur vertikal sangat berguna
berkaitan erat dengan penguasaan tempat tumbuh yang berkaitan dengan kebutuhan cahaya, yaitu toleransi satu
dipengaruhi oleh besarnya energi cahaya matahari, jenis tumbuhan terhadap cahaya matahari. Kondisi struktur
ketersediaan air tanah dan hara mineral bagi pertumbuhan
suatu individu. Jumlah individu per hektar pada berbagai
kelas diameter di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1000
4. Berdasarkan Gambar 4 didapatkan nilai kerapatan 900
Jalur 5
individu tertinggi pada kelas diameter 10-20 cm terdapat 800
Jalur 4
Jumlah individu/Ha
1200
Jalur 5
1000 Jalur 4
Jumlah individu/Ha
Jalur 3
800 Jalur 2
Jalur 1
600
400
200
0
5-10 10-15 15-20
Tinggi (m)
Gambar 3 a) Plot pengamatan yang dipenuhi sampah
dan b) semai C. tagal yang tumbuh di Gambar 5 Grafik struktur vertikal tegakan di lokasi
lokasi yang dipenuhi sampah penelitian
140 Istomo et al. Jurnal Silvikultur Tropika
Journal of Tropical Silviculture
vertikal hutan mangrove di lokasi penelitian dapat dilihat Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui hasil dari analisis
pada Gambar 5. vegetasi berupa nilai Kerapatan, Frekuensi, Dominansi dan
Berdasarkan Gambar 5, semakin besar kerapatan Indeks Nilai penting dari setiap jalur. Jenis dominan
maka semakin tinggi pula kelas tinggi pohon yang ada di diartikan sebagai jenis yang berkuasa daripada jenis
lokasi penelitian. Grafik yang sesuai dengan pernyataan lainnya dalam persaingan masyarakat hutan karena lebih
tersebut adalah jalur 2, 3 dan 5 sedangkan jalur 1 hanya adaptif terhadap lingkungannya (Soerianegara dan
memiliki satu kelas tinggi, yaitu 10-15 m dengan nilai Indrawan 2002). Jenis yang mendominasi hampir di setiap
kerapatan sebesar 320 individu/ha dan jalur 4 memiliki jalur adalah R. apiculata kecuali pada jalur 1 didominasi
kelas tajuk 10-15 cm lebih tinggi dari kelas tinggi yang lain oleh R. stylosa dengan nilai INP sebesar 154,94%. Hal ini
dengan nilai kerapatan sebesar 210 individu/ha. Pada jalur terjadi karena frekuensi jenis R. stylosa lebih tinggi
2 dan 5 memiliki kelas tinggi 10-15 m dan 15-20 m. Jalur daripada R. apiculata yaitu sebesar 0,6 yang menandakan
yang memiliki kelas tinggi 5-10 m, 10-15 m dan 15-20 m jenis tersebut lebih tersebar merata di jalur pengamatan
adalah jalur 3 dan 4. Berdasarkan stratifikasi tajuk maka tersebut. R. apiculata mendominasi dari jalur 2 hingga
hutan mangrove di Pantai Bama Taman Nasional Baluran jalur 5 dengan masing-masing INP sebesar 300%, 264,6%,
hanya mencapai stratum C (4-20 m). Stratum yang dimiliki 264,71% dan 245,93%.
hutan mangrove di Pantai Bama Taman Nasional Baluran Nilai kerapatan juga didominasi oleh jenis R.
sama dengan penelitian dari Hikmah (2017) di hutan apiculata hampir di setiap jalur bahkan pada jalur 2 hanya
mangrove Pantai Ciletuh. Kondisi stratum tersebut ditemukan jenis R. apiculata saja yang memiliki nilai
disebabkan persaingan antar tumbuhan serta sifat toleransi kerapatan sebesar 390 individu/ha. Hal tersebut menurut
spesies pohon terhadap radiasi matahari (Indriyanto 2008). Setyawan (2002) bahwa jenis mangrove memiliki tingkat
Menurut Hikmah (2017), pepohonan pada stratum C adaptabilitas yang tinggi terutama pada jenis yang
mempunyai bentuk tajuk yang berubah-ubah tetapi memiliki propagul seperti jenis Rhizophora sp. yang
membentuk suatu lapisan tajuk yang tebal dan umumnya telah tumbuh sejak masih menempel pada
pepohonannya memiliki banyak percabangan yang batang induknya (vivipar). Menurut Kusmana (1997)
tersusun dengan rapat sehingga tajuk pohon menjadi rapat. menyatakan bahwa kerapatan adalah jumlah individu suatu
spesies tumbuhan dalam suatu luasan tertentu sehingga
Dominansi spesies (INP) jenis R. apiculata merupakan jenis pohon yang paling
sering ditemukan di lokasi penelitian. Dominasi yang
Menurut Kalidass (2014), menyatakan bahwa sebuah terjadi pada jenis R. apiculata sesuai dengan penelitian dari
gambaran yang jelas tentang status ekologi dari spesies Sudarmadji (2003) bahwa R. apiculata dan B.
sehubungan dengan struktur komunitas dapat diperoleh Gymnorrhiza mendominasi secara merata, homogen dan
dengan menyintesis nilai persentase kerapatan relatif, silih berganti dari daerah Kelor hingga Manting. Hal
frekuensi relatif dan dominansi relatif. Hasil perhitungan tersebut didukung pula dengan penelitian dari Putrisari
nilai kerapatan, frekuensi, dominansi dan INP disajikan (2017) bahwa propagul R. apiculata yang panjang seperti
pada Tabel 3. tombak dapat langsung menancap ketika jatuh ataupun
Hasil analisis vegetasi di lokasi penelitian dapat mengapung dan tumbuh di lokasi lain. Penelitian dari
diketahui Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi dari suatu Djufri (2002) pun menyatakan bahwa semaian yang jatuh
jenis tumbuhan. INP yang semakin tinggi pada suatu jenis dan tumbuh tidak harus dekat pohon induk, sebab dalam
maka semakin tinggi pula dominansi spesies tersebut penyebarannya dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu air.
dalam komunitas tumbuhan. Secara umum, jenis tumbuhan Menurut Mackinnon et al. (2000) menyatakan bahwa akar-
yang memiliki nilai INP tinggi mampu beradaptasi, akar tunjang pada Rhizophora efektif untuk mencegah
berkompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik pertumbuhan semai dekat dengan pohon induk selain
dibandingkan dengan tumbuhan lain di suatu komunitas bentuk adaptasi pohon mangrove untuk tumbuh dengan
tertentu. kokoh dan pertukaran gas.
Tabel 3 Hasil perhitungan kerapatan (K), frekuensi (F), dominansi (D) dan INP pada tingkat pohon di lokasi
penelitian
K D INP
Jalur Nama Ilmiah F
(Ind/ha) (m2/ha) (%)
Rhizophora apiculata 160 0,4 93,98 145,06
1
Rhizophora stylosa 160 0,6 76,42 154,94
2 Rhizophora apiculata 390 0,9 621,80 300
Rhizophora apiculata 380 0,8 535,59 264,60
3
Rhizophora stylosa 60 0,2 9,50 35,40
Rhizophora apiculata 380 1 575,20 264,71
4 Sonneratia alba 30 0,2 15,39 25,16
Ceriops tagal 10 0,1 0,31 10,13
Rhizophora apiculata 240 1 242,67 245,93
Rhizophora stylosa 20 0,1 2,46 14,79
5
Bruguiera gymnorrhiza 30 0,2 10,56 28,43
Syzigium polyanthum 10 0,1 0,91 10,85
Vol. 12 No. 3, Desember 2021, Hal 135-143 Asosiasi Bakau (Rhizophora apiculata Blume.) dengan Jenis-Jenis Mangrove ... 141
Asosiasi Rhizophora apiculata dengan mangrove tersebut tidak dapat dihitung menggunakan teknik
lainnya perhitungan tabel kontingensi sehingga perlu dikuatkan
dengan perhitungan dengan menentukan nilai indeks
Asosiasi merupakan hubungan ketertarikan untuk asosiasi. Ada atau tidaknya asosiasi pun harus berdasarkan
tumbuh bersama antara dua spesies, yang dapat bersifat perbandingan antara X2 hitung dengan X2 tabel. Jenis R.
positif ataupun negatif. Menurut Maihati dan Zhang (2014) apiculata tidak berasosiasi nyata dengan C. tagal
asosiasi positif menunjukkan bahwa kedua spesies bekerja dikarenakan nilai X2 hitungnya lebih kecil daripada X2
sama untuk memanfaatkan sumberdaya sedangkan asosiasi tabel baik pada taraf uji 1% (6,63) maupun 5% (3,84).
negatif menunjukkan bahwa kedua spesies memiliki pola Menurut Mayasari et al. (2012), asosiasi tidak jelas atau
pemanfaatan sumberdaya yang berbeda. Hasil perhitungan tidak ada hubungan mungkin dihasilkan oleh
uji asosiasi antara Rhizophora apiculata dengan jenis penyeimbangan kekuatan positif dan negatif. Selain itu,
mangrove lainnya di Pantai Bama Taman Nasional Baluran jenis C. tagal hanya ditemukan pada satu plot saja yang
pada setiap jalur dapat dilihat pada Tabel 4. tidak lain berdampingan langsung dengan R. apiculata dan
Berdasarkan Tabel 4, terdapat pasangan yang S. alba sehingga asosiasi dengan R. apiculata cenderung
berasosiasi nyata pada taraf uji 1% (6,63) maupun 5% positif. Pasangan R. apiculata dengan S. alba pun
(3,84) dengan R. apiculata, yaitu R. stylosa pada jalur 1 cenderung positif dikarenakan kedua jenis tersebut
dan 3. Hal tersebut disebabkan kerapatan individu di jalur ditemukan hidup bersama dalam 2 plot.
1 dan 3 tergolong tinggi. Nilai kerapatan masing-masing Pada jalur 5, R. apiculata tidak berasosiasi nyata
jalur dapat dilihat pada Tabel 3. Namun, asosiasi yang dengan ketiga jenis yang ditemukan di jalur tersebut, yaitu
terjadi cenderung negatif karena pasangan jenis R. R. stylosa, B. gymnorrhizadan S. polyanthum. Walaupun
apiculata dengan R. stylosa di jalur 1 dan 3 tidak tidak ada asosiasi yang nyata pada ketiga pasangan jenis
ditemukan sama sekali tumbuh bersama dalam satu plot mangrove tersebut akan tetapi R. apiculata cenderung
sehingga diperkirakan terjadi persaingan pada kedua jenis berasosiasi positif dengan R. stylosa, B. gymnorrhizadan S.
tersebut. Persaingan yang terjadi dapat secara searah polyanthum. Hal tersebut terjadi karena masing-masing
ataupun dua arah (timbal balik) (Odum 1993 dalam pasangan bertemu dalam 1, 2 dan 1 plot. Hilmi et al. (2015)
Sufaidah 2016). Hal tersebut terjadi pula pada penelitian menyatakan bahwa hubungan asosiasi pada vegetasi
Kurniawan et al. (2008) bahwa pasangan jenis yang mangrove menunjukkan adanya kesamaan atau kesesuaian
memiliki frekuensi tinggi tidak selalu menghasilkan habitat untuk tumbuh dan berkembangnya vegetasi
asosiasi positif tetapi dapat juga negatif, sebagai contoh mangrove sehingga harus dimaknai dengan hubungan
antara Leea indica dengan kayu kapur di hutan dataran sering atau tidaknya vegetasi tersebut ditemukan pada areal
rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. penelitian bukan menganggap hubungan asosiasi positif
Selain itu, menurut Kurniawan et al. (2008), kondisi pada vegetasi mangrove berarti saling menguntungkan dan
tersebut menandakan tidak ada toleransi untuk hidup hubungan asosiasi negatif berarti saling predasi.
bersama pada area yang sama atau tidak ada hubungan Perhitungan indeks asosiasi dilakukan untuk
timbal balik yang saling menguntungkan, khususnya dalam mengetahui seberapa besar derajat asosiasi antara R.
pembagian ruang hidup. Jalur 2 tidak terdapat asosiasi apiculata dengan jenis mangrove lain yang ditemukan di
dikarenakan jalur tersebut hanya ditemukan jenis R. setiap jalur. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari
apiculata saja yang tumbuh secara dominan dibandingkan Djufri (2002) yang menegaskan bahwa sesungguhnya yang
jenis lainnya. paling baik adalah membandingkan kedua teknik
Pada jalur 4, R. apiculata tidak berasosiasi nyata perhitungan antara Indeks Ochiai (IO) dengan tabel
dengan C. tagal sedangkan pada S. alba, pasangan jenis kontingensi sehingga dapat diketahui apakah asosiasi
Tabel 4 Hasil perhitungan asosiasi antara R. apiculata dengan jenis mangrove lain yang ditemukan di lokasi penelitian
Asosiasi Nilai
Tipe
Jalur Jenis X2 hitung a E(a) Indeks
α = 1% α = 5% Asosiasi
Asosiasi
R. apiculata dengan
1 14.60 0 2,4 N N - 0
R. stylosa
2 Td td td td td td td td
R. apiculata dengan
3 17,23 0 1,6 N N - 0
R. stylosa
R. apiculata dengan +
td 2 2 td td 0,45
4 Sonneratia alba
R. apiculata dengan
1,98 1 0,9 TN TN + 0,33
C. tagal
R. apiculata dengan
0,21 1 0,7 TN TN + 0,38
R. stylosa
5 R. apiculata dengan
0,04 2 1,6 TN TN + 0,50
B. gymnorrhiza
R. apiculata dengan
0,21 1 0,7 TN TN + 0,38
S. polyanthum
Keterangan: N= Nyata; TN= Tidak Nyata; X2 hitung (α=1%)= 6,63; X2 hitung (α=5%)= 3,84; td= tidak dihitung
142 Istomo et al. Jurnal Silvikultur Tropika
Journal of Tropical Silviculture
negatif menunjukkan nilai indeks asosiasi yang tinggi. tidak ada hubungan timbal balik yang saling
Demikian pula dengan hasil asosiasi positif. Hasil menguntungkan, khususnya pembagian ruang hidup
perhitungan indeks asosiasi dengan rumus Indeks Ochiai sehingga sesuai dengan penelitian dari Kurniawan et al.
dapat dilihat pada Tabel 5. (2008) yang memiliki kondisi serupa di hutan dataran
Berdasarkan Tabel 5 didapatkan pasangan spesies rendah Cagar Alam Tangkoko.
yang memiliki nilai indeks asosiasi yang sangat rendah
sebesar 28,57% atau 2 dari 7 pasangan dan rendah sebesar
57,14% atau 4 dari 7 pasangan. Pasangan yang memiliki SIMPULAN DAN SARAN
nilai indeks asosiasi tinggi hanya didapatkan 1 dari 7
pasangan, yaitu antara R. apiculata dengan B. Simpulan
gymnorrhizayang ditemukan pada jalur 5. Penampakan
dari jenis B. gymnorrhizayang hidup berdampingan dengan Hasil perhitungan asosiasi berdasarkan tabel
jenis R. apiculata di jalur 5 (lihat Gambar 6). Pasangan kontingensi yang dibandingkan setiap jalur didapatkan satu
jenis yang memiliki nilai indeks asosiasi yang sangat pasangan jenis pohon yang berasosiasi secara nyata, yaitu
rendah adalah pasangan antara R. apiculata dengan R. R. apiculata dengan R. stylosa di jalur 1 dan 3 namun
stylosa yang keduanya ditemukan pada jalur 1 dan 2. memiliki tipe asosiasi negatif. Pada jalur 2 tidak terjadi
Pasangan jenis yang memiliki nilai indeks asosiasi yang asosiasi disebabkan hanya satu jenis saja yang tumbuh
rendah adalah pasangan antara R. apiculata dengan S. alba mendominasi di jalur tersebut, yaitu Rhizophora apiculata.
dan C. tagal di jalur 4 dan pada jalur 5 berpasangan dengan Pada jalur 4, R. apiculata tidak berasosiasi nyata dengan C.
R. stylosa dan S. polyanthum ( nilai indeks asosiasi dapat tagal akan tetapi memiliki tipe asosiasi positif sedangkan
dilihat pada Tabel 4). Hasil perhitungan indeks asosiasi asosiasi dengan S. alba cenderung positif tetapi tidak dapat
tersebut memperkuat hasil perhitungan tabel kontingensi dihitung asosiasinya menggunakan tabel kontingensi. Pada
bahwa sebagian besar jenis mangrove di Pantai Bama jalur 5, R. apiculata tidak berasosiasi nyata dengan R.
Taman Nasional Baluran menunjukkan tidak adanya stylosa, B. gymnorrhizadan S. polyanthum akan tetapi
toleransi untuk hidup bersama pada area yang sama dan memiliki tipe asosiasi positif. Nilai indeks asosiasi R.
apiculata dengan R. stylosa tergolong sangat rendah di
Tabel 5 Indeks asosiasi anatara R. apiculata dengan jalur 1 dan 3. Nilai indeks asosiasi yang tergolong rendah
jenis mangrove lain yang ditemukan di dimiliki oleh pasangan jenis R. apiculata dengan C. tagal
lokasi penelitian dan S. alba di jalur 4 serta dengan R. stylosa dan S.
Jumlah polyanthum di jalur. Nilai indeks asosiasi yang tergolong
Indeks Presentase tinggi ditemukan di jalur 5, yaitu antara R. apiculata
No Keterangan Pasangan
Asosiasi (%) dengan B. gymnorrhiza.
Spesies
1,00- Sangat
1 0 0 Saran
0,75 tinggi
0,74-
2 Tinggi 1 14,29 Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil
0,49
0,48- penelitian adalah perlu diadakan penanaman jenis
3 Rendah 4 57,14 mangrove lain selain jenis Rhizophora apiculata. Jenis
0,23
Sangat tanaman yang perlu ditanami di hutan mangrove Pantai
4 <0,22 2 28,57 Bama, yaitu Rhizophora stylosa karena berasoasi nyata
rendah
Jumlah 7 100,00 dengan Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza
karena termasuk jenis yang memiliki nilai indeks asosiasi
yang tinggi dengan Rhizophora apiculata di hutan
mangrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran.
DAFTAR PUSTAKA
Ghufrona RR. 2015. Keragaman Komposisi Jenis dan Mayasari A, Kinho J, Suryawan A. 2012. Asosiasi eboni
Struktur Hutan Mangrove serta Faktor Lingkungan (Diospyros spp.) dengan jenis-jenis pohon dominan
fisik yang Mempengaruhinya di Pulau Sebuku, di Cagar Alam Tangkoko Sulawesi Utara. Jurnal
Kalimantan Selatan [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Info BPK 2(1): 55-72.
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pratiwi A. 2005. Ujicoba Pembibitan Rhizophora
Greig-Smith P. 1983. Quantitative Plant Ecology. apiculata. Baluran (ID): Balai Taman Nasional
California (US): University of California Press. Baluran.
Hikmah WF. 2017. Komposisi Jenis dan Struktur Hutan Purwaningrum P. 2016. Upaya mengurangi timbulan
Mangrove di Pantai Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat sampah plastik di lingkungan. JTL 8 (2): 141-147.
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Putrisari. 2017. Keanekaragaman dan struktur vegetasi
Pertanian Bogor. mangrove di pantai bama-dermaga lama taman
Hilmi E, Siregar AS, Febryanni L, Novaliani R, Amir SA nasional baluran jawa timur. Jurnal Prodi Biologi
dan Syakti AD. 2015. Struktur komunitas, zonasi 6(3): 185-193.
dan keanekaragaman hayati vegetasi mangrove di Setyawan AD. 2002. Ekosistem mangrove sebagai
Segara Anakan Cilacap. Omni-Akuatika 11 (2): 20- kawasan peralihan ekosistem perairan tawar dan
32. perairan laut. Enviro 2(1): 25-40.
Kalidass C. 2014. Distribution and population status of a Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan
critically endangered tree species Symplocos Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
racemosa Roxb. in Eastern Ghats of Odisha. Sudarmadji. 2003. Profil hutan mangrove Taman
International Journal of Advanced Research Nasional Baluran Jawa Timur (mangroves forest
2(11):27-32. profile of Baluran National Park East Java). Berk.
Kurniawan A, Undaharta N E, Pendit I M R. 2008. Penel. Hayati 9: 45-48.
Asosiasi jenis pohon dominan di hutan dataran Sufaidah I. 2016. Asosiasi Ramin (Gonystylus bancanus
rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi (Miq.) Kurz) dengan Jenis Dominan di IUPHHK-HA
Utara. Jurnal Biodiversitas 09(03): 199-203. PT Diamond Raya Timber, Riau [skripsi]. Bogor
Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor (ID): (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
IPB Press. Tom MG, Sarah LC, James MM, Tanja B. 2010.
Ludwig JA and Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. Mangrove forest composition and structure in Las
London (UK): Edwar Arnold. Perlas Archipelago, Pacifif Panama. Rev. Biol. Trop.
Mackinnon, Kathy, Hatta G, Hakimat H, Mangalih A. (Int. J. Trop. Biol. ISSN-0034-7744) 58(3): 857-869.
2000. The Ecology of Kalimantan. Jakarta (ID): Wicaksono F B. 2014. Komposisi Jenis Pohon dan
Penhalindo. Struktur Tegakan Hutan Mangrove di Desa Pasar
Maihati M, Zhang W. 2014. A mini review on theories Banggi Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah
and measures of interspecific association. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut
Selforganizology 1 (4): 206-210. Pertanian Bogor.