Anda di halaman 1dari 3

TOR

Nama Kegiatan : Survei dan pengendalian vektor penyakit menular di masyarakat


Jadwal Kegiatan : TA 2023
Penanggung Jawab : Theodorus D. Bolla, S.Tr.A.K
Sumber Dana : Bantuan Operasional Kegiatan (BOK) TA 2023
Total Dana : Rp 56.400.000

A. LATAR BELAKANG
Saat ini penyakit – penyakit tertular vektor, khususnya yang vektornya nyamuk
merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Upaya untuk menekan angka
kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya
antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, serta surveilans dan
pengendalian vektor dalam hal pendidikan masyarakat dan pengertian tentang kesehatan
lingkungan, yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria
Adapun penyakit yang menjadi prioritas di dalam pengendalian vektor antara lain : malaria,
demam berdarah dengue, karena angka kesakitannya masih tinggi dan diantara penyakit –
penyakit tersebut ada yang menyebabkn kematian.
Penyakit malaria ditularkan dari orang sakit ke orang sehat pada umumnya melalui
gigitan nyamuk Anopheles (Vektor). Program pengendalian penyakit malaria selain dengan
cara pengobatan terhadap penderita, dilakukan pula dengan cara pengendalian vektornya.
Dengan demikian pengendalian vektor, merupakan usaha yang penting didalam pengendalian
penyakit malaria.
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit
ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut.Di dalam tubuh manusia,
parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah
merah. Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit
influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.
Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit Plasmodium
dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles. Daerah selatan
Sahara di Afrika dan Papua Nugini di Oceania merupakan tempat- tempat dengan angka
kejadian malaria tertinggi. Selain itu, malaria juga masih menjadi masalah kesehatan di
beberapa wilayah Indonesia, terutama pada kawasan timur Indonesia.
Berdasarkan data di dunia setiap tahun jumlah penderita penyakit yang ditularkan
nyamuk anopheles itu mencapai lebih 200 juta. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan, ada 219 juta kasus malaria di seluruh dunia pada 2019. Jumlah kasus malaria di
Indonesia pada tahun 2021 sebesar 304.607 kasus, jumlah ini menurun jika dibandingkan
jumlah kasus pada tahun 2009, yaitu sebesar 418.439. Data pada tahun 2020 jumlah kasus
malaria di Provinsi NTT 15.341 kasus menurun dari jumlah kasus pada tahun 2016 yaitu
sebanyak 30.232 kasus. Pulau Sumba dengan empat kabupaten menyumbang 95 persen
kasus malaria, yaitu Sumba Barat Daya (8.496 kasus), Sumba Barat (4.391 kasus), Sumba
Timur (1.639 kasus), dan Sumba Tengah (127 kasus). Kabupaten endemis tinggi malaria
masih terkonsentrasi di Sumba Barat, Sumba Timur, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya.
Karena itu, pemerintah daerah berupaya melaksanakan fokus penanggulangan pada daerah
dengan endemis tinggi malaria.
Sehingga, berdasarkan jumlah kasus tersebut diketahui angka kasus kesakitan
malaria, yang dinyatakan dengan indikator Annual Paracite Incidence (API) sebesar 1,1 kasus
per 1000 penduduk.Pencapaian Indonesia Bebas Malaria 2030 didahului dengan pencapaian
daerah bebas malaria tingkat provinsi dan sebelum itu seluruh kabupaten/kota di Indonesia
harus sudah mencapai bebas malaria.Sampai dengan tahun 2021, sebanyak 347 dari 514
kabupaten/kota atau 68% sudah dinyatakan mencapai eliminasi. Dalam rangka mencapai
target Indonesia Bebas Malaria tahun 2030, maka dibuat regionalisasi target eliminasi.
Terdapat 5 regional yaitu regional pertama terdiri dari provinsi di Jawa dan Bali;
regional kedua terdiri dari provinsi di Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat; regional
ketiga terdiri dari provinsi di Kalimantan dan Maluku Utara, regional keempat terdiri dari
provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur; dan regional kelima terdiri dari Provinsi Papua dan
Papua Barat. Hingga saat ini masih ada beberapa tantangan yang dihadapi. Direktur
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Dr. drh. Didik Budijanto,
M.Kes mengatakan beberapa tantangan yang menjadi perhatian adalah bagaimana
menurunkan penemuan kasus malaria aktif atau pasif. Ia menjelaskan upaya yang dilakukan
untuk mengatasi tantangan tersebut yakni melalui pemeriksaan malaria dengan menggunakan
tes diagnostik cepat (RDT), distribusi kelambu, dan peningkatan kapasitas SDM kesehatan.
Keberhasilan Indonesia Bebas Malaria tahun 2030 ditentukan oleh keberhasilan
deteksi dini kasus malaria di masyarakat, terutama kasus pada penduduk migran. Deteksi
kasus penduduk migran adalah terkait dengan kewenangan sektor di luar kesehatan.
Pada umumnya program pemberantasan penyakit DBD belum berhasil, terutama karena masih
tergantung pada penyemprotan dengan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa.
Penyemprotan membutuhkan pengoperasian khusus, membutuhkan biaya cukup tinggi, dan
detail teknis yang harus dikuasai pelaksana program. Depkes RI (2007), kegiatan
pengendalian vektor dengan pengasapan atau fogging fokus dilakukan di rumah
penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan.
Fogging (pengabutan dengan insektisida) dilakukan bila hasil PE positif, yaitu ditemukan
penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukan tiga atau lebih penderita panas tanpa sebab
dan ditemukan jentik > 5 %. Fogging dilaksanakan dalam radius 200 meter dan dilakukan dua
siklus dengan interval + 1minggu. Fogging (pengasapan) memotong siklus penyebarannya
dengan memberantas nyamuk tersebut. Salah yang menyebabkan Demam Berdarah dan
Malaria. Selain itu juga dapat dilakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan (MBS)
untuk mengetahui sampel darah penderita malaria serta memberantas jentik nyamuk.
Selain itu, keberhasilan itu juga ditentukan oleh pengendalian faktor lingkungan. Hal ini
disebabkan adanya tempat perkembangbiakan nyamuk seperti tambak terbengkalai,
persawahan, perkebunan dengan genangan air, rawa, lagun, dan lingkungan dengan
genangan air lainnya.Dibutuhkan keterlibatan masyarakat dan sektor swasta, seperti
perusahaan pertambangan, perusanaan perkebunan, dan perusahaan-perusahaan lain yang
memberikan dukungan sumber daya sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengurangi angka kematian karna penyakit Malaria dan memutus mata rantai
penularan penyakit
b. Tujuan Khusus
1. Untuk menurunkan kejadian penyakit Malaria
2. Memutus rantai penularan penyakit Malaria
3. Mencegah terjadinya KLB
4. Tercapainya Indonesia Bebas Malaria

C. PESERTA DAN SASARAN KEGIATAN


Tenaga Kesehatan dan Masyarakat Umum

D. METODE
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah: tindakan langsung

E. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan ini dibuat untuk digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan
kegiatan.

Mengetahui,
Malata, 27 September 2022
Kepala Puskesmas Malata Pengelola Program Malaria

Yunus Dangu S.KM Theodorus D. Bolla, S.Tr.A.K


NIP. 19900714 201403 1 001 NIP: -

Anda mungkin juga menyukai