S. Kw. I Kelompok 5
S. Kw. I Kelompok 5
Disusun Oleh:
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 ................................................................................................................. 5
Gambar 2. 2 ................................................................................................................. 5
Gambar 2. 3 ................................................................................................................. 5
Gambar 2. 4 ................................................................................................................. 6
Gambar 2. 5 ................................................................................................................. 6
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ashabah
Secara bahasa, Ashabah berarti kerabat seseorang dari pihak bapak. Kemudian di dalam
al-quran pun sering dijumpai kata yang seumpama dengan Ashabah yaitu ushbah, yang berarti
sebagai ungkapan bagi kelompok yang kuat. Sebagaimana bisa dilihat dari firman Allah SWT
dalam QS Yusuf ayat 14 berikut :
B. Klasifikasi Ashabah
Ashabah secara umum terbagi menjadi dua, yaitu;
1. Ashabah Nasabiyah
Ashabah Nasabiyah ditetapkan karena sebab nasab (keturunan), seperti anak laki-
laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah dan qarabah (kekerabatan),
seperti ayah, kakek, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki
saudara kandung, anak laki-laki saudara seayah, paman kandung dan anak laki-laki paman
seayah. Ashabah Nasabiyah terbagi kepada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
2
1) Ashabah Binnafsi, yaitu setiap laki-laki yang sangat dekat hubungan kekerabatannya
dengan pewaris, yang tidak diselingi oleh perempuan. Jumlah penerima Ashabah
Binnafsi secara tertib berjumlah 12 orang yaitu:
a. Anak laki-laki.
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi di bawahnya.
c. Ayah.
d. Kakek serta generasi di atasnya.
e. Saudara kandung.
f. Saudara seayah.
g. Anak laki-laki saudara kandung.
h. Anak laki-laki saudara seayah dan generasi di bawahnya.
i. Paman kandung.
j. Paman seayah.
k. Anak laki-laki paman kandung.
l. Anak laki-laki paman seayah dan generasi di bawahnya.
Kemudian terdapat hukum-hukum Ashabah Binnafsi, memiliki tiga hukum yaitu:
1. Jika hanya sendiri, mengambil seluruh harta. Contohnya yang ditinggalkan
hanya seorang anak laki-laki, maka seluruh harta warisan diberikan untuknya.
2. Mengambil sisa harta setelah diamil oleh ashabul furud (penerima bagian
tertentu), contohnya ahli waris yang ditinggalkan anak adalah ayah dan ibu,
maka ibu dapat bagian 1/3 sementara ayah mengambil 2/3 sebagai sisa yang
telah diambil oleh ibu.
3. Tidak mendapataan warisan apapun karena seluruhnya telah diambil oleh
Ashabul Furudh. Contohnya yang ditinggalkan suami, saudara perempuan
kandung dan paman kandung, maka bagian suami ½, saudara perempuan
kandung ½, paman tidak mendapat apa-apa karena bagian seluruhnya telah
diambil oleh Ashabul Furudh.
2) Ashabah Bil Ghair, yaitu setiap ahli waris perempuan yang memiliki bagian pasti bila
berbarengan dengan saudara laki-lakinya maka ahli waris perempuan tersebut menjadi
ahli waris Ashabah dikarenakan adanya saudara laki-laki tersebut. Dalam hal ini
seorang anak perempuan menjadi Ashabah bila bersamaan dengan anak laki-laki, cucu
3
perempuan menjadi Ashabah bila bersamaan dengan cucu laki-laki, saudara
perempuan sekandung menjadi Ashabah bila bersamaan deangan saudara laki-laki
sekandung, dan saudara perempuan sebapak menjadi Ashabah apabila bersamaan
degan saudara laki-laki sebapak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Ashabah
bil ghair terbatas pada empat orang yang meliputi:
a. Anak perempuan yang bersama saudara kandung laki-lakinya.
b. Cucu perempuan bersama saudara laki-laki.
c. Saudara perepmpuan sekandung, bersama saudara laki-lakinya.
d. Saudara perempuan sebapak,bersama saudara laki-laki sebapaknya.
3) Ashabah Ma‟al Ghair. Asabah ma‟al ghoir adalah orang-orang yang jadi „ashabah
bersama orang lain.Asabah ini hanya diberlakukan secara tertentu kepada saudara-
saudara perempuan sekandung atau seayah dengan beberapa anak perempuan jika
tidak ada saudara laki-laki.Jadi asabah ma‟al ghair hanya terdiri atas saudara
perempuan sekandung dan saudara perempuan seayah. Jelaslah dengan demikian
asabah ma‟al ghoir hanya terdiri dari atas saudara perempuan sekandung dan saudara
perempuan seayah. Kedua orang tersebut dapat menjadi asabah ma‟al ghoir dengan
beberapa syarat:
a. Berdampingan dengan seorang atau beberapa orang anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah.
b. Tidak berdampingan dengan saudaranya yang menjadi muasib-nya.
2. Ashabah Sababiyah
Ashabah Sababiyah terjadi karena sebab memerdekakan budak, baik laki-laki
maupun perempuan. Ketika seorang budak yang telah dimerdekakan meninggal dunia dan
tak memiliki kerabat secara nasab maka sang tuan yang memerdekakannya bisa mewarisi
harta peninggalannya secara ashabah, sebagai balasan atas kebaikannya yang telah
memerdekakan sang budak. Namun menurut para ulama, pembagian pertama Ashabah
Nasabiyah lebih didahulukan daripada Ashabah sababiyah karena nasab (keturunan) lebih
dekat kepada pewaris dibandingkan dengan sebab.
4
C. Pembagian Ashabah
1. Tata Cara Penghitungan
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menghitung bagian masing-masing ahli
waris dalam kasus kedua orang tua meninggal dan yang ditinggalkan adalah; kakek, 2
anak laki-laki, dan 1 anak perempuan:
Hitung Total Harta Waris yang Ditinggalkan
Rumus perhitungan total harta waris adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 1
Bagian Anak
Dikarenakan A selaku anak merupakan ahli waris asabah, maka perlu dihitung
terlebih dahulu besaran harta waris yang tersisa setelah dikurangi dengan bagian ahli
waris dzul faraid, dengan rumus berikut:
Gambar 2. 2
Gambar 2. 3
5
Sehingga, sisa harta waris yang berhak dibagi kepada ketiga anak pewaris ialah 5/6
bagian dari harta waris.
Gambar 2. 4
Setelah itu, kalikan bagian masing-masing dengan sisa harta waris tadi, sehingga
hasilnya sebagai berikut:
Gambar 2. 5
6
Dengan demikian, bagian masing-masing ahli waris dalam kasus ini adalah sebagai
berikut:
Ayah (kakek A) Dzul Faraidh : 1/6 bagian;
Anak perempuan Ashabah : 1/6 bagian;
Anak laki-laki (1) Ashabah : 2/6 bagian;
Anak laki-laki (2) Ashabah : 2/6 bagian;
Penyelesaian
Pertama : Penarjihan dari segi arah
Apabila ada suatu keadaan pembagian waris terdapat beberapa „ashabah bin
nafs, maka pengunggulannya di lihat dari segi arah. Arah anak lebih didahulukan
dibanding yang lain. Anak akan mengambil seluruh harta peninggalan yang ada, atau
akan menerima sisa harta waris setelah dibagikan kepada „ashabul furudh bagian
masing-masing. Apabila anak tidak ada, maka cucu laki-laki dari keturunan anak laki-
laki dan seterusnya. Sebab cucu akan menduduki posisi anak bila anak tidak ada.
Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan anak laki-laki, ayah, dan saudara
kandung. Dalam keadaan demikian, yang menjadi, ashabah adalah anak laki-laki.
Sebab arah anak lebih didahulukan dari pada arah yang lain. Sedangkan ayah termasuk
7
ashabul furudh karena mewarisi bersama-sama dengan anak lakilaki. Sementara itu,
saudara kandung laki-laki tidak mendapatkan waris dikarenakan arahnya lebih jauh.
8
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ashabah yaitu orang-orang yang mendapatkan sisa dari warisan orang-orang yang
sudah ditentukan oleh al-Qur‟an dan jika tidak ada sisa warisan setelah dibagikan kepada
Ashabul furudh maka golongan kedua ini tidak mendapatkan apa-apa dari harta warisan
mayit.
Ashabah dibagi menjadi dua : ashabah sababiyah dan ashabah nasabiyah.
A. Ashabah Sababiyah
B. Ashabah Nasabiyah
Ashabah nasab adalah laki-laki kerabat mayit, yang antara mereka dengan mayit tidak
ada perempuan seperti anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki, dan paman, anak perempuan
dengan saudara laki-lakinya, saudara perempuan dengan anak perempuan.
Sedangkan Ashabah sabab adalah Ashabah yang diberikan karena sebab-sebab tertentu
seperti, memerdekakan budak, baik laki-laki maupun perempuan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Karya Ilmiah:
Arofik, S., & Fidaroini, R. (2021). Ahli Waris „Ashabah Perspektif Hukum Keluarga Islam. JAS
MERAH: Jurnal Hukum dan Ahwal al-Syakhsiyyah, 1(1), 33-45.
Hidayat, M. R. (2019). Ashabah Bin Nafs. UIN Antasari Banjarmasin. dari
https://www.academia.edu/42937054/Ashabah_Bin_Nafs diakses pada 21 Oktober 2022
(23.45)
Website:
Muttaqin, Y. (2018). Mengenal Bagian Ashabah dalam Warisan: Definisi dan Macamnya. Dari
https://islam.nu.or.id/warisan/mengenal-bagian-Ashabah-dalam-warisan-definisi-dan-
macamnya-UyLm7 diakses pada 17 Oktober 2022 (20.09)
Muhafidz, (2021) " Ahli Waris sababiyah dalam islam" dari
https://www.harapanrakyat.com/2021/12/ahli-waris-sababiyah/ diakses pada 21 Oktober
2022 (21.31).
Permatasari, E. (2021). Begini Rumus Menghitung Bagian Ahli Waris Menurut Hukum Islam.
Dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/begini-rumus-menghitung-bagian-ahli-waris-
menurut-hukum-islam-lt601735794d007#_ftn3 diakses pada (22.47)
10