Statistika Maxwell-Boltzmann
Statistika Maxwell-Boltzmann
OLEH :
KELOMPOK I
1. NUR MILDATIN NISA (F1B1 17 034)
2. NUR ILMA KHAIRANI (F1B1 17 008)
3. KHARISMA MARLINDAH (F1B1 17 030)
4. WA ODE DARNIATI (F1B1 17 022)
5. DESI CHRISMIWAHDANI (F1B1 17 002)
6. ALI SADIKIN (F1B1 17 024)
7. SULISTIAWAN (F1B1 17 018)
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat, karunia
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu dan tanpa halangan apapun. Makalah ini berjudul “Statistika Maxwell-
Boltzmann” sebagai salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Fisika
Statistik. Shalawat serta salam juga penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabat.
Dalam penyelesaian makalah ini tidak jarang penulis menemukan kesulitan-
kesulitan. Akan tetapi, berkat motivasi dan dukungan dari berbagai pihak, kesulitan-
kesulitan tersebut akhirnya dapat teratasi. Maka, melalui kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada bebagai pihak yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari selesainya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................
A. Keadaan Mikro dan Makro...............................................................
B. Distribusi Maxwell-Boltzmann..........................................................
1. Konfigurasi Penyusunan Sistem Klasik......................................
2. Konfigurasi dengan Probabilitas Maksimum............................
3. Harga Rata-rata............................................................................
C. Ruang Fasa .........................................................................................
1. Elemen Volum Ruang Fasa .........................................................
2. Energi Kinetik ..............................................................................
3. Perhitungan Jumlah Keadaan ....................................................
4. Penentuan ns .................................................................................
D. Penentuan Parameter Statistik .........................................................
1. Penentuan Parameter β ...............................................................
2. Penentuan α ..................................................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................
A. Kesimpulan..........................................................................................
B. Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemahaman fisika statistik memiliki cara yang berbeda dengan mata
kuliah fisika lain seperti gelombang, termodinamika, dan mekanika. Dalam
fisika statistik akan dimulai dari persoalan abstrak yang sebenarnya
merupakan bahan kajian orang matematika seperti permutasi dan kombinasi.
Fisika statistik dapat dipandang sebagai persoalan statistik matematik yang
diberikan syarat batas fisis, sehingga persoalan matematika murni menjadi
memiliki interpretasi fisis. Diperlukan abstraksi yang cukup tinggi untuk
memahami persoalan tersebut.
Sebenarnya ketika berhadapan dengan kumpulan partikel-partikel gas,
partikel atomik atau sub atomik lainnya, tidak akan bisa menghindari dari
statistik. Sebab, jumlah partikel yang dikaji sangat besar, yaitu ordenya lebih
dari 1020 partikel. Tiap partikel memiliki enam variabel untuk
mendeskripsikan dengan lengkap keadaan geraknya, yaitu tiga koordinat
ruang dan tiga komponen momentum. Sangat tidak mungkin menjelaskan
dinamika partikel tersebut satu per satu dengan jumlah partikel yang luar biasa
banyak, meskipun menggunakan semua komputer yang ada di dunia saat ini.
Pendekatan yang diberikan oleh fisika statistik adalah melihat sifat rata-rata
dari partikel-partikel tersebut tanpa harus melihat partikel secara individual.
Dalam makalah ini hanya dasar-dasar statistik yang akan menjadi modal
awal untuk mempelajari fisika statistik lanjut yang diberikan. Topik utama yang
dibahas meliputi penurunan fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann, Bose-einstein,
dan Fermi Dirac. Contoh aplikasi sederhana ke tiga macam statsitik tersebut juga
diberikan. Konsep ruang fasa dan kerapatan keadan dalam ruang fasa klasik serta
ruang fasa kuantum juga diberikan, karena keduanya digunakan untuk
menghitung besaran-besaran termodinamika. Agar memiliki pemahaman awal
tentang ensembel, maka salah satu jenis ensembel dibahas di sini, yaitu ensembel
kanonik.
Pada langkah penurunan distribusi Maxwell-Boltzmann, Bose-Einsetin,
dan Fermi-Dirac, modal statistik yang dibutuhkan hanya permutasi. Sebelum
masuk ke penurunan berbagai fungsi distribusi mari mendefinisikan beberapa
istilah yang akan digunakan. Pertama kita mendefinsikan sistem. Terminologi
sistem yang digunakan mengacu kepada partikel-partikel. Contohnya, jika kita
membahas tentang gas maka sistem adalah atom atau molekul gas. Untuk gas
monotonik, sistem adalah atom gas dan untuk gas diatomik atau yang
mengandung atom lebih banyak maka sistem adalah molekul gas. Jika kita
membahas tentang elektron dalam logam maka sistem adalah elektron-elektron
tersebut. Jika kita bahas tentang radiasi benda hitam maka sistem adalah foton.
Jika kita bahas getaran kisi maka sistem adalah fonon. Istilah kedua yang akan
digunakan adalah assembli. Assembli adalah kumpulah sistem-sistem. Jumlah
sistem dalam assembli sangat banyak. Ordenya sekitar sama dengan orde
bilangan Avogadro. Jumlah sistem yang sangat besar ini memungkinkan prediksi
statistik untuk sifat assembli menjadi sangat akurat. Ingat, statistik makin teliti
jika sampel yang dilibatkan makin banyak.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Statistika Maxwell-Boltzmann?
2. Apa yang dimaksud dengan keadaan mikro dang makro dari suatu
partikel?
3. Bagaimanakah distribusi dari Statistika Maxwell-Boltzman?
4. Jelaskan yang dimaksud dengan Ruang Fasa?
5. Bagaimanakah penentuan α dan β sebagai parameter dari Statistika
Maxwell-Boltzmann ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui definisi dari Statistika Maxwell-Boltzmann
2. Untuk mengetahui tentang keadaan mikro dan makro dari suatu partikel
3. Untuk mengetahui pendistribusian Statistika Maxwell-Boltzman
4. Untuk mengetahui tentang ruang fasa
5. Untuk mengetahui penentuan α dan β sebagai parameter dari Statistika
Maxwell-Boltzman
BAB II
PEMBAHASAN
Keadaan-keadaan mikro
E3=3 - - -
E2=2 C B A
E1= AB AC BC
U 4 4 4
Terlihat, keadaan makro tersebut mempunyai tiga buah keadaan mikro. Untuk
dua contoh di atas, jumlah keadaan mikro dalam keadaan makro dapat
dinyatakan sebagai berikut:
3!
N=3, n1=1, n2=1, n3=1, U=6,: Ω= =6 .
1 ! 1! 1 !
3! 6
N=3, n1=2, n2=1, n3=0, U=4,: Ω= = =3
2 ! 1! 0! 2
Berdasarkan pengalaman di atas, maka untuk sistem N partikel identik
yang dapat dibedakan secara umum berlaku hal berikut. Andaikan suatu
keadaan makro mengandung m buah keadaan mikro dengan tingkat-tingkat
energi E1, E2, ......,Em. Jika distribusi partikel-partikel adalah n1, n2, ....,nm
dengan keadaan makro yang mempunyai konstrain
m
N=∑ ni Konstan
i=1
m
U =∑ ni Ei Konstan
i=1
maka jumlah keadaan mikro di dalam keadaan makro bersangkutan adalah
m
N! 1
Ω ( U )= =N ! ∏
n1 ! n2 ! … . nm ! i=1 ni !
Jika sekiranya, tingkat-tingkat energi keadaan mikro mempunya degenerasi,
misalnya gi untuk tingkat energi ke-i, maka peluang penempatan ni buah
¿
partikel di tingkat energi Ei adalah gi Dengan demikian maka persamaan diatas
harus disempurnakan menjadi
m ¿
gi
Ω ( U )=N ! ∏
i=1 n i !
Karena interaksi dan tumbukan, distribusi partikel-partikel pada tingkat-
tingkat energi keadaan mikro bisa berubah. Dapat diasumsikan bahwa pada
setiap keadaan makro dari suatu sistem, ada suatu distribusi yang lebih baik
daripada distribusi-distribusi lainnya. Artinya, secara fisis pada suatu sistem
yang memiliki sejumlah partikel dengan total energi tertentu, terdapat suatu
distribusi paling mungkin. Jika distribusi itu tercapai, sistem itu disebut dalam
keadaan setimbang statistik, dan dalam keadaan itu maksimum.
B. Distribusi Maxwell-Boltzmann
Distribusi Maxwell-Boltzmann menggambarkan kecepatan partikel
dalam gas, dimana partikel tidak terus-menerus berinteraksi satu sama lain,
tetapi bergerak bebas antara tabrakan pendek. Ini menggambarkan
kemungkinan kecepatan partikel (besarnya vector kecepatan) yang dekat
dengan nilai yang diberikan sebagai fungsi dari suhu sistem massa partikel.
Distribusi probabilitas ini dikemukakan pertama kali oleh James Clerk
Maxwell dan Ludwig Boltzmann.
Distribusi Maxwell-Boltzmann biasanya dianggap sebagai distribusi
kecepatan molekul, kadang juga merujuk kepada distribusi untuk kecepatan,
momentum, dan besarnya momentum molekul , yang masing-masing akan
memiliki fungsi probabilitas distribusi yang berbeda. Distribusi ini dapat
dianggap sebagai besaran vektor 3 dimensi yang komponennya adalah
independent dan terdistribusi normal dengan mean 0 dan standar deviasi a.
Turunan asli oleh Maxwel diasumsikan bahwa ketiga arah akan
memiliki perilaku yang sama, tetapi turunan selanjutnya yang dikembangkan
oleh Boltzmann mematahkan asumsi ini dengan teori kinetik. Distribusi
Maxwell-Boltzmann (untuk energi) sebagian besar dapat langsung diturunkan
dari distribusi Boltzmann untuk energi:
Dimana :
i = microstate (menunjukan satu konfigurasi partikel dalam keadaan
kuantum-lihat fungsi partisi).
Ei = tingkat energidari microstate i.
T = temperature kesetimbangan system.
gi = factor degenerasi atau jumlah dari microstate yang mengalami
degenerasi yang memiliki tingkat energi yang sama.
k = konstanta Boltzmann.
Ni = jumlah molekul dalam kesetimbangan T, dalam keadaan i yang
memiliki energy Ei dan degenerasi gi.
N = jumlah total molekul dalam system.
Ingat bahwa kadang-kadang persamaan diatas ditulis tanpa faktor
degenerasi gi. Dalam hal ini, I akan menentukan keadaan masing-masing,
bukan satu set keadaan gi yang memiliki energi Ei yang sama. Karena vektor
kecepatan berkaitan dengan energi, maka persamaan 1 dapat digunakan untuk
menurunkan hubungan antara suhu dan kecepatan molekul dalam gas.
Penyebut dalam persamaan ini dikenal sebagai fungsi partisi kanonik.
Berikut adalah perumusan statistik Maxwell-Boltzmann untuk
assembli yang mengandung sistem (partikel) klasik. Contoh partikel klasik
adalah atom atau molekul-molekul gas. Untuk memahami penurunan fungsi
distribusi Maxwell-Boltzmann sangat diperlukan untuk memahami prinsip
permutasi pada benda-benda yang dapat dibedakan, sifat yang ditunjukkan
oleh sebuah besaran yang nilainya kekal (konstan), serta bagaimana mencari
nilai maksimum dari sebuah fungsi.
Agar sifat fisis dari assembli dapat ditentukan maka kita harus
mengetahui bagaimana penyusunan sistem pada tingkat-tingkat energi yang
ada serta probabilitas kemunculan masing-masing cara penyusunan
tersebut. Pemahaman ini perlu karena nilai terukur dari besaran yang
dimiliki assembli sama dengan perata-rataan besaran tersebut terhadap
semua kemungkinan penyusunan sistem pada tingkat-tingkat energi yang
ada.
Cara menghitung berbagai kemungkinan penyusunan sistem
serta probabilitas kemunculannya menjadi mudah bila tingkat-tingkat
energi yang dimiliki assembli dibagi atas beberapa kelompok, seperti
diilustrasikan pada Gbr 2.2. Tiap kelompok memiliki jangkauan energi
yang cukup kecil.
Mari kita hitung jumlah cara yang dapat ditempuh pada tiap
proses pertama yaitu membawa buah sistem dari luar ke dalam
assembli. Proses ini tidak bergantung pada konfigurasi assembli. Yang
terpenting adalah bagaimana membawa masuk N buah sistem ke
dalam assembli. Untuk menentukan jumlah cara tersebut, perhatikan
tahap-tahap berikut ini. N
Ambil satu sistem N dari daftar buah sistem yang berada di
luar assembli. Kita bebas memilih satu sistem ini dari N buah
sistem yang ada tersebut. Jadi jumlah cara pemilihan sistem
yang pertama kali dibawa masuk ke dalam assembli adalah N
cara.
Setelah sistem pertama dimasukkan ke dalam assembli maka
tersisa N-1 sistem dalam daftar di luar. Ketika membawa
masuk sistem keduake dalam assembli kita dapat memilih
salah satu dari N-1 buah sistem dalam daftar. Jumlah cara
pemilihan sistem ini adalah N-1 cara.
Begitu seterusnya.
Akhirnya, ketika sistem ke-N akan dimasukkan ke dalam
assembli hanya ada satu sistem yang tersisa di luar. Tidak ada
pilihan-pilihan yang mungkin sehingga jumlah cara
memasukkan sistem ke-N ke dalam asembli adalah hanya 1
cara.
Dengan demikian, jumlah total cara membawa masuk N buah
sistem ke dalam assembli adalah
N X (N-1) X (N-2) X ... X 2 X 1= N!
gn22
n2 !
M
δU =∑ E s δ n s=0
s=1
ln W =¿ ln N ! +ln ∏ s ¿
s=1 n s !
{ }
n1 n2 n3 nM
g g g g
¿ ln N !+ ln 1 × 2 × 3 ×.. × M
n1 ! n2 ! n 3 ! nM !
n1 n2 n3 nM
g g g g
¿ ln N !+¿ ln ( 1 )+ ln ( 2 )+ ln ( 3 )+..+ ln ( M )¿
n1! n2 ! n3! nM !
M
g ns s
¿ ln N !+ ∑ ln
s=1 ns!
M
¿ ln N !+ ∑ {ln g ns −ln n s !} s
s=1
M
¿ ln N !+ ∑ {ns ln gs −ln n s !}
s=1
M
¿ 0−0+ ∑ {δ n s ln g s+ ns δ ln g s−δ ns ln n s−n s δ ln ns + δns }
s=1
M
1
¿ ∑ {δ n s ln g s+ ns ×0−δ n s ln ns −ns ( δn )+ δn s }
s=1 ns s
M
¿ ∑ {δ n s ln g s−δ ns ln ns }
s=1
M
¿ ∑ {ln g s−ln ns }δ ns
s=1
M
gs
¿ ∑ ln( )δn s
s=1 ns
ln( )gs
ns
+α + β E s=0
gs
ln ( )=−α−β Es
ns
( )
gs
ns
=exp (−α −β E s)
∑ X ( Konfig−t ) P( Konfig−t )
⟨ X ⟩ = t =1 R
∑ P(Konfig−t)
t =1
P ( Konfig−1 ) ≪ Pmaks
P( Konfig−2)≪ Pmaks
.
.
.
P( Konfig−R) ≪ Pmaks
Maka
≅ X(Konfig-maks) Pmaks
Dan
P(Konfig-1)+P(Konfig-2)+…+P(Konfig-R)≅ Pmaks
Dengan demikian
X (konfig−maks) Pmaks
⟨ X⟩≅ =X ¿
Pmaks
C. Ruang Fasa
Sebelum masuk lebih jauh untuk mencari besaran-besaran fisis suatu
assembli, mari diskusikan terlebih dahulu satu jenis ruang yang dinamakan
ruang fasa. Ruang fasa adalah ruang yang dibentuk oleh ruang spasial dan
ruang momentum atau ruang spasial dan ruang kecepatan. Kita perlu
memahami ruang fasa karena sebenarnya keadaan sistem statistik yang telah
dan akan dibahas adalah keadaan sistem tersebut dalam ruang fasa.
Misalkan kita memiliki sebuah partikel. Posisi partikel dapat
diterangkan dengan lengkap oleh tiga koordinat ruang, yaitu x, y, dan z. Tetapi
posisi saja tidak lengkap mendeskripsikan dinamika partikel. Kita juga
memerlukan informasi tentang kecepatan partikel tersebut. Kecepatan partikel
dapat didefinisikan dengan lengkap oleh tiga koordinat kecepatan, yaitu vx, vy,
dan vz. Dengan demikian, dinamika sebuah partikel dapat dijelaskan secara
lengkap oleh enam buah koordinat, yaitu tiga koordinat ruang: x, y, dan z,
serta tiga koordinat kecepatan: vx, vy, dan vz . Kita dapat menggabungkan enam
koordinat tersebut dalam satu ungkapan, yaitu ( x,y,z, vx, vy, vz )
Karena momentum merupakan perkalian massa dan kecepatan, yaitu
p=mv maka alternatif lain untuk mendeskripsikan dinamika partikel secara
lengkap adalah memberikan tiga koordinat spasial dan tiga koordinat
momentum. Dalam deskripsi ini, dinamika partikel dapat dijelaskan dengan
lengkap jika tiga koordinat spasial dan tiga koordinat momentum dapat
ditentukan. Keenam koordinat tersebut digabung dalam satu ungkapan (x, y, z,
px, py, pz).
Gambar 2.6. Ilustrasi koordinat ruang fasa
1 1 1 2 2 2
E= m v = m ( v x + v y + v z )= ([ mv x ] + [ m v y ] + [ m v z ] )
2 2 2 2
2 2 2m
1
¿ ( p 2 + p2 + p2 )
2m x y z
3. Menghitung Jumlah Keadaan
Pada penurunan fungsi distribusi kita sudah membagi energi atas
kelompok-kelompok energi dari kelompok ke-1 hingga kelompok ke-M.
Tinjau sebuah sistem dengan energi E=( p2x + p2y + p2z ) / 2m . Penulisan energi
tersebut dapat dibalik sebagai berikut:
2
( p 2x + p 2y + p 2z )=(√ 2mE )
Bandingkan dengan persamaan untuk bola berikut ini:
2 2 2 2
X +Y +Z =R
Kedua persamaan diatas persis sama. Pada persamaan pertama yang
berperan sebagai jari-jari adalah √ 2 mE. Ini berarti, dalam koordinat
momentum, nilai-nilai px, py, dan pz yang memberikan E yang konstan
adalah yang berada pada permukaan bola dengan jari-jari √ 2 mE. Satu
kulit bola mewakili satu nilai energi. Makin besar jari-jari bola maka
makin besar energi yang dimiliki sistem yang berada pada kulit bola
momentum tersebut.
Gambar 2.7. Bola pada ruang momentum. Jari-jari bola adalah √ 2 mE.
Jika kita bagi energi assembli atas kelompok-kelompok energi
maka tiap kelompok akan diwakili oleh kulit bola dengan ketebalan
tertentu. Mari kita ambil elemen volum pada kulit bola dengan jari-jari
√ 2 mEdan ketebalan d ( √2 mE). Luas kulit bola tersebut adalah:
2
S p=4 π ( √ 2 mE) =8 πmE
Tebal kulit bola adalah
d ( √ 2mE ) =√ 2m d ( √ E )=√ 2 m× E−1/ 2 dE= √
1 2 m −1 /2
E dE
2 2
Dengan demikian, volum kulit bola adalah
dV p =S p d ( √2 mE )
¿ 8 πmE √
2 m −1/ 2
E dE=2 π (2m)3/ 2 E1 /2 dE
2
Gambar 2.8. Elemen Volum dalam ruang momentum berupa kulit bola
Volum ruang fasa yang ditempati oleh sistem yang berada pada
kulit bola momentum serta dalam elemen volum spasial d V s=dxdydz
adalah
3 /2 1/ 2
dГ=dxdydz 2 π (2 m) E dE
Volum ruang fasa yang ditempati oleh sistem pada semua ruang
spasial, tetapi tetap berada dalam kulit bola momentum diperoleh dengan
mengintegralkan persamaan diatas pada elemen ruang spasial hasilnya
adalah
∆ Г p=∫ dxdydz 2 π (2 m) E dE=2 πV (2 m) E dE
3 /2 1 /2 3 /2 1/ 2
Dengan V =∫ dxdydz adalah volum total ruang spasial yang tidak lain
merupakan volum assembli itu sendiri.
Kita belum mengetahui berapa kerapatan keadaan dalam ruang fasa.
Untuk sementara kita menganggap kerapatan keadaan tersebut adalah B.
Jumlah keadaan dalam elemen ruang fasa ∆ Г psama dengan volumruang
fasa kali kerapatannya, yaitu
3/ 2 1 /2
B ∆ Г p=2 πVB (2m) E dE
Jika kelompok-kelompok energi yang kita bangun di dalam
assembli diwakili oleh kulit bola maka kita dapat menyamakan sg dalam
persamaan (2.11) dengan B ∆ Γ p pada persamaan (3.12). Akhirnya, kita
dapatkan ungkapan untuk sg sebagai
gs=2 πVB ¿
4. Penentuan ns
Setelah mengetahui bentuk gS dalam fungsi kontinu yaitu yang
tertuang dalam persamaan diatas, selanjutnya kita akan menentukan ns
dalam bentuk kontinu juga. Dalam bentuk dikrit, hubungan antara n s dan
gs adalah
α + βEs
n s=g s e
Pada persamaan diatas, ns adalah jumlah sistem di dalam assembli.
Sekarang kita mendefenisikan kerapatan sistem , yaitu jumlah sistem per
satuan energi. Untuk kerapatan sistem kita gabungkan simbol n(E).
Dengan demikian, jumlah sistem dalam kulit bola yang dibatasi oleh
energi E dan E + dE adalah n(E)dE. Dengan mengganti ns dengan n(E)dE
dan gs dengan persamaan (3.13) kita dapatkan hubungan antara jumlah
sistem dan kerapatan keadaan dalam bentuk kontinu sebagai berikut.
n ( E ) dE=2 πVB ¿
¿ 2 πVB ¿
bahwa tidak mungkin ada sistem yang memiliki energi tak berhingga.
Oleh karena itu jika Es→∞ maka haruslah n s → 0 . Ini hanya mungkin
terpenuhi jika parameter β bernilai negatif. Lalu, bergantung pada
besaran apakah β?
Gambar 2.9. Dua buah assembli terisolasi digabung setelah membuka masing-
masing satu sisinya.pada batas dua assembli diijinkan pertukaran energi tetapi
tidak diijinkan pertukaran partikel.
Setelah mengetahui bahwa nilai parameter β harus negatif mari kita
mencari bentuk ekspresi dari parameter tersebut. Untuk mempermudah
mari kita tinjau dua assembli terisolasi dan berada pada suhu yang sama T.
Kesamaan suhu bermakna ke dua assembli berada dalam kesetimbangan
termal. Assembli pertama memiliki N1 sistem dan assembli kedua
mengandung N2 sistem. Kemudian salah satu sisi masing-masing assembli
dilepas dan dua assembli dikontakkan pada sisi yang dilepas tersebut.
Setelah dikontakkan dua assembli menjadi sebuah assembli baru yang
tetap terisolasi dari lingkungan. Misalkan pada permukan kontak dua
assembli dipasang dinding sedemikian rupa sehingga tidak ada pertukaran
sistem antara dua assembli namun pertukaran energi diperbolehkan.
Akibatnya, sebelum dan sesudah dua assembli disatukan, jumlah partikel
di assembli kiri maupun assembli kanan tidak berubah. Tetapi energi yang
dimiliki masing-masing assembli awal bisa berubah (lihat Gbr. 2.9).
Karena assembli gabungan terisolasi dari lingkungan maka
pertukaran energi antar dua assembli awal tidak mengubah energi total
assembli gabungan. Dengan persyaratan di atas kita dapatkan beberapa
konstrain berikut ini
N 1=∑ n1 s=konstan
s
N 2=∑ n2 s=konstan
s
U =U 1+ U 2=∑ n1 s E1 s +¿ ∑ n2 s E 2 s=konstan ¿
s s
Apabila kita nyatakan dalam bentuk diferensial, persamaan diatas
berbentuk
δN 1=∑ δn1 s =0
s
δN 2=∑ δn2 s =0
s
δU =∑ E 1 s δn1 s + ∑ E 2 s δn2 s =0
s s
Sebelum ke dua assembli digabung maka jumlah penyusunan
sistem pada keadaan-keadaan energi di masing-masing assembli
memenuhi
n
g1 s 1s
W 1=N 1 ! ∏
s n1s !
n2 s
g2 s
W 2=N 2 ! ∏
s n2s!
Agar persamaan (4.12) selalu terpenuhi untuk variasi sn1δ dan sn2δ
berapa pun maka suku dalam kurung pada harus nol, atau
δ ln W 1
+α 1+ β E1 s=0
δn1 s
δ ln W 2
+α 2+ β E2 s=0
δn2 s
∑ ns δ E s=− pdV
s
Jika kita menganggap bahwa dinding assembli sangat tegar
sehingga tidak terjadi perubahan volum pada saat penyerapan kalor δQ
maka
δU =δQ
Dengan demikian, syarat konfigurasi dengan probabilitas
maksimum menjadi
δ ln W +αδN + βδQ=0
Untuk assembli yang terisolasi, jumlah sistem tidak berubah
sehingga Nδ=0. Akibat dari pembatasan tersebut maka persamaan (4.21)
menjadi δ lnW + βδQ=0atau
δ lnW =−βδQ
Ingat merupakan sebuah fungsi sehingga δ ln W merupakan
diferensial sejati, yaitu merupakan selisih dua nilai berdekatan. Tetapi δQ
bukan merupakan diferensial sejati. δQ tidak dapat dinyatakan sebagai
selisih dua nilai dari suatu fungsi. Dengan demikian tampak bahwa ruas
kiri dan kanan persmaaan (4.22) tidak konsisten. Agar konsisten maka
ruas kanan pun harus merupakan diferensial sejati. Dalam pelajaran
termodinamika, sudah dibahas bahwa δQ bisa diubah menjadi diferensial
sejati jika dibagi dengan suhu. Jadi, walaupun δQ bukan diferensial sejati
tetapi δQ/T merupakan diferensial sejati. Di termodinamika dibahas
bahwa δQ/T merupakan sebuah besaran termodinamika yang bernama
entropi. Dengan demikian, agar ruas kanan persamaan (4.22) menjadi
diferensial sejati maka haruslah β∝1/T. Dan karena kita menunjukkan
bahwa β berharga negatif, maka bentuk umum β sebagai fungsi suhu
manjadi
−1
β=
kT
Dengan k sebuah konstanta. Nanti akan kita buktikan bahwa k tidak
lain daripada konstanta Boltzmann.
2. Penentuan Parameter α
Setelah mengetaui ungkapan untuk gs, kita siap menentukan parameter
pengali Lagrange α. Kita mulai dari hubungan n s=g s e α + β E . Selanjutnya
s
s s s
Penjumlahan di ruas kiri adalah jumlah total sistem. Jadi
N=e ∑ gs e
α βE s
s
Mari kita fokuskan pada suku penjumlahan di ruas kanan persamaan
(4.29). Kita ganti gs dengan bentuk kontinu yang diberikan oleh
persamaan (3.13). Penjumlahan selanjutnya diganti dengan integral pada
semua jangkauan energi yang mungkin, yaitu dari E=0 sampai E=∞.
Bentuk integral yang dimaksud adalah
∞
N=e ∫ 2 πVB ¿ ¿
α
0
α
N=e 2 πVB ¿
Untuk menyelesaikan integral (4.30) mari kita mendefinisikan βE=-y
sehingga
−y
E=
β
−1
dE= dy
β
1/ 2 1 /2
1 /2 −y −1 1/ 2
E =( ) =( ) y
β β
Dengan mensubstitusi persamaan (4.31a) sampai (4.31c) maka suku
integral di ruas kanan persamaan (4.30) menjadi
∞ 1 ∞ 1 1
∫
0
e βE 2
E dE= ∫
0
e ( )
− y −1 2 2 −1
β
y (
β
)dy
3 ∞ 1
( ) ( )
3
−1 2 −1 2 3
¿
β
∫ −y
e y 2 dy=
β
Г( )
2
0
di mana Г(x) adalah fungsi gamma. Dapat dibuktikan secara analitik
(walaupun agak panjang) dan juga sudah ditabelkan bahwa Г
3 √π
2
=
2 ()
sehingga
∞ 1
( )
−1 2 √ π
3
∫ e E 2 dE=
βE
β 2
0
Akhirnya, substitusi persamaan (4.32) ke dalam (4.30) diperoleh
N=e α 2 πVB ¿
Karena kita sudah membuktikan β=-1/kT maka
N=e α 2 πVB ¿
N=VB ¿
sehingga parameter α
α N
e =
VB ¿ ¿
Atau
α =ln¿ ¿
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Statistika Maxwell-Boltzmann meninjau partikel klasik yang
“terbedakan”. Sistem partikel klasik yang terbedakan merupakan sistem
partikel yang konfigurasinya berbeda ketika dua atau lebih partikel
dipertukarkan. Dengan kata lain, konfigurasi partikel A dalam keadaan 1 dan
partikel B dalam keadaan 2 berbeda dengan konfigurasi ketika partikel B
berada dalam keadaan 1 dan partikel A dalam keadaan 2. Ketika gagasan
diatas diimplementasikan akan dihasilkan distribusi (Boltzmann) biasa bagi
partikel dalam berbagai tingkat energi. Hasil distribusi ini menghasikan hasil
yang kurang fisis untuk entropi, sebagaimana ditunjukan dalam “Paradox
Gbbs”. Namun, masalah itu tidak muncul pada peninjauan statistic ketika
semua partikel dianggap “tak terbedakan”.
Statistik Maxwell-Boltzmann dipandang 6 dimensi dari pergerakan
molekul ,yakni 3 dimensi kedudukan dan 3 dimensi kecepatan. Ruang 6
dimensi yang dimaksudkan ini disebut ruang fasa. Selanjutnya ruang fasa ini
masih dibagi lagi kedalam volume kecil 6 dimensi yang disebut sel. Molekul
terbagi ke dalam sel ini dan terjadilah secara individu disebut status makro
dari system sedangkan penentuan molekul tertentu (secara individu) dalam
tiap status makro disebut status makro dari sistem.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin. 2017. Pengantar Fisika Statistik untuk Mahasiswa.
Bandung:ITB