Anda di halaman 1dari 15

MENENTUKAN GARIS FREATIK (PHREATIC LINE)

A. Teori

Didalam merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhitungkan stabilitasnya


terhadap bahaya longsoran, erosi lereng dan kehlangan air akibat rembesan
yang melalui tubuh bendungan. Beberapa cara diberikan untuk menentukan
besarnya rembesan yang melewati bendungan yang dibangun dari tanah
homogen. Cara yang dipakai adalah analitis dan grafis.

B. Perhitungan Panjang Permukaan Basah Secara Analitis


𝑑𝑦
Asumsi Scaffernack – Itterson bahwa i = tanβ = adalah sama dengan
𝑑𝑥
kemiringan garis freatik dan merupakan gradien konstan sepanjang garis
freatik.

A sin β

A cos β

A = 𝑆𝑒 = √𝐻 2 + 𝑑 2 − √𝑑 2 − 𝐻 2 𝑐𝑜𝑡 2 𝛽

Besarnya Se menentukan titik keluarnya G. Permukaan basah digambar


membentuk garis parabola yang menyinggung terhadap garis horisontal di titik A
yang menyinggung kemiringan bagian hilir dititik G.

C. Perhitungan Panjang Permukaan Basah Secara Grafis

Langkah – langkah:

1. Tentukan titik awal garis yaitu titik A yang panjangnya 0.2 L dari embung
pada lapis 1. Buat perpanjangan garis yang sesuai dengan kemiringan
embung bagia n luar.
2. Tarik garis menggunkan jangka darik titik A dengan pusat R pada muka air
h2 atau pada titik F, hingga berpotongan dengan perpanjangan garis yang
sesuai dengan kekiringan embung, yang dinamakan titik A1.
3. Gambar setengah lingkaran pada FA1 dengan titik pusat pada A2, sehingga
A1A2 = A2F.
4. Tarik garis menggunkan jangka dari titik A2 dengan titk pusat di titik F,
sampai berpotongan dengan garis setengah lingkaran A1F, yang dinamakan
titik A3.
5. Tarik Garis menggunakan jangka dengan titik pusat A1 ke titik A3 hingga
berpotongan dengan sisi miring embung yang dinamakan titik G.
6. Dengan demikian FG = Se. Perhatikan Gambar berikut:

D. Menentukan Lintasan Garis Freatik

Ditugas kemiringan bendung β ≥ 45˚. Step – step perhitunganya yaitu:


1. Gambar embung sesuai dengan skala
2. Hitung Se dengan persamaan : 𝑆𝑒 = √𝐻 2 + 𝑑 2 − √𝑑 2 − 𝐻 2 𝑐𝑜𝑡 2 𝛽
3. Tentukan lokasi titik awal asal parabola, yaitu titik F sampai 0.3L
4. Garis freatik adalah berbentuk parabola, gunakan persamaan
parabola sederhana.
Y = k * X2 , Pada X0 = Y0
X = Yo
Xo2
Sehingga di gunakan peramaan :
𝑦 = √2 ⋅ 𝑥 ⋅ 𝑦0 + 𝑦02 dimana 𝑦0 = √𝐻 2 + 𝑑 2 − 𝑑

5. Tentukan nillai X mulai dengan X = 0 sampai dengan X = 0.3 L


sehingga didapat nilai Y. Setelah di dapat nilai X dan Y, maka plot
digambar dengan menggunakan sistem diagram Cartesius. Garis
yang didapat disebut Garis Freatik.
6. Perhatikan bahwa parabola menyinggung menyinggung bendungan
pada bagian hilir, pada bagian atas dari bagian basah dan berangsur
– angsur tegak lurus terhadap muka bendungan bagian hilir pada
garis air
7. Muka bendungan bagian hulu adalah garis ekipotensial dan garis
freatik merupakan garis aliaran
8. Garis Freatik membagi embung menjadi dua bagian yaitu, Bagian
yang kering yang berda di atas garis freatik dan yang jenuh air yaitu
dibawah garis freatik.

E. Garis Freatik (Phreatic Line) Secara Analitis

L1 = 2m L1 =2m

H=3m

h1=2m

h2=0.75m
45 45 45 45

L2 =8m L2 =8m

Langkah-langkah perhitungan freatik line (cara analitis), data diambil dari gambar
yang menggunakan skala pada Gambar lampiran Garis Freatik

Hitung panjang permukaan basah (Se) dengan menggunakan persamaan :

𝑆𝑒 = √𝐻 2 + 𝑑 2 − √𝑑 2 − 𝐻 2 𝑐𝑜𝑡 2 𝛽

Dimana : H = h1 – h2 = 2 – 0.75 = 1.25

d = 5.35 m (termasuk 0,2L)


𝑆𝑒 = √(1.25)2 + (5.35)2 − √(5.35)2 − (1.25)2 𝑐𝑜𝑡 2 (45)
𝑆𝑒 = 0.29
Hitung jarak parameter (y0)

𝑦0 = √𝐻 2 + 𝑑 2 − 𝑑

𝑦0 = √1.252 + 5.352 − 5.35


𝑦0 = 0.14𝑚

Titik pada kaki bendungan bagian hilir adalah titik asal

Hitung Y dengan persamaan :

𝑦 = √2 ⋅ 𝑥 ⋅ 𝑦0 + 𝑦02
𝑦 = √2 ⋅ 𝑥 ⋅ 0.14 + 0.142
𝑦 = √0.28𝑥 + 0.0196

Maka diperoleh hasil :

x (m) 0 1 2 3 4 5 5.35

y (m) 0.14 0.54 0.76 0.92 1.06 1.19 1.23

Pada titik keluar parabola dasar akan memotong suatu titik maka
diperlukan koreksi ∆Se sehingga parabola dasar akan berubah arah ke
bawah. Koreksi Se menurut Cassagrande diperoleh melalui nilai :
𝛥𝑆𝑒
𝑆𝑒 + 𝛥𝑆𝑒
Untuk variasi nilai  pada permukaan bendungan

 60 90 120 135 150 180


𝛥𝑆𝑒
0,32 0,26 0,18 0,14 0,1 0
𝑆𝑒 + 𝛥𝑆𝑒
Secara analitis dapat di hitung :
𝑦0
𝐹𝐻 = 𝑆𝑒 + 𝛥𝑆𝑒 =
1 − 𝑐𝑜𝑠 𝛽
0,14
𝐹𝐻 = 𝑆𝑒 + 𝛥𝑆𝑒 =
1 − cos 45
𝐹𝐻 = 0.47𝑚
𝛥𝑆𝑒 = 𝐹𝐻 − 𝑆𝑒 = 0.47 − 0,29 = 0.18
𝛥𝑆𝑒 0,18
𝛥𝑆𝑒 = 0,18𝑚𝑆𝑒+𝛥𝑆𝑒 = 0.47 = 0,38
1. KESTABILAN LERENG (SLOPE STABILIITY)

Dinyatakan dengan Fs = FAKTOR KEAMANAN ;


𝑝𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛
Fs = τf / τd = 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑡𝑢ℎ

Untuk prosedur kestabilan lereng analisanya terbagi atas 2 jenis, yaitu :

1. MASS PROCEDURE, asumsi yang digunakan adalah slope yang


bersifat homogen. Metode – metode yang digunakan adalah:

• Chart Taylor

• Chart Coussins

• Chart Yang

2. METHOD OF SLICES, asumsi yang digunakan: tanah di atas bidang


gelincir dibagi atas slice vertikal dan dihitung. Metode ini
memperhitungkan ketidakhomogen tanah dan tekanan air pori (μ),
juga variasi tegangan normal sepanjang bidang keruntuhan dapat
dihitung. Metode – metode yang digunakan adalah :

• Asumsi Culmann finith slope

• Sweddish sollution (Fellenius Method)

• Bishop’s simplified Method

Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi
dan cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut :
1) Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan
dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan bergerak
dan yang yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan
memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti,
tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada resiko
longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan indikasi
gerakan tanah dalam suatu peta lereng.
2) Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus
(Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara Fellenius
dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis kekuatannya.
Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat
geser tanah yang dapat terjadi : (a) tak terdrainase, (b) efektif untuk beberapa
kasus pembebanan, (c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan
waktu) atau dengan kedalaman, (d) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air
(sejalan dengan waktu) atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau
terjadi peningkatan air tanah.
Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah
melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang gelincir saya
yang dapat dihitung.
3) Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor,
Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material
homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri atas
berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara komputasi).
Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat
menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara
mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan. asrulmile
blogspot.com

A. METODE FELLENIUS

Ada beberapa metode untuk menganalisis kestabilan lereng, yang paling


umum digunakan ialah metode irisan dengan jumlah minimal 8 irisan yang
dicetuskan oleh Fellenius (1939). Metode ini banyak digunakan untuk menganalisis
kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan bidang gelincirnya berbentuk
busur (arc-failure).
Menurut Sowers (1975), tipe longsorang terbagi kedalam 3 bagian
berdasarkan kepada posisi bidang gelincirnya, yaitu longsorang kaki lereng (toe
failure), longsorang muka lereng (face failure), dan longsoran dasar lereng (base
failure). Longsoran kaki lereng umumnya terjadi pada lereng yang relatif agak
curam (>450) dan tanah penyusunnya relatif mempunyai nilai sudut geser dalam
yang besar (>300). Longsoran muka lereng biasa terjadi pada lereng yang
mempunyai lapisan keras (hard layer), dimana ketinggian lapisan keras ini melebihi
ketinggian kaki lerengnya, sehingga lapisan lunak yang berada diatas lapisan keras
berbahaya untuk longsor. Longsoran dasar lereng biasa terjadi pada lereng yang
tersusun oleh tanah lempung, atau bisa juga terjadi pada lereng yang tersusun
oleh beberapa lapisan lunak (soft seams).
Perhitungan lereng dengan metode Fellenius dilakukan dengan membagi
massa longsoran menjadi segmen-segmen untuk bidang longsor circular.
Metode Fellenius dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi
isotropis, non isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan
terdiri dari atas beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak
sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat dianggap
garis lurus.
Berat total tanah/batuan pada suatu elemen (W,) termasuk beban Iuar
yang bekerja pada permukaan lereng Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus
dan tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang
bekerja disamping elemen diabaikan. Faktor keamanan adalah perbandingan
momen penahan longsor dengan penyebab Iongsor. asrulmile blogspot.com

Analisa stabilitas lereng dengan cara fellenius menganggap gaya-gaya


yang bekerja pada sisi kanan-kiri dan sembarangan irisan mempunyai
resultan
O = 0 pada tegak lurus bidang longsornya.

R
Phreatic Line

Ln

αn

d Phreatic Line

αn

bn z
H
 sat

Notasi yang digunakan yaitu:

a) bn yaitu lebar slice ( irisan)


b) Ln yaitu lebar atau panjang sisi miring maupun atas embung untuk tiap
slice, yang pada saat slice datar Ln = bn
c) n yaitu sudut yang yang dibentuk dari perpotongan garis lebar slice
dengan perpanjangan garis dari titik pusat R
d) 𝑢 yaitu
tekanan air pori
e) Wn yaitu berat volume slice

f) Hw atau z yaitu tinggi slice dari lingkaran yang dibentuk oleh jari – jari R
sampai ke garis freatik (dibawah garis freatik)
g) Hn yaitu tinggi total slice, H1 : tinggi lapisan 1 sampai garis freatik
(kering), H2 : tinngi lapisan 2 yaitu di bawah garis freatik sampai ke
permukaan tanah
Perhitungan
Hitungan menggunakan tabel dengan langkah-langkah rumus sebagai berikut :
a. 𝑊𝑛 = 𝛾 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝐻𝑛
untuk irisan yang terdapat satu jenis tanah(𝛾d atau 𝛾sat)

𝑊𝑛 = (𝐻𝑛 − 𝑧) ∗ (𝐿𝑛 ⋅ 𝛾𝑑) + (𝑧 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝛾𝑠𝑎𝑡)

Untuk irisan yang terdapat dua jenis tanah(𝛾d dan 𝛾sat)


𝑊𝑛 = (𝐻1. 𝐿𝑛 ⋅ 𝛾𝑑) + (𝐻2 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝛾𝑒𝑞)
Dimana 𝛾𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝛾1) + (𝐻2 ⋅ 𝛾2))/(𝐻1 + 𝐻2)
𝑐𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝑐1) + (𝐻2 ⋅ 𝑐2))/(𝐻1 + 𝐻2)
𝜙𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝜙1) + (𝐻2 ⋅ 𝜙2))/(𝐻1 + 𝐻2)

𝑏𝑛
b. 𝛥 𝑙𝑛 = 𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑛
c. 𝑢 = 𝛾𝑤 ⋅ 𝐻𝑤
Untuk irisan yang hanya terdapat kondisi tanah dibawah garis freatik (kondisi
basah)

𝑢 = 𝛾𝑤 ⋅ 𝑧

Untuk irisan yang yang terdapat dua kondisi tanah (kondisi kering dan basah)

d. 𝑈 = 𝑢 ⋅ 𝛥𝐿𝑛
e. 𝑁′ = 𝑐. 𝛥 𝑙𝑛 + (𝑊𝑛 ⋅ 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 − 𝑈. 𝛥 𝑙𝑛) 𝑡𝑎𝑛 𝜙
f. Kalikan Berat volume slice (Wn) dengan sudut yang dibentuk oleh titik pusat jari
– jari. Permaannya menjadi: 𝑊𝑛. 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛
g. Menghitung faktor keamanan (Fs) yaitu dengan menjumlahkan setiap slice-slice
sesuai dengan persamaan berikut:
𝑃∑
∑𝑛=1[𝑐⋅𝛥 𝑙𝑛(𝑊𝑛⋅𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑛−𝑈⋅𝛥𝑙𝑛() 𝑡𝑎𝑛 𝜙)[]]
𝐹𝑠 = ∑𝑃
𝑛=1[𝑊𝑛⋅𝑠𝑖𝑛 𝛼𝑛]
Fs =
( col.N ')
 col.W sin n

Contoh Perhitungan:
Dik:
R = Hn =
bn = 𝛾dry=
n = 𝛾w =
Ln = Hw =
H1 = H2 =
𝛾1 = 𝛾2 =
c1 = c2 =
φ1 = φ2 =

 Langkah 1: menentukan ceq, φeq, dan𝜸eq


𝑐𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝑐1) + (𝐻2 ⋅ 𝑐2)/(𝐻1 + 𝐻2)
𝑐𝑒𝑞 =
=
𝛾𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝛾1) + (𝐻2 ⋅ 𝛾2)/(𝐻1 + 𝐻2)
𝛾𝑒𝑞 =
=
𝜙𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝜙1) + (𝐻2 ⋅ 𝜙2)/(𝐻1 + 𝐻2)
𝜙𝑒𝑞 =
= 25.31
 Langkah 2: Menghitung berat volume slice
𝑊𝑛 = 𝛾 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝐻𝑛 = 𝛾𝑠𝑎𝑡 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝐻𝑛
𝑊𝑛 = (𝐻1. 𝐿𝑛 ⋅ 𝛾𝑑) + (𝐻2 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝛾𝑒𝑞)
𝑊𝑛 =
= 5.84 t/m
 Langkah 3: Menghitung tekanan air pori
𝑢 = 𝛾𝑤 ⋅ 𝐻𝑤 =
=

 Langkah 4: Menghitung Δln


𝑏𝑛
𝛥 𝑙𝑛 = 𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑛 =

 Langkah 5:
𝑈 = 𝑢 ⋅ 𝛥𝐿𝑛 =
=
 Langkah 6:
𝑁′ = 𝑐. 𝛥 𝑙𝑛 + (𝑊𝑛 ⋅ 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 − 𝑈. 𝛥 𝑙𝑛) 𝑡𝑎𝑛 𝜙
𝑁′ =
=
 Langkah 7:
Mengalikan berat volume kering dengan sudut dengan
𝑊𝑛. 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛 =
=
 Langkah 8: Menghitung Fs dengan cara – cara menjumlahkan langkah 6 dan 7
untuk keseluruhan slice. Hasil perhitungan selanjutnya lihat di tabel
Ditanya Fs =………?
∑𝑃∑ [𝑐 ⋅ 𝛥 𝑙𝑛(𝑊𝑛 ⋅ 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 − 𝑈 ⋅ 𝛥𝑙𝑛() 𝑡𝑎𝑛 𝜙) []]
𝐹𝑠 = 𝑛=1
∑𝑃𝑛=1[𝑊𝑛 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛]

Fs =
( col.N ')
 col.W sin n

𝐹𝑠 =
B. METODE BISHOP

Cara analisa yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen
dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen. Persyaratan keseimbangan
diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut.
Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan
kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor (Stersedia) dengan
tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu).

a. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode Felenius, tetapi dengan
memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop
mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran
b. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik
pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan
c. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak
rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer
dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana,
cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti.
Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang
memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode
Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat
cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang
berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum.
Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya-gaya (horizontal
dan vertikal) dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing
potongan. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa tegangan efektif.

Metode ini menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan
mempunyai resultan = 0 pada arah vertikal.
1. Rumus Dan Penurunannya
f   ln c   ln Nr  tan 
Tr = c  ( ln)  = +
Fs Fs Fs
 (c   ln + Nr  tan  )
1
Tr =
Fs
2. Untuk Keseimbangan Gaya Vertikal
V=0
𝑁𝑟 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙 𝑐 ⋅ 𝛥𝑙𝑛
(𝑊𝑛 + 𝛥𝑡) ⋅ 𝑁𝑟 ⋅ 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 + [ + [] 𝑠𝑖𝑛 𝛼]
𝐹𝑠 𝐹𝑠
𝑁𝑟 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛 𝑐 ⋅ 𝛥 𝑙𝑛⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛
𝑊𝑛 + 𝛥𝑡 ⋅ 𝑁𝑟 ⋅ 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 + + =0
𝐹𝑠 𝐹𝑠
𝑐 ⋅ 𝛥 𝑙𝑛⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛
(𝑊𝑛 + 𝛥𝑡) −
𝑁𝑟 = 𝐹𝑠
𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙
𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 + 𝐹𝑠
3. Untuk Keseimbangan Balok ABC
𝑃 𝑃 𝑃
1
∑[𝑊𝑛 ⋅ 𝛾 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛] = ∑[𝑇𝑟 ⋅ 𝛾] = ∑ (𝑐 ⋅ 𝛥 𝑙𝑛 + 𝑁𝑟 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙)
𝐹𝑠
𝑛=1 𝑛=1 𝑛=1
𝑃

∑[𝑊𝑛 ⋅ 𝛾 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛]
𝑛=1
𝑃 𝑐 ⋅ 𝛥 𝑙𝑛⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛
1 (𝑊𝑛 + 𝛥𝑡) ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙 − ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙
= ∑ (𝑐 ⋅ 𝛥 𝑙𝑛 + 𝐹𝑠 )
𝐹𝑠 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙
𝑛=1 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 +
𝐹𝑠
𝑃 𝑃
1 1
∑[𝑊𝑛 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛] = ∑ (𝑐 ⋅ 𝛥 𝑙𝑛⋅ 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 + (𝑊𝑛 + 𝛥𝑡) 𝑡𝑎𝑛 𝜙) ⋅
𝐹𝑠 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛
𝑛=1 𝑛=1 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 + 𝐹𝑠
∑𝑃𝑛=1[𝑐 ⋅ 𝑏𝑛 + 𝑊𝑛 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙 + 𝛥𝑡 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙] 1
𝐹𝑠 = ⋅
∑𝑃𝑛=1(𝑊𝑛 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛) 𝑀𝛼𝑛

Dimana :
𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙
𝑀𝛼 = 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 +
𝐹𝑠

4. Penurunan Rumus
∑𝑃𝑛=1[𝑐 ⋅ 𝑏𝑛 + 𝑊𝑛 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙 + 𝛥𝑡 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙] 1
𝐹𝑠 = ⋅
∑𝑃𝑛=1(𝑊𝑛 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛) 𝑀𝛼𝑛
Untuk Fs dengan pengaruh tekanan air pori (dengan rembesan U) ∆T=T
∑𝑃𝑛=1[𝑐 ⋅ 𝑏𝑛 + (𝑊𝑛 ⋅ 𝑈𝑛 ⋅ 𝑏𝑛) 𝑡𝑎𝑛 𝜙 + 𝛥𝑡 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙] 1
𝐹𝑠 = ⋅
∑𝑃𝑛=1(𝑊𝑛 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛) 𝑀𝛼𝑛
→ →
Untuk T=1 maka dimisalkan |𝑙𝑛 + 1| = |𝑙𝑛 |||jadi
𝛥1 = 𝑙𝑛 − 𝑙𝑛 + 1 = 0
∑𝑃𝑛=1[𝑐 ⋅ 𝑏𝑛 + (𝑊𝑛 ⋅ 𝑈𝑛 ⋅ 𝑏𝑛) 𝑡𝑎𝑛 𝜙] 1
𝐹𝑠 = ⋅
∑𝑃𝑛=1(𝑊𝑛 ⋅ 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛) 𝑀𝛼𝑛
Keterangan :
Fs = besar faktor keamanan
Ma = besar gaya normal
Wn = berat potongan ke-n
c = kohesi
bn = lebar potongan ke-n
∆ln = lebar penampang bidang runtuh ke-n

5. Contoh Perhitungan

Contoh Perhitungan:
Dik:
R = Hn =
bn = 𝛾dry =
n = 𝛾w =
Ln = Hw =
H1 = H2 =
𝛾1 = 𝛾2 =
c1 = c2 =
φ1 = φ2 =
 Langkah 1: menentukan ceq, φeq, dan𝜸eq
𝑐𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝑐1) + (𝐻2 ⋅ 𝑐2))/(𝐻1 + 𝐻2)
𝑐𝑒𝑞 =
=
𝛾𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝛾1) + (𝐻2 ⋅ 𝛾2))/(𝐻1 + 𝐻2)
𝛾𝑒𝑞 =
=
𝜙𝑒𝑞 = ((𝐻1 ⋅ 𝜙1) + (𝐻2 ⋅ 𝜙2))/(𝐻1 + 𝐻2)
𝜙𝑒𝑞 =
=
 Langkah 2: Menghitung berat volume slice
𝑊𝑛 = 𝛾 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝐻𝑛 = 𝛾𝑠𝑎𝑡 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝐻𝑛
𝑊𝑛 = (𝐻1. 𝐿𝑛 ⋅ 𝛾𝑑) + (𝐻2 ⋅ 𝐿𝑛 ⋅ 𝛾𝑒𝑞)
𝑊𝑛 =
=
 Langkah 3: Menghitung tekanan air pori
𝑢 = 𝛾𝑤 ⋅ 𝐻𝑤 =
=

 Langkah 4: Menghitung m n

𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛 ⋅ 𝑡𝑎𝑛 𝜙
𝑀𝛼𝑛 = 𝑐𝑜𝑠 𝛼 𝑛 + =
𝐹𝑠

 Langkah 5:
𝑁′ = ((𝑐. 𝑏𝑛) + ((𝑊𝑛 − 𝑢. 𝑏𝑛) 𝑡𝑎𝑛 𝜙)) ∗ (1/𝑚𝛼𝑛)
𝑁′ =
=
 Langkah 6:
Mengalikan berat volume kering dengan sudut dengan
𝑊𝑛. 𝑠𝑖𝑛 𝛼 𝑛 =
=
 Langkah 8: Menghitung Fs deng
P

 c.bn + (Wn − (Un.bn )) tan  . mn


1
Fs = n =1
P

 Wn  sin n


n =1

Fs =
( col.N ')
 col.W sin n
Fs =
𝐹𝑠
[ ]
= 35,0051

( )

78,2917

Anda mungkin juga menyukai