1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja
Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
Di dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Pemurnian dan Pengolahan adalah usaha memproses minyak dan gas bumi di daratan
atau di daerah lepas pantai dengan cara mempergunakan proses fisika dan kimia guna
memperoleh dan mempertinggi mutu hasil-hasil minyak dan gas bumi yang dapat
digunakan;
b. Tempat pemurnian dan pengolahan adalah tempat penyelengaraan pemurnian dan
pengolahan minyak dan gas bumi, termasuk di dalamnya peralatan, bangunan dan
instalasi yang secara langsung dan tidak langsung (penunjang) berhubungan dengan
proses pemurnian dan pengolahan;
c. Perusahaan adalah perusahaan yang melakukan usaha pemurnian dan pengolahan
minyak dan gas bumi;
d. Pengusaha adalah pimpinan Perusahaan;
e. Kepala Teknik Pemurnian dan Pengolahan adalah Penanggungjawab dari suatu
pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi yang selanjutnya disebut Kepala
Teknik;
f. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang pertambangan minyak
dan gas bumi;
g. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang lapangan tugasnya meliputi urusan
pertambangan minyak dan gas bumi;
h. Direktur adalah Direktur Direktorat yang lapangan tugasnya meliputi urusan
keselamatan kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
i. Kepala Inspeksi adalah Kepala Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi;
j. Pelaksana Inspeksi Tambang adalah Pelaksana Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi
Pasal 2 (1) Setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan pestisida yang tidak
didaftar dan atau memperoleh izin Menteri Pertanian. (2) Prosedur permohonan pendaftaran dan
izin diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertanian. (3) Peredaran dan penyimpanan pestisida
diatur oleh Menteri Perdagangan atas usul Menteri Pertanian.
Pasal 3 (1) Izin yang dimaksudkan dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah ini diberikan sebagai
izin tetap, izin sementara atau izin percobaan. (2) Izin sementara dan izin percobaan diberikan
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. (3) Izin telah diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun,
dengan ketentuan bahwa izin tersebut dalam jangka waktu itu dapat ditinjau kembali atau dicabut
apabila dianggap perlu karena pengaruh samping yang tidak diinginkan. (4) Peninjauan kembali
atau pencabutan izin tetap, izin sementara atau izin percobaan dilakukan oleh Menteri
Pertanian.
Pasal 4 (1) Izin diberikan apabila pestisida itu dianggap efektif, aman dan memenuhi syarat-
syarat teknis lain serta digunakan sesuai dengan petunjuk yang tercantum pada label. (2)
Syarat-syarat teknis dan pemberian label diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertanian.
Pasal 5 (1) Untuk keperluan pendaftran dan pemberian izin, pemohon dikenakan biaya yang
besarnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian. (2) Biaya untuk keperluan pendaftaran dan
pemberian izin tersebut pada ayat (1) pasal ini, diwajibkan disetorkan kepada Kantor Bendahara
Negara.
Pasal 6 Setiap orang atau badan hukum dilarang mengedarkan, penyimpanan atau
menggunakan pestisida yang telah memperoleh izin, menyimpang dari petunjuk-petunjuk yang
ditentukan pada pemberian izin.
Pasal 7 Setiap orang atau badan hukum yang mengedarkan menyimpan atau menggunakan
pestisida wajib memberikan kesemapatan dan izin, kepada setiap pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Pertanian yang diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan tentang
konstruksi ruang penyimpanan, cara penyimpanan, keselamatan dan kesehatan
kerja, pembukuan pengeluaran, mutu label, pembungkusan dan residu.
Pasal 9 Setiap orang atau badan hukum yang mengedarkan dan menyimpan pestisida pada
saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, wajib menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah ini di dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Pasal 10 Hal-hal yang secara langsung maupun tidak langsung menyangkut keselamatan dan
kesehatan manusia diatur oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Tenaga Kerja sesuai dengan
bidang dan wewenang masing-masing.
Pasal 11 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut oleh
Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan.
Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pasal 3 (1). Untuk pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan Menteri Pertambangan
mengangkat pejabat-pejabat yang akan melakukan tugas tersebut setelah mendengar pertimbangan
Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi; (2). Pejabat-pejabat termaksud pada ayat (1)
Pasal ini dalam melaksanakan tugasnya mengadakan kerjasama dengan Pejabat-pejabat
Keselamatan Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi baik di Pusat maupun di
Daerah.
Pasal 4 Menteri Pertambangan memberikan laporan secara berkala kepada Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi mengenai pelaksanaan pengawasan termaksud dalam Pasal 1, 2 dan 3
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi pengaturan dan pengawasan terhadap Ketel Uap
sebagaimana termaksud dalam Stoom Ordonnantie 1930 (Stbl. 1930 Nomor 225).
Pasal 6 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Agar supaya setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja
Pasal 1 Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja.
Pasal 2 Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak
mendapat jaminan Kecelakaan Kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah
hubungan kerja berakhir.
Pasal 3 (1) Hak atas Jaminan Kecelakaan Kerja bagi tenaga kerja yang hubungan kerjanya telah
berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan, apabila menurut hasil diagnosis dokter
yang merawat penyakit tersebut diakibatkan oleh pekerjaan selama tenaga kerja yang bersangkutan
masih dalam hubungan kerja. (2) Hak jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan, apabila penyakit tersebut timbul dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung
sejak hubungan kerja tersebut berakhir.
Pasal 4 Penyakit yang timbul karena hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Presiden ini.