Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN GAGAL NAPAS

Anggota kelompok :
Kelas : 3A
1. Dewi Fatimah (A12020002)
2. Aeni Yuwan Sefiana (A12020005)
3. Alviogariska Yuda Saputri (A12020011)
4. Anisa Awalussangadah (A12020021)
5. Anisa Rositasari (A12020024)
6. Arwandanu Fadilah (A12020028)
7. Chantika Shinta Rahma (A12020032)
8. Dilla Nur Azizah (A12020035)
9. Dzikrina Farikhatussolikhah (A12020038)
10. Elsa Dwi Yuliana (A12020040)
11. Endra Priyanto (A12020044)
12. Erfina Rahmawati (A12020045)
13. Estu Wibowo (A12020046)
14. Fadilah Nurma Andriasari (A12020047)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau disebut juga dengan COPD (Cronic
Obstruktif Pulmonary Disease) adalah suatu penyakit yang bisa di cegah dan diatasi yang
ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, biasanya bersifat progresif dan
terkait dengan adanya proses inflamasi kronis saluran nafas dan paru-paru terhadap gas
atau partikel berbahaya (Ikawati, 2016). Kumar, dkk tahun 2007 menjelaskan bahwa
penyakit paru obstruktif kronis adalah penyakit yang ditandai dengan berdasarkan uji
fungsi paru terdapat bukti objektif hambatan aliran udara yang menetap dan ireversibel.

PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan retensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. ( Manurung, 2016).

B. Etiologi PPOK
Faktor risiko PPOK di seluruh dunia yang paling banyak ditemui adalah merokok
tembakau. Selain jenis tembakau, (misalnya pipa, cerutu, dan ganja) juga merupakan
faktor risiko PPOK. PPOK tidak hanya berisiko bagi perokok aktif saja namun juga bisa
berisiko bagi perokok pasif yang terkenan pajanan asap rokok.
Selain itu faktor - faktor yang berpengaruh pada perjalanan dan perburukan PPOK
antara lain:
1. Faktor genetik
2. Usia & jenis kelamin
3. Pertumbuhan dan perkembangan paru
4. Pajanan terhadap partikel, gas berbahaya
5. Faktor sosial ekonomi
6. Asma dan hipereaktivitas saluran napas
7. Bronkitis kronis
8. Infeksi berulang di saluran napas
Berdasarkan penelitian Oemiati (2013) menyatakan bahwa faktor risiko utama PPOK
antara lain merokok, polutan indoor, outdoor dan polutan di tempat kerja, selain itu ada
juga faktor risiko lain yaitu genetik, gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas
fisik.
Data Riskesdas 2013 berdasarkan karakteristik terlihat prevalensi PPOK semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki
(4,2%) dibanding perempuan (3,3%) dan mulai meningkat pada kelompok usia ≥ 25 tahun.
Prevalensi PPOK lebih tinggi di perdesaan (4,5%) dibanding perkotaan (3,0%) dan
cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah (7,9%) dan kuintil
indeks kepemilikan terbawah (7,0%).
C. Patofisiologi
Perubahan patologi pada pasien PPOK menurut The Global Initiative for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease 2017 antara lain: 1. Inflamasi kronis, dengan peningkatan
jumlah sel radang di paru 2. Perubahan stuktur saluran napas, akibat luka dan perbaikan
yang berulang kali.

D. Pathway

Trauma kompresi
anteroposterior dari rongga
thoraks

Lengkung iga akan lebih


melengkung lagi ke arah
kanan

Fraktur iga multiple Saat inspirasi


Krepitasi segmental (flail chest) rongga dada

Adanya segmen yang Gerakan fragmen costa yang


mengembang (flail) patah menimbulkan gesekan
antara ujung fragmen dengan
jaringan sekitar
Gangguan pergerakan
dinding dada
Stimulasi saraf

Gerakan napas paradoksal

Nyeri dada
Fungsi ventilasi menurun

Kompensasi O2 menurun, CO2 meningkat Saturasi O2


takikardi menurun

Sesak napas
Sinosis
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada PPOK yaitu Malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang
manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang
muncul di pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek, sesak
nafas akut, frekuensi nafas yang cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi
lebih lama daripada inspirasi
F. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) :
1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratory
3. Infeksi respiratory
4. Gagal jantung
5. Kardiak Disritmia
6. Status asmatikus

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang :
a. Chest X-Ray: dapat menunjukkan hiperinflation paru ,flattened diafragma,
peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae (emfisema),
peningkatan suara bronkovaskuler (bronkitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asma).
b. Pemeriksaan Fungsi Paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek terapi, misalnya
bronkodilator.
c. Total Lung Capacity (TLC): meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada
asma, namun menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi: menurun pada emfisema
e. FEV1/FVC: rasio tekanan volume eksperasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital
(FVC) menurun pada beonkitis dan asma f. Arterial Blood Gasses (ABGs):
menunjukkan proses penyakit kronis sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal
atau meningat (bronkitis kronis dan emfisema) tetepi sering kali menurun pada asma,
pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma)
g. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps bronkial
pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronkitis)
h. Darah Lengkap: terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan eosinofil
(asma) i. Kimia Darah: alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
primer
j. Sputum Kultur: untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi patogen,
sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menemukan penyakit kaganasan
atau alergi
k. Electrokardiogram (ECG): deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma berat),
artial disritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF panjang, tinggi
(pada bronkitis dan emfisema) dan aksis QRS ventrikal (emfisema)
l. Exercise ECG, Stress Test: membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan merencanakan/evaluasi
program.

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan medis dari Penyakit Kronis Obstruksi Kronik
adalah
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas b. Bronkodilatori (β-agonis dan antiklolinergik)
bermanfaat pada 20- 40% kasus
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasien
dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L)
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang
singnifikan pada pasien dengan penyakit sedang – berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meningkatkan
elastic recoil sehingga mempertahankan potensijalan nafas
2. Panatalaksanaan keperawatan Penatalaksanaan keperawatan dengan Penyakit Paru
Obestruksi Kronik adalah :
a. Mempertahankan potensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah :
1. Mempertahankan kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat deteksi lebih awal.
ASUHAN KEPERAWATAN

SKENARIO KASUS

Seorang pria berusia 53 tahun dengan riwayat penyalahgunaan zat, pada awalnya dibawa ke
ruang gawat darurat dengan keluhan dispnea progresif. Pasien di diagnosis menderita
eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan pulang kerumah. Dengan
dispnea yang memburuk, batuk kering, dan penurunan berat badan pasien di rawat kembali di
rumah sakit dan mulai menggunakan levofloxacin bersama dengan kortikostreroid. Karena
riwayat perilaku berisiko tinggi, tes HIV diperoleh kembali dengan hasil positif. Mengingat
hipoksia pasien dan demonstrasi kekeruhan kaca tanah difus pada CT scan dada, dan
diagnosis klinis PCP dibuat dan pasien dialihkan ke intervensi (IV) trimethoprim-
sulfamethoxazole dan kortikosteroid. Pasien tetap dirumah sakit selama sekitar 3 minggu,
terus membutuhkan oksigen tambahan serta ventilasi non-invasif dalam bentuk BiPAP
(Bilevel Positive Airway Pressure). Pasien melaporakan riwayat merokok 37 tahun dan
menolak penyalahgunaan alkohol. Pasien membantah perjalanan internasional atau diketahui
terpapar dengan siapa pun dengan TBC. Pasien melaporkan bahwa pasien berhubungan seks
dengan laki-laki dan riwayat penggunaan metamfetamin IV sebelumnya. Pasien menyangkal
adanya paparan bahan kimia atau asap beracun yang diketahui. Hitung darah lengkap
mengungkapkan jumlah putih normal 6500/mm3 (normal 4000-10.000). Hemoglobin kurang
yaitu 10,5 g/dL (normal 13,0-16,5) dengan jumlah trombosit normal. Panel kimia
menunjukkan fungsi ginjal dan hati normal dengan albumin rendah 2,9 g/dL (normal 3,5-5,0).
Analisis gas darah arteri menunjukkan PaO2 64,7 mmHg pada oksigen tambahan. PCR HIV
RNA menunjukkan viaral loada 194.901. Jumlah CD4-nya adalah 44 dengan CD4 8,5%. CT
scan berlubang pada dada menunjukkan perkembangan kekeruhan kaca ground bilateral
dengan perkembangan penebalan septum interlobular ringan yang menghasilkan karakteristik
pola seperti paving.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : Tn. K
Usia : 53 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Agama : Islam
Alamat : Kebumen
Tanggal pengkajian : 20 September 2022
No RM : 122-123
2. Penanggung jawab
Nama : Ny C
Usia : 50 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Kebumen
Hubungan dengan klien : Istri
3. Pengkajian primer
a. Airway : Tidak terdapat sumbatan jalan napas
b. Breathing : Terdapat sesak napas, RR 27x/menit
c. Circulation : Akral dingin, Nadi 105 x/menit
d. Disability : Compos mentis
e. Exposure : Tidak terdapat gangguan
4. Pengkajian sekunder
a. Riwayat kesehatan utama :
Pasien mengeluh dispnea progresif
5. Tanda-tanda vital
TD : 130/90 mmHg
N : 97 x/menit
RR : 27 x/menit
S : 37°C
6. Pengkajian Head to toe
Kepala : Kepala pasien tidak terdapat jejas, bentuk kepala simetris, rambut
beruban, kulit kepala bersih, tidak terdapat nyeri tekan
Muka : Muka pasien tampak berbentuk oval, tidak terdapat jejas
Mata : Mata pasien tampak simetris kanan kiri, konjungtiva anemis, pupil
isokor, sklera anikterik
Hidung : Hidung pasien tampak normal, simetris, tidak ada polip
Telinga : Telinga pasien tampak bersih, simetris
Leher : Leher pasien tidak terdapat jejas, nadi carotis teraba
Dada/Thorax :
Paru-Paru
I : Biasanya terlihat klien mempunya bentuk dada barrel chest penggunaan otot
bantu pernafasan
Pa : Premitus kanan dan kiri melemah
P : Terdengar suara hipersonor
A : Terdapat suara tambahan ronchi, penurunan bunyi nafas
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
Pa : Tidak ada jejas dan nyeri tekan
P : Terdapat suara pekak
A : Terdapat Suara lup dup
Abdomen
I : Bentuk datar simetris, tidak tampak jejas, tampak penggunaan otot perut saat
pasien bernapas
A : Bising usus 18x/menit
P : Bunyi tympani
Pa : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba adanya massa
Ekstremitas :
- Atas : Tangan kanan terpasang infus asering 20 tpm
- Bawah : Tidak terdapat Edema

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil

CT – Scan CT scan berlubang pada dada menunjukkan


perkembangan kekeruhan kaca ground
bilateral dengan perkembangan penebalan
septum interlobular ringan yang menghasilkan
karakteristik pola seperti paving.

9. Data Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 10,5 g/dL 13,0-16,5

Eritrosit 6500/mm3 4000-10000

Albumin 2,9 g/dL 3,5-5,0

PaO2 64,7 mmHg 75-100

PCR HIV RNA 194.901 10.000

B. ANALISA DATA
DATA FOKUS Masalah Etiologi
DS : Gangguan Ketidakseimbangan
- Pasien mengeluh sesak nafas pertukaran Ventilasi perfusi
- Pasien mengatakan memiliki gas
riwayat merokok sejak usia
16 tahun
DO :
- Pasien terlihat sesak saat
bernafas
- RR 27x/menit
- TD 130/90 mmHg
- N 97 x/menit
- Hasil CT-Scan :
berlubang pada dada
menunjukkan perkembangan
kekeruhan kaca ground
bilateral dengan
perkembangan penebalan
septum interlobular ringan
yang menghasilkan
karakteristik pola seperti
paving.

DS : Resiko infeksi Ketidakadekuatan


- Pasien mengatakan tidak pertahanan tubuh
nafsu makan sekunder
- Pasien merasa lemas, cepat (Imununosupresi)
lelah
DO :
- Hasil tes HIV Positif
- Berat badan menurun
- Bibir terlihat kering

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan Ventilasi perfusi
2. Resiko infeksi b.d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (Imununosupresi)
D. INTERVENSI

No Hari/ Intervensi
Tanggal
SDKI SLKI SIKI
1 Senin, 20 Gangguan Setelah dilakukan - Monitor tanda-
September pertukaran gas b.d Tindakan keperawatan tanda kelelahan
2022 selama 2x24 jam otot pernapasan
ketidakseimbangan
diharapkan gangguan - Monitor status
ventilasi perfusi pertukaran gas dapat cairan dan
membaik dengan elektrolit
kriteria hasil :
1. Dispnea menurun
2. Bunyi napas
tambahan menurun
3. Takikardia
membaik
2 Senin, 20 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan - Monitor tanda
September Ketidakadekuatan Tindakan keperawatan dan gejala infeksi
2022 selama 2x24 jam lokal dan sistemik
pertahanan tubuh
diharapkan tingkat - Cuci tangan
sekunder infeksi dapat sebelum dan
(Imununosupresi) membaik dengan sesudah kontak
kriteria hasil : dengan pasien dan
1. Nafsu makan lingkungan pasien
meningkat - Jelaskan tanda
2. Lettargi menurun dan gejala infeksi
3. Kadar sel darah - Ajarkan cara
putih membaik mencuci tangan
dengan benar
- Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
E. IMPLEMENTASI

Hari/ Diagnosa Implementasi Respon


Tanggal
Senin, 20 Gangguan - Memonitor tanda- - Pasien
September pertukaran gas b.d tanda kelelahan otot kooperatif
2022 ketidakseimbangan pernapasan - Pasien mampu
ventilasi perfusi - Memonitor status melakukan
cairan dan elektrolit anjuran dari
perawat dengan
baik
- Pasien mampu
menerima
penjelasan dari
perawat dengan
baik
Senin, 20 Risiko infeksi b.d - Memonitor tanda dan - Pasien
September Ketidakadekuatan gejala infeksi lokal dan kooperatif
2022 sistemik - Pasien mampu
pertahanan tubuh
- Mencuci tangan melakukan
sekunder sebelum dan sesudah anjuran dari
(Imununosupresi) kontak dengan pasien perawat dengan
dan lingkungan pasien baik
- Menjelaskan tanda - Pasien mampu
dan gejala infeksi menerima
- Mengajarkan cara penjelasan dari
mencuci tangan dengan perawat dengan
benar baik
- Menganjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi

F. EVALUASI

Hari/ Diagnosa Catatan Perkembangan


Tanggal
Senin, 20 Gangguan S:
September pertukaran gas b.d - Pasien mengatakan masih sesak nafas
2022 ketidakseimbanga O:
n ventilasi perfusi - Pasien masih terlihat sesak nafas
dengan RR 24 x/menit
- Nadi 99 x/menit
- TD 110/70 mmHg
A : Masalah keperawatan Gangguan
pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda- tanda kelelahan otot
pernapasan
- Monitor status cairan dan elektrolit
Senin, 20 Risiko infeksi b.d S:
September Ketidakadekuatan - Pasien mengatakan nafsu makan
2022 lumayan membaik
pertahanan tubuh
- Pasien mengatakan berat badan masih
sekunder sama
(Imununosupresi) O:
- Berat badan pasien 55 kg
- Pasien masih terlihat lemas
A : Masalah Risiko infeksi b.d
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(Imununosupresi) belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Edwar, P. P. M., Airlangga, P. S., Salinding, A., Semedi, B. P., Sylvaranto, T., & Rahardjo,
E. (2018). Kesulitan “Weaning” pada Kasus Flail Chest Akibat Fraktur Sternum yang
Tidak Teridentifikasi. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 10(1), 42.
https://doi.org/10.14710/jai.v10i1.20667
Koesbijanto, H. (2011). Flail Chest Management in ARDS. Folia Medica Indonesia, 47(3),
191–197.

Anda mungkin juga menyukai