Anda di halaman 1dari 13

Acta Psychologia, Volume 3 Nomor 1, 2021, Halaman 1-13

Acta Psychologia
Available online at: http://journal.uny.ac.id/index.php/acta-psychologia

Dinamika Psikologis Motivasi Berprestasi Remaja Down syndrome


Diah Novita Ayu
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta;
Jl. Colombo No. 1 Sleman Yogyakarta, 55281
dyahnov2522@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dinamika psikologi motivasi berprestasi pada remaja down syndrome.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe studi kasus. Subjek dalam penelitian ini yaitu tiga remaja
down syndrome berprestasi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan analisis interaktif dari Miles dan Huberman. Hasil penelitian memberikan gambaran
dinamika psikologis motivasi prestasi ketiga subjek, yaitu: (1) Subjek BS memiliki motif berprestasi mendapatkan
piala dan menang lomba dikarenakan adanya pengalaman keberhasilan, tujuan mendapatkan hadiah, efikasi diri,
dukungan guru secara emosional, dan dukungan orang tua; (2) Subjek FS memiliki motif berprestasi menjadi
pintar dan mendapatkan tepuk tangan yang dilatarbelakangi adanya pengalaman keberhasilan, kemandirian dalam
berlatih, tujuan menjadi pintar dan mendapatkan tepuk tangan, efikasi diri, rasa senang pada aktivitas yang
dilakukan, dukungan guru secara emosional, dan dukungan orang tua membuat FS senang ikut lomba; (3) Subjek
BG memiliki motif berprestasi mendapatkan hadiah dan menang lomba yang dilatarbelakangi pengalaman
keberhasilan, kemandirian dalam berlatih, tujuan mendapatkan hadiah, efikasi diri, dukungan guru dengan
memberikan hadiah, dan dukungan orang tua membuat BG semangat berlomba.

Kata Kunci: motivasi berprestasi, dinamika psikologi, remaja, down syndrome

Abstract
This study aims to describe the psychological dynamics of achievement motivation in adolescents with Down
syndrome. This study uses a qualitative method with a case study type. The subject of the research were three Down
syndrome adolescents. The data were collected by a semi-structured interview. The data were analyzed using
interactive analysis from Miles and Huberman. The results showed that the psychological dynamics that occurred
in the three subjects, namely: (1) In subject BS, the achievement motivation was influenced by experience of
success, the goal of getting a prize, self-efficacy, emotional teacher support, the characteristics of the imitated
model, and parental support influence the formation of BS achievement motivation; (2) In subject FS the
achievement motivation was influenced by experience success, independence in training, goals to be smart and get
applause, self-efficacy, pleasure in the activities carried out, emotional teacher support, and parental support
influence the formation of FS achievement motivation; (3) In subject BG the achievement motivation was
influenced by experience of success, independence in practice, the purpose of getting prizes, self-efficacy, teacher
support by giving gifts, and parental support influence the formation of BG achievement motivation

Keywords: achievement motivation, psychological dynamics, adolescents, down syndrome

Pendahuluan karena adanya keadaan tertentu yang


Pada dasarnya semua manusia membuat adanya keterbatasan. Salah satu
berharap memiliki kehidupan yang dapat keadaan yang tidak diharapkan adalah
dilalui dengan sejahtera, aman, bahagia adanya keterbelakangan fisik dan mental
serta berprestasi sesuai dengan harapan di yaitu kelainan kromosom yang membuat
masa yang akan datang. Namun pada seseorang memiliki gangguan kecerdasan
kenyataannya, harapan yang dimiliki dan psikologis. Gangguan ini sering
individu dapat mengalami hambatan disebut dengan down syndrome. Down
Copyright © 2021, Acta Psychologia -1
syndrome adalah gangguan fisik secara Penyandang down syndrome memiliki
bawaan yang disertai dengan adanya keterbatasan kognitif yang membuat
keterbelakangan mental sejak lahir yang mereka mengalami gangguan komunikasi,
disebabkan oleh abnormalitas pada konsentrasi, kemampuan melaksanakan
perkembangan kromosomnya (Wiyani, tugas, ingatan, perkembangan motorik, dan
2014). kontrol tubuh (Irwanto, 2019). Penelitian
Kim dkk (2017) menunjukkan bahwa
Berdasarkan data dari World Health keterbatasan kognitif pada penderita down
Organization pada tahun 2010 terdapat 8 syndrome tidak mempengaruhi kemampuan
juta penyandang down syndrome di dunia motorik secara signifikan, meskipun
(WHO, 2011). Setiap tahun, sekitar 3.000 membutuhkan waktu pencapaian
hingga 5.000 anak terlahir dengan keadaan perkembangan dua kali lebih lama
down syndrome. Riset Kesehatan Dasar dibandingkan anak normal lainnya.
(RISKESDAS, 2018) juga menemukan
bahwa kasus down syndrome di Indonesia Menurut Irwanto (2019) pola
dari tahun ke tahun cenderung mengalami perkembangan motorik kasar dan motorik
peningkatan. Berdasarkan hasil halus penderita down syndrome mengikuti
RISKESDAS pada tahun 2010 terdapat pola yang sama dengan perkembangan
kasus down syndrome sebanyak 0,21%, anak normal, akan tetapi tonggak
kemudian pada tahun 2013 jumlah kasus perkembangannya dapat dicapai pada
mengalami penurunan menjadi 0,13% waktu yang lebih lambat. Oleh karena itu,
persen dan pada tahun 2018 mengalami meskipun penyandang down syndrome
peningkatan lagi menjadi 0,21% kasus down memiliki masalah intelektual, terdapat
syndrome. beberapa kasus yang menunjukkan bahwa
remaja down syndrome mampu berprestasi di
Menurut Papalia dan Old (dalam bidang olahraga. Di sisi lain penelitian juga
Eva, 2015) secara umum, seorang menunjukkan bahwa intervensi intensif
penyandang down syndrome memiliki dapat menghasilkan prestasi yang lebih
masalah intelektual mulai dari sedang tinggi dan kemandirian yang lebih besar
hingga berat. Penyandang down syndrome pada penyandang down syndrome (Emery,
dengan retardasi mental sedang disebut 2013).
anak mampu latih (trainable). Pada level ini
anak masih mampu untuk dilatih hidup Adanya hambatan-hambatan yang
mandiri dan melakukan tugas-tugas dimiliki oleh seorang penyandang down
sederhana (Eva, 2015). Sedangkan syndrome tidak membuat mereka menjadi
penyandang down syndrome dengan retardasi tidak mampu untuk belajar. Peluang
mental level berat atau mampu rawat mereka untuk meraih prestasi seperti
(profound) sudah tidak dapat diajarkan lagi halnya siswa normal pada dasarnya sama.
untuk hidup mandiri dan memiliki Akan tetapi, masih banyak orang yang
kesempatan hidup yang lebih pendek. meragukan kemampuan siswa down
Berdasarkan hal tersebut, pada riset ini syndrome. Gilmore dan Cuskelly (2011)
peneliti menggunakan responden yaitu menemukan bahwa ibu dengan anak-anak
penyandang down syndrome kategori mampu down syndrome cenderung menilai motivasi
latih karena pada kategori tersebut anak-anak mereka yang berusia 10-15
penyandang down syndrome masih dapat tahun secara signifikan lebih rendah
diajarkan untuk tugas-tugas sederhana daripada penilaian ibu-ibu dengan anak-
meskipun memiliki keterbatasan secara anak normal yang berusia 3-8 tahun.
akademis. Masyarakat Yogyakarta sendiri juga masih
banyak yang merasa malu melaporkan
anaknya yang memiliki kebutuhan khusus,

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 2


sehingga masih sedikit anak berkebutuhan berprestasi tinggi adalah seseorang yang
khusus yang terdeteksi (Humas DIY, 2020) berusaha untuk berbuat sesuatu secara
optimal dalam menyelesaikan tugas yang
Pada masa remaja, minat, karir, diberikan dan melakukannya dengan sebaik
eksplorasi identitas dan hubungan intimasi mungkin (Sondang, 2012).
merupakan hal yang menonjol (Santrock,
2012). Remaja down syndrome juga Penelitian ini bertujuan untuk
mengalami hal tersebut. Ada minat yang mengkaji motivasi berprestasi pada remaja
menonjol dalam kegiatan motorik kasar down syndrome. Subjek yang dilibatkan ada 3
dan kemandirian pada remaja down syndrome yaitu subjek BS, FS, dan BG. Ketiga subjek
(Rohmadheny, 2016). Dari pernyataan mengalami down syndrome dalam katergori
tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja mampu latih (trainable) dengan ciri-ciri,
down syndrome juga memiliki minat dan yakni memiliki keterbatasan dalam bidang
kemandirian yang menonjol sehingga dapat akademik, mampu untuk dilatih
dikatakan remaja down syndrome juga kemandirian dan aktivitas sederhana
memiliki dorongan untuk berprestasi. seperti mandi dan makan yang dilakukan
sendiri, memasak, dan membantu orang
Salah satu faktor yang dapat tua.
dijadikan sebagai bekal remaja down
syndrome untuk meraih prestasi dan Subjek BS saat ini duduk di bangku
kesuksesan adalah motivasi. Motivasi tinggi kelas tiga SMA dan memiliki prestasi
untuk berprestasi mendorong untuk mampu menjadi juara 1 lomba bocce
bertindak atau melakukan sesuatu untuk tingkat Kabupaten. BS memiliki
mencapai tujuan (Sardiman, 2003). kepercayaan diri yang tinggi sehingga dapat
Motivasi dapat dikatakan sebagai dorongan memenangkan setiap perlombaan dan
yang ada pada diri seseorang untuk selalu antusias apabila diminta ikut lomba.
melakukan aktivitas untuk berusaha BS merasa bahwa dengan mengikuti
melakukan perubahan tingkah laku yang berbagai lomba dan mendapatkan piala
lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya merupakan hal yang membanggakan
(Uno, 2017). Penelitian Marvianto, untuknya. Selain BS terdapat pula FS yaitu
Ratnawati, dan Madani (2020) remaja down syndrome yang saat ini duduk di
menunjukkan adanya perbedaan signifikan kelas tiga SMA dan memiliki banyak
pada nilai prestasi akademik pada prestasi di bidang olahraga lari. FS
seseorang yang memiliki motivasi memiliki hobi bernyanyi, menulis dan
berprestasi tinggi, sedang, dan rendah. menari. FS memiliki kepercayaan diri tinggi
untuk dapat mendapatkan juara pada
Menurut McClelland (1987), lomba yang ia ikuti karena FS selalu
motivasi berprestasi merupakan usaha menang setiap mengikuti lomba. Ketika FS
seseorang untuk mencapai sukses atau mengikuti lomba dan mendapatkan tepuk
berhasil dalam kompetensi dengan suatu tangan ia merasa dirinya hebat. Adapun
ukuran keunggulan yang dapat berupa subjek BG saat ini duduk di kelas dua SMP
prestasi orang lain maupun prestasi sendiri. dan baru pertama kali mengikuti lomba
Motivasi berprestasi dapat mempengaruhi bocce. BG merasa dapat memenangkan
keberhasilan untuk mendapatkan prestasi lomba selanjutnya karena pada lomba
dalam mengembangkan minat dan bakat pertamanya mendapatkan juara.
yang dimiliki. Penelitian Sawitri (2017)
menemukan bahwa kemandirian dalam Ada banyak penelitian yang
belajar dan motivasi berprestasi mengungkap mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh positif terhadap prestasi mempengaruhi motivasi berprestasi,
belajar. Seseorang yang memiliki motivasi seperti penelitian Haryani dan Tairas

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 3


(2014) yang menemukan bahwa faktor- Metode Penelitian
faktor yang mempengaruhi motivasi
Jenis penelitian
berprestasi terdiri dari faktor instrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yang Penelitian ini menggunakan pendekatan
mempengaruhi yaitu keyakinan untuk kualitatif dengan jenis studi kasus.
sukses, value, self-efficacy, dan pengalaman
sebelumnya. Adapun faktor ekstrinsik yang Waktu dan tempat penelitian
mempengaruhi yaitu keluarga, sekolah dan Penelitian tentang motivasi berprestasi
teman. pada remaja down syndrome dilaksanakan di
rumah dan sekolah subjek. Ketiga subjek
Saat ini, penelitian tentang remaja berdomisili di daerah Bantul. Pertemuan
down syndrome yang sudah dilakukan dengan subjek beberapa kali dilaksanakan
terbatas pada faktor yang mempengaruhi di luar jadwal wawancara. Selama
optimalisasi potensi dan prestasi. Faktor penelitian peneliti melakukan 3 hingga 5
yang mempengaruhi prestasi salah satunya kali pertemuan untuk membangun rapport,
adalah efikasi diri. Berdasarkan penelitian kemudian 2 hingga 3 kali proses penggalian
Haq (2016) efikasi diri merupakan bagian data hingga data yang ditemukan telah
yang mempengaruhi prestasi anak jenuh
berkebutuhan khusus di bidang olahraga.
Selain itu, asuhan dan didikan dari guru Subjek penelitian
sekolah turut serta berperan dalam
Peneliti menggunakan teknik sampling
mempengaruhi pengembangan prestasi.
snowball sampling untuk proses pencarian
Berdasarkan penelitian Mardhiah (2016)
subjek. Pada proses pencarian subjek,
sekolah menjadi faktor pendukung yang
peneliti mendapatkan subjek pertama dan
berpengaruh, karena bantuan guru yang
subjek kedua dari informasi yang diperoleh
aktif dan kreatif dalam mendidik dan
melalui guru SLB Marsudi Putra 2 Pandak,
melatih dapat menghasilkan murid yang
kemudian untuk subjek ketiga diperoleh
berprestasi. Peran orang tua juga memberi
melalui informasi dari guru partisipan
pengaruh dalam mengembangkan potensi
pertama. Kriteria penentuan subjek dalam
anak. Berdasarkan penelitian Sari (2018)
penelitian ini yaitu: (1) Merupakan remaja
orang tua berperan dalam mengembangkan
yang memiliki gejala-gejala down syndrome
potensi anak tunagrahita.
berusia 18-22 tahun, (2) Memiliki kapasitas
Upaya untuk menemukan dinamika kemampuan yang masuk kategori mampu
psikologis motivasi berprestasi pada remaja latih, dan (3) Memiliki prestasi
down syndrome menurut penulis sangat memenangkan perlombaan yang
penting untuk mendorong remaja dan dibuktikan dengan piagam penghargaan
orangtua lainnya agar dapat membina, (minimal tingkat Kabupaten).
membimbing dan mendampingi remaja
Peneliti menggunakan tiga partisipan.
down syndrome. Hasil eksplorasi menyeluruh
Identitas dari partisipan dalam penelitian
tentang remaja down syndrome berprestasi
ini dapat dilihat pada Tabel 1
dapat digunakan sebagai bahan acuan
untuk pengasuhan dan upaya Tabel 1. Identitas subjek
memaksimalkan potensi remaja down
syndrome. Dari penelitian ini diharapkan Nama Usia Prestasi
agar kemampuan remaja down syndrome BS 21 Bochee
dapat dioptimalkan sesuai dengan
potensinya dan dapat mendukung FS 21 Lari
prestasinya. BG 21 Bochee

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 4


Teknik pengumpulan data dan instrumen Hasil Penelitian dan Pembahasan
Teknik untuk mengumpulkan data primer Bentuk motivasi berprestasi
pada penelitian ini melalui wawancara.
Pada penelitian ini, pengambilan data Subjek BS dan FS merupakan remaja down
diawali dengan pembangunan rapport syndrome berusia 21 tahun dan masuk tahap
kemudian dilanjutkan pengambilan data perkembangan remaja akhir, sedangkan
pada subjek, dan significant others yaitu orang BG merupakan remaja down syndrome
tua dan guru dari subjek. Peneliti berusia 18 tahun dan masuk tahap
menggunakan wawancara semi terstruktur perkembangan remaja madya. Menurut
dengan menggunakan konsep dari motivasi Santrock (2012) pada masa remaja, minat,
berprestasi. karir, eksplorasi identitas dan hubungan
intimasi merupakan hal yang menonjol.
Pada penelitian ini, peneliti Hal tersebut dialami oleh ketiga subjek.
merupakan instrumen dari penelitian Subjek BS memiliki minat pada bidang
(human instrument). Alat bantu yang olahraga bocce, menjahit dan rias. Selain
digunakan dalam penelitian ini yaitu tape itu subjek BS juga memiliki cita-cita untuk
recorder dan pedoman wawancara. Tape masa depannya menjadi seorang penjahit.
recorder digunakan untuk merekam jalannya Subjek FS memiliki minat yang menonjol
interview yang dilakukan. Dengan pada bidang olahraga lari, ia sudah
menggunakan tape recorder, peneliti dapat menyukai olahraga lari sejak kecil. Selain
mereview hasil wawancara secara lengkap itu subjek FS juga memiliki cita-cita ingin
sehingga dapat memahami hasil wawancara menjadi artis dan memiliki banyak uang,
secara menyeluruh (Ahmadi, 2014). Selain sehingga dapat membeli sepeda motor.
itu pedoman wawancara yang digunakan Sedangkan subjek BG menunjukkan minat
berisi konsep dinamika psikologis motivasi yang menonjol pada bidang olahraga dan
berprestasi bercita-cita menjadi penari reog.

Teknik Analisis data Ketiga subjek memiliki motif


Analisis data pada penelitian ini pendekatan keberhasilan, dimana ketiga
menggunakan analisis data kualitatif subjek berusaha untuk dapat sukses
berdasarkan Miles dan Huberman (1992) memenangkan perlombaan. Pada subjek
yang terdiri dari tiga langkah pengolahan BS dan BG, mereka mengikuti perlombaan
data, yaitu reduksi data (data reduction), dengan motif untuk mendapatkan piala
penyajian data (data display), dan penarikan dan hadiah. Sedangkan untuk subjek FS, ia
kesimpulan (conclusion drawing and mengikuti perlombaan dengan motif ingin
verification). Data yang diperoleh dari hasil menjadi pintar dan mendapatkan tepuk
wawancara disederhanakan, selanjutnya tangan. Hal tersebut sesuai dengan
disajikan dengan bentuk naratif. Peneliti penjelasan Atkinson (1974) bahwa
menyusun tabel hasil wawancara untuk pendekatan keberhasilan menggambarkan
memudahkan dalam membaca. Hasil dari sebuah pengharapan atau antisipasi
wawancara kemudian dibahas dengan teori, keberhasilan individu, yang dapat
sehingga diperoleh kesimpulan dalam mencerminkan tentang kapasitas dirinya
penelitian yang menggambarkan secara
yang mengalami kebanggaan atas
detail suatu persoalan yang diteliti yaitu
dinamika psikologis motivasi berprestasi pencapaiannya.
pada remaja down syndrome. Proses motivasi berprestasi

Subjek BS dan subjek FS mulai mengikuti


lomba sejak kecil yaitu subjek BS saat

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 5


berusia 8 tahun dan subjek FS saat duduk membuat manik-manik dan menjahit.
di kelas 2 SD. Subjek BS dan FS yang Subjek FS sudah mampu untuk mandi
mendapatkan kemenangan pertamanya sendiri, makan sendiri akan tetapi masih
belum bisa memasak. Sedangkan subjek
pada perlombaan perayaan 17 Agustus di
BG dalam aspek kemandirian masih
desanya sehingga membuat mereka mulai kurang. Ia terbiasa dibantu oleh
antusias untuk mengikuti lomba pembantunya dalam setiap kegiatannya
selanjutnya. Hampir sama dengan subjek seperti makan, minum, bersih-bersih dan
BG, namun subjek BG awalnya malu tugas sekolah. Namun setelah pembantu
untuk tampil di depan banyak orang. lamanya meninggal dan diganti pembantu
Pengalaman menang lomba pertamanya baru subjek BG mulai berlatih mandiri
membuat ia semakin berani untuk tampil seperti memakai baju sendiri.
berlomba. Hal tersebut sejalan dengan Menurut Gunahardi (2005) kondisi
penjelasan McClelland (1987) yaitu mental penyandang down syndrome sering
pengalaman yang dimiliki oleh individu menunjukkan kondisi kepribadian yang
pada masa lalu dapat menjadi acuan untuk tidak seimbang. Terkadang penyandang
dapat lebih baik lagi pada kesempatan down syndrome tenang akan tetapi terkadang
selanjutnya. Hal tersebut dapat dapat kacau, sering berdiam diri dan termenung,
menjadi sebuah pelajaran dan membantu terkadang menunjukkan sikap tantrum,
agar lebih termotivasi untuk berprestasi. mudah marah, mudah tersinggung, suka
mengganggu orang lain atau membuat
Setelah ketiga subjek mendapatkan kekacauan. Ketiga subjek mengalami hal
pengalaman keberhasilannya, mereka tersebut. Baik subjek BS, subjek FS dan
semakin antusias untuk mengikuti berbagai subjek BG sering memiliki keadaan mood
lomba. Sampai pada ketiga subjek duduk di yang mudah berubah-ubah. Meskipun
kelas 2 SMP, guru mereka melihat adanya demikian subjek FS cenderung lebih
mudah untuk diarahkan meskipun dalam
potensi yang dapat dikembangkan dari
keadaan mood yang sedang tidak baik.
ketiga subjek pada bidang olahraga. Subjek
Sedangkan subjek BS apabila berada pada
BS dan subjek BG memiliki kemampuan perlombaan dan tiba-tiba kondisi mood-nya
yang menonjol pada bidang olahraga berubah, biasanya dari pihak guru
bocce, sedangkan subjek FS memiliki pendamping sudah menyiapkan makanan
kemampuan yang menonjol pada olahraga kesukaan subjek BS karena ketika subjek
lari. Guru-guru dari ketiga subjek berusaha BS lapar ia tidak akan mau ikut serta dalam
untuk mengoptimalkan potensi yang perlombaan. Begitu pula dengan subjek
dimiliki dengan mengikutsertakan dalam BG, ia cenderung mudah bosan dan
perlombaan. Ketiga subjek antusias untuk keadaan mood tidak stabil. Untuk mengatasi
mengikuti setiap lomba yang ditawarkan hal tersebut guru BG berusaha menarik
oleh gurunya. perhatian BG dengan menawarkan reward
berupa minuman kesukaan BG agar ia mau
Sebab-sebab motivasi berprestasi ikut latihan dan ikut serta dalam
Ketiga subjek merupakan remaja down perlombaan.
syndrome yang masuk kategori sedang.
Menurut Papalia dan Olds (dalam Eva, Kemandirian dalam berlatih ikut
2015) down syndrome dalam kategori sedang mendorong terbentuknya motivasi
masih bisa untuk dilatih kemandirian dan berprestasi pada subjek FS dan subjek BG.
mengerjakan tugas-tugas sederhana. Subjek Subjek FS sering berlatih sendiri dengan
BS mampu untuk memasak, melukis, latihan berlari di daerah persawahan dekat
rumahnya setiap sore hari di luar jadwal

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 6


latihan bersama gurunya. Begitu pula subjek FS melakukan perilaku berprestasi
dengan subjek BG yang difasilitasi oleh dengan tujuan dapat menjadi pintar hingga
keluarganya yaitu lapangan dan bola kecil akhirnya dapat memenangkan perlombaan.
untuk berlatih bocce membuat BG sering Selain itu FS juga memiliki motif untuk
latihan sendiri di luar jadwal latihan mendapatkan tepuk tangan dan membuat
bersama gurunya. Hal tersebut sesuai ibunya senang ketika ia memenangkan
dengan penjelasan Morgan (1990) yaitu lomba. FS memiliki motivasi berprestasi
pembentukan kemandirian dapat lebih tinggi dari ketiga subjek karena
mendorong anak untuk mengandalkan mempunyai kombinasi orientasi
dirinya sendiri, mengerjakan sesuatu tanpa performansi dan orientasi penguasaan yang
pertolongan orang lain, dan memiliki membuat FS senang untuk berprestasi. Hal
kebebasan untuk mengambil keputusannya tersebut sejalan dengan hasil penelitian
sendiri. Upaya ini akan mampu yang dilakukan Gilmore dan Cuskelly
meningkatkan motivasi berprestasi. (2009) yang menemukan bahwa orientasi
penguasaan merupakan hal penting yang
Ketiga subjek saat ini sedang dapat menunjang motivasi berprestasi.
mempersiapkan diri untuk ikut serta
mewakili Kabupaten Bantul di perlombaan Terdapat pengaruh sikap yang
tingkat Provinsi Yogyakarta. Saat ini ketiga berkaitan dengan rasa senang terhadap
subjek memiliki motivasi berprestasi yang kegiatan yang dilakukan dengan motivasi
tinggi. Motivasi berprestasi yang dimiliki berprestasi yang dimiliki. Dari ketiga
oleh ketiga subjek tidak terlepas dari tujuan subjek hanya subjek FS yang merasa
yang dimiliki. Menurut Pintrich (dalam senang ketika sedang berlatih dan
Schunk, 2012) orientasi tujuan merupakan berlomba sehingga membuat ia semakin
alasan seseorang melakukan perilaku rajin dan gigih untuk dapat berprestasi.
berprestasi. Ketiga subjek memiliki Subjek FS merasa bahwa ketika ia berlari
orientasi yang berbeda-beda. Pada subjek maka badannya terasa sehat dan hal
BS dan BG ia memiliki orientasi tujuan tersebut merupakan salah satu alasan yang
kinerja (performance orientation) dalam membuatnya senang. Hal tersebut sejalan
berprestasi. Orientasi tujuan kinerja adalah dengan penelitian Fathiyah (2019) yang
alasan seseorang melakukan perilaku menemukan bahwa terdapat hubungan
berprestasi yang fokus pada upaya untuk antara afek positif terhadap orientasi tujuan
menunjukkan kompetensi atau penguasaan.
kemampuan dengan tujuan mendapatkan
penilaian dari individu lain (Schunk, 2012). Menurut Uno (2017) motivasi
Hal tersebut membuat subjek BS dan BG seseorang dapat dipengaruhi oleh adanya
melakukan perilaku berprestasi dengan kegiatan yang menarik. Subjek FS dan BS
tujuan mendapatkan piala dan hadiah. merupakan remaja down syndrome yang
Sedangkan untuk subjek FS ia memiliki mudah tertarik oleh hal-hal baru. Ia sangat
orientasi tujuan penguasaan (mastery antusias apabila terdapat hal baru yang
orientation) dan orientasi tujuan kinerja harus ia kerjakan atau pelajari. Begitu pula
(performance orientation). Menurut Pintrich pada subjek BG, ia sangat mudah tertarik
(dalam Schunk, 2012) orientasi tujuan dengan hal-hal baru khususnya di bidang
penguasaan adalah alasan seseorang olahraga. Akan tetapi subjek BG sering
melakukan perilaku berprestasi dengan merasa malu apabila harus tampil di depan
fokus sebagai sebuah pembelajaran, banyak orang. Hasil penelitian Mulia
penguasaan sebuah tugas, meningkatkan (2012) menunjukkan bahwa anak down
atau mengembangkan kompetensi, serta syndrome memiliki kekurangan dalam
mencoba untuk mendapatkan pengetahuan perkembangan. Anak-anak down syndrome
atau wawasan. Hal tersebut membuat memiliki memori yang rendah, sehingga

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 7


mereka mudah lupa, pemalu dan dapat menjadi sebuah pelajaran dan
cenderung pendiam pada orang-orang membantu agar lebih termotivasi untuk
baru. Subjek BG memang mudah merasa berprestasi.
malu apabila harus tampil di depan banyak
orang, akan tetapi guru BG yang berusaha Efikasi diri juga mempengaruhi
menarik perhatian BG dengan memberikan motivasi yang terbentuk pada ketiga
reward minuman kesukaan BG hingga subjek. Subjek BS ia memiliki keyakinan
akhirnya membuat ia berhasil untuk bahwa ia dapat memenangkan setiap
pertama kalinya mau tampil di depan pertandingan yang ia ikuti. Subjek FS juga
banyak orang pada saat perlombaan memiliki keyakinan bahwa ia mampu untuk
pertamanya. dapat menjuarai perlombaan yang ia ikuti,
ia tidak merasa takut akan kegagalan.
Dalam proses pencapaian prestasi, Begitu pula dengan subjek BG, ia merasa
subjek BS sering mengalami kekalahan mampu untuk dapat juara di perlombaan
pada lomba-lomba sebelumnya. Meskipun selanjutnya. Hal tersebut sejalan dengan
BS sering mengalami kekalahan, namun ia pengertian Bandura (1986) efikasi diri
tidak merasa gagal setiap kali kalah lomba, merupakan kepercayaan individu tentang
ia berpikir bahwa tidak apa-apa untuk kemampuan yang dimiliki untuk dapat
kalah lomba karena nanti masih dapat sukses dalam melakukan sesuatu. Semakin
dicoba kembali. Gurunya mengatakan tinggi efikasi diri yang dimiliki maka
bahwa tidak apa-apa untuk kalah dalam motivasi berprestasi seseorang akan
perlombaan karena nanti masih dapat semakin tinggi. Hal tersebut didukung oleh
dicoba kembali. Menurut Morgan (1990) penelitian Haq (2016) yang menunjukkan
karakteristik dan tingkah laku dari model bahwa efikasi diri merupakan bagian yang
yang ditiru dapat mempengaruhi motivasi mempengaruhi prestasi anak berkebutuhan
berprestasi seseorang. Hal tersebut yang khusus di bidang olahraga.
dialami oleh subjek BS, ia meniru motivasi
yang dimiliki oleh gurunya dan menjadikan Relasi antara guru dan murid juga
motivasi tersebut sebagai motivasi dapat mempengaruhi motivasi berprestasi
internalnya. ketiga subjek. Hal tersebut terkait antara
lain umpan balik, penghargaan yang
Pengalaman menang lomba untuk diberikan serta pujian dan kritik (Schunk,
pertama kali yang dimiliki oleh ketiga 2012). Bagi subjek BS gurunya merupakan
memberikan rasa percaya diri untuk dapat sosok yang selalu membantunya ketika ia
menang pada lomba selanjutnya. Subjek BS mengalami kesulitan. BS merasa bahwa ia
dan subjek FS yang mendapatkan dapat semangat mengikuti lomba salah
kemenangan pertamanya pada perlombaan satunya karena gurunya. Selain itu BS juga
perayaan 17 Agustus di desanya membuat merasa bahwa ia tidak akan bisa berprestasi
mereka mulai antusias untuk mengikuti apabila tidak ada gurunya. Guru BS sudah
lomba selanjutnya. Hampir sama dengan menganggap BS seperti anaknya sendiri.
subjek BG, namun subjek BG yang Sedangkan bagi subjek FS guru juga
awalnya malu untuk tampil di depan memberikan pengaruh yang besar, ia
banyak orang karena pengalaman menang merasa mudah untuk mendapatkan juara
lomba pertamanya membuat ia semakin pada saat berlomba karena ada gurunya.
berani untuk tampil berlomba. Hal tersebut Subjek FS merasa semangat untuk
sejalan dengan penjelasan McClelland mengikuti lomba salah satunya karena
(1987) yaitu pengalaman yang dimiliki oleh guru. Berbeda halnya dengan subjek BG,
individu pada masa lalu dapat menjadi gurunya selalu berusaha menarik perhatian
acuan untuk dapat lebih baik lagi pada BG dengan memberikan reward agar mau
kesempatan selanjutnya. Hal tersebut dapat ikut serta dalam latihan dan lomba hingga

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 8


akhirnya dapat membuat BG mau ikut menyediakan materi belajar dan bermain
serta untuk pertama kalinya pada lomba dapat mempercepat perkembangan
bocce. Guru BG selalu memberikan reward intelektual anak.
untuk menarik perhatian BG agar mau ikut
serta dalam perlombaan membuat BG Akibat motivasi berprestasi
hanya mau mengikuti lomba apabila ia Dari adanya pengalaman, orientasi tujuan
merasa tertarik dengan hadiah yang akan yang dimiliki, efikasi diri, kemandirian
didapatkan. dalam berlatih relasi guru dan relasi orang
Relasi dengan orang tua juga tua membentuk pemaknaan tentang
memberikan pengaruh kepada berprestasi oleh ketiga subjek yang
perkembangan prestasi ketiga subjek. Pada berbeda-beda. Subjek BS memaknai bahwa
subjek BS ibunya mengatakan bahwa dari ia berprestasi ketika dapat menang lomba
pihak keluarga tidak pernah membatasi dan mendapatkan piala. Subjek FS
minat dan bakat yang ingin dikembangkan memaknai berprestasi adalah saat menjadi
oleh subjek BS. Keluarga BS selalu pintar dan dapat menang lomba.
memberikan izin apabila BS ingin ikut serta Sedangkan subjek BG memaknai dirinya
pada setiap perlombaan. Akan tetapi berprestasi adalah ketika mendapatkan
keluarga BS kurang memberikan perhatian hadiah saat menang lomba. Oleh karena itu
pada perkembangan akademik BS, karena ketiga subjek saat ini memiliki motivasi
pihak keluarga merasa kurang mampu dan berprestasi yang tinggi untuk dapat
tidak memahami apa yang diajarkan oleh memenangkan lomba selanjutnya pada
pihak sekolah kepada subjek BS.
tingkat Provinsi Yogyakarta
Sedangkan pada subjek FS ibunya
mengatakan bahwa ia selalu mendukung Simpulan dan Saran
apa yang menjadi keinginan dari FS. Pihak
keluarga selalu berusaha memberikan Simpulan
semangat yaitu dengan memberikan reward Hasil penelitian menunjukkan dinamika
berupa makanan kesukaannya setiap kali psikologis pada ketiga subjek, yaitu : 1) BS
menang lomba atau dengan memberikan memiliki motif berprestasi mendapatkan
pujian kepada FS. Untuk subjek BG, piala dan menang lomba, sebab munculnya
ayahnya mengatakan bahwa pihak keluarga motivasi berprestasi yaitu pengalaman
selalu memberikan fasilitas yang keberhasilan, tujuan mendapatkan hadiah,
dibutuhkan oleh subjek BG. Apapun yang efikasi diri, dukungan guru secara
diminta oleh subjek BG akan diberikan emosional, dan dukungan orang tua
dan diizinkan. Akan tetapi pihak keluarga sehingga membuat BS antusias mengikuti
masih merasa bahwa mereka kurang lomba, 2) FS memiliki motif berprestasi
memahami karakteristik subjek BG karena menjadi pintar dan mendapatkan tepuk
dari kecil subjek BG selalu diasuh oleh tangan, sebab munculnya motivasi
mantan pembantu yang sudah meninggal. berprestasi yaitu pengalaman keberhasilan,
Karena hal tersebut saat ini pihak keluarga kemandirian dalam berlatih, tujuan menjadi
baru berusaha untuk meluangkan banyak pintar dan mendapatkan tepuk tangan,
waktu dengan subjek BG dan berusaha efikasi diri, rasa senang pada aktivitas yang
memberika pendampingan maksimal. Hal dilakukan, dukungan guru secara
tersebut sejalan dengan pendapat Meece emosional, dan dukungan orang tua
(dalam schunk, 2012) yang menyatakan membuat FS senang ikut lomba, 3) BG
bahwa orang tua yang menyediakan suatu memiliki motif berprestasi mendapatkan
lingkungan keluarga yang hangat, suportif, hadiah dan menang lomba, sebab
dan responsif, dapat menstimulasi munculnya motivasi berprestasi yaitu
keingintahuan, mendorong eksplorasi,

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 9


pengalaman keberhasilan, kemandirian Daftar Pustaka
dalam berlatih, tujuan mendapatkan
Agheana, V & Duta, N. (2015).
hadiah, efikasi diri, dukungan guru dengan
Achievements of Numeracy
memberikan hadiah, dan dukungan orang tua
membuat BG semangat berlomba Abilities to Children with Down
syndrome: Psycho-Pedagogical
Saran Implications. Procedia Social and
Behavioral Sciences, 38-45. doi:
Berdasarkan kesimpulan yang telah org/10.1016/j.sbspro.2015.04.068
disebutkan sebelumnya, peneliti akan
memberikan saran kepada beberapa pihak Ahmadi, R. (2014). Metodologi Penelitian
di antaranya adalah: Kualitatif. Yogyakarta: Ar–Ruzz
Media.
1. Bagi orang tua dengan anak down
Amseke, F. V. (2018). Pengaruh Dukungan
syndrome
Sosial Orang Tua Terhadap
Orang tua dapat mengoptimalkan Motivasi Berprestasi . Jurnal
potensi anak melalui kekuatan dari Penelitian dan Pengembangan
dalam diri anak. Cara yang dapat Pendidikan, 1(1), 65-81.
dilakukan antara lain memberikan Atkinson, & Wiliam, J. (1974). Motivation
kesempatan kepada putra/putrinya and Achievement. Washington,
untuk mengikuti berbagai kegiatan D.C: V.H. Winston & Sons, Inc.,
yang disukainya, memberikan Publishers.
semangat serta dukungan baik secara
emosional atau memberikan fasilitas Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., &
untuk mengoptimalkan prestasi Hilgard, E. R. (2008). Pengantar
mereka psikologi edisi kedelapan jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
2. Bagi peneliti selanjutnya Bandura, A., & Cervone, D. (1986).
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat Differential of self-reactive
influences in cognitive motivation.
mendalami kepribadian masing-
Organizational Behavior and
masing remaja down syndrome dan Human Decision Processes.
melakukan pengambilan data dengan
observasi selama proses pembelajaran Cahyono, A. E. (2018). Identifikasi Faktor
atau selama proses latihan untuk Internal yang Mempengaruhi
mengetahui lebih dalam mengenai Motivasi Belajar Mahasiswa IKIP
PGRI Jember. EFEKTOR, 5(1),
motivasi berprestasi yang dimiliki oleh
18-25.
remaja down syndrome
Chaplin, J. P. (2011). Kamus Lengkap
3. Bagi pengambil kebijakan Psikologi. Jakarta: PT RadjaGrafindo
Persada.
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengambil Creswell, J. W. (2013). Penelitian Kualitatif
kebijakan yang terkait dengan & Desain Riset Memilih di antara
pengembangan potensi remaja down Lima Pendekatan (3ed). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
syndrome
David, L. E., Matulessy, A., & Pratikto, H.
(2014). Pola Asuh Demokratis,
Kemandirian dan Motivasi

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 10


Berprestasi Pada Mahasiswa. Jurnal 484-492, doi:10.1111/j.1365-
Psikologi Indonesia. 65-70. 2788.2009.01166.x.
Desmita. (2012). Psikologi perkembangan. Gunahardi. (2005). Penanganan Anak
Bandung: Remaja Rosdakarya. Syndrome Down Dalam Lingkungan
Keluarga dan Sekolah. Jakarta:
Elkind, D. (2012). Life-Span Development:
Depdiknas.
Perkembangan Masa-Hidup (13ed.) .
In J. Santrock. Jakarta : Erlangga. Haq, A. H. (2016). Efikasi Diri Anak
Berkebutuhan Khusus yang
Emery, T. O. (2013). Psikologi Abnormal (7
Berprestasi di Bidang Olahraga.
ed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal Ilmu Psikologi Terapan,
Eva, N. (2015). Psikologi Anak Berkebutuhan 4(2), 161-174
Khusus. Malang: Fakultas
Haryani, R., & Dan Tairas, M. (2014).
Pendidikan Psikologi.
Motivasi Berprestasi pada
Fathiyah, K. N. (2019). Peran Afek Positif Mahasiswa Berprestasi Dari
Terhadap Stres Akademik Dengan Keluarga Tidak Mampu Secara
Dimediasi Koping Proaktif, Ekonomi. Jurnal Psikologi
Orientasi Tujuan Penguasaan, dan Pendidikan dan Perkembangan,
Regulasi Emosi Pada Siswa SMP. 3(1), 30-36.
Disertasi, tidak dipubikasikan.
Herdiansyah. (2015). Metodologi Penelitian
Universitas Gadjah Mada.
Kualitatif untuk Ilmu Psikologi.
Fiorilli, G., Cagno, A. D., & Iuliano, E. Jakarta: Salemba Humanika.
(2016). Special Olympics
Humas DIY. (2020). Mengenal Down
Swimming: Positive Effects on
syndrome Melalui Hari Syndrome
Young People With Down
Down Sedunia. Diakses pada 23
syndrome. Sport Sci Health, 339-
Maret 2020 dari
346.doi:10.1007/s11332-016-0293.
https://jogjaprov.go.id/berita/deta
Gage, N. L., & Berliner, D. C. (1998). il/mengenal-down-syndrome-
Educational Psychology. Houghton melalui-hari-syndroma-down-
Mifflin: Universitas Michigan. sedunia.
Gerald, C. D., John, M., Neale, & Ann, M. Hurlock, E. B. (2011). Psikologi
K. (2012). Psikologi Abnormal. Edisi Perkembangan: Suatu Pendekatan
9. Depok: RajaGrafindo Persada. Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:
Gilmore, L., & Cuskelly, M. (2011). Erlangga.
Observational Assessment and Irwanto. (2019). A-Z Sindrom Down.
Maternal Reports of Motivation in Surabaya: Airlangga University
Children and Adolescents With Press.
Down syndrome. AJIDD, 153-
Isnawijaya. (2019). Komunikasi Orangtua
164.doi:10.1352/1944-7558-
untuk Anak Penderita Down
116.2.153.
syndrome. Jurnal Inovasi, 13(1),
Gilmore, L., & Cuskelly, M. (2009). A 20-32.
Longitudinal Study of Motivation
Jahromi, L. B., Gulsrud, A., & Kasari, C.
and Competence in Children with
(2008). Emotional Competence in
Down syndrome: early childhood
Children With Down syndrome:
to early adolescence. Journal of
Negativity and Regulation.
Intellectual Disability Research,

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 11


American Journal On Mental Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian
Retardation, 32-43. Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Juniarti, W., Winokan, A., & Wantah, E.
(2020). Pengaruh Lingkungan Morgan, C. T., & King, R. A. (1990).
Sekolah dan Lingkungan Keluarga Introduction to psychology. Tokyo:
Terhadap Motivasi Berprestasi Mcgraw Hill.
Siswa Kelas XI IPS di SMA Negeri Mulia, A., & Kristi, E. (2012). Fasilitas
1 Tondano. Jurnal Pendidikan Terapi Anak Down syndrome di
Ekonomi, 5(1), 13-24. Surabaya. Surabaya: Jurnal
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Antara eDimensi Arsitektur, 1(1), 1-6.
Fakta dan Harapan Sindrom Down Oltmans, T. F., & Emery, R. E. (2013 ).
. Jakarta: InfoDATIN Pusat Data Psikologi Abnormal (7 ed).
dan Informasi Kementerian Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kesehatan RI
Richard, P., Hinson, L. S., & Brown, D. S.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Situasi (2001). Educational Psychology: A
Kesehatan Reproduksi Remaja. practitioner-researcher model of teaching.
Jakarta Selatan: Pusat Data dan
Belmont: Thomson Learning.
Informasi.
RISKESDAS. (2018). Hasil Utama
Kim, I. M., Kim, S. W., Kim, J. M., Jeon, RISKESDAS. Kementerian
H. R., & Jung, D. W. (2017). Motor Kesehatan RI Badan Penelitian dan
and Cognitive Developmental Pengembangan Kesehatan.
Profiles in Children With Down
syndrome. Annals of Rehabilitation Rohmadheny, P. S. (2016). Studi Kasus
Medicine, 97-103. Anak Down syndrome. Jurnal
doi:org/10.5535/arm.2017.41.1.97. CARE Edisi Khusus Temu Ilmiah,
3(3), 67-76.
Kosasih. (2012). Cara Bijak Memahami
Anak Berkebutuhan Khusus. Ryan, A. (2000). Peer groups as a context
Bandung: Yrama Widya. for the socialization of adolescents'
motivation, engagement, and
Lexy J. Moleong, D. M. (2010). Metodologi achievement in school. Educational
Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Psychologist, 35(2), 101-111.
Remaja Rosdakarya.
Salkind, N. J. (2010). Teori-Teori
Mardhiah, R. (2016). Pelaksanaan
Perkembangan Manusia Pengantar
Bimbingan Pengembangan Diri Menuju Pemahaman Holistik.
pada Anak Down syndrome Bandung: Nusa Media.
Berprestasi di YPPLB Padang.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Santrock, J. (2012). Life-Span Development:
5(1), 1-11. Perkembangan Masa-Hidup (13ed.).
PT Gelora Aksara Pratama:
Marliani, R. (2016). Psikologi Perkembangan Erlangga.
Anak dan Remaja. Bandung:
Pustaka Setia. Santrock, J. W. (2003). Adolescence:
Perkembangan Remaja (6ed.). Jakarta:
McClelland, D. C. (1987). Human Erlangga.
Motivation. New York: Cambridge
University Press. Sardiman, A. (2003). Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 12


Sari, D. P. (2018). Implementasi Program
Bina Diri untuk Kemandirian Anak
Tunagrahita di Yayasan Pembinaan
Anak Cacat (YPAC) Medan. Jurnal
Parameter, 25 (2), doi:
doi.org/10.21009/parameter.252.0
3
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories:
An Educational Perspectives,
6thEdition. New York: Pearson
Education Inc.
Slavin, R. E. (2011). Psikologi Pendidikan
Teori dan Praktek Edisi Kesembilan
Jilid 1. Jakarta: PT. Indeks.
Sondang, P. S. (2012). Teori Motivasi dan
Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian
Kombinasi (mixed methods). Bandung:
Alabeta.
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Pendidikan.
Jakarta: EGC.
Uno, H. (2017). Teori Motivasi &
Pengukurannya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi
Umum. Yogyakarta: C.V Andi
Offset.
WHO. (2011). World on disability. Malta:
WHO Cataloguing.
Wiyani, N. A. (2014). Penanganan Anak
Usia Dini Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Yuliantari, K. T., Arini, N. W., & Widiana,
I. W. (2016). Analisis Motivasi
Berprestasi Bahasa Indonesia
Ditinjau Dari Teori MCClelland Di
SD Gugus VI Kecamatan Buleleng.
e-Journal PGSD Universitas
Pendidikan Ganesha, 6(3), 1-10..

Copyright © 2021, Acta Psychologia - 13

Anda mungkin juga menyukai