Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

EDEMA PARU

Disusun oleh :

Febiyola
112021090

Dokter Pembimbing :

Dr. Komala Dewi, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 17 Oktober – 19 November 2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema di tempat lain dalam tubuh.
Setiap faktor yang meningkatkan filtrasi cairan keluar dari kapiler paru atau mengganggu fungsi
limfatik paru serta menyebabkan tekanan cairan interstisial paru meningkat dari kisaran negatif
menjadi kisaran positif akan menyebabkan pengisian cepat sejumlah besar cairan bebas pada
ruang interstisial paru dan alveoli.1

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh akumulasi cairan di paru-paru
(ruang interstitial dan alveolus). Cairan ini memenuhi alveolus di dalam paru-paru yang
menyebabkan seseorang sulit untuk bernafas. Penyebab tersering edema paru disebabkan oleh
permasalahan jantung.2 Yang paling sering terjadi adalah gagal jantung sisi-kiri atau penyakit
katup mitral, dengan konsekuensi peningkatan tekanan vena paru dan tekanan kapiler paru, dan
ruang interstisial serta alveoli menjadi banjir. Edema paru juga dapat disebakan karena
kerusakan pada membran kapiler paru, yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau
terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing-
masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat keluar dari kapiler dan
masuk ke ruang interstisial paru serta alveoli. 1 Pada proses kardiogenik terjadi ketidakmampuan
untuk mengeluarkan cukup darah dari sirkulasi paru dan pada proses non-kardiogenik dipicu
oleh cedera pada parenkim paru.3

Gambaran klinis meliputi dyspnea yang progresif memburuk, crackles pada auskultasi
paru-paru, dan hipoksia yang memburuk. Edema paru yang terjadi secara akut merupakan
kondisi kegawatan medis yang harus segera ditangani. Walaupun edema paru kadang merupakan
kondisi yang fatal, namun penanganan yang tepat untuk edema paru dan kondisi yang
mendasarinya dapat memberikan tingkat perbaikan yang tinggi. Terapi untuk edema paru sangat
bervariasi, tergantung dari penyebab yang mendasarinya, namun secara umum terapi ini
termasuk suplementasi oksigen dan pengobatan medikametosa.

2
3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Paru

Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan
sistem peredaran darah (sirkulasi). Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan
elastis, berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma,
diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul
di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Paru-paru
kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada paru-paru kanan adalah
lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura
horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri
adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique.
Organ paru-paru memiliki tube bronkial atau bronchi, yang bercabang-cabang dan
ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang dikelilingi kapiler yang berisi
darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi ke dalam darah, dan kemudian dibawa oleh
hemoglobin. Darah terdeoksigenisasi dari jantung mencapai paru-paru melalui arteri paru-paru
dan, setelah dioksigenisasi, beredar kembali melalui vena paru-paru.1

Gambar 1. Anatomi Respirasi4

4
Defenisi

Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru yang menyebabkan alveolus tergenang
oleh cairan. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertukaran gas yang parah di seluruh
permukaan alveolar dan dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Edema paru berbeda dengan
efusi pleura, karena pada edema paru cairan berada di dalam alveoli, sedangkan pada efusi
pleura, cairan berada di ruang pleura.5

Edema paru rerjadi apabila terjadi peningkatan laju fittrasi membran alveolus kapiler
yang melebihi kapasitas.6 Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru yang dapat
disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya
ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek
tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan
tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk
menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman
pengobatan.

5
Gambar 2. Ilutrasi Perbedaan Paru Normal dengan Edema Paru4

Etiologi

Edema paru secara luas dapat diklasifikasikan menjadi edema paru kardiogenik dan
nonkardiogenik. Edema paru kardiogenik atau kelebihan volume timbul karena peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru yang cepat. Hal ini biasanya terlihat pada gangguan yang
melibatkan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri (miokarditis akut termasuk etiologi lain
dari kardiomiopati non-iskemik, infark miokard akut), fungsi katup (regurgitasi aorta/mitral dan
stenosis dalam kisaran sedang hingga berat), irama ( fibrilasi atrium dengan respon ventrikel
yang cepat, takikardia ventrikel, derajat tinggi, dan blok jantung derajat ketiga).5,6

Edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh cedera paru yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan pergerakan cairan, kaya protein, ke
kompartemen alveolar dan interstisial. Edema paru non-kardiogenik diklasifikasikan menjadi
tekanan rendah alveolus, peningkatan permeabilitas alveolus, atau edema neurogenik. Sebagai
contoh, penyebab penurunan tekanan alveolus adalah karena obstruksi saluran nafas atas seperti
paralisis laring, penyebab peningkatan permeabilitas adalah leptospirosis dan ARDS, sedangkan
edema neurogenik disebabkan oleh epilepsy, trauma otak, maupun elektrolusi. Perbedaan antara
kardiogenik dan non-kardiogenik sangat penting dilakukan tidak hanya untuk terapi, tapi juga
untuk alasan prognosis.

Valvular

Kardiogenik

Non-valvular

Edema Paru
Tekanan Rendah
Alveolus

Peningkatan
Non-kardiogenik Permeabilitas
Alveolus

Neurogenik

6
Gambar . Klasifikasi Edema Paru5

Edema Paru Kardiak Edema Paru Non Kardiak

Riwayat Penyakit Penyakit jantung akut Penyakit dasar di luar


jantung
Orthopnoe

Pemeriksaan Akral dingin Akral hangat


Klinis
S3 gallop Pulsasi nadi meningkat

Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop

Ronkhi basah Tidak ada distensi vena


jugularis

Ronkhi kering

Pemeriksaan EKG : biasanya abnormal EKG : biasanya normal


Penunjang (iskemia/infark)
Ro : distribusi edema
Ro : distribusi edema perihilar perifer

PCWP : > 18 mmHg PCWP : <18 mmHg

Echo : umumnya abnormal Echo : umumnya normal

Shunt intra pulmoner : Sedikit Shunt intra pulmoner :


Hebat
Protein cairan edema : <0.5
Protein cairan edema : >0.7

Tabel 1. Tanda Klinis untuk Membedakan Edema Paru Kardiak dan Non Kardiak7

Edema Paru Kardiogenik


Edema paru kardiogenik akut adalah salah satu tanda dari gagal jantung berat akut yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru sampai lebih dari 18 mmHg
yang disebabkan dari peningkatan tekanan vena paru. Dari fisiologisnya sendiri, ruang
intravascular dan ekstravaskular dipisahkan oleh barier endotel. Tekanan yang berpengaruh
dalam barier ini adalah tekanan hidrostatik plasma dan tekanan onkotik plasma. Tekanan
hidrostatik plasma berfungsi untuk mendorong cairan ke luar jaringan. Sedangkan tekanan
onkotik plasma berfungsi untuk menjaga atau menarik cairan ke dalam ruang vaskuler. Edema
paru kardiogenik merefleksikan akumulasi cairan yang berisi protein rendah di interstitium dan

7
alveolus paru. Peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan vena paru, dan tekanan
mikrovaskular paru dapat menyebabkan edema paru.

Gambar 5. Klasifikasi Edema Paru Kardiogenik7

Obstruksi Aliran Atrium


Obstruksi aliran atrium dapat disebabkan karena stenosis katub mitral, atau dalam kasus
yang jarang dapat disebabkan oleh myxoma atrium, thrombosis pada katub prostetik, atau adanya
membrane kongenital di atrium kiri (contohnya, cor triatrium). Stenosis mitral sering disebabkan
karena demam rematik, yang akhirnya dapat bermanifestasi sebagai edem paru. Penyebab
lainnya terjadinya edem paru kardiogenik yang bersamaan dengan stenosis katub mitral adalah
penurunan pengisian ventrikel kiri, yang dapat disebabkan oleh takikardia dan aritmia (penyebab
tersering adalah atrial fibrilasi).2

Disfungsi Sistolik Ventrikel Kiri


Disfungsi sistolik merupakan penyebab tersering terjadinya edem paru kardiogenik, hal
ini didefinisikan sebagai penurunan kontraktilitas sel miokardium yang dapat menurunkan
volume output jantung. Penurunan output jantung menstimulasi aktivitas simpatik dan

8
meningkatkan volume darah dengan mengaktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron yang
nantinya akan menyebabkan penurunan waktu pengisian ventrikel kiri, dan peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler
Kegagalan ventrikel kiri kronis, biasanya disebabkan karena penyakit gagal jantung
kongestif atau kardiomiopati. Penyebab eksaserbasi akut penyakit ini meliputi, infark miokard
akut (IMA), pasien dengan ketidakpatuhan pembatasan diet garam, pasien dengan
ketidakpatuhan mengkonsumsi obat diuretic, anemia berat, sepsis, thyrotoksikosis, myokarditis,
toksin myocardial (alkohol, kokain, agen kemoterapi), penyakit katub jantung kronis, stenosis
aorta, regurgitasi aorta, dan regurgitasi mitral.2,3,7

Disfungsi Diastolik Ventrikel Kiri


Infark dan iskemia dapat menjadi penyebab terjadinya disfungsi diastolic ventrikel kiri.
Dengan mekanisme yang hampir sama, kontusio myocardial menyebabkan disfungsi baik
sistolik maupun diastolic. Disfungsi diastolic merupakan pertanda penurunan pada distensisitas
atau compliance diastolic ventrikel kiri. Karena distensisitas ventrikel kiri menurun, peningkatan
tekanan diastolic diperlukan untuk mendapatkan stroke volume yang normal. Meskipun
kontraktilitas ventrikel kiri normal, penurunan output jantung dalam hubungannya dengan
peningkatan tekanan akhir diastolic, menyebabkan timbulnya edema paru hidrostatik.
Abnormalitas diastolic dapat pula disebabkan karena konstriksi pericarditis dan tamponade
jantung. 7

Disritmia
Disritmia merupakan gangguan irama jantung akibat perubahan elketrofisiologis sel-sel
miokardial yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan irama, frekuensi, dan konduksi
jantung. Onset baru dan cepat dari fibrilasi atrium dan takikardia ventricular dapat menyebabkan
keadaan edem paru kardiogenik.7

Hipertrofi dan Miopati Ventrikel Kiri


Hiperttofi dan miopati ventrikel kiri dapat meningkatkan kekakuan ventrikel kiri dan
peningkatan tekanan akhir diastolic, yang nantinya akan menimbulkan edema paru yang terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru

9
Cairan Berlebih Ventrikel Kiri
Cairan berlebih dapat terjadi pada keadaan kardiak maupun non-kardiak. Kondisi kardiak
dapat disebabkan karena rupturnya septum ventrikel, insufisiensi aorta akut maupun kronik, dan
regurgitasi mitral akut maupun kronik. Endokarditis, disseksi aorta, rupture trauma, rupturnya
fenestrasi katub kongenital, dan penyebab iatrogenic merupakan etiologi penting terjadinya
regurgitasi akut aorta yang nantinya dapat menyebabkan edema paru.
Ruptur septum ventrikel, insufisiensi aorta, dan regurgitasi mitral dapat menyebabkan
peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan peningkatan tekanan atrium kiri, dan dapat
menjadi penyebab terjadinya edema paru. Obstruksi aliran ventrikel kiri, seperti pada kasus
stenosis aorta, dapat menyebabkan peningkatan tekanan pengisian akhir diastolic, penignkatan
tekanan atrium kiri, dan akhirnya terdapat peningkatan tekanan kapiler paru.
Peningkatan retensi sodium dapat terjadi pada kasus disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Namun, dalam kondisi tertentu, seperti pada penyakit ginjal primer, retensi sodium, dan
kelebihan cairan dapat memainkan peran utama terjadinya edema paru. Edema paru kardiogenik
dapat pula terjadi pada pasien gagal ginjal yang memerlukan hemodialisis.7

Infark Miokardial
Infark miokardial dapat menjadi salah satu penyebab edema paru kardiogenik, oleh
beberapa sebab. Salah satunya adalah komplikasi mekanis dari infark miokardial, yaitu rupturnya
septum ventrikel atau otot papilar. Komplikasi mekanis ini secara langsung akan meningkatkan
volume load pada serangan akut, yang nantinya akan menimbulkan terjadinya edema paru.8

Obstruksi Aliran Ventrikel Kiri


Stenosis akut pada katub aorta dapat menyebabkan edema paru. Namun, stenosis yang
diakibatkan karena penyakit kongenital, kalsifikasi, disfungsi prostetik, atau penyakit rematik,
biasanya berlangsung secara kronis dan dapat menimbulkan adaptasi hemodinamik pada jantung.
Adaptasi hemodinamik ini diantaranya adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang dapat menyebabkan

10
edema paru karena disfungsi diastolic ventrikel kiri. Hipertrofi kardiomiopati merupakan
penyebab obstruksi aliran dinamik ventrikel kiri. 8

Patofisiologis
Kapiler pembuluh darah paru dan gas di dalam alveolus dipisahkan oleh membrane
kapiler-alveolar. Membran ini terbagi menjadi tiga lapisan, lapisan pertama adalah endotel
kapiler; lapisan kedua adalah ruang interstitial yang terdiri dari jaringan ikat, fibroblast, dan
makrofag; dan lapisan terakhir adalah epitel alveolus. Pertukaran cairan normalnya terjadi
diantara vascular bed dan ruang interstitium. Edema paru terjadi saat aliran cairan dari vaskuler
ke dalam ruang interstitial meningkat.
Hukum starling menentukan keseimbangan cairan diantara alveolus dan vascular bed.
Aliran cairan yang melintas antar membrane ditentukan oleh persamaan:
Q = K (Pcap – Pis) – I (Pcap – Pis)
dimana Q adalah filtrasi cairan; K adalah koefisien filtrasi; Pcap adalah tekanan hidrostatik
kapiler, yang cenderung untuk mendorong cairan keluar; Pis adalah tekanan hidrostatik cairan
interstitial, yang cenderung untuk mendorog cairan ke kapiler; dan I adalah koefisien refleksi,
yang menunjukkan efektivitas dinding kapiler dalam mencegah filtrasi protein; Pcap kedua
adalah tekanan osmotic koloid plasma, yang cenderung menarik cairan ke kapiler; dan Pis kedua
adalah tekanan osmotic koloid dalam cairan interstitial, yang menarik cairan keluar dari kepiler.
Filtrasi cairan dapat meningkat dengan perubahan parameter dari hukum Starling
tersebut. Edema paru kardiogenik secara predominan terjadi karena gangguan aliran pada atrium
kiri atau karena disfungsi ventrikel kiri. Pada edem paru yang terjadi karena peningkatan tekanan
kapiler paru, maka tekanan kapiler parunya harus lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan
koloid osmotic plasma. Tekanan kapiler paru normalnya 8 – 12 mmHg, dan tekanan osmotic
koloidnya adalah 28 mmHg.
Sistem limfa memainkan pernana penting dalam menjaga agar cairan di paru selalu
seimbang dengan cara membuang cairan, koloid, atau liquid dari ruang interstitial dengan
kecepatan 10 – 20 mL/jam. Pada peningkatan tekanan kapiler arteri paru melebihi 18 mmHg, hal
ini dapat meningkatkan filtrasi dari cairan ke dalam ruang interstitium, namun kecepatan
pembuangan sistem limfa tidak ikut meningkat. Hal ini berbeda dengan peningkatan tekanan

11
atrium kiri yang kronis, dengan kecepatan pembuangan sistem limfe bisa sampai 200 mL/jam,
yang dapat memproteksi paru dari edema paru.8

Stadium
Terdapat tiga stadium pada edema paru kardiogenik menurut prosesnya.
1. Stage 1 adalah peningkatan tekanan atrium kiri yang dapat menyebabkan distensi dan
pembukaan pembuluh paru kecil. Pada stadium ini, pertukaran gas darah tidak terganggu.
2. Stage 2, cairan dan koloid berpindah ke ruang interstitium paru dari kapiler paru, namun
peningkatan aliran limfa dapat secara efisien membuang cairan tersebut. Berlanjutnya
filtrasi cairan yang terus-menerus dapat membuat kapasitas drainase limfatik tidak dapat
mengkompensasinya lagi. Akumulasi cairan di ruang interstitium dapat mengganggu
pertukaran gas yang dapat menyebabkan hipoksemia. Hipoksemia pada stadium ini dapat
menstimulasi terjadinya takipneu. Takipneu dapat terjadi karena stimulasi reseptor
juxtapulmonary kapiler.
3. Stage 3, filtrasi cairan di ruang interstitial berlanjut yang akhirnya sampai memenuhi
ruang tersebut (diperkirakan 500 mL cairan). Akhirnya cairan berpindah dari ruang
interstitium ke epitel alveolar, dan akhirnya memenuhi ruang alveolar. Pada stadium ini,
abnormalitas pertukaran gas dapat dilihat, kapasitas vital, dan volume respiratory
menurun, yang menyebabkan hipoksemia menjadi lebih berat .

Manifestasi Klinis
Pasien dengan edema paru kardiogenik biasanya memiliki gejala klinis gagal jantung kiri.
Pasien biasanya mengeluhkan sesak nafas yang tiba-tiba dan berat, rasa cemas, dan perasaan
seperti tenggelam. Manifestasi klinis dari edema paru kardiogenik akut mencerminkan bukti
adanya hipoksia dan peningkatan tonus simpatis. Pada pasien dengan edema paru kardiogenik,
keluhan paling sering adalah sesak nafas dan diaphoresis atau keringat berlebihan. Pasien
biasanya mengeluhkan dispneu saat aktifitas, ortopneu, dan paroksismal nocturnal dispneu.
Batuk adalah keluhan yang sering dan dapat memberikan petunjuk awal adanya perburukan
edema pada paru pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang kronis. Sputum berwarna pink dan
berbusa mungkin dikeluhkan oleh pasien dengan penyakit yang parah. Kadang disertai suara
serak dikarenakan gangguan di persarafan laring karena stenosis mitral atau hipertensi pulmonal.

12
Nyeri dada harus diwaspadai oleh dokter sebagai kemungkinan untuk infark miokardial akut,
atau diseksi aorta dengan regurgitasi aorta.8,9

Pemeriksaan Fisik
Temukan fisik pada pasien dengan edema paru kardiogenik didapatkan takipneu dan
takikardi. Pasien mungkin duduk secara tegak untuk mendapatkan udara yang lebih. Selain itu
pasien juga dapat menjadi gelisah, cemas, bingung, dan mengeluarkan banyak keringat.
Hipertensi sering didapatkan karena adanya keadaan hiperadrenergik. Hipotensi menunjukkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri yang parah yang dapat merupakan kemungkinan adanya syok
kardiogenik. Auskultasi paru-paru biasanya menunjukkan hasil normal, tapi ronki atau wheezing
mungkin dapat terdengar. Pada auskultasi kardiovaskuler biasanya penting untuk mendengarkan
adanya S3 pada jantung, penemuan adanya murmur dapat membantu dalam diagnosis gangguan
katub akut. Stenosis aorta dikaitkan dengan murmur sistolik yang keras yang dapat terdengar
baik sternum atas dan menjalar ke arteri karotis. Sebaliknya, regurgitasi aorta akut dapat
ditemukan murmur diastolic yang lembut.
Regurgitasi mitral akut akan ditemukan murmur sistolik keras yang terdengar baik di
apeks atau di sternum bagian bawah. Stenosis mitral biasanya menghasilkan S1 keras, dan
gemuruh diastolik pada apeks jantung. Gejala klinis lain adalah kulit yang pucat atau bintik-
bintik yang diakibatkan vasokonstriksi perifer. Pasien dengan gagal jantung ventrikel kanan
mungkin dapat ditemukan hepatomegali, hepatojugular reflux, dan edema perifer. Edema paru
kardiogenik parah mungkin terkait dengan perubahan status mental, yang dapat disebabkan oleh
hipoksia atau hiperkapnia. Meskipun edema paru kardiogenik biasanya berhubungan dengan
hipokapnia, hiperkapnia dengan asidosis respiratorik dapat dilihat pula pada pasien dengan
edema paru kardiogenik parah atau penyakit obstruktif kronik yang mendasari.7,8

Pemeriksaan Penunjang7,8,9
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan dalam evaluasi pasien dengan penyakit
edema paru kardiogenik adalah sebagai berikut;
- Hitung darah lengkap, pemeriksaan ini digunakan untuk membantu dalam menilai apakah
terdapat anemia berat, sepsis, atau infeksi yang dapat dinilai dari hitung leukosit; hitung

13
elektrolit, pasien dengan CHF kronis sering mendapatkan terapi diuretic yang merupakan
suatu predisposisi abnormalitas elektrolit, terutama hipokalemia dan hipomagnesia;
- BUN dan kreatinin, pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat gagal
ginjal dan mengantisipasi respon diuretic, pada disfungsi sistolik, penurunana BUN dan
kreatinin merupakan pertanda adanya hipoperfusi dari ginjal

Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri. Selain
itu dapat digunakan sebagai indicator disfungsi kronis ventrikel kiri. Elektrokardiogram juga
dapat digunakan untuk melihat takidisritmia akut atau bradidisritmia pada penyakit iskemia atau
infark miokardial akut sebagai salah satu penyebab dari edema paru kardiogenik.

Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiograf pada pasien dengan gagal jantung kronis sangat penting
dilakukan sebagai pemeriksaan diagnosis untuk mengetahui etiologi dari edema paru.
Ekokardiograf dapat digunakan untuk mengetahui fungsi dari sistolik maupun diastolic ventrikel
kiri, gangguan fungsi katub, dan mengetahui penyakit pericardial. Selain itu, pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk mengetahui beberapa etiologi mekanis penyebab edema paru seperti,
rupture akut otot papilar, ventricular septal defect akut, tamponade jantung, rupture ventrikel kiri,
vegetasi katub yang akhirnya dapat menimbulkan regurgitasi aorta.

Pemeriksaan Rontgent Thorax


- Symmetrical, diffuse ‘ fuzzy ’shadowing terutama di zona tengah dan bawah di mana
tekanan vena pulmonalis paling tinggi karena gravitasi (pasien dalam posisi tegak).
-

14
Gambar 6. Symmetrical, diffuse ‘ fuzzy ’shadowing5
- Upper lobe blood diversion : pembuluh di lobus atas lebih besar daripada pembuluh di lobus
bawah pada rontgen dada tegak (karena peningkatan resistensi pembuluh darah paru di zona
bawah).
- Peribronchial shadowing : bronkus menebal bila dilihat dari ujung. Ini adalah tanda
radiografi yang terjadi ketika kelebihan cairan menumpuk di saluran udara kecil yang
menyebabkan bercak lokal atelektasis (kolaps paru). Hal ini menyebabkan area di sekitar
bronkus tampak lebih menonjol pada sinar-X.
- Peri - hilar haziness: bayangan kabur di sekitar daerah hilus
- Septal Lines

Gambar 7. Peri - hilar haziness dan Septal Lines5

15
- Bat ’ s wing ’pattern dalam kasus akut

Gambar 8. “Bat Wing” Pattern5

Pemeriksaan CT-scan
Pada CT-scan, edema paru interstitial kebanyakan ditunjukan dengan gambaran GGO
(Ground Glass Opacities), Penebalan berkas bronkhovaskular, dan penebalan septum
interlobularis.

Gambar 9. CT-scan pada edema paru

16
Pemeriksaan Ultrasonografi

Gambaran USG pada edema paru dapat berupa comet-tail atau B-line yang banyak dan
tersebar dikedua lapang paru. B-line terbentuk oleh karena adanya penebalan dan edema pada
jaringan interstitial.

Tatalaksana
Manajemen utama pada pasien dengan edema paru kardiogenik termasuk didalamnya
adalah resusitasi ABC (airway, breathing, dan circulation). Oksigen seharusnya diberikan pada
semua pasien untuk menjaga saturasi oksigen lebih dari 90%. Penyakit yang mendasari seperti
aritmia atau infark miokard seharusnya diterapi dengan sesuai. Oksigen diberikan melalui face
mask¸ CPAP, intubasi, dan ventilasi mekanis dapat dipilih tergantung dari keadaan hipoksemia
dan asidosis, sertia kesadaran pasien.
Tujuan manajemen dari edema paru kardiogenik adalah, pertama penurunan venous
return paru (preload reduction), penurunan resistensi vascular sistemik (afterload reduction), dan

17
penggunaan obat inotropik. Reduksi preload digunakan untuk menurunkan tekanan hidrostatik
kapiler paru dan penurunan transudari cairan ke dalam ruang interstitium dan alveolus paru.
Reduksi afterload digunakan untuk meningkatkan cardiac output dan meningkatkan perfusi ke
ginjal, sehingga dieresis dapat berjalan pada pasien dengan kelebihan cairan.
Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri atau pada penyakit katub jantung,
kemungkinan akan terjadi hipotensi. Pasien ini mungkin tidak akan mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang menurunkan preload dan afterload. Oleh karena itu, pengobatan inotropik
diperlukan untuk pasien ini untuk menjaga tekanan darah secara adekuat. Pasien yang masih
hipoksia memerlukan suplemen oksigen serta pada pasien dengan distress pernafasan
memerlukan bantuan ventilasi.

Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi cairan merupakan prosedur membuang cairan yang sangat berguna pada
pasien dengan disfungsi ginjal dan pada pasien dengan resistensi diuretic.

Intra-aortic Balloon Pumping


Intra-aortic balloon pumping dapat digunakan untuk menstabilasi hemodinamik pada
pasien sebelum dimulainya terapi definitive. Fungsi dari intra-aortic balloon pumping ini adalah
menurunkan afterload, saat diatol balon ini gunakan untuk meningkatkan aliran darah coroner.

Diet
Pasien dengan gagal jantung atau edema paru seharusnya diberikan diet rendah garam
untuk menurunkan retensi cairan. Selain itu, keseimbangan cairan seharusnya juga dimonitor.

Edema Paru Non Kardiak


Edema paru non-kardiogenik adalah edema yang disebabkan karena perubahan permeabilitas
dari membrane kapiler paru yang mengakibatkan keadaan patologis baik secara langsung
maupun tidak langsung. Edema paru non-kardiogenik dapat disebut juga sebagai respiratory
distress syndrome. RDS yang ringan disebut sebagai acute lung injury, dan RDS yang berat
disebut sebagai acute respiratory distress syndrome. Edema paru non-kardiogenik mempunyai

18
karakteristik kerusakan alveolus difus yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membrane kapiler alveolus dan juga akumulasi cairan yang kaya protein di ruang alveolus.

Etiopatologi
Beberapa mekanisme telah diketahui sebagai penyebab terjadinya edema paru non-
kardiogenik. Sebagai contoh adalah tekanan alveolar yang rendah, peningkatan permeabilitas
vaskuler, peningkatan tekanan hidrostatik, dan kombinasi ketiganya. Beberapa penyebab edema
paru non-kardiogenik menurut patofisiologinya terjadi karena penurunan tekanan alveolar
(edema post obstruksi atau reekspansi edema), edema neurogenik, vaskulitis, dan peningkatan
edema paru. Sebagai contoh, penyebab penurunan tekanan alveolus adalah karena obstruksi
saluran nafas atas seperti paralisis laring, penyebab peningkatan permeabilitas adalah
leptospirosis dan ARDS, sedangkan edema neurogenik disebabkan oleh epilepsy, trauma otak,
maupun elektrolusi. Penurunan tekanan alveolus mungkin juga terjadi setelah pleurosentesis,
pneumotorax, obstruksi saluran nafas atas (sindroma brachycephalic, paralisis laring, ataupun
kolaps trakeal). Pada neurogenik edema, secara patofisiologi terjadi karena peningkatan aktivasi
simpato-andregenik di medulla oblongata. Hal ini berpengaruh pada konstriksi vena paru yang
membuat darah mengalir lebih banyak dari sistemik ke sirkulasi pulmonal, hal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatis yang akhirnya dapat menyebabkan edema.
Peningkatan permeabilitas vaskuler menjadi masalah besar penyebab edema paru non-
kardiogenik. Hal ini diakibatkan karena kerusakan berat dan difus pada parenkim paru, yang
menyebabkan permeabilitas endotel dan epitel terganggu, sehingga menyebabkan cairan yang
kaya akan protein keluar.

19
Gambar 6. Etiologi Edema Paru Non-Kardiogenik8
Menurut penyebabnya, edema paru non-kardiogenik dibagi menjadi penyebab langsung
dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung dari edema paru non-kardiogenik adalah
aspirasi, injuri inhalasi, kontusio pulmonal, infeksi difus paru. Sedangkan penyebab tidak
langsung dari edema paru non-kardiogenik ini adalah sepsis, syok sepsis, overdosis obat,
pancreatitis, uremia, dan koagulopati. Penyebab langsung berarti etiologi tersebut menyebabkan
kerusakan langsung pada epitel alveolus, sedangkan penyebab tidak langsung berarti kerusakan
epitel terjadi karena dampak tidak langsung atau karena penyebaran mediator inflamasi secara
hematogen. Penyebab tersering terjadinya edema paru non-kardiogenik adalah infeksi difus paru
(direk) dan sepsis (indirek).

20
Gambar 7. Toxin Penyebab Tersering Non-Kardiogenik8

Proses inflamasi yang terjadi pada alveolar dibagi menjadi tiga proses. Proses pertama
adalah inisiasi, yaitu persipitasi antigen oleh antigen presenting cell, yang nantinya akan
melepaskan mediator-mediator inflamasi. Tahap kedua adalah tahap amplifikasi, yaitu aktifnya
neutrofil di organ target (paru). Tahap terakhir adalah injury, pada tahap ini sel yang mengalami
inflamasi akan melepaskan metabolit O2 reaktif yang akan menimbulkan kerusakan sel.
Kerusakan sel ini akan mengeakibatkan permeabilitas vascular meningkat, yang menyebabkan
akumulasi cairan berisi protein di alveolus, dan akhirnya akan membentuk membrane hialin yang
berisi fibrin atau protein. Selain itu, kerusakan sel dapat menimbulkan penurunan produksi
surfaktan yang menyebabkan alveolus dapat kolaps yang akhirnya akan menurunkan compliance
paru yang menyebabkan peningkatan usaha untuk bernafas sehingga timbul distress respirasi.

Manifestasi Klinis
Edema paru non-kardiogenik mempunyai berbagai derajat manifestasi distress pernafasan
yang nantinya dapat menimbulkan kegagalan pernafasan. Tanda klinis awal pada edema paru
non-kardiogenik adalah peningkatan usaha untuk bernafas yang ditandai dengan adanya takipneu
dan dispneu. Auskultasi paru sulit untuk membedakan antara edema paru kardiogenik dan edema

21
paru non-kardiogenik. Beberapa manifestasi untuk membedakan dengan penyebab kardiogenik
diantaranya adalah tidak adanya edema perifer, distensi vena jugularis, dan gallop ventrikel.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan
laboratorium yang menunjukkan hasil abnormal sesuai dengan penyebab dasar penyakit atau
underlying disease-nya. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
mengidentifiikasi edema paru non-kardiogenik. Pemeriksaan serum protein mungkin dapat
berguna dalam membedakan antara edema paru kardiogenik dan edema paru kardiogenik. Pasien
dengan edema paru non-kardiogenik menunjukkan hasil adanya hipoproteinemia yang reversible,
hal ini menyarankan bahawa hipoproteinemia dapat digunakan sebagai tanda adanya edema paru
non-kardiogenik. Pemeriksaan IL-8 juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya hipoksia
yang cepat pada stadium awal dari ALI atau acute lung injury sebelum menjadi acute
respiratory distress syndrome. Pemeriksaan saturasi O2 penting digunakan untuk melihat
perkembangan penyakit ini. Penurunan saturasi oksigen, dapat menjadi indikasi dilakukannya
pengukuran gas darah. Pemeriksaan radiografi biasanya menunjukkan hasil yang normal, atau
terdapat infiltrate difus bilateral, ataupun infiltrate alveolus. Gambaran jantung biasanya normal.8

Tata Laksana
Pada awal terjadinya kerusakan, mungkin pasien tidak mengeluhkan adanya gejala dan
tanda gangguan pernafasan. Tanda awal adalah terjadinya peningkatan frekuensi pernafasan
yang diikuti oleh dispneu. Analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan untuk melihat tipe dan
derajat abnormalitas pertukaran darah. Pada pasien dengan hipoksemia (PO2 <60 mmHg) tanpa
hiperkapnia, dapat diberikan oksigen yang diberikan melalui nasal prongs atau venture mask
dengan reservoir. Jika hiperkapnia terjadi maka tata laksananya adalah dengan ventilasi mekanis.

Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan tatalaksana yang dibutuhkan untuk pasien dengan edema
paru non-kardiogenik. Jika hipoksemia tidak dapat dikoreksi dengan menggunakan ventilasi
mekanis, maka dapat digunakan positive end-expiratory pressure atau PEEP. Pada kondisi ini
PEEP yang digunakan adalah 5 -10 cm H20. Fungsi dari PEEP adalah untuk menghindari kolaps

22
alveolus. PEEP juga dapat meningkatkan FRC dan menghindari risiko dari kerusakan paru
lanjutan. Walaupun penggunaan PEEP efektif dalam meningkatkan oksigenasi pada pasien,
namun risiko komplikasi juga akan bertambah saat digunakan bersama dengan alat mekanis
lainnya. Penggunaan PEEP dengan tekanan yang sangat tinggi mungkin dapat menyebabkan
komplikasi berupa edema alveolar yang bertambah, penurunan curah jantung, dan penurunan
tekanan serta aliran darah ke ginjal. Komplikasi lainnya penggunaan PEEP adalah barotrauma,
yang insidensinya 5-15% dan berupa pneumomediastinum, pneumothorax, dan emfisema
subkutaneus.8,9

DAFTAR PUSTAKA

1. Hall JE. Guyton and hall buku ajar fisiologi kedokteran edisi ke 13. Singapore: Elsevier;
2018: h. 482
2. Pulmonary Edema. Diunduh dari
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pulmonary-edema/symptoms-causes/
syc-20377009 , 29 Oktober 2022
3. Malek R; Soufi S. Pulmonary edema. Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557611/ , 1 November 2022

23
4. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem ed.8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014: h. 480-3.
5. Clarke C, Dux A. Chest x-rays for medical students. West Sussex : John Wiley & Sons
Ltd; 2011: h. 65-8.
6. Mulyadi. Edema paru non kardiak. Jurnal kedokteran syiah kuala 2010; 10(1)
7. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam edisi keenam jilid 1. Jakarta: InternaPublishing; 2014: h. 1154-61.
8. Sovari, A., Henry H., 2012. Cardiogenic Pulmonary Edema Clinical Presentation.
http://emedicine.medscape.com/article/157452-clinical. dilihat tanggal 1 November 2022
9. Glaus, T., Schellenberg, S., Lang, J. Cardiogenic and Non Cardiogenic Pulmonary
Edema Pathomechanisms and Causes. Schweiz Arch Tierheilkd : 2010: h. 311-317.

24

Anda mungkin juga menyukai