Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS TRAUMA TULANG BELAKANG

DAN TRAUMA MEDULA SPINALIS

Oleh :
Kelompok 9

Luh Eka Yuliantini 19089014024


Putu Novea Arya Rusdiana 19089014033
I Dewa Ayu Rai Daryaningrat 19089014037
Kadek Setiani 19089014040
Putu Vingky Tamalia 19089014052

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, tim penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Kritis Tulang
Belakang Dan Trauma Medula Spinalis. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak
terimakasi atas bantuan pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
aspirasinya baik berupa materi ataupun asumsi – asumsi lainnya. Harapanya
penulisan makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca.
Dalam kesempatan ini tak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang mendorong terbentuknya makalah ini. Ucapan terima kasih
kepada Ibu Ns. Made Martini, S.Kep.Ns,M.Kep sebagai pembimbing dalam
menyelesaikan makalah ini. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman,
tim penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu tim
penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.

Singaraja, 28 April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................................................... 2
1.5 Sistematika Penulis .................................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula Spinalis .............................. 4
2.2 Etiologi Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula Spinalis .................................... 5
2.3 Patofisiologi Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula Spinalis ............................ 7
2.4 WOC/Pathway Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula Spinalis ....................... 9
2.5 Pemeriksaan Penunjang Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula
Spinalis............................................................................................................................................ 9
2.6 Terapi Medis Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula Spinalis ........................ 14
2.7 Komplikasi Trauma Tulang Belakang atau Medula Spinalis ........................................... 17
2.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kritis Terkait Tentang Trauma
Tulang Belakang .......................................................................................................................... 18
BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................................................... 32
BAB IV PENUTUP...................................................................................................................... 51
Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah L1-L2 dan/atau di
bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan
fungsi defekasi dan berkemih. Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis
vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula
spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang
hampir di setiap negara, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya.
Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari
kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh, olahraga dan
kejadian industri dan luka tembak. Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan
persambungan thorak dan regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula spinalis dapat
menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau merobek medula spinalis dari satu tepi ke tepi
yang lain pada tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Pada tingkat awal semua cidera akibat
medula spinalis / tulang belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek. Fungsi
sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan gangguan sistem
perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi seksual juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan pada pengembalian
kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-langkahnya terdiri dari
immobilisasi sederhana, traksi skeletal, tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina.
Sangat penting untuk mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata.
Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh. Dalam kasus pra
rumah sakit, penanganan pasien dilakukan setelah pengkajian lokasi kejadian dilakukan. Apabila
pengkajian awal lokasi kejadian tidak dilakukan maka akan membahayakan jiwa paramedik dan
orang lain di sekitarnya sehingga jumlah korban akan meningkat. Dalam kasus ini, kematian
muncul akibat tiga hal: mati sesaat setelah kejadian, kematian akibat perdarahan atau kerusakan
organ vital, dan kematian akibat komplikasi dan kegagalan fungsi organ-organ vital Kematian

1
2

mungkin terjadi dalam hitungan detik pada saat kejadian, biasanya akibat cedera kepala hebat,
cedera jantung atau cedera aortik. Kematian akibat hal ini tidak dapat dicegah. Kematian
berikutnya mungkin muncul sekitar sejam atau dua jam sesudah trauma. Kematian pada fase ini
biasanya diakibatkan oleh hematoma subdural atau epidural, hemo atau pneumothorak, robeknya
organ-organ tubuh atau kehilangan darah. Kematian akibat cedera-cedera tersebut dapat dicegah.
Periode ini disebut sebagai“golden hour” dimana tindakan yang segera dan tepat dapat
menyelamatkan nyawa korban.
1.2 Rumusan Masalah
Dari judul makalh yang kami ambil, kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana konsep teori dari Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula Spinalis
1.2.1 Bagaimana Konsep Teori dari Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula Spinalis
?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan dari Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula
Spinalis ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahamo tentang konsep asuhan keperawatan Trauma Tulang Belakang Dan
Trauma Medula Spinalis ?
1.3.2 Tujuan Khusus
A. Mengetahui bagaimana konsep teori Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula
Spinalis.
B. Mengetahui asuhan keperawatan dari Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula
Spinalis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi mahasiswa
Agar mampu memahami tentang asuhan keperawatan trauma tulang belakang dan trauma
medula spinalis
1.4.2 Bagi institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang asuhan keperawatan trauma
tulang belakang dan trauma medula spinalis
1.4.3 Bagi masyarakat
3

Agar lebih mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan dan pertolongan pertama
trauma tulang belakang dan trauma medula spinalis
1.5 Sistematika Penulis
1.5.1 Tempat dan Waktu Pengambilan Kasus
A. Tempat
Pengambilan laporan manajemen pelayanan dan asuhan keperawatan
B. Waktu dan pelaksanaan pengambilan kasus
Waktu pelaksanaan pengambilan kasus mulai dari tanggal 28-29 Maret 2022
1.5.2 Teknik Pengambilan Data
A. Manajemen Pelayanan
Teknik pengambilan data untuk manajemen asuhan keperawatan di lakukan
dengan melakukan pengkajian mulai dengan wawancara kepada pasien maupun keluarga
pasien secara langsung. Pengkajian primer dengan menggunaka pengkajian (Airway),
(Breathing ), (Circulation), (Disability), dan (Exposure). dan pengkajian sekunder
menggunakan metode head to toe
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula Spinalis


Tulang Belakang adalah bagian dari rangka aksial manusia, dikenal sebagai
kolom vertebral atau tulang punggung. Berfungsi untuk penyangga utama tubuh
sehingga manusia dapat berdiri tegak, membungkuk, dan menggeliat (meregangkan
tubuh setelah bangun tidur). Tulang belakang juga bertanggung jawab dalam
melindungi kanal dan sumsum tulang belakang.
Sumsum tulang belakang (spinal cord) disebut juga dengan medula spinalis,
yaitu kumpulan selaput saraf yang berada di sepanjang tulang belakang, yang
membentang dari bagian bawah otak hingga punggung bagian bawah. Kumpulan
jaringan ini memang relatif kecil, dengan berat hanya 35 gram dan diameter sekitar 1
cm.
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang
lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita
harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau
paraplegia.
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau
kematian.
Jadi, trauma medulla spinalis adalah kerusakan fungsi neurologis akibat trauma
langsung atau tidak langsung pada medulla spinalis sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sensorik, motorik, autonomi dan reflek.

4
5

2.2 Etiologi Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula Spinalis


Trauma Medula Spinalis bisa disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah
akibat trauma langsung yang mengenai tulang belakang dan melampaui batas
kemampuan tulang belakang dala melindungi saraf-saraf yang ada di dalamnya.
Trauma tersebut meliputi kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, jatuh dari
bangunan, pohon, luka tusuk, luka tembak dan terbentur benda keras (Muttaqin,
2010).
Trauma Medula Spinalis dibedakan menjadi 2 macam:

2.2.1 Cedera medula spinalis traumatik


Terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula spinalis.
Cedera medula spinalis traumatic ditandai sebagai lesi traumatik pada medula
spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis.

2.2.2 Cedera medula spinalis non traumatik


Terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor
mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi pada
medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor penyebab
dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron, myelopati spondilotik,
penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi
toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.
Menurut Aryani (2008) dan Tarwoto (2007) faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:
a. Faktor Usia
6

Usia yang sudah memasuki masa lansia atau di atas 60 tahun akan cenderung
mengalami proses penuaan, sehingga fungsi tulangnya juga menurun, hal ini dapat
mengakibatkan trauma patologis pada medula spinalis.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih cenderung banyak yang terkena trauma medula spinalis karena
faktor pekerjaan dan gaya hidup.
c. Alkohol
Alkohol dapat mengurangi kepadatan tulang dan mengakibatkan peningkatan
fraktur, atau gangguan tulang lainnya yang akhirnya menyebabkan tulang belakang
rentang terhadap trauma pada medula spinalis.
d. Merokok
Pada orang yang merokok proses pengeropoasan tulang tulang lebih cepat, dan
tingkat fraktur vertebra pinggul dan lebih tinggi, di antara orang-orang yang
merokok. Tembakau, nikotin, dan bahan kimia lain yang ditemukan dalam rokok
mungkin langsung beracun ke tulang, atau mereka menghalangi penyerapan kalsium
dan lain gizi yang diperlukan untuk kesehatan tulang. Sehingga tulang belakang juga
sangat rentan terkena penyakit dan mudah terjadi trauma ketika mendapat benturan
atau kecelakaan.
e. Minum Obat saat Berkendara
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera tulang
belakang untuk orang dewasa, sementara jatuh adalah penyebab paling tinggi cedera
pada orang dewasa yang sudah tua. Dengan meminum obat obatan dengan efek
samping mengantuk, maka kesadaran seseorang akan menurun dan akan mengganggu
konsentrasi dalam berkendara.
f. Penyakit Osteomyelitis dan Spondilitis TB
Pada penyakit osteomielitis dan spondilitis TB bisa terjadi komplikasi fraktur
patologis. Hal ini terjadi pada keadaan osteomielitis vertebra yang akan menyebabkan
7

kolaps vertebra dan kompresi medula spinalis. Keadaan ini dapat menyebabkan
terjadinya cedera pada tulang belakang.

2.3 Patofisiologi Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula


Spinalis
Patofisiologi Spinal Cord menjelaskan dua mekanisme cedera yaitu cedera primer
(kerusakan awal akibat cedera mekanis) serta cedera sekunder (cedera yang terjadi
akibat cedera primer yang ditandai dengan pendarahan, edema dan iskemia).

2.3.1 Cedera Primer


Cedera primer pada medula spinalis dapat bersifat kompleks. Hal ini disebabkan oleh
cedera mekanik yang berupa kompresi, distraksi, laserasi, dan transeksi.
Cedera tersebut menyebabkan kerusakan pada akson, pembuluh darah, ataupun
membran sel. Kebanyakan, cedera meninggalkan Subpial rim dari akson
terdemielinisasi atau tidak terdemielinisasi yang berpotensi untuk terjadinya
regenerasi. Selain itu, timbul edema akut pada medula yang berkontribusi terhadap
kejadian iskemia pada medula spinalis. Fase-fase ini menyerupai patofisiol;ogi
molekuler pada cedera otak traumatik.
Secara seluler, beberapa menit setelah cedera, terjadi peningkatan sitokin termasuk
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-a) dan interleukin 1-beta (IL-1β). Selanjutnya,
terjadi pembuangan cadangan glutamat dan disfungsi transporter astrosit glutamat
yang menyebabkan meningkatnya kadar sitotoksik glutamat. Periode ini dikenal
dengan immediate phase, yang dapat bertahan hingga 2 jam pasca cedera.

2.3.2 Cedera Sekunder


Cedera sekunder dimulai setelah cedera primer berlangsung. Proses patologis ini
didasari oleh berbagai mekanisme yang menyebabkan kekurangan energi akibat
8

gangguan perfusi seluler dan iskemia. Cedera sekunder dibagi menjadi tiga fase,
yaitu :
a. Fase Akut
Fase ini berlangsung dalam 48 jam pertama. Kerusakan vaskularisasi,
pendarahan dan iskemia terjadi dalam fase ini. Gangguan mikrosirkulasi tersebut
mengakibatkan perubahan patologik seperti disregulasi ionik, eksitotoksisitas,
produksi radikal bebas dan respon inflamasi yang berlebihan menyebabkan
kerusakan lebih lanjut pada neuron dan glial.
b. Fase Subakut/Intermediate
Diperkirakan terjadi hingga 2 minggu setelah cedera. Karakteristiknya adalah
respon fagositosis untuk membersihkan debris seluler dan ploriferasi aktif dari
astrosit yang membentuk scar yang mencegah regenerasi aksonal. Meskipun
begitu, proliferasi astrosit berperan penting dalam homeostasis ionik dan
pembentukan kembali sawar darah otak, sehingga membatasi imunitas sel dan
edema.
Minggu kedua hingga bulan keenam setelah cedera ditandai dengan maturasi
scar astrositik dan regenerasi aksonal yang berkelanjutan.
c. Fase Kronik
Fase Intermediate diikuti oleh fase kronik yang ditandai dengan maturasi dan
stabilisasi scar astrositik, pembentukan syrinx dan kavitas, dan degenerasi
wallerian (degenerasi akson di bagian distal cedera). Sekuele jangka panjang
meliputi nyeri kronik dan spastisitas. Terget terapi pada periode ini adalah
remyelinisasi dan plastisitas sistem saraf.
9

2.4 WOC/Pathway Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula


Spinalis
Kerusakan Medula
Spinalis

Hemoragi

Serabut-serabut
membengkak/hancur
Trauma Medula Spinalis

Spasme Otot
Kerusakan T1- Kerusakan C5 Kerusakan Lumbal 2-
paravertebralis
T12
Kehilangan inervasi HR menurun Paraplegia5Paralisis
Iritasi serabut
Pe rasaan Nyeri,
saraf otot intercostal
keti Penurunan Curah Penurunan Fungsi
daknyamanan,, Batuk
Nyeri Akut Jantung Pergerakan Sendi
kehilangan

Bersihan Jalan Penekanan


Kerusakan
Nafas Tidak Setempat
Mobilitas Fisik
Efektif Risiko Kerusakan
Integritas Kulit

2.5 Pemeriksaan Penunjang Trauma Tulang Belakang Atau Trauma


Medula Spinalis
2.5.1 Pengkajian Primer
a. Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak
10

sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah,
atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini,
kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas
yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas.
b. Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila
tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan
napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
c. Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat
kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari
ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan
mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat
biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.
d. Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
e. Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS
15) dengan : Simple head injury bila tanpa deficit neurology
 Dilakukan rawat luka
 Pemeriksaan radiology
11

 Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi


penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Klasifikasi trauma medula spinalis komplet atau inkomplet serta level trauma
dapat diketahui melalui pemeriksaan motorik dan sensorik. Pemeriksaan motorik
dilakukan secara cepat dengan meminta pasien menggenggam tangan pemeriksa dan
melakukan dorsofleksi. Fungsi autonom dinilai dengan melihat ada tidaknya retensi
urin, priapismus, atau hilang tidaknya tonus sfingter ani. Temperatur kulit yang
hangat dan adanya flushing menunjukkan hilangnya tonus vaskuler simpatis di
bawah level trauma (Gondowardaja and Purwata, 2014:569 ).
Menurut Bahrudin (2016:16) pada pasien dengan kelumpuhan pada kedua
tungkai (paraplegi) atau keempat ekstermitas (tetraplegi) yang pertama kali kita
pikirkan adalah apakah tipe kelumpuhan itu Upper motor neuron (UMN) atau
Lower motor neuron (LMN). Untuk menentukan tipe kelumpuhan ini kita tetapkan
dengan pemeriksaan neurologis reflex fisiologis, reflex patologis, tonus otot .
Pemeriksaan neurologis lain pada trauma medulla spinalis menurut Middendorp et
all (2011:2) yaitu dengan menggunakan skala Frankel, 5-titik skala kerusakan.
Skala Frankel
A Lengkap Tidak ada fungsi motorik atau sensorik
dibawah tingkat lesi
B Hanya Sensorik Tidak ada fungsi motorik, tetapi beberapa
sensasi diamankan dibawah lesi
C Motorik berfungsi Beberapa fungsi motorik tanpa aplikasi
praktis
D Motorik berfungsi Fungsi motorik berguna dibawah tingkat lesi
E Pemulihan Fungsi motorik dan sensorik normal, mungkin
memiliki kelainan reflex
12

Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian


anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan klien.

1. Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan perubahan
karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang
belakang sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa
keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal dan toraks
diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a) Inspeksi.
Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi
interkostal, dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf
parasimpatis.
b) Palpasi.
Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c) Perkusi.
Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi pada
toraks/hematoraks.
d) Auskultasi.
Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering
13

didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang mengalami penurunan


tingkat kesadaran (koma).
2. Kardiovaskuler
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa keadaan
adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing saat
melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.
3. Persyarafan
kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan adalah indikator
paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama
mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami perubahan status
mental. Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang belakang dan
tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi
normal.
c. Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata dan pupil isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami paralisis pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Ada
usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
14

h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi, Indra pengecapan normal.
4. Pemeriksaan Refleks
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks
patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
yang didahului dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina,
mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong,
perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan
petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang.

2.6 Terapi Medis Trauma Tulang Belakang Atau Trauma Medula


Spinalis
2.6.1 Penatalaksanaan Kegawat daruratan
Penatalaksanaan kedaruratan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat
penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau
kecelakaan berkendara, Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung
pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma
medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
a. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
Trauma komplit.
b. Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
15

c. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan


traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
d. Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati- hati
keatas papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya
gerakan memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang
menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong
medula komplit.
Bahrudin (2016:447-448) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan trauma medulla spinalis yaitu:
a. Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera
pasang collar fiksasi leher, jangan gerakan kepala atau leher
b. Jika ada fraktur kolumna vertebralis torakalis, angkut pasien dalam
keadaan tertelungkup, lakukan fiksasi torakal (pakai korset)
c. Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal
d. Kerusakan medulla spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah
menurun karena paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik, akibatnya
tekanan darah turun beri infus bila mungkin plasma atau darah, dextran-40
atau ekspafusin. Sebaiknya jangan diberikan cairan isotonik seperti NaCl
0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu berikan adrenalin 0,2 mg s.k boleh
diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi <44 kali/menit, beri sulfas
atropin 0,25 mg iv (intravena).
e. Gangguan pernapasan kalau perlu beri bantuan dengan respirator atau cara
lain dan jaga jalan nafas tetap lapang.
f. Jika lesi diatas C-8: termoregulasi tidak ada, mungkin terjadi hiperhidrosis
usahakan suhu badan tetap normal
g. Jika ada gangguan miksi; pasang kondom kateter atau dauer kateter dan
jika ada gangguan defekasi berikan laksan atau klisma
h. Tindakan operasi dilakukan bila :
16

 Ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis


 Gambaran neurologis progresif memburuk
 Fraktur, dislokasi yang labil
 Terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medulla spinalis
2.6.2 Penatalaksanaan Medik Trauma Medula Spinalis
Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:
a. Segera dilakukan imobilisasi.
b. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan
collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
c. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian
oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
d. Terapi pengobatan:
a) Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
b) Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat
autonomic hiperrefleksia akut.
c) Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas bladder.
d) Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan
tonus leher bradder.
e) Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder dan uretra.
f) Agen antiulcer seperti ranitidine
g) Pelunak fases seperti docusate sodium.

e. Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur


dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
f. Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan
mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.
17

2.7 Komplikasi Trauma Tulang Belakang atau Medula Spinalis


2.7.1 Pendarahan Mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan-
perdarahan kecil. Yang disertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan
pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
didalam dan disekitar korda. Peningkatan tekanan menekan saraf dan
menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis
meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf
didarah tersebut terhambat atau terjerat.
2.7.2 Hilangnya Sensasi, Kontrol Motorik, dan Refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan refleks
setinggi dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut
syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas
kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik
dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera.
Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontrol sensorik dan
motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan
dan hipoksia yang parah.
2.7.3 Syok Spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua
segmen diatas dan dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang adalah
refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan
darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya
secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens
dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks. Syok spinl
biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok
spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot
serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.
18

2.7.4 Hiperrefleksia Otonom.


Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis
secar refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper
refleksia oKomplikasi yang dapat terjadi pasca cedera medula spinalis antara
lain yaitu instabilitas dan deformitas tulang vertebra, fraktur patologis,
syringomyelia pasca trauma, nyeri dan gangguan fungsi seksual. Komplikasi
lain yang bisa terjadi yaitu:
tonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu
rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan suatu
refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis. Dengan
diaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh
darah dan penngkatan tekanan darah system.

a. Neurogenik shock
b. Hipoksia
c. Instabilitas spinal
d. Ileus paralitik
e. Infeksi saluran kemih
f. Kontraktur
g. Dekubitus
h. Konstipasi

2.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kritis Terkait Tentang


Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula Spinalis
2.8.1 Pengkajian
A. Pengumpulan data
19

Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu
:
a. Identitas klien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat psikososial
f. Pola fungsi kesehatan
e) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
f) Pola nutrisi dan metabolik
g) Pola eliminasi
h) Pola aktivitas dan latihan
i) Pola tidur dan istirahat
j) Pola persepsi dan konsep diri
k) Pola reproduksi dan seksualitas
l) Pola penanggulangan stress

B. Pemeriksaan Fisik
a. Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat
trauma pada tulang belakang sehingga jaringan saraf di medula spinalis
terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang
pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik
sebagai berikut.
1. Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
20

pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi


abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya
blok saraf parasimpatis.
2. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi
yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga
toraks.
3. Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
4. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,
stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret,
dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (koma).
b. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang
belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas
sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang
belakang pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun,
bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
dan ekstremitas dingin atau pucat.
c. Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons
terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama
mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami
perubahan status mental. Pemeriksaan Saraf kranial:
21

a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera


tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
d. Pemeriksaan refleks:
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan
refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali yang didahului dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok
spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada
kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap
22

pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik


superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera
akibat trauma di daerah tulang belakang.
2.8.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikal, spasme
otot servikalis sekunder dari cedera spinal stabil dan tidak stabil serta
berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan
di daerah distribusi ujung saraf.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan berkurangnya
inervesi otot intercosta.
3. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan denyut
jantung, dilatasi pembuluh darah, penurunan kontraksi otot jantung
sekunder dari hilangnya kontrol pengiriman dari refleks baroreseptor akibat
kompresi korda.
4. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
neurovascular
5. Risiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
penekanan setempat jaringan sekunder dari kelumpuhan gerak ekstrimitas
bawah, paraplegia.

2.8.3 Intervensi/Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)
1. Nyeri Akut yang - Pain Level Pain Management :
berhubungan - Pain Control 1. Lakukan pengkajian
dengan kompresi - Comfort Level nyeri secara
23

akar saraf Kriteria Hasil : komprehensif


servikal, spasme 1. Mampu mengontrol termasuk lokasi,
otot servikalis nyeri (tahu karakteristik, durasi
sekunder dari penyebab nyeri, frekuensi, kualitas
cedera spinal mampu dan faktor
stabil dan tidak menggunakan presipitasi
stabil serta tehnik 2. observasi reaksi
berhubungan nonfarmakologi nonverbal dan
dengan penjepitan untuk mengurangi ketidaknyamanan
saraf pada diskus nyeri, mencari 3. gunakan tehnik
intervertebralis, bantuan) komunikasi
tekanan di daerah 2. Melaporkan bahwa terapeutik untuk
distribusi ujung nyeri berkurang mengetahui
saraf. dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien
manajemen nyeri 4. kaji kultur yang
3. Mampu mengenali mempengaruhi
nyeri (skala, respon nyeri
intensitas, 5. kaji tipe dan sumber
frekuensi dan nyeri untuk
tanda nyeri) menentukan
4. Menyatakan rasa intervensi
nyaman setelah 6. ajarkan tentang
nyeri berkurang tehnik non
farmakologi
7. berikan analgenik
untuk mengurangi
nyeri
24

8. evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
9. tingkatkan istirahat
10. kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
2 Ketidakefektifan - Respiratory status : Airway Suction :
bersihan jalan Ventilation 1. Pastikan kebutuhan
nafas - Respiratory status : oral/tracheal
berhubungan Airway patenc suctioning
dengan - Aspiration Control 2. Berikan o2 dengan
berkurangnya Kriteria Hasil : menggunakan nasal
inervesi otot 1. Mendemostrasikan untuk memfasilitasi
intercosta. batuk efektif dan suction nasotracheal
suara nafas yang 3. Anjurkan pasien
bersih, tidak ada untuk istirahat dan
sianosis dan nafas dalam setelah
dyspneu (mampu kateter dikeluarkan
mengeluarkan dengan nasotracheal
sputum, mampu 4. Monitor status
bernafas dengan oksigen pasien
mudah, tidak ada 5. Ajarkan keluarga
pursed lips) bagaimana cara
2. Menunjukkan jalan melakukan suction
nafas yang paten 6. Hentikan suction dan
(klien tidak merasa berikan oksigen
25

tercekik, irama apabila pasien


nafas, frekuensi menunjukkan
pernafasan dalam bradikardi,
rentang normal, peningkatan saturasi
tidak ada suara) o2, dll
Airway Management :
1. Buka jalan nafas,
gunakan tehnik chin
lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
4. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
5. Lakukan suction
pada mayo
3 Penurunan curah - Cardiac Pump Cardiac Care :
jantung yang effectiveness 1. Evaluasi adanya
berhubungan - Circulation Status nyeri dada
dengan - Vital Sign Status (intensitas, lokasi,
penurunan denyut Kriteria Hasil : dan durasi)
jantung, dilatasi 1. Tanda Vital dalam 2. Catat adanya
26

pembuluh darah, rentang normal disritmia jantung


penurunan (Tekanan darah, 3. Catat adanya tanda
kontraksi otot nadi, dan respirasi) dan gejala
jantung sekunder 2. Dapat mentoleransi penurunan cardiac
dari hilangnya aktivitas, tidak ada output
kontrol kelelahan 4. Monitor status
pengiriman dari 3. Tidak ada edema kardiovaskuler
refleks paru, perifer, dan 5. Monitor status
baroreseptor tidak ada asites pernafasan yang
akibat kompresi 4. Tidak ada menandakan gagal
korda. penurunan jantung
kesadaran 6. Monitor abdomen
sebagai indikator
penurunan
7. Monitor belance
cairan
8. Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
9. Monitor respon
pasien terhadap efek
pengobatan anti
aritmia
10. Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
Vital Sign Monitoring
27

:
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan respirasi
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor ttv saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi td pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan respirasi sebelu,
selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor adanya
pultus paradoktus
8. Monitor adanya
pultus alterans
9. Monitor jumlah dan
irama jantung
10. Monitor bunyi
jantung
28

11. Monitor frekuensi


dan irama
pernafasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola
pernafasan abnormal
4 Kerusakan - Joint Movement : Exercise therapy :
mobilitas fisik Active ambulation
yang - mobility level 1. monitoring vital sign
berhubungan - self care : ADLs sebelum/sesudah
dengan gangguan - Transfer latihan dan lihat
neurovascular performance respon pasien saat
Kriteria Hasil : latihan
1. Klien meningkat 2. konsultasikan dengan
dalam aktivitas fisik terapi fisik tentang
2. Mengerti tujuan dan rencana ambulasi
peningkatan sesuai dengan
mobilitas kebutuhan
3. Memverbalisasikan 3. bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan tongkat
meningkatkan saat berjalan dan
kekuatan dan cegah terhadap cidera
kemampuan 4. ajarkan pasien atau
berpindah tenaga kesehatan lain
4. Memperagakan tentang tehnik
penggunaan alat ambulasi
5. Bantu untuk 5. kaji kemampuan
mobilisasi (wallker) dalam mobilisasi
29

6. latih pasien
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan
7. dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
8. berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
9. ajarkan pasien
bagaimana mengubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
5 Risiko tinggi Tissue Integrity : Skin Pressure Management
gangguan and Mucous :
integritas kulit Membranes 1. Anjurkan pasien
yang Hemodyalis akses untuk menggunakan
berhubungan Kriteria Hasil : pakaian yang longgar
dengan 1. Integritas kulit yang 2. Hibdari kerutan pada
penekanan baik bisa tempat tidur
setempat jaringan dipertahankan 3. Jaga kebersihan kulit
sekunder dari (sensasi, elastisitas, agar tetap bersih dan
kelumpuhan temperatur, hidrasi, kering
30

gerak ekstrimitas pigmentasi) 4. Mobilisasi pasien


bawah, 2. Tidak ada luka/lesi (ubah posisi pasien)
paraplegia. pada kulit setiap 2 jam sekali
3. Perfusi jaringan 5. Monitor kulit akan
baik adanya kemerahan
4. Menunjukkan 6. Oleskan lotion atau
pemahaman dalam minyak/baby oil pada
proses perbaikan daerah yang tertekan
kulit dan 7. Monitor aktivitas dan
mencegah mobilisasi pasien
terjadinya cedera Insision Site Care :
berulang 1. Membersihkan,
5. Mampu melindungi memantau dan
kulit dan meningkatkan
mempertahankan proses
kelembaban kulit penyembuhan pada
dan perawatan luka yang ditutup
alami dengan jahitan, klip
atau staples
2. Monitor proses
kesembuhan area
insisi
3. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
4. Bersihkan area
sekitar jahitan atau
staples,
31

menggunakan lidi
kapas kecil

2.8.4 Implementasi Asuhan Keperawatan


Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakanm realisasi dari pada rencana
tindakan kepereawatan yang telah ditetapkan, meliputi tindakan dependent, inter
dependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebereapa kegitan, validasi, rencana
keperawatan, mendokumentasikan keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data.
2.8.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan.

Ada tiga alternatif dalam evaluasi :


1. Masalah teratasi, jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan
waktu dan tanggal yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika klien mampu menunjukkan prilaku tetapi
tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan.
Masalah tidak teratasi, jika klien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KASUS TRAUMA MEDULA


SPINALIS

1.1 PENGKAJIAN

HARI/TANGGAL MASUK RS : Jumat, 25 maret 2022


JAM MASUK : 11.00 WITA
HARI/TANGGAL PENGKAJIAN : Jumat, 25 maret 2022
JAM PENGKAJIAN : 11.00 WITA – 12.00 WITA
BANGSAL/RS : Nakula/ RSU Kertha Usada
NO.RM : 132476
DIAGNOSA MEDIS : Medula Spinalis

1. BIODATA
a. Identitas klien
Nama : Tn. R
Umur : 38
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Desa Joanyar
Agama : Hindu
Suku : Bali
Pekerjaan : Wiraswasta
No. Rm : 132476
Diagnose medis : Medula Spinalis

32
33

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. S
Umur : 35
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Joanyar
Agama : Hindu
Suku : Bali
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : Istri

1.2 RIWAYAT KESEHATAN


a. Keluhan utama :
Klien mengatakan nyeri dibagian punggung belakang menjalar sampai ke
bagian kaki dan kaki sulit untuk digerakan.
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Klien mengatakan awalnya pasien nyeri dibagian punggung belakang
menjalar sampai ke bagian kaki dan kaki mulai sulit untuk digerakan sejak
5 hari yang lalu
c. Riwayat kesehatan dahulu :
Klien mengatakan pernah terjatuh dari motor 1 minggu yang lalu , namun
pasien mengatakan ia datang ketukang urut untuk mengurangi rasa sakit
yang dirasa.
d. Riwayat kesehatan keluarga :
tidak ada kuturunan kelainan tulang dari keluarga

1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN (GORDON)


a. Pola persepsi terhadap kesehatan
- Sebelum sakit :
34

Klien mengatakan bahwa sakit adalah kondisi yangtidak mengenakkan


atau yang membuat klien tidak nyaman sehingga pasien selalu
berusaha menjaga kesehatan.
- Selama sakit :
Ketika klien sakit, klien merasa tidak nyaman dengan keadaannya, dan
klien langsung ke RS.

b. Pola aktivitas dan Latihan


- Sebelum sakit

Aktifitas 0 1 2 3 4

Mandi 

Berpakaian 

Eliminasi 

Mobilisasi tempat 
tidur

Berpindah 

Ambulansi 

Makan 

- Setelah sakit

Aktifitas 0 1 2 3 4
35

Mandi 

Berpakaian 

Eliminasi 

Mobilisasi tempat 
tidur

Berpindah 

Ambulansi 

Makan 

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan Alat Bantu
2 : Dibantu oleh orang lain
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Terganggu atau tidak mampu

c. Pola Istirahat dan Tidur


- Sebelum sakit :
Klien mengatakan tidur dengan nyenyak dan tidak terganggu.
- Selama sakit :
Klien mengatakan susah miring kanan dan kiri karena nyeri dan
kaki sulit digerakkan
d. Pola Nutrisi
- Sebelum sakit :
36

Klien mengatakan makan dengan baik dan tidak tersisa


- Selama sakit :
Klien mengatakan nafsu makan masih baik , namun porsi makan
sudah berkurang
e. Pola Eliminasi
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan bisa berjalan ke kamar mandi sendiri tanpa
bantuan , dan tidak ada keluhan dalam buang air kecil atau besar
- Selama sakit :
Klien mengatakan untuk ke kamar mandi harus dibantu orang lain
karena sudah semakin sulit untuk berjalan.
f. Pola Kognitif Perspektual
Klien mengatakan sebelum dan setelah sakit tidak mengalami
gangguan pada panca indera
g. Pola Konsep Diri
Klien mengatakan menghargai dan saying terhadap dirinya sendiri ,
dan berusaha menjaga kesehatannya
h. Pola Koping
Klien mengatakan cukup tenang dalam menghadapi masalah dan
berusaha berfikir positif terhadap hal yang dihadapi
i. Pola Seksual Reproduksi
Klien mengatakan setelah sakit , pasien tidak lagi ada keinginan untuk
bermesrasaan dengan istri karena terlalu focus pada rasa nyeri yang
dirasa
j. Pola Hubungan
Klien mengatakan hubungan nya dengan keluarga dan kerabat serta
orang sekitarnya berjalan dengan baik, dan melakukan sosialiasi
dengan baik
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
37

Klien mengatakan percaya terhadapa agama yang dianut dan


melakukan persembahyangan dengan baik , namu setelah sakit pasien
tidak dapat melakukan persembahyangan seperti biasanya

1.4 PEMERIKSAAN FISIK


a. Tanda- tanda vital
- TD : 130/70 mmHg
- Suhu : 36,5oC
- Rr : 25x/m
- Nadi : 60x/m
b. Kesadaran umum
Kesadaran composmentis, penafsiran umur 35 tahun, klien tampak
lemas , keadaan fisik rapi dan cukup bersih.
c. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris , tidak ada lesi
Auskultasi : terdapat bising usus normal
Perkusi : tidak ada nyeri
Palpasi : turgor kulit elastis

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal : 25 maret 2022
Hasil pemeriksaan : Lab, CT Scan, Rontegn, MRI dll

1.6 DATA FOKUS


a. Data obyektif
- Klien mengatakan nyeri pada punggung hingga ke kaki
- Klien mengatakan nafsu makan berkurang
38

- Klien mengatkan jam tidur nya berkurang


b. Data obyektif
- Klien tampak lemas
- Klien tampak kesakitan
- P : nyeri pada punggung
- Q : nyeri / sakit
- R : punggung sampai kaki
- S : sekala nyeri 7
- T : saat digerakkan
- Vital sign
TD : 130/70 mmHg
Suhu : 36,5oC
Rr : 25x/m
Nadi : 60x/m

1.7 ANALISA DATA

Hari

Tanggal Symtomp Problem Etiologi

Jam

Jumat DS : pasien mengatakan nyeri akut Cedera


nyeri punggung hingga ke
39

25 maret kaki biologis


2022
DO : pasien terlihat lemas ,
11.00 wita dan kesakitan

TD : 130/70 mmHg

Suhu : 36,5o

Rr : 25x/m

Nadi : 60x/m

Jumat DS : pasien mengatakan


sedikit sesak dan nafas
25 maret
pendek
2022
DO : pasien terlihat gelisah ,
11.10 wita
respirasi 25x/menit

Jumat DS : pasien mengatakan


jantungnya berdebar-debar
25 maret
2022 DO : pasien terlihat
memegang dadanya , pasien
11.20 Wita
tampak gelisah , TD :
130/70mmHg

Jumat DS : px mengatakan susah Hambatan Gangguan


untuk melakukan mobilisasi mobilitas fisik neumuscular
25 maret
40

2022 DO : px tampak susah untuk


melakukan mobilisasi
11.40 Wita
mandiri.

Jumat DS : pasien mengatakan


nyeri di punggu hingga ke
25 maret
kaki
2022
DO : pasien tampak
11.50 wita kesakitan

1.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri Akut yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikal, spasme otot
servikalis sekunder dari cedera spinal stabil dan tidak stabil serta berhubungan
dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di daerah distribusi
ujung saraf.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan berkurangnya
inervesi otot intercosta.
3. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovascular.
41

1.9 INTERVENSI

Hari
Tanggal No NOC NIC Rasional
Jam Dx

Jumat Pain Management : - Pain Level 1. untuk mengetahui


25 maret 1 1. Lakukan pengkajian - Pain Control lebih detail lokasi
2022 nyeri secara - Comfort Level nyeri
11.00 komprehensif Kriteria Hasil :
2. untuk mengkaji reaksi
Wita termasuk lokasi, 1. Mampu
nonverbal
karakteristik, durasi mengontrol nyeri
ketidaknyamanan
frekuensi, kualitas (tahu penyebab
dan faktor nyeri, mampu 3. untuk mengetahui
presipitasi menggunakan pengalaman nyeri
2. observasi reaksi tehnik pasien
nonverbal dan nonfarmakologi
4. untuk mengetahui
ketidaknyamanan untuk mengurangi
respon nyeri pada
3. gunakan tehnik nyeri, mencari
pasien
komunikasi bantuan)
terapeutik untuk 2. Melaporkan bahwa 5. untuk mengetahui
mengetahui nyeri berkurang sumber nyeri pasien
pengalaman nyeri dengan
6. untuk mengetahui
pasien menggunakan
pengetahuan pasien
4. kaji kultur yang manajemen nyeri
tetang pengobatan
mempengaruhi 3. Mampu mengenali
nonfarmakologi
respon nyeri nyeri (skala,
42

5. kaji tipe dan intensitas, 7. untuk mengurangi


sumber nyeri frekuensi dan rasa nyeri pada pasien
untuk menentukan tanda nyeri)
8. untuk mengetahui
intervensi 4. Menyatakan rasa
tingkat keefektifan
6. ajarkan tentang nyaman setelah nyeri
nyeri pada pasien
tehnik non berkurang
farmakologi 9. untuk mengetahui
7. berikan analgenik tingkat keberhasilan
untuk mengurangi pengobatan
nyeri
8. evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
9. tingkatkan istirahat
10. kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
Jumat Airway Suction : - Respiratory status : 1. untuk memastikan
1. Pastikan kebutuhan Ventilation kebutuhan oral
25 maret
2 oral/tracheal - Respiratory status :
2022 2. untuk memfasilitasi
suctioning Airway patenc
suction nasotracheal
11.10 2. Berikan o2 dengan - Aspiration Control
wita menggunakan nasal Kriteria Hasil : 3. untuk mengetahui
untuk memfasilitasi 1. Mendemostrasikan reaksi nafas dalam
suction nasotracheal batuk efektif dan setelah kateter
3. Anjurkan pasien suara nafas yang dikeluarkan dengan
43

untuk istirahat dan bersih, tidak ada nasotracheal


nafas dalam setelah sianosis dan
4. untuk mengetahui
kateter dikeluarkan dyspneu (mampu
status oksigen pasien
dengan nasotracheal mengeluarkan
4. Monitor status sputum, mampu 5. untuk memberikan
oksigen pasien bernafas dengan pengetahuan keluarga
5. Ajarkan keluarga mudah, tidak ada dalamalam
bagaimana cara pursed lips) melakukan suction
melakukan suction 2. Menunjukkan jalan
6. untuk menghentikan
6. Hentikan suction nafas yang paten
brakikardia dan
dan berikan oksigen (klien tidak merasa
meningkatkan
apabila pasien tercekik, irama
saturasi o2
menunjukkan nafas, frekuensi
bradikardi, pernafasan dalam
peningkatan rentang normal,
saturasi o2, dll tidak ada suara)
Airway
Management :
1. Buka jalan nafas,
gunakan tehnik chin
lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
44

suction
4. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
5. Lakukan suction
pada mayo
Jumat Exercise therapy : - Joint Movement : 1. untuk mengetahui
3 ambulation Active tanda tnada vital
25 maret
1. monitoring vital - mobility level sebelum dan sesudah
2022
sign - self care : ADLs Latihan
11.40 Wita sebelum/sesudah - Transfer
2. untuk mengetahui
latihan dan lihat performance
rencana terapi pasien
respon pasien saat Kriteria Hasil :
kedepan
latihan 1. Klien meningkat
2. konsultasikan dalam aktivitas fisik 3. untuk mengethaui
dengan terapi fisik 2. Mengerti tujuan tingkat kemandirian
tentang rencana dan peningkatan pasien cegah cidera
ambulasi sesuai mobilitas
4. untuk mengetahui
dengan kebutuhan 3.
tingkat pengetahuan
3. bantu klien untuk Memverbalisasikan
pasien tentang Teknik
menggunakan perasaan dalam
ambulasi
tongkat saat meningkatkan
berjalan dan cegah kekuatan dan 5. untuk mengetahui
terhadap cidera kemampuan kemampuan dalam
4. ajarkan pasien atau berpindah mobilisasi
tenaga kesehatan 4. Memperagakan
6. untuk mengetahui
lain tentang tehnik penggunaan alat
pemenuhan
ambulasi 5. Bantu untuk
45

5. kaji kemampuan mobilisasi (wallker) kebutuhan ADLs


dalam mobilisasi
7. untuk mengetahui
6. latih pasien
kemandirian pasien
pemenuhan
saat mobilisasi
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
7. dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
8. berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
9. ajarkan pasien
bagaimana mengubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan

1.10 IMPLEMENTASI

Hari
Tanggal No Implementasi Respon Paraf
46

Jam dx
Jumat 1. Lakukan DS: pasien mengatakan
25 maret 1 pengkajian nyeri merasakan nyeri
2022 secara dipunggu hingga ke
11.00 komprehensif kaki
termasuk lokasi, DO: pasien tampak
karakteristik, kesakitan
durasi frekuensi, DS: pasien mengatkan
kualitas dan faktor mengeluh tidak nyaman
presipitasi. karena mobilitas
terganggu
2. Observasi reaksi
DO: pasien tampak
nonverbal dan
tidak nyaman terhadap
ketidaknyamanan.
reaksi nonverbal.
3. Gunakan teknik DS: pasien mengatakan
komunikasi masih merasakan nyeri.
terapeutik untuk DO: pasien tampak
mengetahui nyeri.
pengalaman nyeri
pasien.

Jumat 1. Kaji kebutuhan DO : pasien mengatkan


25 maret 2 oral/tracheal sudah bisa bernafas
2022 suctioning pasien dengan lebih baik
11.10 DS : pasien terlihat lebih
2. Kaji nafas dalam
wita tenang dan nyaman
pasien setelah
kateter dikeluarkan
47

dengan nasotracheal

3. Monitoring status
oksigen pasien

Jumat 1. Monitoring vital DS: pasien mengatakan


25 maret 3 sign kondisinya lebih
2022 sebelum/sesudah membaik.
11.40 latihan dan lihat DO: TD : 130/70mmHg
Wita respon pasien saat Suhu : 36,50C
latihan. Nadi : 25x/menit.
DS: pasien mengatakan
2. Konsultasikan
setuju untuk melakukan
dengan terapi fisik
terapi fisik.
tentang rencana
DO: pasien tampak
ambulasi sesuai
antusias untuk
dengan kebutuhan.
melakukan terapi fisik.
3. Bantu klien untuk DS: pasien mengatakan
menggunakan bersedia menggunakan
tongkat saat alat bantu jalan.
berjalan dan cegah DO: pasien tampak
terhadap cedera. menggunakan alat bantu
tapi masih di dampingi
keluarga
48

1.11 EVALUASI

hari

tanggal No Catatan perkembangan Paraf


dx
jam

Jumat S: pasien mengatakan nyeri skala nyeri


berkurang namun nyeri masih ditempat yang
26 maret 2022 1
sama
11.00 wita O: Pasien tampak lebih tenang dan nyaman
A: Masalah sudah teratasi
P: Pertahankan intervensi

Jumat S : pasien mengatakan sudah bisa bernafas


dengan lebih baik dan terasa lega
26 maret 2022 2
O : pasien tampak terlihat lebih nyaman
11.10 wita A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
Jumat S: keluarga pasien mengatakan keadaan
pasien sudah membaik,dan tetap melakukan
26 maret 2022 3
latihan mobilisasi dini. Pasien mengatakan
11.40 wita merasa lebih baik.
O: Pasien tampak antusias melakukan latihan
mobilisasi. GCS: 15.
A: Masalah sudah teratasi
P: Pertahankan intervensi
49

 PEMBAHASAN PERBANDINGAN ANTARA KONSEP TEORI DAN


KASUS YANG ADA
Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat, terletak didalam
canalis vertebralis dan merupakan lanjutan dari medulla oblongata danujung
caudalnya membentuk conus medullaris. Panjangnya pada pria sekitar 45cm
dan wanita 42-43 cm dengan garis tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang
saraf yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen intervetebra (lubang pada
tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra,
kecuali saraf servical pertama yang keluar di antara tulang oksipital dan vertebra
servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya tujuh
vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf
sakralis, dan 1 pasang saraf koksigis (Akhyar, 2009).

Sedangkan pada kasus, Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang
belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula
spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan
menetap atau kematian.
Jadi, trauma medulla spinalis adalah kerusakan fungsi neurologis akibat trauma
langsung atau tidak langsung pada medulla spinalis sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sensorik, motorik, autonomi dan reflek.

A. PENGKAJIAN
Pada teori pengkajian harus dilakukan secara lengkap yaitu dengan cara
wawancara, observasi , pemeriksaan fisik dan studi kasus. Namun pada tanggal
25 maret 2022 pengkajian dilakukan tidak harus lengkap dan sesui SOP karena
pada kasus kritis yang didasarkan adalah keselamatan pasien dan meminimalisir
agar tidak mengancam kehidupan. Jadi pengkajian yang dilakukan tidak harus
50

lengkap namun yang terpenting adalah pengambilan keputusan perawat dan tim
medis lainnya yang tepat dan cepat sehingga pasien bisa tertolong.

B. DIAGNOSA
Pada teori diagnosa keperawatan mengenai kasus trauma medulla spinalis ada
beragam dan banyak namun pada kasus hari jumat 25 maret 2022 terdapat 5
diagnosa namun yang diangkat hanya 3 diagnosa .
C. INTERVENSI
Intervensi pada kasus disesuaikan dengan diagnosa keperawatan yang ada
sehingga akan didapatkan hasil yang baik dan maksimal
D. IMPLEMENTASI
ada implementasi keperawatan pada teori menyangkut semua tindakan yang
dilakukan perawat kepada pasien, sama halnya dengan implementasi pada kasus
harus disesuaikan dengan tindakan keperawatan yang direncanakan namun
diperlukan skil dari perawat sehingga pasien cepat ditangani dan tertolong
E. EVALUASI
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan
antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon
perilaku klien yang tampil. Tahap evaluasi merupakan tahap dalam asuhan
keperawatan yang dimana mahasiswa menilai asuhan keperawatan yang telah
dilakukan. Sama halnya dengan teori pada kasus, evalusi keperawatan disesuaikan
dengan respon klien dan menilai asuhan keperawatan yang telah diberik
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang


disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cedera
medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis vertebralis dan lumbalis
akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula spinalis
adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 sampai 500.000
orang hampir di setiap negara, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi
setiap tahunnya. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari
seluruh cedera. Setengah dari kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan
bermotor, selain itu banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan luka
tembak.

SARAN

Berkaitan dengan manfaat yang dijelaskan diatas maka kami menyimpulkan dapat
saran sebagai berikut:
1. Untuk penulis
Kami selaku penulis menyarankan perlu adanya penambahan wawasan atau
pengetahuan terkait dengan konsep asuhan keperawatan Trauma Tulang Belakang
Dan Trauma Medula Spinalis
2. Untuk pembaca / masyarakat

51
52

Dengan ini kami menyarankan kepada pembaca khususnya perawat agar


mengetahui tentang konsep Asuhan Keperawatan Trauma Tulang Belakang Dan
Trauma Medula Spinalis , dapat diterapkan dengan baik.
3. Untuk instansi
Berkaitan penulis makalah ini kami sangat membutuhan / sangat perlu adanya
penilitian lebih lanjut tentang penulisan makalah ini agar bisa lebih baik lagi dan
bisa menjadi panutan bagi orang banyak natinya.
53

DAFTAR PUSTAKA

Benjamin, W. (2019). STUDI KASUS “ASUHAN KEPERAWATAB PADA TN


M.B DENGAN PARAPARESE DI RUANG KOMODO RSUD PROF.DR.
W.Z. JOHANNES KUPANG.” In ペインクリニック学会治療指針2 (Vol.
3).
universitas hasanuddin. (n.d.). Trauma Medula Spinalis Definisi.
Umm, P. F. (2011). NANDA – NIC – NOC ( NNN ). April.
Lucyani, D. fryda. (2009). Bab I Pendahuluan ِ. Journal Information, 10(3), 1–16.
Pengetahuan, K., & Aspirasi, R. (2011). Daftar Diagnosa Keperawatan NANDA ,
NOC dan NIC 1 . Bersihan Jalan Nafas tidak efektif 2 . Pola Nafas tidak efektif
3 . Gangguan Pertukaran gas 8 . Defisit Volume Cairan 9 . Kelebihan Volume
Cairan 17 . Perfusi jaringan cerebral tidak efektif 18 . Perfusi. 1–26.
Sam. (2011). Daftar Diagnosa Keperawatan NANDA , NOC dan NIC (pp. 1–26).
Gondowardaja, Y., & Purwata, T. E. (2014). Trauma Medula Spinalis: Patobiologi
dan Tata Laksana Medikamentosa. Cermin Dunia Kedokteran, 41(8), 567–571.
http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/1110

Anda mungkin juga menyukai