Askep Kritis Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula Spinalis - KLP 9
Askep Kritis Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula Spinalis - KLP 9
Oleh :
Kelompok 9
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, tim penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Kritis Tulang
Belakang Dan Trauma Medula Spinalis. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak
terimakasi atas bantuan pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
aspirasinya baik berupa materi ataupun asumsi – asumsi lainnya. Harapanya
penulisan makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca.
Dalam kesempatan ini tak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang mendorong terbentuknya makalah ini. Ucapan terima kasih
kepada Ibu Ns. Made Martini, S.Kep.Ns,M.Kep sebagai pembimbing dalam
menyelesaikan makalah ini. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman,
tim penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu tim
penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
mungkin terjadi dalam hitungan detik pada saat kejadian, biasanya akibat cedera kepala hebat,
cedera jantung atau cedera aortik. Kematian akibat hal ini tidak dapat dicegah. Kematian
berikutnya mungkin muncul sekitar sejam atau dua jam sesudah trauma. Kematian pada fase ini
biasanya diakibatkan oleh hematoma subdural atau epidural, hemo atau pneumothorak, robeknya
organ-organ tubuh atau kehilangan darah. Kematian akibat cedera-cedera tersebut dapat dicegah.
Periode ini disebut sebagai“golden hour” dimana tindakan yang segera dan tepat dapat
menyelamatkan nyawa korban.
1.2 Rumusan Masalah
Dari judul makalh yang kami ambil, kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana konsep teori dari Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula Spinalis
1.2.1 Bagaimana Konsep Teori dari Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula Spinalis
?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan dari Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula
Spinalis ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahamo tentang konsep asuhan keperawatan Trauma Tulang Belakang Dan
Trauma Medula Spinalis ?
1.3.2 Tujuan Khusus
A. Mengetahui bagaimana konsep teori Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula
Spinalis.
B. Mengetahui asuhan keperawatan dari Trauma Tulang Belakang Dan Trauma Medula
Spinalis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi mahasiswa
Agar mampu memahami tentang asuhan keperawatan trauma tulang belakang dan trauma
medula spinalis
1.4.2 Bagi institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang asuhan keperawatan trauma
tulang belakang dan trauma medula spinalis
1.4.3 Bagi masyarakat
3
Agar lebih mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan dan pertolongan pertama
trauma tulang belakang dan trauma medula spinalis
1.5 Sistematika Penulis
1.5.1 Tempat dan Waktu Pengambilan Kasus
A. Tempat
Pengambilan laporan manajemen pelayanan dan asuhan keperawatan
B. Waktu dan pelaksanaan pengambilan kasus
Waktu pelaksanaan pengambilan kasus mulai dari tanggal 28-29 Maret 2022
1.5.2 Teknik Pengambilan Data
A. Manajemen Pelayanan
Teknik pengambilan data untuk manajemen asuhan keperawatan di lakukan
dengan melakukan pengkajian mulai dengan wawancara kepada pasien maupun keluarga
pasien secara langsung. Pengkajian primer dengan menggunaka pengkajian (Airway),
(Breathing ), (Circulation), (Disability), dan (Exposure). dan pengkajian sekunder
menggunakan metode head to toe
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
5
Usia yang sudah memasuki masa lansia atau di atas 60 tahun akan cenderung
mengalami proses penuaan, sehingga fungsi tulangnya juga menurun, hal ini dapat
mengakibatkan trauma patologis pada medula spinalis.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih cenderung banyak yang terkena trauma medula spinalis karena
faktor pekerjaan dan gaya hidup.
c. Alkohol
Alkohol dapat mengurangi kepadatan tulang dan mengakibatkan peningkatan
fraktur, atau gangguan tulang lainnya yang akhirnya menyebabkan tulang belakang
rentang terhadap trauma pada medula spinalis.
d. Merokok
Pada orang yang merokok proses pengeropoasan tulang tulang lebih cepat, dan
tingkat fraktur vertebra pinggul dan lebih tinggi, di antara orang-orang yang
merokok. Tembakau, nikotin, dan bahan kimia lain yang ditemukan dalam rokok
mungkin langsung beracun ke tulang, atau mereka menghalangi penyerapan kalsium
dan lain gizi yang diperlukan untuk kesehatan tulang. Sehingga tulang belakang juga
sangat rentan terkena penyakit dan mudah terjadi trauma ketika mendapat benturan
atau kecelakaan.
e. Minum Obat saat Berkendara
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera tulang
belakang untuk orang dewasa, sementara jatuh adalah penyebab paling tinggi cedera
pada orang dewasa yang sudah tua. Dengan meminum obat obatan dengan efek
samping mengantuk, maka kesadaran seseorang akan menurun dan akan mengganggu
konsentrasi dalam berkendara.
f. Penyakit Osteomyelitis dan Spondilitis TB
Pada penyakit osteomielitis dan spondilitis TB bisa terjadi komplikasi fraktur
patologis. Hal ini terjadi pada keadaan osteomielitis vertebra yang akan menyebabkan
7
kolaps vertebra dan kompresi medula spinalis. Keadaan ini dapat menyebabkan
terjadinya cedera pada tulang belakang.
gangguan perfusi seluler dan iskemia. Cedera sekunder dibagi menjadi tiga fase,
yaitu :
a. Fase Akut
Fase ini berlangsung dalam 48 jam pertama. Kerusakan vaskularisasi,
pendarahan dan iskemia terjadi dalam fase ini. Gangguan mikrosirkulasi tersebut
mengakibatkan perubahan patologik seperti disregulasi ionik, eksitotoksisitas,
produksi radikal bebas dan respon inflamasi yang berlebihan menyebabkan
kerusakan lebih lanjut pada neuron dan glial.
b. Fase Subakut/Intermediate
Diperkirakan terjadi hingga 2 minggu setelah cedera. Karakteristiknya adalah
respon fagositosis untuk membersihkan debris seluler dan ploriferasi aktif dari
astrosit yang membentuk scar yang mencegah regenerasi aksonal. Meskipun
begitu, proliferasi astrosit berperan penting dalam homeostasis ionik dan
pembentukan kembali sawar darah otak, sehingga membatasi imunitas sel dan
edema.
Minggu kedua hingga bulan keenam setelah cedera ditandai dengan maturasi
scar astrositik dan regenerasi aksonal yang berkelanjutan.
c. Fase Kronik
Fase Intermediate diikuti oleh fase kronik yang ditandai dengan maturasi dan
stabilisasi scar astrositik, pembentukan syrinx dan kavitas, dan degenerasi
wallerian (degenerasi akson di bagian distal cedera). Sekuele jangka panjang
meliputi nyeri kronik dan spastisitas. Terget terapi pada periode ini adalah
remyelinisasi dan plastisitas sistem saraf.
9
Hemoragi
Serabut-serabut
membengkak/hancur
Trauma Medula Spinalis
Spasme Otot
Kerusakan T1- Kerusakan C5 Kerusakan Lumbal 2-
paravertebralis
T12
Kehilangan inervasi HR menurun Paraplegia5Paralisis
Iritasi serabut
Pe rasaan Nyeri,
saraf otot intercostal
keti Penurunan Curah Penurunan Fungsi
daknyamanan,, Batuk
Nyeri Akut Jantung Pergerakan Sendi
kehilangan
sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah,
atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini,
kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas
yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas.
b. Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila
tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan
napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
c. Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat
kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari
ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan
mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat
biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.
d. Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
e. Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS
15) dengan : Simple head injury bila tanpa deficit neurology
Dilakukan rawat luka
Pemeriksaan radiology
11
1. Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan perubahan
karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang
belakang sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa
keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal dan toraks
diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a) Inspeksi.
Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi
interkostal, dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf
parasimpatis.
b) Palpasi.
Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c) Perkusi.
Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi pada
toraks/hematoraks.
d) Auskultasi.
Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering
13
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi, Indra pengecapan normal.
4. Pemeriksaan Refleks
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks
patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
yang didahului dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina,
mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong,
perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan
petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang.
a. Neurogenik shock
b. Hipoksia
c. Instabilitas spinal
d. Ileus paralitik
e. Infeksi saluran kemih
f. Kontraktur
g. Dekubitus
h. Konstipasi
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu
:
a. Identitas klien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat psikososial
f. Pola fungsi kesehatan
e) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
f) Pola nutrisi dan metabolik
g) Pola eliminasi
h) Pola aktivitas dan latihan
i) Pola tidur dan istirahat
j) Pola persepsi dan konsep diri
k) Pola reproduksi dan seksualitas
l) Pola penanggulangan stress
B. Pemeriksaan Fisik
a. Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan
perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat
trauma pada tulang belakang sehingga jaringan saraf di medula spinalis
terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang
pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik
sebagai berikut.
1. Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
20
8. evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
9. tingkatkan istirahat
10. kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
2 Ketidakefektifan - Respiratory status : Airway Suction :
bersihan jalan Ventilation 1. Pastikan kebutuhan
nafas - Respiratory status : oral/tracheal
berhubungan Airway patenc suctioning
dengan - Aspiration Control 2. Berikan o2 dengan
berkurangnya Kriteria Hasil : menggunakan nasal
inervesi otot 1. Mendemostrasikan untuk memfasilitasi
intercosta. batuk efektif dan suction nasotracheal
suara nafas yang 3. Anjurkan pasien
bersih, tidak ada untuk istirahat dan
sianosis dan nafas dalam setelah
dyspneu (mampu kateter dikeluarkan
mengeluarkan dengan nasotracheal
sputum, mampu 4. Monitor status
bernafas dengan oksigen pasien
mudah, tidak ada 5. Ajarkan keluarga
pursed lips) bagaimana cara
2. Menunjukkan jalan melakukan suction
nafas yang paten 6. Hentikan suction dan
(klien tidak merasa berikan oksigen
25
:
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan respirasi
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor ttv saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi td pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan respirasi sebelu,
selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor adanya
pultus paradoktus
8. Monitor adanya
pultus alterans
9. Monitor jumlah dan
irama jantung
10. Monitor bunyi
jantung
28
6. latih pasien
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan
7. dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
8. berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
9. ajarkan pasien
bagaimana mengubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
5 Risiko tinggi Tissue Integrity : Skin Pressure Management
gangguan and Mucous :
integritas kulit Membranes 1. Anjurkan pasien
yang Hemodyalis akses untuk menggunakan
berhubungan Kriteria Hasil : pakaian yang longgar
dengan 1. Integritas kulit yang 2. Hibdari kerutan pada
penekanan baik bisa tempat tidur
setempat jaringan dipertahankan 3. Jaga kebersihan kulit
sekunder dari (sensasi, elastisitas, agar tetap bersih dan
kelumpuhan temperatur, hidrasi, kering
30
menggunakan lidi
kapas kecil
TINJAUAN KASUS
1.1 PENGKAJIAN
1. BIODATA
a. Identitas klien
Nama : Tn. R
Umur : 38
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Desa Joanyar
Agama : Hindu
Suku : Bali
Pekerjaan : Wiraswasta
No. Rm : 132476
Diagnose medis : Medula Spinalis
32
33
Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi tempat
tidur
Berpindah
Ambulansi
Makan
- Setelah sakit
Aktifitas 0 1 2 3 4
35
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi tempat
tidur
Berpindah
Ambulansi
Makan
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan Alat Bantu
2 : Dibantu oleh orang lain
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Terganggu atau tidak mampu
Hari
Jam
TD : 130/70 mmHg
Suhu : 36,5o
Rr : 25x/m
Nadi : 60x/m
1.9 INTERVENSI
Hari
Tanggal No NOC NIC Rasional
Jam Dx
suction
4. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
5. Lakukan suction
pada mayo
Jumat Exercise therapy : - Joint Movement : 1. untuk mengetahui
3 ambulation Active tanda tnada vital
25 maret
1. monitoring vital - mobility level sebelum dan sesudah
2022
sign - self care : ADLs Latihan
11.40 Wita sebelum/sesudah - Transfer
2. untuk mengetahui
latihan dan lihat performance
rencana terapi pasien
respon pasien saat Kriteria Hasil :
kedepan
latihan 1. Klien meningkat
2. konsultasikan dalam aktivitas fisik 3. untuk mengethaui
dengan terapi fisik 2. Mengerti tujuan tingkat kemandirian
tentang rencana dan peningkatan pasien cegah cidera
ambulasi sesuai mobilitas
4. untuk mengetahui
dengan kebutuhan 3.
tingkat pengetahuan
3. bantu klien untuk Memverbalisasikan
pasien tentang Teknik
menggunakan perasaan dalam
ambulasi
tongkat saat meningkatkan
berjalan dan cegah kekuatan dan 5. untuk mengetahui
terhadap cidera kemampuan kemampuan dalam
4. ajarkan pasien atau berpindah mobilisasi
tenaga kesehatan 4. Memperagakan
6. untuk mengetahui
lain tentang tehnik penggunaan alat
pemenuhan
ambulasi 5. Bantu untuk
45
1.10 IMPLEMENTASI
Hari
Tanggal No Implementasi Respon Paraf
46
Jam dx
Jumat 1. Lakukan DS: pasien mengatakan
25 maret 1 pengkajian nyeri merasakan nyeri
2022 secara dipunggu hingga ke
11.00 komprehensif kaki
termasuk lokasi, DO: pasien tampak
karakteristik, kesakitan
durasi frekuensi, DS: pasien mengatkan
kualitas dan faktor mengeluh tidak nyaman
presipitasi. karena mobilitas
terganggu
2. Observasi reaksi
DO: pasien tampak
nonverbal dan
tidak nyaman terhadap
ketidaknyamanan.
reaksi nonverbal.
3. Gunakan teknik DS: pasien mengatakan
komunikasi masih merasakan nyeri.
terapeutik untuk DO: pasien tampak
mengetahui nyeri.
pengalaman nyeri
pasien.
dengan nasotracheal
3. Monitoring status
oksigen pasien
1.11 EVALUASI
hari
Sedangkan pada kasus, Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang
belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula
spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan
menetap atau kematian.
Jadi, trauma medulla spinalis adalah kerusakan fungsi neurologis akibat trauma
langsung atau tidak langsung pada medulla spinalis sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sensorik, motorik, autonomi dan reflek.
A. PENGKAJIAN
Pada teori pengkajian harus dilakukan secara lengkap yaitu dengan cara
wawancara, observasi , pemeriksaan fisik dan studi kasus. Namun pada tanggal
25 maret 2022 pengkajian dilakukan tidak harus lengkap dan sesui SOP karena
pada kasus kritis yang didasarkan adalah keselamatan pasien dan meminimalisir
agar tidak mengancam kehidupan. Jadi pengkajian yang dilakukan tidak harus
50
lengkap namun yang terpenting adalah pengambilan keputusan perawat dan tim
medis lainnya yang tepat dan cepat sehingga pasien bisa tertolong.
B. DIAGNOSA
Pada teori diagnosa keperawatan mengenai kasus trauma medulla spinalis ada
beragam dan banyak namun pada kasus hari jumat 25 maret 2022 terdapat 5
diagnosa namun yang diangkat hanya 3 diagnosa .
C. INTERVENSI
Intervensi pada kasus disesuaikan dengan diagnosa keperawatan yang ada
sehingga akan didapatkan hasil yang baik dan maksimal
D. IMPLEMENTASI
ada implementasi keperawatan pada teori menyangkut semua tindakan yang
dilakukan perawat kepada pasien, sama halnya dengan implementasi pada kasus
harus disesuaikan dengan tindakan keperawatan yang direncanakan namun
diperlukan skil dari perawat sehingga pasien cepat ditangani dan tertolong
E. EVALUASI
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan
antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon
perilaku klien yang tampil. Tahap evaluasi merupakan tahap dalam asuhan
keperawatan yang dimana mahasiswa menilai asuhan keperawatan yang telah
dilakukan. Sama halnya dengan teori pada kasus, evalusi keperawatan disesuaikan
dengan respon klien dan menilai asuhan keperawatan yang telah diberik
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
SARAN
Berkaitan dengan manfaat yang dijelaskan diatas maka kami menyimpulkan dapat
saran sebagai berikut:
1. Untuk penulis
Kami selaku penulis menyarankan perlu adanya penambahan wawasan atau
pengetahuan terkait dengan konsep asuhan keperawatan Trauma Tulang Belakang
Dan Trauma Medula Spinalis
2. Untuk pembaca / masyarakat
51
52
DAFTAR PUSTAKA