Anda di halaman 1dari 6

1.

Pengertian Patriarki

Patriarki adalah tatanan kekeluargaan yang sangat mementingkan garis turunan bapak.
Secara etimologi, patriarki berkaitan dengan system sosial dimana ayah menguasai seluruh
anggota keluarganya, harta miliknya, serta sumber-sumber ekonomi. Ia juga membuat semua
keputusan penting bagi keluarga. Dalam sistem sosial, budaya dan juga keagamaan, patriarki
muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya
dibanding perempuan.

Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan
dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial,
budaya dan ekonomi.

negara-negara barat, Eropa barat termasuk Indonesia, budaya dan ideologi patriarki masih
sangat kental mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat. Bila dilihat secara
garis besar, mayoritas penduduk Indonesia adalah masyarakat yang patrilineal yang dalam hal
ini posisi ayah atau bapak (laki-laki) lebih dominan dibandingkan dengan posisi ibu
(perempuan).

Perbedaan gender sebetulnya tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan


ketidakadilan gender. Namun ternyata perbedaan gender baik melalui mitos-mitos, sosialisai,
kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang tidak adil bagi perempuan.
Pada masyarakat patriarki, nilai-nilai kultur yang berkaitan dengan seksualitas
perempuan mencerminkan ketidaksetaraan gender menempatkan perempuan pada posisi yang
tidak adil.

2.Sejarah patriarki

Keberadaan ideologi patriarki dalam masyarakat tidak terlepas dari sejarah peradaban manusia. Pada
masa silam manusia mengantungkan hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Kegiatan
berburu dan mengumpulkan makanan ini dilakukan oleh laki-laki, sementara perempuan tinggal di
rumah. Kondisi demikian, menjadikan perempuan memiliki banyak waktu senggang, sehingga
perempuan menggunakan waktu senggangnya tersebut untuk bertani. Hal ini dikemukakan pula oleh
Setiawan (2012: 13), bahwa ketika laki-laki berangkat ke hutan berburu, maka perempuan menanam
umbi-umbian dan biji-bijian di tanah datar yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Kaum perempuanlah
penemu pertama ‘ilmu cocok tanam’ dan sekaligus pekerja pertanian yang pertama.

Seiring berkembangnya zaman, kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan tidak cocok lagi
dilakukan karena kondisi alam yang berubah. Hal tersebut membuat laki-laki mengambil alih lahan
produksi pertanian perempuan. Karena keharusan untuk mempertahankan hidupnya, manusia
membuat perkembangan teknologi berlangsung dengan pesat di tengah masyarakat pertanian. Hal ini
senada yang dikemukakan oleh Saadawi dalam Kusuma (2012: 18), bahwa kehidupan pertanian menjadi
sumber makanan tetap untuk masyarakat, sehingga cara-cara dan teknologi semakin dimajukan.

Sejak saat itu, proses produksi yang sebelumnya dikerjakan bersama-sama (komunal), akhinya dapat
dikerjakan secara sendirian (individual), sehingga proses komunal dalam menghasilkan sumber
penghidupan berangsur-angsur tergantikan oleh proses individual dan menjadikan hasil produksi
menjadi milik individu. Dari sinilah, sistem pertanian memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat
manusia. Hal ini yang menjadi akar dari lahirnya sistem patriarki. Seperti yang dikatakan Engels dalam
Budiman (1981 :23), bahwa sistem patriarki dimulai ketika manusia mulai mengenal kepemilikan pribadi,
di mana sistem kepemilikan ini juga menandai lahirnya sistem kelas.

Kelahiran sistem patriarki tersebut, membuat perempuan tergeser ke pekerjaan-pekerjaan domestik dan
bekerja sesuai keinginan laki-laki. Hal ini menjadi akar dominasi laki-laki terhadap perempuan. Seperti
yang disampaikan Engels dalam Budiman (1981: 23), bahwa kemunculan sistem patriarki menjadikan
perempuan sebagai makhluk pengabdi saja. Perempuan menjadi budak dari keserakahan laki-laki, dan
menjadi mesin pembuat anak-anak belaka.

3. Struktur patriarki

Selain itu, marginalisasi perempuan dalam sistem patriarki diperparah dengan anggapan bahwa segala
hal yang dilakukan perempuan dalam ranah domestik bukanlah sesuatu yang perlu dihargai dan
diperhitungkan. Hal ini disampaikan oleh Setiawan (2012: 19), bahwa perempuan rumah tangga yang
siang-malam tidak pernah berhenti bekerja, tidak dianggap bekerja oleh kaum laki-laki dan bahkan oleh
kaum perempuan sendiri. Karena bekerja baru dikatakan bekerja ketika menyangkut proses produksi
dan menghasilkan nilai-nilai ekonomi.

Relasi produksi patriarki dalam keluarga


Dalam struktur ini, pekerjaan rumah tangga perempuan diambil alih oleh suami mereka atau orang-
orang yang tinggal bersama mereka. Seorang perempuan boleh jadi menerima pemeliharaan sebagai
ganti dari pekerjaan mereka, khususnya saat mereka tidak memiliki pekerjaan dengan upah. Ibu rumah
tangga adalah kelas yang memproduksi, sementara para suami adalah kelas pengambil alih.

Relasi patriarki pada pekerjaan dengan upah

Struktur patriarki kedua pada level ekonomi adalah relasi patriarki dalam pekerjaan dengan upah.
Sebuah bentuk penutupan patriarki yang kompleks di dalam pekerjaan dengan gaji melarang
perempuan masuk ke dalam jenis pekerjaan yang lebih baik dan memisahkan mereka ke dalam
pekerjaan yang lebih buruk yang menganggap mereka kurang terampil.

Relasi patriarki dalam negara

Negara juga patriarki sekaligus kapitalis dan rasialis. Sebagai arena perjuangan dan bukan sebagai
entitas monolitis, negara memiliki bias sistematis terhadap kepentingan patriarki seperti tampak dalam
kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakannya. Misalnya, laki-laki mendapatkan kekebalan hukum dari
kekerasan yang dilakukanya kepada perempuan. Pada praktiknya, kekerasan ini disahkan oleh negara,
karena negara tidak melakukan tindakan efektif apa pun untuk melawannya.

Kekerasan laki-laki

Kekerasan laki-laki merupakan perilaku rutin yang dialami oleh perempuan, dengan akibat standar atas
perilaku kebanyakan perempuan. Kekerasan ini secara sistematis dimaafkan dan disahkan oleh
penolakan negara untuk campur tangan melawan kekerasan tersebut, kecuali dalam kejadian-kejadian
khusus, meskipun praktik pemerkosaan, pemukulan terhadap istri, pelecehan seksual dan lain-lain,
terlalu terdesentralisasi dalam praktik mereka sebagai bagian dari negara itu sendiri.

Relasi patriarki dalam seksualitas

Bentuk kunci dari struktur ini adalah heteroseksualitas yang wajib dan standar ganda seksual. Struktur
patriarki dalam seksualitas membahas tentang alasan-alasan bagi orientasi seksual sebagai seorang
heteroseksual, lesbian maupun homoseksual. Alasan ini merupakan pertanyaan sentral bagi analisis
feminis radikal, karena melalui alasan inilah hubungan antara bentuk seksualitas yang didominasi laki-
laki dan patriarki dibangun.

Relasi patriarki dalam lembaga budaya

Lembaga budaya melengkapi susunan struktur sebelumnya. Lembaga-lembaga ini penting untuk
pembangkitan berbagai variasi subjektivitas gender dalam bentuk yang berbeda-beda. Struktur ini
terdiri dari seperangkat lembaga yang menciptakan representasi perempuan dari pandangan patriarki
dalam berbagai arena, diantaranya seperti agama, pendidikan dan media.

Selain itu, struktur relasi patriarki dalam lembaga budaya mencakup gagasan-gagasan maskulinitas dan
feminitas – hal-hal yang membedakan keduanya. Maskulinitas mengharuskan ketegasan, aktif, lincah,
dan cepat mengambil inisiatif, sedangkan feminitas mengharuskan kerjasama, pasif, lembut dan
emosional. Identitas maskulin dan feminin di atas disosialisasikan pada gender tertentu sejak lahir dalam
lingkungan keluarga.

Menurut Walby (2014: 261-278) selain pada kadar patriarki, perubahan juga terjadi pada bentuk
patriarki. Perubahan bentuk patriarki tersebut berupa patriarki privat dan patriarki publik. Kedua bentuk
perubahan patriarki tersebut, dijelaskan sebagai berikut:

4.Perbedaan Patriarki Privat dan Patriarki Publik

Dalam bentuk patriarki privat, arena utama penindasan perempuan terletak pada produksi rumah
tangga, dengan seorang patriarki mengontrol perempuan secara individu di dalam rumah, sedangkan
dalam patriarki publik terletak pada pekerjaan dan negara, meskipun keluarga tidak berhenti menjadi
struktur patriarki dalam bentuk publik, tetapi tidak lagi menjadi arena unggulan. Selain itu, dalam
patriarki privat perampasan pekerjaan perempuan terjadi oleh individu patriarki dalam keluarga,
sementara di dalam bentuk publik pengerukan dilakukan secara kolektif.

Dalam patriarki privat, strategi patriarki yang prinsip adalah penyingkiran. Hal ini berupa eksploitasi
perempuan dengan tidak melibatkannya di dalam ruang publik, sedangkan dalam publik berupa strategi
segregasi dan subordinasi yang berupa keterlibatan perempuan dalam ranah publik namun
mengakibatkan eksploitasi perempuan dalam semua level. Hal ini karena kehadiran perempuan dalam
ranah publik dibatasi pada pekerjaan-pekerjaan yang dipisahkan dari dan dihargai lebih rendah
ketimbang laki-laki.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa patriarki privat adalah bentuk patriarki yang
menyingkirkan perempuan dari ruang publik dan mengarahkan perempuan pada pekerjaan domestik.
Patriarki publik adalah bentuk patriarki yang menyediakan tempat bagi perempuan di ruang publik,
namun posisinya tersubordinasi dari laki-laki.

Pergeseran dari Patriarki Publik ke Privat

Walby (2014 : 274) tidak menyepakati pendapat beberapa penulis yang mengatakan bahwa kapitalisme
adalah penyebab utama perubahan-perubahan relasi gender. Misalnya, penulis yang beranggapan
bahwa pertumbuhan kapitalisme menyebabkan pemisahan di antara rumah dan kerja. Karena
menurutnya meskipun kebangkitan kapitalisme mengawali perkembangan bentuk patriarki baru, tetap
saja tidak menyebabkan perubahan di dalam struktur-struktur dasarnya. Relasi produksi di dalam rumah
tangga sudah ada, sebelum kapitalisme.

Pergeseran patriarki publik ke privat bukanlah karena kapitalisme, melainkan oleh tekanan-tekanan
patriarki sendiri. Perempuan-perempuan miskin tersingkir dari pabrik, setelah mereka menikah dengan
laki-laki kaya (penguasa) dan tidak terlibat lagi dalam ‘pekerjaan’ pada periode mana pun. Bentuk
pergeseran lainnya adalah perempuan yang secara terus-menerus kehilangan di berbagai area pekerjaan
yang sudah menjadi miliknya dan kehilangan hak-hak legal tertentu atas tanah yang mereka pegang
sebelumnya (Pinchbeck, 1930; Schreiner, 1918).
Pergeseran patriarki publik ke patriarki privat, dapat disimpulkan sebagai peralihan perempuan dari
ranah publik ke ranah domestik. Hal ini bukan disebabkan oleh kebangkitan dari kapitalisme, melainkan
karena ideologi patriarki itu sendiri. Meskipun tidak dipungkiri bahwa kapitalisme melahirkan patriarki
yang lebih berkembang.

Gerakan dari Patriarki Privat ke Publik

Perubahan patriarki privat menuju patriaki publik memang sangatlah signifikan. Perubahan-perubahan
penting pada relasi gender tersebut terjadi selama abad kedua puluh. Gerakan menuju bentuk patriarki
privat yang lebih tajam secara dramatis terbalik selama periode pergantian abad. Abad kedua puluh
telah menimbulkan pergerakan tajam dari patriarki privat ke publik, sekaligus pengurangan dalam
derajat bentuk ketertindasan khusus perempuan.

Hal ini bukanlah sekadar sebuah pernyataan bahwa ada perubahan-perubahan penting, tetapi,
selanjutnya bahwa perubahan yang ada sangat berkebalikan. Semua enam struktur patriarki yang ada
termasuk di dalam perubahan-perubahan ini. Ada perlawanan dari para feminis melawan praktik-praktik
sosial patriarki yang ditantang dengan perlawanan. Kampanye-kampanye mereka terjadi dalam konteks,
dan dibentuk oleh permintaan kapitalis terhadap buruh. Hasil dari pergolakan ini adalah sebuah
perubahan dalam kadar tinggi ke bentuk lain bersama dengan beberapa pengurangan pada kadar
patriarki di area-area tertentu, sehingga menghasilkan berbagai dampak kompleks yang saling terkait
dengan aspek-aspek relasi patriarki lain.

Kemenangan kaum feminis atas kewarganegaraan politik tidak hanya memberi hak pilih pada
perempuan, tetapi juga hak pendidikan yang kemudian membuka akses pada jenis pekerjaan,
kepemilikan harta dan hak meninggalkan pernikahan. Namun, absennya kemenangan politik
peningkatan upah buruh perempuan melahirkan eksploitasi tambahan pada dirinya, sehingga
perempuan perlu menggunakan perubahan-perubahan ekonomi untuk memperluas ruang operasi
mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, dkk. 2009. “Konstruksi Relasi Laki-laki dan Perempuan dalam Sistem Patriarki (Kajian terhadap
Karya Djenar Maesa Ayu dengan Pendekatan Feminisme)” Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan.
Bandung: Universitas Padjadjaran.

Budiman, Arif. 1981. Pembagian Kerja Secara Seksual: Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran
Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Kusuma, Dewi Hasti. 2012. “Marginalisasi Perempuan dalam novel Adam Hawa Karya Muhidin M.
Dahlan (Analisis Kritik Sastra Feminis)” Skripsi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.

Pusat Bahasa. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Setiawan, Hersri. 2012. Awan Theklek Mbengi lemek; Tentang Perempuan dan Pengasuhan Anak.
Yogyakarta: Sekolah mBrosot dan Gading Publishing.

Takwin, Bagus. 2003. Akar - Akar Ideologi. Yogyakarta: Jalasutra.

Walby, Sylvia. 2014. Theorizing Patriarchy. Diterjemahkan oleh Mustika K. Prasela dengan judul Teorisasi
Patriarki. Yogyakarta: Jalasutra.

Anda mungkin juga menyukai