Anda di halaman 1dari 38

CORPORATE GOVERNANCE & CONTROL

(PERAN AUDIT INTERNAL DAN MANAJEMEN RISIKO)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas yang telah di berikan

Dosen Pengampuh : Ririn Apriana M.Nur,SE.,M.Ak

Disusun oleh : Mega Hi. Sawedi 19033051

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

AKUNTANSI A

T.A. 2022

i
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah

melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa

selesai pada waktunya. Tak lupa ucapan Terima Kasih kepada dosen Ibu Ririn Apriana

M.Nur,SE.,M.Ak yang telah memberikan kami tugas untuk membuat makalah dengan judul

”Peran Audit Internal dan Manajemen Resiko“ pada mata kuliah Corporate Governance &

Control. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.

Selain itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi

terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Luwuk, 30 Mei 2022

Penyusun

ii
Daftar Isi

Halaman

Kata Pengantar.............................................................................................................. ... ii

Daftar Isi ......................................................................................................................... ... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................... ... 4

1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... ... 5

1.3. Tujuan.......................................................................................................... ... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Peran Internal Audit dalam Manajemen Risiko Perusahaan .................... 6

2.2 Peran Internal Audit dalam Pelaksanaan CG yang Efektif ........................ 10

2.3 Perbandingan Peraturan Bapepapm-LK terkait Internal Audit

dengan Peran Internal Audit menurut IIA (2009) dan Crowe

Horwarth (2011) .............................................................................................. 14

2.4 Manajemen Risiko menurut Draft Pedoman Penerapan Manajemen

Risiko Berbasis Governance KNKG 2011 ................................................... 20

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ................................................................................................ ... 37

Daftar Pustaka ............................................................................................................... ... 38

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangannya, penekanan dan mekanisme internal audit telah bergeser

(berubah). Pada masa lalu fokus utama peran internal auditor adalah sebagai „watchdog‟

dalam perusahaan / organisasi, sedangkan pada masa kini dan mendatang proses

internal auditing modern telah bergeser menjadi „konsultan internal‟ (internal consultant)

yang memberi masukan berupa pikiran – pikiran untuk perbaikan (improvement) atas

sistem yang telah ada serta berperan sebagai katalis (catalyst).

Fungsi internal auditor sebagai „watchdog‟ membuat perannya “kurang disukai”

kehadirannya oleh para auditee di perusahaan (Perkembangan Profesi Internal Audit

Abad 21 - Muh. Arief Effendi, 2006). Auditor internal dipandang sebagai mata – mata

perusahaan karena posisinya yang berada langsung di bawah direktur utama dan dewan

komisaris perusahaan. Hal inilah yang mengakibatkan banyak auditee perusahaan

menjadi tidak suka kehadiran auditor internal di dalam perusahaan / organisasi.

Menurut Dwi Wahyudi (2008, Fungsi Internal Auditor, Pengalaman Audit, dan

Permasalahan yang Dihadapi) ada beberapa hal yang secara tegas digariskan oleh

pihak manajemen yaitu : (1) Internal Auditor bukanlah Eksternal Auditor bagi anak

perusahaan, (2) Internal Auditor bertugas untuk membantu direksi anak perusahaan, (3)

Internal Auditor tidak mempunyai kewenangan sedikitpun untuk menjalankan fungsi

eksekutif, (4) Internal Auditor bukanlah instansi yang mencari kesalahan tetapi sebagai

instansi pembinaan. Internal Auditor tidak dituntut untuk membeberkan berjuta

kesalahan. Biasanya auditor internal memeriksa dan harus menemukan kesalahan, dan

apabila tidak dapat menemukan kesalahan seolah tidak bekerja, kondisi yang seperti

inilah yang seharusnya dihindarkan. Bila seorang Internal Auditor dimusuhi di dalam

suatu organisasi / perusahaan, berarti fungsi Internal Auditor belum bisa berjalan.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Peran Internal Audit dalam Manajemen Risiko Perusahaan

2. BagaimanaPeran Internal Audit dalam Pelaksanaan CG yang Efektif

3. Apa Perbandingan Peraturan Bapepapm-LK terkait Internal Audit dengan Peran

Internal Audit menurut IIA (2009) dan Crowe Horwarth (2011)

4. Bagaimana Proses Manajemen Risiko menurut Draft Pedoman Penerapan

Manajemen Risiko Berbasis Governance KNKG 2011

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Peran Internal Audit dalam Manajemen Risiko

Perusahaan

2. Untuk Mengetahui BagaimanaPeran Internal Audit dalam Pelaksanaan CG yang

Efektif

3. Untuk Mengetahui Apa Perbandingan Peraturan Bapepapm-LK terkait Internal Audit

dengan Peran Internal Audit menurut IIA (2009) dan Crowe Horwarth (2011)

4. Untuk Mengetahui Bagaimana Proses Manajemen Risiko menurut Draft Pedoman

Penerapan Manajemen Risiko Berbasis Governance KNKG 2011

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran Internal Audit dalam Manajemen Risiko Perusahaan

Menurut Ikatan Auditor Internal (Institute of Internal Auditors-IIA), Audit

Internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan konsultasi yang

dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal

membantu organisasi dalam upayanya mencapai tujuan dengan berbagai cara

seperti melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan

meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola

oragnisasi. Dari definisi diatas dapat dilihat bila fungsi dari audit internal yang

dilakukan perusahaan adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi

manajemen dalam menjalankan operasi atau aktivitas organisasi.

Menurut IIA Enterprise-wide Risk Management (ERM) adalah proses

terstruktur, konsisten, dan terus-menerus di seluruh organisasi untuk

mengidentifikasi, menilai, memutuskan tanggapan atau respon terhadap pelaporan

tentang peluang dan ancaman yang mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.

Manajemen Risiko perusahaan adalah sebuah proses, dipengaruhi oleh dewan

entitas direksi, manajemen dan personel lainnya, diterapkan dalam peraturan

strategis dan di seluruh perusahaan, yang dirancang untuk mengidentifikasi kejadian

potensial yang dapat mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko untuk berada

dalam risk appetite, untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian

tujuan entitas.

Peranan inti dari audit internal dalam ERM adalah untuk memberikan jaminan

yang objektif kepada dewan atas efektivitas dari manajemen risiko. Keterlibatan audit

internal didalam ERM dapat menambah nilai organisasi tapi juga menimbulkan risiko

yang akan mengganggu organisasi tersebut. Risiko yang dihadapinya adalah akan

6
munculnya kompromi terhadap independensi dan objektivitas internal dari auditor

tersebut. Untuk menanggapi isu ini IIA mengeluarkan surat pernyataan yang

bersikan peran inti audit internal dalam hal ERM serta peran yang tidak seharusnya

dilakukan audit internal, berikut ini merupakan rincian isi pernyataan tersebut:

IIA membagi peran Audit Internal dalam ERM menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Peran audit internal inti dalam ERM

a. Pemberian keyakinan pada desain dan efektivitas proses manajemen risko

b. Pemberian keyakinan bahwa risiko dievaluasi dengan benar

c. Mengevaluasi proses manajemen risiko

d. Mengevaluasi pelaporan mengenai status dari risiko-risiko kunci dan

pengendaliannya

e. Meninjau pengelolaan risiko-risiko kunci, termasuk efektivitas dari

pengendalian dan respon lain terhadap risiko-risiko tersebut

2. Peranan audit internal yang sah dengan pengamanan

a. Memulai pembentukan ERM dalam organisasi

b. Mengembangkan strategi manajemen risiko bagi persetujuan dewan

c. Mempertahankan dan mengembangkan kerangka ERM

d. Memfasilitasi identifikasi dan evalusi risiko

e. Pelatihan manajemen tentang merespon risiko

f. Mengkoordinasikan kegiatan ERM

g. Mengonsolidasi laporan mengenai risiko

3. Peranan audit internal dalam ERM yang tidak boleh dilakukan

a. Mengatur minat risiko (risiko appetite)

b. Menerapkan proses manajemen risiko

c. Menjamin manajemen risiko

d. Membuat keputusan pada respon risiko

e. Menerapkan respon dan manajemen risiko atas nama manajemen

f. Akuntabilitas manajemen risiko

7
Menurut Crowe Horwath, peranan internal audit dalam manajemen risiko

adalah sebagai berikut:

1. Proaktif mendukung dan berpartisipasi dalam upaya ERM organisasi, termasuk

pembentukan ERM.

2. Mempermudah identifikasi daerah berisiko bagi organisasi serta proses yang

paling penting bagi organisasi

3. Memastikan strategi bisnis terkait dengan proses ERM

4. Mengawasi proses pemahaman, menilai, merancang dan mendokumentasikan

kontrol

5. Risiko persedian organisasi dan kepatuhan kegiatan serta usaha untuk

mengintegrasikan kedalam metodologi umum‟

6. Mengevaluasi bisnis dan proses manajeman untuk mengambil tanggung jawab

untuk ERM

Secara lebih mendetail, beberapa peranan internal audit didalam manajemen

risiko yang dapat dijelaskan secara mendetail adalah:

1. Memeriksa kelayakan program manajemen risiko Dalam kaitannya dengan

peranan ini adalah, internal audit berperan untuk memeriksa, mengevaluasi,

serta memberikan respon terhadap kelayakan administrasi, manajemen risiko,

dan proses pengendalian terkait untuk menyediakan jaminan atas kelayakannya.

Dengan peranan ini sudah dipastikan proses pemeriksaan yang dilakukan oleh

internal audit pasti berkaitan atau berpengaruh terhadap program manajemen

risiko. Pada peranan ini internal audit juga dapat memberikan penilaian apa

sebenarnya risiko potensial yang akan timbul kapan saja yang dapat menggangu

keberlangsungan usaha pencapaian tujuan organisasi, sehingga berbagai

program yang dibuat dalam manajemen risiko dapat mengantisipasi berbagai

potensial risiko yang ada.

2. Memeriksa dan melaporkan praktik mitigasi risiko utama Dalam peranan ini,

internal audit seharusnya juga dapat memeriksa dan melaporkan proses-proses

8
yang dilakukan atau dijalankan oleh bagian manajemen risiko dalam melakukan

mitigasi risiko-risiko utama yang terkait dengan operasional perusahaan sehari-

hari. Tugas ini dapat berupa: membuat rencana audit berkala terhadap masing-

masing risiko yang sebelumnya sudah ada atau yang baru berpotensi ada,

dimulai dari rencana pencegahan, tindakan pencegahan, rencanan penanganan,

tindakan penanganan, serta pencapaian atas rencana mitigasi risiko yang telah

dilaksanakan.

3. Memberikan saran, rekomendasi, dan konsultasi mitigasi risiko Sebagai mana

mestinya, dalam proses pemeriksaan (internal audit), pasti akan dihasilkan suatu

potensi risiko ataupun risiko yang memang telah dihadap organisasi, dan

semestinya dengan dilakukannya pemeriksaan tersebut selain dapat

mengidentifikasi risiko juga dapat memberikan saran dan masukan bagaimana

seharusnya manajemen risiko mengimplementasikan programnnya dan

menghadapi risiko-risiko yang ada untuk dapat meminimalisasi dampak negatif

yang mungkin timbul. Selain itu, internal audit seharusnya dapat menjadi sumber

informasi dan juga tempat konsultasi bagi manajemen dalam

mengimplementasikan program-programnya.

4. Menjadi pemimpin dalam menyusun dan melakukan uji coba implementasi

Standar Operasi dan Prosedur (SOP), terkait dengan manajemen risiko Dalam

peranan ini, internal audit menjadi asistensi mengawal dan menggiring risiko

menuju garis batas yang masih dapat ditoleransikan oleh organisasi atau

perusahaan.

Setelah melihat penjabaran mengenai peranan internal audit dalam

manajemen risiko diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pada saat ini telah

terjadi pergeseran pandangan menganai internal auditor disebuah organisasi,

yang pada awalnya dianggap sebagai polisi organisasi dengan penilaian-

penialain yang diberikannya saat ini pandangan mengenai auditor internal telah

bergeser menjadi business partner yang tidak dapat dipisahkan dari proses

9
manajemen organisasi. Auditor initernal saat ini tidak lagi hanya memberikan

penilaian saja tetapi juga telah ikut serta dalam mendeteksi risiko organisasi,

mengevaluasi program-program manajemen, serta turut serta dalam perbaikan

dan memberikan konsultasi bagi program yang dijalankan oleh manajemen

2.2 Peran Internal Audit dalam Pelaksanaan CG yang Efektif

Menurut peraturan Bapepam LK No. IX.I.7, Audit Internal adalah kegiatan

pemberian keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat independen dan

obyektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional

perusahaan, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan

meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola

perusahaan.

Para Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor (DS-QIA) serta

Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII) berkeyakinan bahwa fungsi audit

internal yang efektif mampu menawarkan sumbangan penting dalam meningkatkan

proses corporate governance. Internal audit merupakan dukungan penting bagi

komisaris, direksi, komite audit, dan manajemen senior dalam membentuk fondasi

bagi pengembangan corporate governance didalam suatu organisasi atau

perusahaan. Fungsi audit internal biasanya dilakukan bukan dengan tujuan menguji

kelayakan laporan keuangan, akan tetapi untuk membantu pihak manajemen dalam

mengidentifikasi kelemahan-kelemahan, kegagalankegagalan, dan inefisiensi dari

berbagai program yang telah direncanakan oleh organisasi atau perusahaan yang

bersangkutan.

Audit internal berpengaruh secara signifikan terhadap implementasi good

corporate governance, dimana semakin tinggi peran audit internal maka akan

semakin mendukung kinerja implementasi good corporate governance (GCG).

Auditor internal berperan untuk memastikan terlaksananya prinsip-prinsip GCG yang

10
telah dibahas pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, yaitu yang meliputi

transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi, dan kewajaran yang

nantinya akan mampu memberian kejelasan mengenai fungsi, hak dan tanggung

jawab antara pihak-pihak yang berkepentingan atas perusahaan, proses

pengendalian internal dan menciptakan keseimbangan organ perusahaan dan juga

keseimbangan antar stakeholders.

Didalam Crowe Horwarth (2011), pada tingkat yang lebih tinggi , tata kelola

perusahaan memiliki tujuh komponen yang saling terkait yaitu, dewan direksi dengan

komite, hukum dan peraturan, pengungkapan dan transparansi, praktik bisnis dan

etika, manajemen risiko perusahaan, pemantauan, dan komunikasi. Tujuh komponen

ini memberikan pandangan yang komprehensif, kompleks, keterkaitan dan variable

organisasi harus mengelolanya dengan baik untuk memperkuat tata kelola mereka.

Ketika seluruh komponen dapat beroperasi dengan efektif dan terkoordinasi secara

efisien, tata kelola perusahaan akan menyediakan platform atau landasan untuk

membantu meningkatkan kinerja bisnis dan meningkatkan nilai bagi stakeholders.

Peranan internal audit didalam tujuh komponen organisasi tersebut yang

dapat membantu implementasi corporate governance yang efektif adalah sebagai

berikut:

1. Board of Directors and Committees

 Membantu dewan direksi dan komite dengan penilaian diri mereka dan praktik

terbaik

 Menilai efektivitas komite audit dan kepatuhan terhadap peraturan. Ulasan

piagam komite audit dengan bantuan penasihat hukum.

 Interaktif tentang masalah tata kelola, membawa ide-ide terbaik dalam praktik

tentang pengendalian internal dan proses manajemen risiko untuk mengaudit

anggota komite.

11
 Menetapkan keakuratan informasi yang digunakan dalam pengambilan

keputusan oleh komite kompensasi, dan

 Membantu board dengan kuasanya melaporkan pengawasan manajemen

risiko.

2. Legal and Regulatory

 Memverifikasi sesuai hukum bahwa organisasi telah mengidentifikasi

persyaratan, tanggung jawab yang diberikan, dan semua persyaratan hukum dan

peraturan yang ditujukan

 Mencari peluang untuk meningkatkan kegiatan kepatuhan dan kemampuan

untuk mengurangi biaya jangka panjang dan meningkatkan kinerja

3. Business Practice and Ethics

 Meninjau kode etik dan kebijakan, memverifikasi bahwa keduanya diperbaharui

secara berkala dan disampaikan kepada manajemen dan pegawai

 Menyelenggarakan ilmu perilaku untuk meninjau dan menilai pemahaman dan

persepsi kepatuhan di setiap tingkatan organisasi

 Membantu manajemen dan komite audit untuk menahan orang dalam setiap

tingkatan untuk bertanggung jawab, mendengarkan perkataan mereka tetapi juga

melihat tindakan mereka

 Melayanin dalam peranan pengawasan etika atau membicarakan kepada

petugas etika

 Berpartisipasi dalam whistle-blower dan proses investigasi complain lainnya

 Melakukan audit tahunan dan proses tindak lanjut (contohnya kepatuhan

terhadap kebijakan dan konsistensi tindakan), pelaporan untuk komite audit

 Menilai hubungan etika dengan penetapan tujuan dan evaluasi proses kinerja

4. Disclosure and Transparency

12
 Melakukan pengujian pengungkapan keuangan dan mebicarakan dengan CFO

Memahami mengenai pengungkapan dan transparansi, penilaian risiko yang

disesuaikan dengan ekspektasi stakeholders

 Pada rencana audit tahunan, menuju pada tujuan pengungkapan dan

transparansi

 Memahami secara luas dan mendalam, gambaran dari kemungkinan

pengungkapan dan transparansi, dan dimana organisasi mengusahakan akan

hal tersebut

 Berpartisipasi secara aktif dalam komite pengungkapan, termasuk

mengevaluasi efektivitas

 Meninjau proses sub-certification

5. Enterprise Risk Management

 Proaktif mendukung dan berpartisipasi dalam upaya ERM organisasi, termasuk

pembentukan ERM.

 Mempermudah identifikasi daerah berisiko bagi organisasi serta proses yang

paling penting bagi organisasi

 Memastikan strategi bisnis terkait dengan proses ERM

 Mengawasi proses pemahaman, menilai, merancang dan mendokumentasikan

kontrol

 Risiko persedian organisasi dan kepatuhan kegiatan serta usaha untuk

mengintegrasikan kedalam metodologi umum‟

 Mengevaluasi bisnis dan proses manajeman untuk mengambil tanggung jawab

untuk ERM

6. Monitoring

 Memahami aktivitas monitoring dalam organisasi pada masing-masing

komponen dalam kerangka kelola organisai

13
 Memfasilitasi pelaksanaan metodologi pemantauan risiko umum di semua

fungsi tata kelola perusahaan, sehingga sistem pelaporan terintegrasi

 Melakukan pemeriksaan tata kelola perusahaan pada tingkat perencanaan

strategi

 Menggabungkan aspek tata kelola perusahaan ke dalam tingkat perencanaan

audit

 Mengembangkan jaminan penilaian (scorecard) dan laporan per-triwulan

7. Communication

 Berpartisipasi dalam dialog yang berkelanjutan dengan penasihat umum,

kepala keuangan, dan pejabat manajemen senior lainnya

 Menjaga komunikasi yang stabil dengan komite audit dan eksekutif pengawas

 Mencakup informasi tentang tata kelola perusahaan dalam laporan audit

 Membantu dalam membangun komunikasi penjadwalan tata kelola dan

mengumpulkan sejumlah masukan tentang kebutuhan seluruh organisasi.

2.3 Perbandingan Peraturan Bapepapm-LK terkait Internal Audit dengan

Peran Internal Audit menurut IIA (2009) dan Crowe Horwarth (2011)

Menurut peraturan No. IX.I.7 Bapepam LK, Audit Internal adalah suatu

kegiatan pemberian keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat independen

dan obyektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional

perusahaan, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan

meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola

perusahaan.

Peraturan ini juga membahas Struktur dan Kedudukan Unit Audit Internal

dalam perusahaan, antara lain bahwa Unit Audit Internal dipimpin oleh kepala Unit

Audit Internal yang diangkat dan diberhentikan (jika tidak memenuhi persyaratan

sesuai peraturan ini dan atau gagal atau tidak cakap menjalankan tugas) oleh

14
direktur utama atas persetujuan dewan komisaris. Auditor yang duduk dalam Unit

Audit Internal bertanggung jawab secara langsung kepada kepala Unit Audit Internal,

sementara kepala Unit Audit Internal bertanggung jawab kepada direktur utama.

Persyaratan auditor internal yang disebutkan diatas menurut peraturan No

IX.I.7 yaitu memiliki integritas dan perilaku yang profesional, independen, jujur, dan

obyektif dalam pelaksanaan tugasnya, serta memiliki pengetahuan dan pengalaman

mengenai teknis audit dan disiplin ilmu lain yang relevan dengan bidang tugasnya.

Auditor Internal juga harus mengetahui peraturan perundang-undangan di bidang

pasar modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, cakap dalam

berinteraksi dan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis secara efektif, dan wajib

mematuhi standar profesi yang dikeluarkan oleh asosiasi Audit Internal. Auditor

Internal wajib menjaga kerahasiaan informasi dan/atau data perusahaan terkait

dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Audit Internal kecuali diwajibkan

berdasarkan peraturan perundang- undangan atau penetapan/putusan pengadilan,

memahami prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan manajemen risiko,

dan bersedia meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan

profesionalismenya secara terus-menerus.

Sementara tugas dan tanggung jawab Unit Audit Internal berdasarkan

peraturan tersebut adalah menyusun dan melaksanakan rencana Audit Internal

tahunan, menguji dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian interen dan sistem

manajemen risiko sesuai dengan kebijakan perusahaan, melakukan pemeriksaan

dan penilaian atas efisiensi dan efektivitas di bidang keuangan, akuntansi,

operasional, sumber daya manusia, pemasaran, teknologi informasi dan kegiatan

lainnya, memberikan saran perbaikan dan informasi yang obyektif tentang kegiatan

yang diperiksa pada semua tingkat manajemen, membuat laporan hasil audit dan

menyampaikan laporan tersebut kepada direktur utama dan dewan komisaris,

memantau, menganalisis dan melaporkan pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang

telah disarankan, bekerja sama dengan Komite Audit, menyusun program untuk

15
mengevaluasi mutu kegiatan audit internal yang dilakukannya, dan melakukan

pemeriksaan khusus apabila diperlukan.

Dalam melakukan tugas dan tanggung jawab tersebut, Unit Audit Internal

diberikan kewenangan untuk mengakses seluruh informasi yang relevan tentang

perusahaan terkait dengan tugas dan fungsinya, melakukan komunikasi secara

langsung dengan direksi, dewan komisaris, dan/atau Komite Audit serta anggota dari

direksi, dewan komisaris, dan/atau Komite Audit, mengadakan rapat secara berkala

dan insidentil dengan direksi, dewan komisaris, dan/atau Komite Audit, dan

melakukan koordinasi kegiatannya dengan kegiatan auditor eksternal.

Seperti dinyatakan dalam peraturan ini, perusahaan publik wajib memiliki

piagam Audit Internal yang meliputi hal-hal diatas, seperti struktur dan kedudukan

Unit Audit Internal, tugas dan tanggung jawab Unit Audit Internal, wewenang Unit

Audit Internal, kode etik Unit Audit Internal, persyaratan auditor yang duduk dalam

Unit Audit Internal, pertanggungjawaban Unit Audit Internal, dan larangan

perangkapan tugas dan jabatan auditor dan pelaksana yang duduk dalam Unit Audit

Internal dari pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan.

Dapat kita lihat diatas, bahwa Bapepam-LK lebih mengacu kepada ketentuan

dan peraturan mengenai Audit Internal. Sedangkan dalam naskah berjudul IIA

Position 12 Paper: the Role of Internal Auditing in Enterprise-Wide Risk Management

yang dibuat oleh Institute of Internal Auditor (IIA) lebih membahas mengenai peran

auditor dalam pengelolaan resiko perusahaan.

Dalam naskahnya, IIA lebih menekankan kepada konsep ERM (Enterprise-

Wide Risk Management), yaitu suatu proses yang terstruktur, konsisten, dan terus

menerus dalam suatu organisasi secara keseluruhan, yang dilakukan untuk

mengidentifikasi, menilai, memutuskantanggapan terhadapdan pelaporantentang

peluangdan ancamanyang mempengaruhipencapaiantujuannya. Prinsip-prinsip yang

dijelaskan oleh IIA dapat digunakan untuk memanduketerlibatanaudit internaldalam

segala bentukmanajemen risiko.

16
Peran utama dari audit internal dalam ERM adalah memberikan

jaminan/keyakinan (assurance) yang obyektif mengenai efektivitas manajemen

resiko perusahaan kepada dewan. Gambar dibawah menunjukan cakupan aktivitas

dalam ERM yang memperlihatkan batasan atas hal-hal yang seharusnya dilakukan

oleh audit internal dan hal-hal yang tidak boleh dijalankan oleh anggota audit

internal. Hal ini ditentukan berdasarkan pertimbangan mengenai seberapa jauh

pekerjaan tersebut mengancam independensi dan obyektivitas dari auditor internal,

dengan seberapa banyak pekerjaan tersebut meningkatkan kontrol dan manajemen

resiko serta tatakelola perusahaan.

Selain peraturan Bapepam-LK dan IIA, Crowe Howart LLP sebagai salah satu

kantor akuntan publik dan konsultan akuntansi, perpajakan dan keuangan terbesar di

Amerika juga menerbitkan tulisan berjudul „Strengthening Corporate Governance

with Internal Audit‟ mengenai peran audit internal dalam memenuhi peningkatan

ekspektasi terkait persamaan kemampuan internal audit dengan peningkatan

penilaian dan pengawasan terhadap kualitas tata kelola perusahaan.

Crowe Horwath menyebutkan bahwa tanggung jawab audit internal semakin

berkembang seiring dengan meningkatnya pengawasan dari berbagai pihak, mulai

dari dewan direksi hingga investor. Mereka juga mengungkapkan adanya perubahan

peran audit internal, dimana pada sekitar tahun 1990 minat dan kepercayaan

masyarakat pada kegiatan bisnis sedang tinggi-tingginya, sesuai dengan naiknya

harga saham. Meskipun telah ada audit internal yang berfungsi untuk

mengalokasikan sumberdaya perusahaan berdasarkan resiko, pegawainya terbatas

dan audit yang dilakukan lebih fokus terhadap pengawasan dan penilaian kinerja.

Namun peraturan terkini, maraknya gerakan anti penipuan/korupsi dalam

perusahaan serta banyaknya kasus whistle-blower yang terjadi mendorong auditor

untuk berperan lebih aktif dalam perusahaan.

Berdasarkan perkembangan tersebut, terdapat tujuh komponen dalam

kerangka tata kelola perusahaan menurut Crowe Horwath. Pada masing-masing

17
komponen, telah dikembangkan tugas dan tanggung jawab bagi peran audit internal

dalam perusahaan. Komponen dan tanggung jawab tersebut antara lain:

 Dewan Direksi dan Komite Audit

Tanggung jawab audit internal terhadap dewan direksi dan komite audit

antara lain:

- Membantu dewan direksi dan komite audit dalam menjalankan tugasnya.

- Memberikan ide mengenai pengelolaan resiko dan internal kontrol.

- Memastikan keakuratan informasi yang dijadikan dasar pengambilan

keputusan.

 Hukum dan Peraturan

Tanggung jawab audit internal terkait hukum dan peraturan antara lain:

- Memastikan bahwa perusahaan telah mengetahui dan memenuhi semua

persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.

- Mengidentifikasi peluang yang mempengaruhi pemenuhan aktivitas yang

dapat mengurangi biaya jangka panjang dan meningkatkan kinerja.

 Praktek dan Etika Bisnis

Tanggung jawab audit internal terkait praktek dan etika bisnis antara lain:

- Memeriksa kebijakan terkait kode etik perusahaan dan memastikan

kebijakan tersebut diperbarui sesuai kebutuhan perusahaan dari waktu ke

waktu dan menyampaikan perubahan yang ada kepada pegawai.

- Menjalankan tugasnya dengan mengikuti kode etik perusahaan.

- Berpartisipasi dalam proses invetigasi mengenai whistle-blowerdan keluhan

lainnya mengenai etika bisnis perusahaan.

 Pengungkapan dan Transparansi

Tanggung jawab audit internal terkait pengungkapan dan transparansi antara

lain:

18
- Melakukan pemeriksaan terhadap pengungkapan laporan keuangan

perusahaan.

- Memahami resiko terkait pelaporan keuangan yang dapat terjadi sesuai

karakteristik perusahaan

- Menyatakan tujuan atas pengungkapan dan transparansi dengan jelas dan

mengkomunikasikannya kepada pegawai.

 Enterprise Risk Management (ERM)

Tanggung jawab audit internal terkait ERM antara lain:

- Memastikan strategi bisnis berjalan sesuai proses ERM

- Secara aktif berperan sebagai penasehat maupun partisipan dalam kegiatan

ERM perusahaan.

 Pengawasan

Tanggung jawab audit internal terkait pengawasan antara lain: - Memahami

dimana saja aktivitas pengawasan diperlukan dalam perusahaan.

- Memfasilitasi implementasi metobe pengawasan terhadap resiko umum di

seluruh bagian perusahaan.

 Komunikasi

Tanggung jawab audit internal terkait komunikasi dalam organisasi antara

lain:

- Menyatakan semua informasi mengenai tata kelola perusahaan dalam

laporan audit.

- Menjaga kelancaran komunikasi dengan masing-masing anggota unit audit

internal, kepala keuangan, dewan direksi, dll.

19
2.4 Manajemen Risiko menurut Draft Pedoman Penerapan Manajemen

Risiko Berbasis Governance KNKG 2011

Suatu organisasi dalam menyusun strategi untuk melaksanakan proses

utama organisasinya, perlu memperhatikan risiko-risiko yang mungkin muncul,

antisipasi terhadap risiko, dan menentukan hal yang akan dilakukan jika risiko

tersebut benarbenar terjadi. Hal inilah yang mendasari pentingnya manajemen risiko

bagi suatu organisasi.

Menurut KNKG dalam Draft Pedoman Penerapan Manajemen Risiko

Berbasis Governance (2011), manajemen risiko adalah upaya organisasi yang

terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko. Menurut KNKG (2011),

penerapan manajemen risiko yang baik dapat memberikan beberapa keuntungan

bagi perusahaan, yakni:

 Mengurangi terjadinya peristiwa yang kurang menyenangkan, risiko yang mungkin

muncul telah diantisipasi sebelumnya.

 Meningkatkan hubungan baik dengan para pemangku kepentingan, manajemen

risiko memerlukan komunikasi timbal balik yang intens yang dapat membangun

kesamaan persepsi dan kepentingan.

 Meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen, organisasi lebih siap dalam

menghadapi dan menangani risiko yang mungkin muncul karena telah diidentifikasi

sebelumnya.

 Lebih memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan,

karena ketiga hal di atas dapat tercapai.

KNKG menyarankan bahwa dalam proses penerapan manajemen risiko terdapat tiga

aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek struktural, aspek operasional, dan aspek

perawatan.

1. Aspek Stuktural

20
Aspek struktural merupakan aspek yang memastikan arah penerapan,

struktur organisasi penerapan, akuntabilitas pelaksanaan manajemen risiko

dalam organisasi, dan penyediaan sumber daya. Dengan kata lain, aspek

struktural menjadi dasar atau fondasi bagi penerapan manajemen risiko pada

suatu organisasi. Penerapan manajemen risiko awalnya berfokus pada

bagaimana menangani risiko secara parsial, tetapi saat ini fokusnya telah

berkembang menjadi terintegrasi untuk keseluruhan organisasi yang disebut

sebagai ERM (enterprise risk management).

a. Prinsip-prinsip manajemen risiko yang efektif:

1) Manajemen risiko melindungi dan menciptakan nilai tambah

2) Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi

3) Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan

4) Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian

5) Manajemen risiko bersifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu

6) Manajemen risiko berdasarkan pada informasi terbaik yang tersedia

7) Manajemen risiko adalah khas untuk penggunanya (tailored)

8) Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya

9) Manajemen risiko harus transparan dan inklusif

10) Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap

perubahan

11) Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan

organisasi secara berlanjut.

21
b. Kerangka Kerja Manajemen Risiko

Kerangka kerja akan memastikan berjalannya pelaporan dari proses

manajemen risiko mengenai informasi risiko yang lengkap dan memadai serta

akan digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan.

Mandat & Komitmen

Perencanaan Kerangka
Kerja Manajemen Resiko

Perbaikan Sinambung Penerapan Manajemen


Kerangka Kerja MR Resiko

Monitoring & Review


Penerapan Kerangka Kerja
MR

Gambar 1: Kerangka Kerja Manajemen Risiko

c. Mandat dan Komitmen

Dalam kerangka kerja manajemen risiko, mandat dan komitmen merupakan

sentral, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang menjadi sumber

dasar hukum entitas. Alter ego perusahaan dalam UU PT adalah Dewan Direksi

dan Dewan Komisaris. Direksi merupakan penanggung jawab utama penerapan

manajemen risiko perusahaan, sedangkan Komisaris merupakan pengawas

tertinggi dalam pelaksanaan pengawasan penerapan manajemen risiko

perusahaan. Mandat & Komitmen Perencanaan Kerangka Kerja Manajemen Risiko

22
Penerapan Manajemen Risiko Monitoring & Review Penerapan Kerangka Kerja

MR Perbaikan Sinambung Kerangka Kerja MR.

d. Proses Manajemen Risiko

Secara singkat, proses manajemen risiko merupakan penerapan kerangka

kerja manajemen risiko pada tiap-tiap jenis risiko yang secara spesifik mempunyai

karakter yang berbeda-beda sesuai dengan konteksnya (tailored). Gambar berikut

merupakan proses manajemen risiko dalam KNKG (2011).

e. Tata Kelola Risiko

Tata kelola risiko meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Kebijakan manajemen risiko, pernyataan komitmen secara tertulis oleh

Dewan Direksi dan Dewan Komisaris untuk menerapkan manajemen risiko.

2) Akuntabilitas penerapan manajemen risiko, akuntabilitas tertinggi

berada pada Direksi, secara lebih khusus pada Direktur Utama atau yang

ditunjuk. Selain itu perlu diperhatikan mengenai:

 Penunjukan champion, bertanggung jawab sebagai fasilitator penerapan

manajemen risiko ke seluruh organisasi (ERM)

 Penunjukan risk owner, pemangku risiko dan penanggung jawab

pengelolaan risiko pada divisi yang dipimpinnya

 Penyusunan infrastruktur organisasi sebagai unit untuk mendorong

penerapan ERM

 Penyusunan mekanisme organisasi untuk penerapan manajemen risiko

 Proses untuk menimbulkan budaya sadar risiko ke seluruh organisasi

3) Infrastuktur manajemen risiko, setiap organisasi harus menyusun

infrastruktur manajemen risiko sesuai dengan kebutuhan dan jenis-jenis risiko

yang dihadapinya.

4) Tata laksana, komunikasi, dan pelaporan, metode yang sering

digunakan adalah RACI Matrix yakni:

23
 Responsible, siapa yang mengerjakan kegiatan

 Accountable, siapa yang memiliki hak membuat keputusan akhir serta

menjawab pertanyaan pihak lain

 Consulted, siapa yang harus dilibatkan atau diajak berkonsultasi sebelum

atau saat pelaksanaan kegiatan

 Informed, siapa yang harus diberi informasi mengenai apa yang sedang

terjadi tanpa harus menghentikan kegiatan tersebut.

f. Sumber Daya Penerapan Manajemen Risiko

Beberapa pengalokasian sumber daya memadai yang harus dilakukan untuk

pelaksanaan manajemen risiko:

 Personalia dengan pengalaman, keterampilan dan keahlian yang memadai

serta jumlah yang sesuai dengan kebutuhan

 Sumber dana dan sumber daya yang diperlukan untuk setiap tahapan

penerapan manajemen risiko

 Proses dan prosedur yang terdokumentasi dengan baik

 Sistem informasi dan manajemen pengetahuan

1. Aspek Operasional

Aspek operasional merupakan aspek operasionalisasi bagi

manajemen risiko di seluruh organisasi tetapi juga spesifik bagi masing-

masing bagian atau bahkan bagi masing-masing pemilik risiko.Proses

manajemen risiko dan penanganan manajemen perubahan merupakan

bagian dari aspek operasional sedangkan, aspek spesifik adalah

penerapan proses manajemen risiko itu sendiri pada tiap-tiap risiko.

Dalam aspek operasionalisasi, perlu lingkup tugas mana yang menjadi

bagian level organisasi keseluruhan (perusahaan) dan wilayah mana

yang menjadi bagian risk owner (divisi, departemen, dll).

24
a. Manajemen Perubahan

Organisasi akan mengalami beberapa tahapan dalam melakukan setiap

pengenalan program baru kepada seluruh anggotanya, yakni:

 Penolakan, semua orang karena sudah nyaman dengan kondisi yang ada

akan mempertanyakan kegunaan dari program baru tersebut.

 Perlawanan, orang mulai melihat manfaatnya tetapi masih ragu untuk

melaksanakannya.

 Eksplorasi, mulai timbul keinginan untuk memahami dan mengeksplorasi lebih

jauh karena sudah melihat manfaatnya dengan jelas.

 Komitmen, melakukan perubahan tersebut dan proses perubahan akan

berlangsung dengan baik.

Proses manajemen perubahan meliputi peluncuran, sosialisasi dan pelatihan

hingga penerapan manajemen risiko dan pada akhirnya akan tumbuh budaya

sadar risiko. Oleh karena itu, perubahan harus dimulai dari tup management

terlebih dahulu sehingga akan menjadi change leader yang akan diikuti oleh

middle management, dan begitu seterusnya sampai ke tahap line management

dan seluruh karyawan. Selain itu, proses penerapan manajemen risiko harus

direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga penolakan dan perlawanan

dapat diatasi dengan baik.

b. Panduan Manajemen Risiko

Alat utama dalam operasionalisasi manajemen risiko ke seluruh organisasi

adalah berupa Manual Manajemen Risiko atau buku panduan manajemen risiko.

Melalui manual ini, istilah dan definisi diseragamkan untuk menghindari multi

interpretasi dan penerapan serta proses manajemen risiko dilaksanakna sesuai

dengan standar yang ditentukan oleh Direksi. Setiap perusahaan memiliki

panduan manajemen risiko yang berbeda atau unik namun, secara umum

terdapat beberapa sttruktur yang sama yaitu menjelaskan latar belakang dan

25
alasan diterapkannya ERM, menguraikan prinsipprinsip manajemen risiko,

menguraikan kerangka kerja manajemen risiko, menguraikan proses manajemen

risiko di setiap tahapan, menguraikan konteks manajemen risiko, dan

memberikan panduan untuk implementasi manajemen risiko secara menyeluruh

di perusahaan.

c. Implementasi Manajemen Risiko

Pada dasarnya merupakan implementasi kerangka kerja manajemen risiko

dan implementasi proses manajemen risiko. Dalam sebuah perusahaan hanya

ada satu kerangka kerja manajemen risiko yang berlaku secara menyeluruh.

Namun, dalam proses mananjemen risiko konteks dan isinya, terutama alat dan

metodenya dapat berbeda-beda untuk tiap risiko yang ditangani. Berikut

merupakan tahapan-tahapan dalam proses manajemen risiko.

1) Komunikasi dan Konsultasi

Pada setiap tahapan proses manajemen risiko harus dilakukan

komunikasi dan konsultasi se-ekstensif mungkin dengan para risk owner baik

internal maupun eksternal. Rencana komunikasi dan konsultasi harus

disusun dan merujuk pada risiko yang mungkin terjadi, dampak, dan tindakan

yang perlu dilakukan untuk mengatasinya, serta hal lain yang terkait. Risk

owner memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap risiko yang

didasarkan pada persepsi mereka atas risiko tersebut. Penting untuk

mengidentifikasi persepsi para risk owner terutama ketika pandangan mereka

dapat memengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan.

2) Penentuan Konteks

Penentuan konteks artinya menentukan batasan atau parameter

internal dan eksternal yang akan dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan

risiko, menentukan lingkup kerja, dan kriteria risiko untuk proses-proses

selanjutnya.

26
a) Konteks Internal, segala sesuatu di dalam organisasi yang dapat

memengaruhi cara organisasi dalam mengelola risiko. Proses manajemen

risiko harus dijalankan dengan selaras dengan budaya, proses, dan kultur

organisasi.

b) Konteks Eksternal, lingkungan eksternal di mana organisasi

mengupayakan pencapaian sasaran yang ditetapkannya. Konteks internal

meliputi lingkungan politik, budaya, sosial, ekonomi, hukum dan lainnya;

faktor-faktor pendorong yang mempunyai dampak terhadapa pencapaian

sasaran organisasi; dan persepsi dan nilainilai para stakeholders eksternal. c)

Konteks Proses Manajemen Risiko, merupakan konteks di mana proses

manajemen risiko diterapkan. Penerapan manajemen risiko dilaksanakan

dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat dalam pelaksanaannya.

Kontek proses manajemen risiko akan berubah sesuai dengan kebutuhan

organisasi.

d) Mengembangkan Kriteria Risiko, kriteria dapat merupakan gambaran

nilai-nilai dan sasaran organisasi, dampak terhadap sumber daya organisasi,

serta aspek hukum yang terkait dengan kegiatan organisasi. Kriteria harus

konsisten dengan kebijakan manajemen risiko yang telah ditetapkan. Kriteria

disusun pada awal penerapan proses manajemen risiko dan ditinjau ulang

secara berkala. Penyusunan kriteria risiko terutama penting untuk melakukan

asesmen risiko. Kriteria yang perlu dikembangkan antara lain: kriteria

dampak, cara mengukur kemungkinan terjadinya risiko, cara menyusun

kriteria tingkatan risiko, serta kriteria keberhasilan penerapan proses

manajemen risiko.

3) Asesmen Risiko

Asesmen risiko merupakan proses pengidentifikasian risiko-risiko yang

mungkin terjadi kemudian masing-masing risiko diberi atribut berdasarkan

analisis dengan menggunakan kriteria risiko yang telah ditentukan. Setelah itu,

27
dilakukan evaluasi pemeringkatan risiko sehingga dapat ditentukan tingkat

prioritas risiko yang akan memerlukan perlakuan risiko.

a) Identifikasi Risiko, proses ini sangat penting karena risiko yang tidak

teridentifikasi tidak akan ditangani pada proses-proses selanjutnya. Risiko

tidak hanya sekedar suatu peristiwa tetapi juga mencakup informasi yang

berkaitan dengan peristiwa tersebut. Beberapa elemen dalam informasi

tersebut: sumber risiko, kejadian, konsekuensi, pengendalian (faktor pemicu

risiko), serta perkiraan waktu dan tempat terjaidnya risiko. Ketgori teknik yang

secara umum digunakan untuk mengidentifikasi risiko:

 Teknik Brainstorming, antara lain Brainstorming, Delphi Method, RSCA

(Risk Control Self-Assesment), focus group discussion.

 Persepsi pihak terkait, antara lain document review, stakeholders

analysis, expert judgement.

 Proses bisnis, misalnya FMEA (Failure Mode & Effect Analysis, fish bone

diagram).

 Struktur organisasi atau pekerjaan (workbreakdown structure),

misalnya RBS (Risk Breakdown Structure).

 Contoh model risiko bisnis perusahaan sejenis (Bussiness Risk

Model).

Dalam prakteknya dapat dilakukan kombinasi dari berbagai macam teknik di

atas. Proses identifikasi risiko akan menghasilkan daftar risiko (rekaman data

mengenai riwayat risiko dan perkembangan perlakuannya) dan tabel risiko

(tabel kumpulan risiko yang sudah dibuat daftar risikonya).

b) Analisis Risiko, upaya untuk memahami risiko lebih dalam termasuk cara dan

strategi yang tepat dalam memperlakukan risiko tersebut. Analisis dapat

dilakukan secara kualitatif, kuantitatif, semi kuantitatif, atau kombinasi dari

cara-cara ini, tergantung dari kondisinya. Biasanya dalam praktik, untuk

28
mendapatkan indikasi umum tingkat kegawatan risiko, terlebih dahulu

dilakukan analisis kualitatif. Langkah berikutnya, sesuai dengan keperluan,

dilakukan analisis yang lebih spesifik dan secara kuantitatif. Tujuannya untuk

menganalisis dampak dan kemungkinan terjadinya risiko yang dapat

menghambat pencapaian sasaran organisasi. Dampak tidak hanya

merupakan ancaman belaka namun dapat pula diartikan sebagai peluang

bagi organisasi.

c) Evaluasi Risiko, menentukan risiko-risiko mana yang memerlukan perlakuan

dan bagaimana prioritas perlakuan atas risiko-risiko tersebut. Risiko menurut

banyak pihak dikelompokkan menjadi:

 Kelompok risiko tinggi (high risk), terdapat risiko-risiko yang berbahaya

dan tidak dapat ditolerir, apapun manfaat yang terkandung dalam kegiatan

tersebut. Langkah-langkah mitigasi risiko (risk reduction) hasil diambil,

berapapun biayanya. Contohnya, terkait dengan keselamatan dan kesehatan.

 Kelompok risiko rendah (medium risk), risiko yang memerlukan analisis

manfaat-biaya guna mengukur perbandingan antara peluang serta dampak

buruknya. Contohnya, risiko bisnis.

 Kelompok risiko rendah (low risk), risiko yang memiliki aspek positif dan

negatif terlalu kecil sehingga tidak memerlukan penanganan risiko secara

khusus dan kesalahan dari risiko ini tidak menimbulkan dampak besar yang

tidak diinginkan. Contohnya, salah tulis. Dalam menentukan kriteria risiko di

atas, pengertian pengendalian risiko perlu diperhatikan. Sebagai contoh,

suatu risiko masuk dalam kelompok risiko tinggi tetapi karena pengendalian

risiko yang efektif, risiko tersisa menjadi kecil, sehingga masuk dalam

kategori risiko rendah. Hasil evaluai risiko menunjukkan peringkat risiko yang

memerlukan penanganan lebih lanjut berdasarkan risiko yang tersisa dan

efektivitas pengendalian risiko yang ada.

29
4). Perlakuan Risiko

Setiap risiko memerlukan bentuk perlakuan yang khas untuk tiap

risiko itu sendiri. Pemeriksaan ulang yang cukup komprehensif perlu

dilakukan untuk setiap risiko yang memerlukan perlakuan risiko. Perlakuan

suatu risiko dapat bermanfaat untuk risikorisiko lainnya (satu perlakuan untuk

beberapa risiko), tetapi mungkin juga diperlukan beberapa perlakuan untuk

satu risiko. Beberapa perlakuan terhadap suatu risiko:

 Menghindari risiko (risk avoidance), tidak melaksanakan atau

melanjutkan kegiatan yang menimbulkan risiko tersebut.

 Berbagi risiko (risk sharing/transfer), suatu tindakan untuk mengurangi

kemungkinan timbulnya risiko atau dampak risiko. Misalnya melalui asuransi,

outsourcing, subcontracting, tindak lindung mata uang asing, dll.

 Mitigasi (mitigation), melakukan perlakuan risiko untuk mengurangi

kemungkinan timbulnya risiko, atau mengurangi dampak risiko bila

terjadi, atau mengurangi keduanya (kemungkinan dan dampak).

Mitigasi merupakan bagian dari kegiatan organisasi sehari-hari.

 Menerima risiko (risk acceptance), tidak melakukan perlakuan

apapun terhadap risiko tersebut.

5) Monitoring dan Review

Proses monitoring dan review harus mencakup semua aspek dari

proses manajemen risiko. Proses ini dapat berupa pemeriksaan biasa atau

pengamatan terhadap apa yang sudah ada secara berkala maupun khusus

dan dilakukan secara terencana. Hasilnya harus didokumentasikan serta

dilaporkan baik internal maupun eksternal. Beberapa pertanyaan dasar yang

disusun dalam proses monitoring dan review yaitu:

a) Siapa yang melakukan monitoring dan review?

30
Dewan Komisaris dan Direksi wajib melakukan proses monitoring dan

review. Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam pelaksanaan

monitoring dan review terhadap keseluruhan operasi perusahaan. Direksi

bertanggung jawab mengarahkan dan mengendalikan operasi

perusahaan. Dua macam pelaksanaan monitoring:

 Pemantauan berkelanjutan (ongoing monitoring), dilaksanakan oleh

pelaksana pekerjaan (self review atau continous monitoring) dan atasan

pekerja (line management monitoring)

 Pemantauan terpisah (separate monitoring), dilakukan oleh pihak ketiga

baik internal maupun eksternal auditor dan hasilnya dilaporkan kepada

Direksi dan Dewan Komisaris.

b) Apa yang perlu dipantau dan ditinjau?

 Pemantauan terhadap perubahan, sehingga dinamika pemantauan

risiko akan mengikuti dinamika perubahan yang terjadi pada proses

organisasi dan lingkungan organisasi tersebut.

 Pemantauan kinerja manajemen risiko, khususnya ditunjukan pada

risikorisiko yang tinggi dan kritis. Pemantauan difokuskan pada efektivitas

pengendalian risikonya.

 Kemungkinan timbulnya risiko-risiko baru akibat dilakukannya suatu

tindakan perlakuan risiko yang baru.

c) Informasi yang bagaimana yang harus dievaluasi?

Informasi yang dapat digunakan adalah informasi yang:

 Sesuai, informasi yang relevan, dapat dipercaya, dan tepat waktu.

Kesesuaian informasi merupakan ukuran kualitas informasi.

 Berkecukupan, ukuran dari jumlah informasi yang dibutuhkan harus

cukup untuk mengambil keputusan. Kecukupan dapat ditentukan secara

31
statistik melalui smapling dan ditentukan dengan selera risiko atau

toleransi risiko yang ditetapkan.

d) Prosedur yang bagaimana yang harus digunakan dan seberapa

sering?

Pengembangan dari pertanyaan pertama, yaitu:

 Pemantauan berkelanjutan, dilakukan oleh pelaksana proses dengan

menggunakan indikator kinerja proses dan kinerja hasil. Untuk

memudahkannya dibuat prosedur terkait hal yang harus dipantau dan

frekuensi pemantauannya, agar produktivitas kerja tidak terganggu dan

efektivitas pengendalian risiko tetap terjaga.

 Pemantauan oleh atasan, menekankan pada hasil proses dan

ditetapkan jangka waktu serta pelaporannya secara berjenjang hingga ke

tingkat Direksi dan Dewan Komisaris.

 Pemantauan oleh pihak ketiga, meninjau keseluruhan prosedur

pemantauan berkelanjutan dan pemantauan oleh atasan untuk

memastikan kepatuhan terhadap standar, peraturan perundangan, dan

peraturan internal yang digunakan, sekaligus memeriksa efektivitas

penerapan sistem manajemen risiko.

e) Bagaimana proses pelaporan dan siapa yang berhak membacanya?

Bentuk laporan hasil monitoring dan review, bila terdapat kelemahan

sistem manajemen risiko:

 Laporan hasil temuan audit, laporan kelemahan pengendalian risiko

yang akan disampaikan pertama kepada risk owner dan atasan risk

owner dan/atau atasan unit tersebut.

 Laporan kelemahan sistem, laporan kelemahan sistem pengendalian

risiko yang kritis untuk dikomunikasikan kepada Direksi dan Komite

Pemantau Risiko dari Dewan Komisaris.

32
 Laporan tindak lanjut masalah, laporan tindak lanjut bila diperoleh

laporan adanya kelemahan pengendalian risiko baik dari internal maupun

eksternal. Perbaikan atas kelemahan ini harus segera dilaksanakan.

d. Dokumentasi Manajemen Risiko

1) Fungsi dokumentasi manajemen risiko

 Sumber informasi atas proses yang terjadi atas pelaksanaan kegiatan dan

dapat menjadi dasar pengambilan keputusan atas permasalahan yang sama

di masa depan.

 Bukti hukum atas apa yang telah diputuskan dan dilaksanakan, khususnya

bila terjadi sengketa hukum.

 Sarana untuk preservasi pengetahuan sebagai bagian dari proses

pengembangan knowledge management dalam suatu organisasi.

3) Struktur dokumentasi manajemen risiko

 Dokumentasi rencana manajemen risiko (risk management plan), dasar

untuk pelaksanaan manajemen risiko dan disusun oleh fungsi manajemen

risiko.

 Dokumentasi manajemen risiko (risk management documentation),

dokumendokumen yang diperlukan untuk mengelola proses penerapan

manajemen risiko, baik oleh fungsi manajemen risiko ataupun para risk

owner.

2. Aspek Perawatan

Aspek perawatan merupakan aspek yang memastikan adanya upaya

menjaga efektivitas penerapan dan perbaikan yang berkesinambungan

melalui monitoring dan review serta audit manajemen risiko. Unsur-unsur

yang mempengaruhi pelaksanaan aspek perawatan dalam manajemen risiko

33
adalah (1) risk governnace, (2) budaya risiko, dan (3) pengembangan

manajemen risiko.

a. Risk Governance

1) Akuntabilitas

Dewan Komisaris merupakan penanggung jawab tertinggi dalam

memastikan bahwa manajemen risiko perusahaan telah dilaksanakan dengan

baik serta efektif dan efisien. Untuk itu, Dewan Komisaris harus membentuk

Komite Pemantau Risiko, atau apabila dianggap berlebihan, maka dapat

diserahkan kepada Komite Audit yang tercantum dalam Piagam Audit.

Direksi harus melakukan pemantauan secara berkala terhadap kinerja

manajemen risiko. Akuntabilitas Direksi dilakukan dalam dua hal, yaitu:

 Pembentukan Fungsi Manajemen yang mandiri, merupakan kepanjangan

tangan Direksi dalam memastikan bahwa manajemen risiko diterapkan

dengan efektif dan efisien serta memberikan nilai tambah melalui jaminan

yang wajar dalam pencapaian sasaran perusahaan.

 Menghadiri dan melakukan review atas kinerja penerapan manajemen risiko

perusahaan secara berkala, minimal setiap tiga bulan sekali.

2) Jenis monitoring dan review

a) Evaluasi penerapan manajemen risiko harus dilaksanakan minimal satu

kali dalam satu tahun.

b) Laporan fungsi manajemen risiko setiap triwulan terhadap Direksi dengan

tembusan ke Dewan Komisaris atas:

 Status profil risiko perusahaan terkini dan trend

 Efektivitas pengendalian risiko-risiko besar dan risiko-risiko kritis

 Hasil mitigasi-mitigasi risiko yang dilakukan dalam periode laporan tersebut

 Perubahan lingkungan eksternal dan internal yang berpotensi risiko bagi

perusahaan

34
 Observasi kemampuan risk owner perusahaan dalam menangani risiko-

risiko yang menjadi tanggung jawabnya.

c. Budaya Risiko

Pengembangan budaya sadar risiko bertujuan agar dalam setiap

pengambilan keputusan baik keputusan strategis hingga keputusan dalam

operasi sehari-hari dilakukan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan

(informed decision making).

Strategi pengembangan budaya risiko

 Tone from the top, Direksi sebagai pimpinan puncak perusahaan harus dapat

menciptakan perilaku keteladanan (tone from the top) sehingga seluruh jajaran

perusahaan yakin bahwa penerapan manajemen risiko, terutama budaya sadar

risiko, dapat menciptakan nilai tambah dan berguna dalam memberikan jaminan

yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan.

 Penciptaan crtitical mass, perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan yang

ekstensif ke seluruh jajaran perusahaan sehingga seluruh karyawan mengetahui

mengenai risiko dan sadar akan pentingnya penerapan manajemen risiko dalam

kegiatan operasional sehari-hari. Pencapaian critical mass penting untuk

penciptaan “bahasa” yang sama dan pemahaman yang serupa mengenai risiko

serta membuat proses perubahan berjalan mandiri dan berkelanjutan

(sustainable).

 Penyelarasan dengan insentif dan sanksi, upaya untuk mendorong dan

mendukung perilaku budaya risiko yang diinginkan dan mencegah serta

mempersulit perilaku budaya risiko yang tidak diinginkan.

c. Pengembangan Manajemen Risiko

1) Pengembangan sistem, metode dan teknik

Pengembangan teknologi, metoda dan alat perlu dilakukan secara terus-

menerus untuk mengikuti dinamika perkembangan bisnis dan perubahan

35
situasi eksternal yang penuh dengan ketidakpastian guna meningkatkan daya

tahan dan keliatan (resilience) perusahaan. Penerapan teknologi informasi

sebagai enabler, harus diikuti dengan pemahaman yang memadai terhadap

apa yang ingin dicapai dengan penggunaan teknologi tersebut serta

penggunaan informasi yang tepat dan akurat sebagai landasan untuk

penerapannya. Dalam penggunaan teknik-teknik kuantitatif harus dipahami

persyaratan yang dituntut oleh teknik tersebut dan harus sesuai dengan

tujuan penciptaan teknik tersebut serta perlu dikaji ulang apabila ingin

diterapkan pada bidang yang lain. Untuk meningkatkan penerapan

manajemen risiko, setiap perusahaan harus mengkaji dan mencari teknik

yang paling cocok dengan mengacu pada proses bisnis utamanya.

Kemampuan perusahaan dalam mengembangkan kapabilitas manajemen

risikonya ditentukan oleh risk governance dan budaya risiko.

2) Benchmarking

Benchmarking merupakan upaya untuk membandingkan kapabilitas dan

efektivitas penerapan manajemen risiko yang telah dilaksanakan oleh

perusahaan dengan penerapan di perusahaan yang lain. Melalui benchmarking,

perusahaan dapat saling belajar dan bertukar pengalaman, baik dengan

perusahaan dalam industri sejenis maupun dari sektor lainnya. Selain itu,

perusahaan dapat memperbaiki dan mungkin menentukan suatu teknik yang

lebih cocok atau memodifikasi suatu teknik yang unggul untuk disesuaikan

dengan kondisi perusahaan.

3) Forum Manajemen Risiko

Pembentukan forum manajemen risiko atau bergabung dengan

asosiasi profesional manajemen risiko dapat membantu perusahaan untuk

dapat mengikuti perkembangan manajemen risiko yang terkini. Informasi yang

diperoleh dapat dipelajari lebih lanjut dan dikaji kesesuaiannya untuk diterapkan

di perusahaan.

36
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Ikatan Auditor Internal (Institute of Internal Auditors-IIA), Audit

Internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan konsultasi yang

dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal

membantu organisasi dalam upayanya mencapai tujuan dengan berbagai cara

seperti melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan

meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola

oragnisasi. Dari definisi diatas dapat dilihat bila fungsi dari audit internal yang

dilakukan perusahaan adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi

manajemen dalam menjalankan operasi atau aktivitas organisasi.

Menurut peraturan Bapepam LK No. IX.I.7, Audit Internal adalah kegiatan

pemberian keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat independen dan

obyektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional

perusahaan, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan

meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola

perusahaan.

Menurut peraturan No. IX.I.7 Bapepam LK, Audit Internal adalah suatu

kegiatan pemberian keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat independen

dan obyektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional

perusahaan, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan

meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola

perusahaan.

Menurut KNKG dalam Draft Pedoman Penerapan Manajemen Risiko

Berbasis Governance (2011), manajemen risiko adalah upaya organisasi yang

terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko.

37
DAFTAR PUSTAKA

Https://www.scribd.com

38

Anda mungkin juga menyukai