Anda di halaman 1dari 18

AUDITING II

Kasus Audit PT KAI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas yang telah di berikan

Dosen Pengampuh : Rosfianti M. Yadasang, SE.,M. Ak

Disusun oleh : Paramita Dwi Septiani Dj 19033013

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

AKUNTANSI A

T.A. 2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan

sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Tak lupa ucapan

Terima Kasih kepada dosen Ibu Rosfianti M. Yadasang, SE.,M. Ak yang

telah memberikan kami tugas untuk membuat makalah dengan judul ”PT

KAI “ pada mata kuliah Auditing II.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan

para pembaca. Selain itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran

yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang

lebih baik lagi.

Luwuk, 09 April 2022

Penyusun

ii
Daftar Isi

Halaman

Kata Pengantar.....................................................................................................

ii

Daftar Isi.................................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.....................................................................................

1.2. Rumusan Masalah...............................................................................

1.3. Tujuan...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Dampak dari kasus PT. KAI..................................................................

iii
2.2 Solusi & rekomendasi untuk menyelesaikan kasus audit PT

KAI............................................................................................................

12

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan..........................................................................................

15

Daftar Pustaka...........................................................................................……….17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu perusahaan berkewajiban menerapkan GCG (Good

Corporate Governance) khususmya BUMN. Penerapan GCG

merupakan salah satu langkah penting untuk meningkatkan dan

memaksimalkan nilai perusahaan, mendorong perusahaan yang

profesional, transparan, dan efisien dengan cara meningkatkan

prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya,

bertanggungjawab dan adil sehingga dapat memunuhi kewajiban

secara baik kepada pemagang saham, dewan,komisaris, mitra

bisnis, serta stakeholder lainnya.

Mengamati kasus-kasus yang terjadi baik di BUMN maupun

Perusahaan Publik, mungkin dapat disimpulkan sementara bahwa

penerapan proses GCG masih belum sepenuhnya diterapkan

seutuhnya, terutama oleh top management sebagai pengambil

keputusan stratejik. Penyebab lainnya adalah pemahaman

pemegang saham atas GCG yang masih belum memadai.

Pembedahan kasus yang terjadi di perusahaan BUMN atas proses

pengawasan yang efektif akan dapat menjadi suatu pembelajaran

yang sangat menarik. Salah satu contohnya adalah kasus audit

umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI).

5
Kasus PT KAI adalah kasus pelanggaran kode etik profesi

akuntansi, diduga terjadi manipulasi data keuangan pada tahun

2005, perusahaan BUMN tercatat meraih laba sebesar Rp 6,9

Miliar, padahal apabila diteliti lebih rinci perusahaan BUMN ini

mencatat kerugian sebesar Rp 63 Miliar. Kasus ini bermula akibat

adanya pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Pada tahun 2005 laporan keuangan PT KAI tahun 2005

disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak

bertanggung jawab. Banyak terdapat kejanggalan dalam penyajian

laporan keuangan seperti data yang disajikan tidak sesuai dengan

standar akuntansi. Ini menimbulkan permasalahan, karena auditor

menyatakan opini LaporanWajar Tanpa Pengecualian, tidak ada

penyimpangan dari standar akuntansi yang telah ditetapkan.

Laporan keuangan PT KAI diaudit oleh kantor akuntan publik sejak

tahun 2004, namun berbeda dengan tahun sebelumnya dimana

pihak BPK terlibat dalam sebagai auditor PT KAI.

6
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa dampak dari kasus PT. KAI

2. Apa solusi dan rekomendasi untuk menyelesaikan kasus

audit PT KAI

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa dampak dari kasus PT. KAI

2. Untuk mengetahui apa solusi dan rekomendasi untuk

menyelesaikan kasus audit PT KAI

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Dampak dari kasus PT. KAI

Kasus berawal dari perbedaan pendapata antara

Manajemen dan komisaris, khususnya Ketua Komite Audit

dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani

laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor eksternal,

dan komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar

laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan

sesuai dengan fakta yang ada. Perbedaan tersebut adalah :

1. Manajemen PT KAI tidak melakukan percadangan

kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban

pajak yang seharusnya telah diberikan kepada pelanggan

pada saat jasa angkutannya diberikan pada tahun 1998-2005

2. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya

sebesar RP 674,5 Milyar dan Penyertaan Modal Negara

(PMN) sebesar Rp 70 miliar oleh manajemen PT KAI dalam

neraca per 31 Desember 2005 merupakan bagian dari hutang.

Akan tetapi pendapat berbeda dikemukakan Komisaris PT KAI

Hekinus Manao bahwa bantuan penyertaan modal harus

disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.

8
3. Terjadi penurunan niali persediaan suku cadang dan

perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat

melakukan investarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI

sebagai kerugan bertahap selama lima tahun. Pada akhir

tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum

dibebankan sebagai kerugian sebesar R p 6 Miliar, yang

seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.

4. Masalah piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai

RP 95,2 Miliar, menurut komite audit harus dicadangkan

penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan

kolektibilitasnya tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan

tidak dikoreksi oleh auditor.

5. Masalah uang muka gaji yang dibayar sebesar Rp 28

Milyar merupakan gaji bulan Januari 2006 dan seharusnya

yang dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per

31 Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya

gaji menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005

6. Masalah persediaan dalam perjalanan berkaitan

dengan pengalihan persediaan suku cadang sebesar Rp 1,4

Milyar. Kemudian dialihkan kepada ke unit kerja lainnya di

lingkungan PT KAI, akan tetapi belum selesai proses

akuntansinya per 31 Desember 2005, Komite Audit

menyatakan hal ini telah bebas pada tahun 2005.

9
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI

adalah karena rumitnya laporan keuangan PT. KAI. Hal ini

karena terdapat ratusan stasiun, puluhan depo dan gudang

yang seluruhnya memiliki laporan keuangan yang terpisah,

sehingga yang berpotensi menyebabkan masalah maupun

perbedaan pendapat di kemudian hari. Hal ini ditambah lagi

dengan kenyataan bahwa baru sebagian kecil proses

akuntansi dilaksanakan dengan komputer. Sebenarnya sistem

akuntansi PT. KAI cukup modern untuk penyusunan laporan

keuangan dan informasi manajemen, namun karena kedua hal

tersebut diatas maka sistem akuntansi tersebut tidak dapat

berfungsi dengan baik.

Keterkaitan antara realisasi anggaran dengan

akuntansi juga merupakan masalah yang rumit karena sistem

otorisasi anggaran yang kompleks. Kenyataan lain yang turut

mendorong terjadinya kasus laporan keuangan PT. Kereta Api

adalah bahwa proses akuntansi dan laporan keuangan adalah

hanya urusan bagian akuntansi, unit lain kurang terlibat dan

tidak memiliki sense of belonging, sehingga hal ini jelas

menyulitkan bagi bagian akuntansi.

10
Selain beberapa hal teknis tersebut diatas, beberapa hal yang

diidentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan

keuangan PT. Kereta Api adalah :

1. Auditor Internal tidak berperan aktif dalam proses audit,

yang berperan hanya Auditor Eksternal.

2. Komite Audit tidak ikut dalam proses penunjukan auditor

sehingga tidak terlibat dalam proses audit.

3. Manajemen (termasuk auditor internal) tidak melaporkan

kepada Komite Audit dan Komite Audit juga tidak

menanyakannya.

4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan

keuangan yang telah disusun, sehingga ketika Komite Audit

mempertanyakannya manajemen merasa tidak yakin.

Beberapa aktifitas bisnis PT. Kereta Api yang juga

berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari adalah :

· Adanya transaksi antara PT. Kereta Api dan Negara

yang kebijakan dan sistem perhitungannya belum dipahami

dan disepakati dengan baik (PSO : Public Service Obligation,

IMO : Infrastructure Maintenance and Operation, TAC : Track

Access Charges)

·Transaksi masa sebelumnya yang masih belum terselesaikan

(BPYBDS, perubahan status perusahaan)

11
·Perubahan peraturan pemerintah (termasuk peraturan

perpajakan)

·Penyelesaian Past Service Liability /PSL Pensiun Pegawai

·RUU Perkeretaapian dengan kemungkinan “Unbundling” dari

aktifitas perusahaan dan keikutsertaan swasta

Dampak Kasus

Manipulasi data dalam pelaporan keuangan PT KAI

tahun 2005, dalam laporan kinerja keuangan yang diterbitkan,

perusahaan mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp

60,90 Milyar telah diraih. Padahal sebenarnya perusahaan

menderita kerugian sebesar RP 69,3 Milyar. Kerugian ini

terjadi karena PT Kereta Api telah tiga tahun tidak menagih

pendapatan. Padahal berdasarkan standar akuntansi

keuangan, perusahaan tidak dapat dikelompokkan dalam

bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan

dalam pencatatan tansaksi atau perubahan keuangan telah

terjadi selama tahun 2005. Penurunan milai persediaan suku

cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Milyar yang

diketahui pada saat dilakukan investasinya tahun 2002 diakui

manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama

lima tahun.

12
Berdasarkan uraian diatas bahwa kasus PT KAI di atas

berasal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan. Kesalahan tersebut dikarenakan tidak

menguasai prinsip akuntasi yang berlaku umum dan dapat

menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan bagi para

pengguna laporan keuangan. Hal tersebut menunjukkan

bahwa rendahnya kualitas laporan keuangan PT KAI Tbk yang

disebabkan karena pencatatan yang tidak sesuai dan kurang

menguasai prinsip-prinsip akuntansi, serta menunjukkan

lemahnya Good Corporate Governance.

2.2 Solusi & rekomendasi untuk menyelesaikan kasus audit PT

KAI

Dari kasus tersebut dapat dipetik pelajaran berharga, antara

lain :

1. Dewan Komisaris merupakan suatu dewan, sehingga akan

sangat ideal apabila Dewan Komisaris mempunyai satu

orang juru bicara yang mengatsanamakan seluruh Dewan

Komisaris sehingga Dewan komisaris memiliki satu suara

Namun demikian bukan berarti tidak diperkenankan adanya

perbedaan pendapat dalam Dewan Komisaris. Perbedaan

pendapat diakomodir dengan jelas dalam dissenting opinion

13
yang harus dicatat dalam risalah rapat. Untuk itulah perlunya

kebijaksanaan (wisdom) dari anggota Dewan Komisaris

untuk memilah-milah informasi apa saja yang merupakan

public domain dan informasi yang merupakan private domain.

Hal ini terkait dengan pelaksanaan prinsip GCG yaitu

transparansi, karena transparansi bukan berarti memberikan

seluruh informasi perusahaan kepada semua orang, namun

harus tepat sasaran dan memberikan nilai tambah bagi

perusahaan.

2. Sesuai dengan SA 380, Komunikasi Auditor Eksternal

dengan Komite Audit merupakan faktor yang sangat

menentukan dalam proses audit suatu perusahaan. Kasus

PT. Kereta Api merupakan cerminan bahwa komunikasi yang

intens antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit sangat

diperlukan. Kendala komunikasi yang dihadapi pada kasus

PT. Kereta Api salah satunya dipicu oleh adanya pergantian

anggota Komite Audit pada saat pelaksanaan audit. Auditor

eksternal mengalami hambatan karena terdapat kekosongan

beberapa bulan sebelum anggota Komite Audit yang baru

diangkat.

3. Komunikasi antara Komite Audit dengan Internal Auditor

yang belum tercipta dengan baik merupakan salah satu

faktor yang turut memiliki andil dalam memicu kasus ini.

14
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Komite Audit sangat

mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya

untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam

operasional perusahaan. Sebagai ilustrasi mengenai

kurangnya komunikasi antara Komite Audit dan Auditor

Internal, sejak Komite Audit aktif September 2005, sampai

dengan saat ini belum pernah satu kalipun terjadi komunikasi

antara Komite Audit dengan Auditor Internal untuk proses

audit tahun buku 2006.

15
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kasus berawal dari perbedaan pendapata antara

Manajemen dan komisaris, khususnya Ketua Komite

Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan

menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit

oleh Auditor eksternal, dan komisaris meminta untuk

dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat

disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta

yang ada.

Manipulasi data dalam pelaporan keuangan PT KAI

tahun 2005, dalam laporan kinerja keuangan yang

diterbitkan, perusahaan mengumumkan bahwa

keuntungan sebesar Rp 60,90 Milyar telah diraih. Padahal

sebenarnya perusahaan menderita kerugian sebesar RP

69,3 Milyar. Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api

telah tiga tahun tidak menagih pendapatan. Padahal

berdasarkan standar akuntansi keuangan, perusahaan

16
tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau

asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan

tansaksi atau perubahan keuangan telah terjadi selama

tahun 2005. Penurunan milai persediaan suku cadang dan

perlengkapan sebesar Rp 24 Milyar yang diketahui pada

saat dilakukan investasinya tahun 2002 diakui manajemen

PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima

tahun.

17
Daftar Pustaka

https://digilib.uinsgd.ac.id

https://www.academia.education

https://radenalemjanitra.wordpress.com

18

Anda mungkin juga menyukai