BAB 6
Disusun Oleh:
Kelompok 6 AK-3B
2. Supranti (3.41.16.1.25)
2018
KATA PENGANTAR
1
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan ringkasan mata kuliah yang berjudul
“Audit Laporan Keuangan” tepat sesuai waktu yang ditentukan.
Dengan selesainya tugas ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini. Akhirnya perlu juga dikatakan
bahwa tugas ini bukanlah merupakan sesuatu yang sempurna, mengingat kami hanyalah
manusia biasa yang sangat jauh dari kesempunaan. Sejalan dengan keterbatasan yang kami
miliki tersebut, maka tugas ini masih sangat terbuka terhadap kritik maupun saran yang
bertujuan agar lebih menyempurnakan Ringkasan Mata Kuliah (RMK) ini. Semoga dengan
selesainya tugas ini akan memeberikan manfaat sebagaimana yang diharapakan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar………………………………………………………………………………2
Daftar Isi……………………………………………………………………………………..3
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………………………...4
Rumusan Masalah………………………………………………………………………….4
Studi Kasus………………………………………………………………………………….5
Materialitas………………………………………………………………………………….7
Risiko Audit………………………………………………………………………………..11
Penyelesaian Kasus………………………………………………………………………..16
Kesimpulan………………………………………………………………………………..18
REFERENSI ……………………………………………………………………………...19
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kertas kerja merupakan suatu dasar dalam penerapan standar auditing terutama dalam
hal pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Pentingnya konsep materialitas yakni sebagai
pertimbangan seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.
Definisi materialitas mengharuskan seorang auditor dalam mempertimbangkan
keadaan baik yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan
meletakkan kepercayaannya.
Oleh karena itu pentingnya Materialitas, risiko dan strategi audit awal guna
memeperlancar tugas seorang auditor serta sebagai bahan pertimbangannya untuk selanjutnya
akan dibahas pada bab II Ringkasan Mata Kuliah (RMK) ini.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan rumusan maslah sebagai
berikut:
1. Apa definisi dari Materialitas?
2. Bagaimana pertimbangan awal mengenai Materialitas ?
3. Bagaimana hubungan antara materialitas denga bukti audit?
4. Bagaimana model risiko audit?
5. Bagaimana menilai komponen risiko audit?
6. Bagaimana hubungan risiko audit pada tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo akun?
7. Bagaimana hubungan antara risiko audit dan bukti audit?
8. Bagaimana timbal balik antara materialita,risiko audit dan bukti audit?
9. Apa saja yang termasuk audit tambahan?
10. Bagaimana hubungan antara strategi dan siklus transaksi?
Studi Kasus
4
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,
perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp 6.900.000.000,00. Padahal
apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp
63.000.000.000,00. Komisaris PT. KAI, Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi
dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan
mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit
terhadap laporan keuangan PT. KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan
oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan
publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT. KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan
dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005.
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT. KAI
untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95.200.000.000,00 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun
2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai
aset. Di PT. KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun
2005.
5
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70.000.000.000
Miliaoleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian
dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus
disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan
publik terjadi karena PT. KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata
kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT. KAI baru bisa dibuka akses
terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.
6
BAB II
PEMBAHASAN
MATERIALITAS
Konsep Materialitas
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi,
yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan perubahan atas suatu
pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu,
karena adanya penghilangan atau salah saji itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan keadaan yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak
yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.
Contohnya, jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin
tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang
berbeda. Maka, auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas akun modal kerja
lebih rendah bagi perusahaan yang berada dalam situasi bangkrut bila dibandingkan dengan
suatu perusahaan yang memiliki current ratio 4 : 1.
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
(guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
7
auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan
keyakinan berikut ini :
3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian),
bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat
salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:
1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh
auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.
2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
8
Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor adalah,
1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
o Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
o Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
Sebagai contoh, auditor memutuskan kombinasi salah saji berjumlah 8 % dari laba
bersih sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba-rugi, dengan memperhatikan
faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Oleh karena itu, jika kombinasi salah saji kurang
dari 3 %, auditor akan memandang sebagai salah saji yang tidak material, dengan
memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah saji berada diantara 3 % dan 8
% memerlukan pertimbangan auditor untuk memutuskan materialitasnya. Jika misalnya, laba
bersih sebelum pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp 100 juta, maka batas
materialitas (materiality border) untuk laporan laba-rugi berada dalam kisaran :
Contoh berikut ini menunjukan batas materialitas yang ditentukan oleh auditor :
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas lapoaran sebagai keseluruhan dan
tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan
menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
1. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5
% sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
2. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji
½ % sampai 1 % dari total aktiva.
3. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1
% dari total pasiva.
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat
dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada
tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
10
Alokasi Materialitas laporan Keuangan ke Akun
RISIKO AUDIT
Resiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya,
semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia menanggungnya. Jika diinginkan tingkat
kepastian 99 %, risiko audit yang auditor bersedia menanggungnya adalah 1 %.
Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun
1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan
(sesuai dengan definisi risiko audit yang disajikan diatas).
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
11
Unsur Risiko Audit
1. Risiko Bawaan. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait.
2. Risiko Pengendalian. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material
dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian intern entitas.
3. Risiko Deteksi. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat
mendeteksi salah saji materialyang terdapat dalam suatu asersi.
Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh auditor untuk
menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan kewajaran penyajian
saldo akun tertentu.
Contoh
Dalam menaksir risiko deteksi dalam audit atas sediaan, auditor melakukan
pertimbangan:
1. Pertimbangan auditor, ditemukan risiko audit individual untuk akun Sediaan pada
tingkat 5 % ( karena risiko audit secara keseluruhan juga diterapkan sebesar 5 % )
12
2. Pertimbangan auditor, ditemukan risiko bawaan pada tingkat 60 %, karena akun
Sediaan bersaldo besar, beberapa perhitungan rumit, frekuensi transaksi yang berkaitan
dengan akun Sediaan adalah tinggi.
= 0,05
0,60 x 0,30
= 0.28 atau 28%
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko
yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan,
sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan
auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan
dan risiko pengendalian.
Semakin kecil risiko bawaan danr risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor,
semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima.
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit
digambarkan sebagai berikut :
1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.
13
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah
bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh
salah satu dari tiga cara berikut ini :
Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas
tetap dipertahankan.
Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas
secara bersama-sama.
Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan
empat unsur berikut ini :
14
Auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti audit dengan menggunakan
pengujian substantif dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai
pengendalian intern. Keuntungannya:
Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan atau prosedur pengendalian intern yang
relevan dengan perikatan audit atas laporan keuangan.
Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi untuk akun
dan golongan transaksi signifikan tidak efektif.
Peletakkan kepercayaan besar terhadap pengujian substantif lebih efisien untuk asersi
tertentu.
15
Seringkali suatu strategi yang serupa diterapkan pada sekelompok asersi yang
dipengaruhi oleh golongan transaksi dalam suatu siklus transaksi. Logikanya adalah bahwa
banyak pengendalian intern berfokus pada pemrosesan satu jenis transaksi dalam satu siklus.
Meskipun, kantor akuntan menggunakan nama yang berbeda untuk golongan transaksi, dan
dalam beberapa kasus bahkan berbeda dalam menspesifikasikan golongan transaksi mana
yang masuk dalam siklus tertentu.
PENYELESAIAN KASUS
Pada kasus yang telah dipaparkan diatas, PT.KAI merasa bahwa dalam laporan
keuangan yang dihasilkan oleh akuntan ekstenal banyak sekali timbul kejanggalan secara
implisit dan eksplisit. Dari laporan tersebut muncul beberapa kesalahan saji yang tidak sesuai
dengan aturan yang berlaku sehingga Komisaris komite audit tidak ingin menandatanganinya.
Akuntan eksternal tersebut tidak menjalankan tugas dengan semestinya. Dalam beberapa
sumber penulis menemukan bahwa pada saat proses lelang pencarian akuntan publik,
komisaris tidak ikut memilih yang terbaik sehingga komisaris tidak mengetahui kualitas
akuntan publik yang ditunjuk tersebut.
Terdapat beberapa salah saji material secara disengaja yang dihasilkan dari pelaporan
audit yang dikeluarkan oleh akuntan publik. Pada kasus ini, akuntan publik diduga terlibat
oleh pihak-pihak yang lain yang ingin mencari keuntungan. Setelah ditelusuri lebih jauh
pemerintah dengan keputusan Menku nomor 500/KM.1/2007 memerintahkan untuk mencabut
izin auditor dan KAP dalam jangka waktu 10 bulan.
Seorang auditor seharusnya dapat menganalisis resiko-resiko apa yang akan dihadapi
oleh PT.KAI, namun karena terhalang kendala komunikasi dengan pihak PT.KAI dan audit
intern maka akuntan publik tidak dapat mengetahui lingkungan di dalam PT.KAI yang
sebenarnya. Dari kerancuan ini akuntan publik berhubungan dengan pihak lain yang
mengetahui PT.KAI dan akuntan publik tersebut terpengaruh oleh hasutan untuk
memanipulasi laporan keuangan PT.KAI untuk kepentingan masing-masing.
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Materialitas dibagi menjadi dua golongan yaitu materialitas pada tingkat laporan
keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Sedangkan Risiko audit juga digolongkan
menjadi dua yakni risiko audit keseluruhan dan risiko audit individual.
Dalam hal ini risiko audit terdiri dari tiga unsur (1) risiko bawaan, yakni kerentanan
suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi
bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait, (2)
risiko pengendalian, yakni risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak
dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas dan
(3) risiko deteksiadalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi.
Adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit dan bukti audit, auditor
dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau
kelompok asersi.
18
REFERENSI
2. Halim, Abdul MBA. Akuntansi, Edisi 2. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2001.
3. https://bimakubimamujuga.wordpress.com/2014/05/29/manipulasi-laporan-keuanga-pt-
kereta-api-indonesia/
19