Anda di halaman 1dari 19

RINGKASAN MATA KULIAH PENGAUDITAN

BAB 6

“MATERIALITAS, RISIKO DAN STRATEGI AUDIT”

Dosen Pengampu : Sri Murtini, S.E.,M.Si.,Akt

Disusun Oleh:

Kelompok 6 AK-3B

1. Iqfar Fastabira Anggriawan (3.41.16.1.)

2. Supranti (3.41.16.1.25)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

POLITENIK NEGERI SEMARANG

2018

KATA PENGANTAR
1
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan ringkasan mata kuliah yang berjudul
“Audit Laporan Keuangan” tepat sesuai waktu yang ditentukan.

Dengan selesainya tugas ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini. Akhirnya perlu juga dikatakan
bahwa tugas ini bukanlah merupakan sesuatu yang sempurna, mengingat kami hanyalah
manusia biasa yang sangat jauh dari kesempunaan. Sejalan dengan keterbatasan yang kami
miliki tersebut, maka tugas ini masih sangat terbuka terhadap kritik maupun saran yang
bertujuan agar lebih menyempurnakan Ringkasan Mata Kuliah (RMK) ini. Semoga dengan
selesainya tugas ini akan memeberikan manfaat sebagaimana yang diharapakan.

Semarang, April 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar………………………………………………………………………………2

Daftar Isi……………………………………………………………………………………..3

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang……………………………………………………………………………...4

Rumusan Masalah………………………………………………………………………….4

Studi Kasus………………………………………………………………………………….5

BAB II. PEMBAHASAN

Materialitas………………………………………………………………………………….7

Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit…………………………………...11

Risiko Audit………………………………………………………………………………..11

Strategi Audit Awal……………………………………………………………………….14

Penyelesaian Kasus………………………………………………………………………..16

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan………………………………………………………………………………..18

REFERENSI ……………………………………………………………………………...19

3
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kertas kerja merupakan suatu dasar dalam penerapan standar auditing terutama dalam
hal pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Pentingnya konsep materialitas yakni sebagai
pertimbangan seorang auditor dalam menjalankan tugasnya.
Definisi materialitas mengharuskan seorang auditor dalam mempertimbangkan
keadaan baik yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan
meletakkan kepercayaannya.
Oleh karena itu pentingnya Materialitas, risiko dan strategi audit awal guna
memeperlancar tugas seorang auditor serta sebagai bahan pertimbangannya untuk selanjutnya
akan dibahas pada bab II Ringkasan Mata Kuliah (RMK) ini.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan rumusan maslah sebagai
berikut:
1. Apa definisi dari Materialitas?
2. Bagaimana pertimbangan awal mengenai Materialitas ?
3. Bagaimana hubungan antara materialitas denga bukti audit?
4. Bagaimana model risiko audit?
5. Bagaimana menilai komponen risiko audit?
6. Bagaimana hubungan risiko audit pada tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo akun?
7. Bagaimana hubungan antara risiko audit dan bukti audit?
8. Bagaimana timbal balik antara materialita,risiko audit dan bukti audit?
9. Apa saja yang termasuk audit tambahan?
10. Bagaimana hubungan antara strategi dan siklus transaksi?

Studi Kasus
4
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005,
perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp 6.900.000.000,00. Padahal
apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp
63.000.000.000,00. Komisaris PT. KAI, Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi
dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan
mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit
terhadap laporan keuangan PT. KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan
oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan
publik.

Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT. KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan
dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005.

Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT. KAI
untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95.200.000.000,00 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun
2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai
aset. Di PT. KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun
2005.

Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp


24.000.000.000,00 yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui
manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun
2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp
6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.

5
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70.000.000.000
Miliaoleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian
dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus
disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.

Manajemen PT. KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan


tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada
saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan
publik terjadi karena PT. KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata
kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT. KAI baru bisa dibuka akses
terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.

6
BAB II

PEMBAHASAN

MATERIALITAS

Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar pekerjaan


lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang
mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko Audit
dan Materialitas Adit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk
mempeertimbangkan materialitas dalam (1) perencanaan audit, dan (2) penilaian terhadap
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia.

Konsep Materialitas

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi,
yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan perubahan atas suatu
pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu,
karena adanya penghilangan atau salah saji itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan keadaan yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak
yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.

Contohnya, jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin
tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang
berbeda. Maka, auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas akun modal kerja
lebih rendah bagi perusahaan yang berada dalam situasi bangkrut bila dibandingkan dengan
suatu perusahaan yang memiliki current ratio 4 : 1.

Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan keuangan?

Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
(guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
7
auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan
keyakinan berikut ini :

1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta


pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.

3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian),
bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat
salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.

Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:

1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh
auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.
2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.

Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan


auditnya yang disebut materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat
materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi
temuan audit karena (1) keadaan yang melingkupi berubah (2) informasi tambahan tentang
klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif berkaitan


dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara
kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan
salah saji tersebut.

8
Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor adalah,

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
o Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan

o Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca

2. Faktor kualitatif seperti:

o Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan kecurangan

o Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.

o Adanya gangguan dalam trend laba

o Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan

Sebagai contoh, auditor memutuskan kombinasi salah saji berjumlah 8 % dari laba
bersih sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba-rugi, dengan memperhatikan
faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Oleh karena itu, jika kombinasi salah saji kurang
dari 3 %, auditor akan memandang sebagai salah saji yang tidak material, dengan
memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah saji berada diantara 3 % dan 8
% memerlukan pertimbangan auditor untuk memutuskan materialitasnya. Jika misalnya, laba
bersih sebelum pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp 100 juta, maka batas
materialitas (materiality border) untuk laporan laba-rugi berada dalam kisaran :

Rp 3.000.000 sampai Rp 8.000.000

Batas bawah dihitung 3% x Rp100.000.000 dan batas dihitung 8% x Rp 100.000.000.

Contoh berikut ini menunjukan batas materialitas yang ditentukan oleh auditor :

1. Untuk total aktiva dalam neraca Rp 41 juta s.d Rp 100 juta


2. Untuk aktiva lancar Rp 25 juta s.d Rp 60 juta
9
3. Untuk total ekuitas pemegang saham dalam neraca Rp 15 juta s.d Rp 45 juta

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas lapoaran sebagai keseluruhan dan
tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan
menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

Materialitas pada tingkat Laporan Keuangan

Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas yaitu:

Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, dengan


membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan
keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang
diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.

Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.

Contoh panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :

1. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5
% sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
2. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji
½ % sampai 1 % dari total aktiva.

3. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1
% dari total pasiva.

Materialitas pada Tingkat Saldo akun

Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat
dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada
tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.

10
Alokasi Materialitas laporan Keuangan ke Akun

Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya


salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun
tersebut.

HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT

Materialitas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi


pertimbangan auditor tentang kecukupan ( kuantitas ) bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas
dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas,
semakin besar jumlah bukti yang diperlukan ( hubungan terbalik ).

RISIKO AUDIT

Resiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya,
semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia menanggungnya. Jika diinginkan tingkat
kepastian 99 %, risiko audit yang auditor bersedia menanggungnya adalah 1 %.

Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun

Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :

1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan
(sesuai dengan definisi risiko audit yang disajikan diatas).
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.

11
Unsur Risiko Audit

Terdapat tiga unsur risiko audit :

1. Risiko Bawaan. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait.
2. Risiko Pengendalian. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material
dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian intern entitas.

3. Risiko Deteksi. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat
mendeteksi salah saji materialyang terdapat dalam suatu asersi.

Penggunaan Informasi Risiko Audit

Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh auditor untuk
menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan kewajaran penyajian
saldo akun tertentu.

Dengan formula sebagai berikut :

Risiko Audit Individual = Risiko Bawaan X Risiko Pengendalian X Risiko Deteksi

Resiko Deteksi = Risiko Audit Individual / (Risiko Bawaan X Risiko Pengendalian)

Contoh

Dalam menaksir risiko deteksi dalam audit atas sediaan, auditor melakukan
pertimbangan:

1. Pertimbangan auditor, ditemukan risiko audit individual untuk akun Sediaan pada
tingkat 5 % ( karena risiko audit secara keseluruhan juga diterapkan sebesar 5 % )

12
2. Pertimbangan auditor, ditemukan risiko bawaan pada tingkat 60 %, karena akun
Sediaan bersaldo besar, beberapa perhitungan rumit, frekuensi transaksi yang berkaitan
dengan akun Sediaan adalah tinggi.

3. Pertimbangan auditor, ditemukan risiko pengendalian sebesar 30 % karena


pengendalian klien efektif berdasarkan hasil pengujian pengendalian yang dilakukan
dalam audit tahun yang lalu.

Berdasarkan pertimbangan auditor diatas, risiko deteksi ditentukan sebesar :

= 0,05
0,60 x 0,30
= 0.28 atau 28%

Hubungan antar Unsur Risiko

Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko
yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan,
sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan
auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan
dan risiko pengendalian.

Semakin kecil risiko bawaan danr risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor,
semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima.

Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit

Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit
digambarkan sebagai berikut :

1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.

13
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah
bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.

3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh
salah satu dari tiga cara berikut ini :

 Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit


yang dikumpulkan.

 Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas
tetap dipertahankan.

 Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas
secara bersama-sama.

STRATEGI AUDIT AWAL

Unsur strategi Audit Awal

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan
empat unsur berikut ini :

1. Tingkat risiko pengendalian taksiran yang direncanakan.


2. Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh.

3. Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko pengendalian.

4. Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko audit ke


tingkat yang cukup rendah.

Pendekatan Terutama Substantif

14
Auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti audit dengan menggunakan
pengujian substantif dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai
pengendalian intern. Keuntungannya:

 Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan atau prosedur pengendalian intern yang
relevan dengan perikatan audit atas laporan keuangan.
 Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi untuk akun
dan golongan transaksi signifikan tidak efektif.

 Peletakkan kepercayaan besar terhadap pengujian substantif lebih efisien untuk asersi
tertentu.

Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah

Auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada tingkat kepercayaan penuh


terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan sedikit pengujian
substantif.

Pebandingan Dua Strategi Audit Tersebut

Pendekatan Terutama Substantif Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah


Auditor merencanakan taksiran resiko
Auditor merencanakan taksiran resiko
pengendalian pada tingkat maksimum atau
pengendalian pada tingkat rendah
mendekati maksimum
Auditor merencanakan prosedur yang kurang Auditor merencanakan prosedur yang lebih
ekstentif untuk memperoleh pemahaman atas ekstentif untuk memperoleh pemahaman atas
pengendalian intern pengendalian intern
Auditor merencanakan sedikit, jika ada, Auditor merencanakan pengujian pengendalaian
pengujian pengendalaian. secara luas
Auditor merencanakan akan melakukan Auditor merencanakan akan membatasi
pengujian substantif secara luas penggunaan pengujian substantif

Hubungan Antara Strategi Dan Siklus Transaksi

15
Seringkali suatu strategi yang serupa diterapkan pada sekelompok asersi yang
dipengaruhi oleh golongan transaksi dalam suatu siklus transaksi. Logikanya adalah bahwa
banyak pengendalian intern berfokus pada pemrosesan satu jenis transaksi dalam satu siklus.
Meskipun, kantor akuntan menggunakan nama yang berbeda untuk golongan transaksi, dan
dalam beberapa kasus bahkan berbeda dalam menspesifikasikan golongan transaksi mana
yang masuk dalam siklus tertentu.

Siklus Golongan transaksi


- Pendapatan - Penjualan,penerimaan kas ,penyesuaian
- Pengeluaran - Pembelian dan pengeluaran kas
- Jasa personil - Penggajian
- Produksi - Memproses persediaan
- Investasi - Investasi dalam aktiva tetap
- Pembiayaan - Pembiayaandari hutang jangka panjang

PENYELESAIAN KASUS

Pada kasus yang telah dipaparkan diatas, PT.KAI merasa bahwa dalam laporan
keuangan yang dihasilkan oleh akuntan ekstenal banyak sekali timbul kejanggalan secara
implisit dan eksplisit. Dari laporan tersebut muncul beberapa kesalahan saji yang tidak sesuai
dengan aturan yang berlaku sehingga Komisaris komite audit tidak ingin menandatanganinya.
Akuntan eksternal tersebut tidak menjalankan tugas dengan semestinya. Dalam beberapa
sumber penulis menemukan bahwa pada saat proses lelang pencarian akuntan publik,
komisaris tidak ikut memilih yang terbaik sehingga komisaris tidak mengetahui kualitas
akuntan publik yang ditunjuk tersebut.

Terdapat beberapa salah saji material secara disengaja yang dihasilkan dari pelaporan
audit yang dikeluarkan oleh akuntan publik. Pada kasus ini, akuntan publik diduga terlibat
oleh pihak-pihak yang lain yang ingin mencari keuntungan. Setelah ditelusuri lebih jauh
pemerintah dengan keputusan Menku nomor 500/KM.1/2007 memerintahkan untuk mencabut
izin auditor dan KAP dalam jangka waktu 10 bulan.

Terlihat sekali dalam proses pengauditan, kurangnya komunikasi dan pengawasan


antara pihak PT.KAI dengan akuntan publik sangatlah berakibat fatal bagi pihak PT.KAI.
16
Sangat jelas dalam satu contoh saat di laporan keuangan ditemukan PT.KAI mendapatkan
keuntungan sebesar Rp. 6.900.000.000,00 padahal pada kenyataanya PT.KAI mengalami
kerugian Rp.6.300.000.000,00 jelas sekali perbedaannya, sehingga kesalahan ini membuat
pengaruh terhadap setiap item di laporan keuangan yang dikeluarkan oleh akuntan publik.

Seorang auditor seharusnya dapat menganalisis resiko-resiko apa yang akan dihadapi
oleh PT.KAI, namun karena terhalang kendala komunikasi dengan pihak PT.KAI dan audit
intern maka akuntan publik tidak dapat mengetahui lingkungan di dalam PT.KAI yang
sebenarnya. Dari kerancuan ini akuntan publik berhubungan dengan pihak lain yang
mengetahui PT.KAI dan akuntan publik tersebut terpengaruh oleh hasutan untuk
memanipulasi laporan keuangan PT.KAI untuk kepentingan masing-masing.

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Materialitas dibagi menjadi dua golongan yaitu materialitas pada tingkat laporan
keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Sedangkan Risiko audit juga digolongkan
menjadi dua yakni risiko audit keseluruhan dan risiko audit individual.

Dalam hal ini risiko audit terdiri dari tiga unsur (1) risiko bawaan, yakni kerentanan
suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi
bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait, (2)
risiko pengendalian, yakni risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak
dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas dan
(3) risiko deteksiadalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi.

Adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit dan bukti audit, auditor
dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau
kelompok asersi.

18
REFERENSI

1. Puradireja, Kanaka dan Mulyadi. Auditing, Edisi 5, Cetakan ke 1. Jakarta: Penerbit

Salemba Empat, 1997.

2. Halim, Abdul MBA. Akuntansi, Edisi 2. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2001.

3. https://bimakubimamujuga.wordpress.com/2014/05/29/manipulasi-laporan-keuanga-pt-
kereta-api-indonesia/

19

Anda mungkin juga menyukai