Anda di halaman 1dari 17

Tugas Final

AUDITING II :
“PROSEDUR AUDIT (FEE AUDIT)”

KELOMPOK 9:

SELMIRA APRIANI B1C117111


MARNI B1C118063
MUSVIRA B1C118068
AYU ISLAMIATI B1C118091

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah yang
berjudul “Prosedur Audit (Fee Audit)” ini disusun untuk memenuhi tugas final mata kuliah
Auditing II yang dibimbing oleh ibu Dr. Mulyati Akib, SE., M.Si, AK, CA, CTA, CPA

Adapun pokok bahasan yang disajikan dalam makalah ini merupakan hasil diskusi
dan kajian materi terkait prosedur auditing atas ekuitas yang dikerjakan secara berkelompok.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami berusaha menyampaikan dan menyajikan
pembahasan dengan bahasa yang sederhana disertai penggunaan referensi yang terpercaya.
Besar harapan kami makalah ini dapat mudah dipahami dan diterima sebagai tugas final dari
kelompok kami.

Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyajian makalah ini. Hal ini
disebabkan adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, segala saran yang membangun kami harapkan demi kemajuan yang lebih baik dimasa
mendatang. Atas perhatian dan apresiasinya kami ucapkan terimakasih.

Kendari, 16 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang................................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Tujuan Prosedur Analitis.............................................. 3
2.2 Ketentuan Prosedur Analitis Substantif............................................ 3
2.3 Fee Audit........................................................................................... 9
2.4 Penetapan Standar Fee Audit............................................................ 9
2.5 Pengaruh Fee Audit Terhadap Independesi Auditor......................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-
hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Menurut Mulyadi (2010: 19)).
Sedangkan auditor adalah seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam
semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan
prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia. Ditinjau dari sudut profesi akuntan
publik, auditor adalah pemeriksaan (examination) secara objektif atas laporan
keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan
apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Prosedur audit merupakan langkah-langkah yang harus dijalankan auditor
dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar tidak
melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif. Dengan
melakukan prosedur audit auditor dapat memperoleh bahan-bahan bukti yang cukup
untuk mendukung pendapatnya mengenai kewajaran atas laporan keuangan yang
diaudit. Prosedur yang baik adalah audit yang mampu meningkatkan kualitas
informasi sekaligus dengan konteks yang terkandung didalamnya, namun praktek
dilapangan masih banyak auditor yang melakukan tindakan disfungsional yang dapat
mempengaruhi kualitas audit meskipun tidak ada auditor yang dapat menjamin secara
penuh akan hasil auditnya sesuai pernyataan (jusuf,2001;47) bahwa tidak ada audit
yang dapat memberi jaminan penuh bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material yang timbul dari kesalahan pengolahan data atau kesalahan pertimbangan
dalam memilih dan menerapkan prinsip akuntansi. Dalam prosedur audit, auditor
harus mengumpulkan bukti untuk menentukan validitas dan ketepatan perlakuan atas
transaksi-transaksi maupun saldo-saldo laporan keuangan yang sedang diaudit. Ketika
bukti yang dikumpulkan tidak cukup untuk meningkatkan tingkat materialitas dan
memiliki risiko yang tinggi maka kualitas audit menjadi berkurang.
Salah satu yang diatur dalam standar umum adalah besaran fee audit yang
akan diterima oleh auditor tersebut dalam melakukan tugasnya, Fee audit merupakan
salah satu tanggung jawab auditor kepada kliennya. Besaran fee inilah yang kadang
membuat seorang auditor berada di dalam posisi dilematis, di satu sisi auditor harus
bersikap independen dalam memberi opini mengenai kewajaran laporan keuangan
yang berkaitan dengan kepentingan banyak pihak, namun disisi lain auditor juga harus
bisa memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien yang membayar fee atas jasanya,
agar kliennya puas dengan pekerjaannya dan tetap menggunakan jasanya diwaktu
yang akan datang (Ng dan Tan 2003). Posisi unik seperti itulah yang menempatkan
auditor pada situasi yang dilematis sehingga dapat mempengaruhi kualitas auditnya
1
(Antle dan nalebuff 1992). Hoitash et al.(2007), menemukan bukti bahwa ketika
auditor melakukan negosiasi dengan pihak manajemen mengenai besaran tarif fee
yang dibayarkan terkait hasil kerja laporan auditan, maka kemungkinan besar akan
terjadi konsensi resiprokal yang jelas akan mereduksi kualitas laporan auditan.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai prosedur audit
berdasarkan standar audit yang berlaku di Indonesia saat ini termasuk juga tentang
bagaimana prosedur penetapan fee bagi auditor sesuai dengan aturan yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini yang
dapat ditarik adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan tujuan dari prosedur analitik ?
2. Bagaimana ketentuan prosedur analitik ?
3. Apa yang dimaksud dengan fee audit ?
4. Bagaimana penetapan standar mengenai fee audit ?
5. Bagaimana pengaruh fee audit terhadap independensi auditor ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari isi makalah adalah sebagai berikut :
1. Untuk memahami pengertian dan tujuan dari prosedur analitik
2. Untuk mengetahui ketentuan prosedur analitik
3. Untuk memahami yang dimaksud dengan fee audit
4. Untuk mengetahui penetapan standar mengenai fee audit
5. Untuk memahami pengaruh fee audit terhadap independensi auditor

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Tujuan Prosedur Analitis


SA 520 menyatakan “prosedur analitis” berarti pengevaluasian terhadap informasi
keuangan yang dilakukan melalui analisis hubungan antara data keuangan dan data non
keuangan. Prosedur analitis juga mencakup investigasi sebagaimana yang diperlukan atas
fluktuasi atau hubungan teridentifikasi yang tidak konsisten dengan informasi relevan lain,
atau yang berbeda dari nilai yang diharapkan dalam jumlah yang signifikan. (Ref: Para.
A1-A3).
Berdasarkan SA 520 tujuan prosedur analitis, yaitu :
a. Untuk mendapatkan bukti audit relevan dan andal ketika menggunakan prosedur
analitis substantive: dan
b. Untuk merancang dan melaksanakan prosedur analitis mendekati akhir audit yang
membantu auditor dalam merumuskan kesimpulan keseluruhan apakah laporan
keuangan konsisten dengan pemahaman auditor terhadap entitas.

2.2 Ketentuan Prosedur Analitik Substantif


Berdasarkan SA 520 pada waktu merancang dan melaksanakan prosedur analitis
susbtantif, sendiri atau dalam kombinasi dengan pengujian rinci, sebagai prosedur
substantive berdasarkan SA 330, auditor harus : (Ref : Para. A4-A5).
a) Menentukan kecocokan prosedur analitis substantive untuk asersi yang tersedia,
dengan memperhitungkan risiko kesalahan penyajian material yang ditentukan, dan
pengujian rinci, jika ada, untuk asersi – asersi tersebut; (Ref: Para. A6-A11)
b) Mengevaluasi keandalan data yang dijadikan dasar oleh auditor untuk
mengembangkan ekspektasi atas jumlah tercatat atau rasio, dengan memperhitungkan
sumber, komparabilitas, serta sifat – sifat dan relevansi informasi yang tersedia, dan
pengendalian atas penyusunannya; (Ref: Para. A12-A14)
c) Mengembangkan ekspektasi atas jumlah tercatat atau rasio dan pengevaluasi apakah
ekspektasi tersebut telah cukup tepat untuk mengidentifikasi kesalahan penyajian,
yang baik secara individu atau ketika diagregasikan dengan kesalahan pemyajian
lainnya, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan penyajian material dalam laporan
keuamgan; dan (Ref; Para. A15)
d) Menentukan jumlah perbedaan antara jumlah tercatat dengan nilai yang diharapkan
yang dapat diterima tanpa memerlukan investigasi lebih lanjut seperti yang
disyaratkan oleh paragraf 7. (Ref: Para A16)

Prosedur Analitis yang Membantu Ketika Membentuk Kesimpulan Keseluruhan

3
Auditor harus merancang dan melaksanakan prosedur analitis mendekati akhir audit yang
membantu auditor ketika membentuk kesimpulan keseluruhan tentang apakah laporan
keuangan telah disajikan konsisten dengan pemahaman auditor atas entitas. (Ref: Para.
A17-A19).
Investigasi Hasil Prosedur Analitis
Jika prosedur analitis yang dilakukan berdasarkan SA ini mengidentifikasi adanya
fluktuasi atau hubungan yang tidak konsisten dengan informasi relevan lainnya atau yang
berbeda secara signifikan dengan nilai yang diharapkan, maka auditor harus
menginvestigasi perbedaan tersebut dengan cara sebagai berikut :
a. Meminta keterangan kepada manajemen dan memperoleh bukti audit yang tepat
dan relevan dengan respons manajemen; dan
b. Melaksanakan prosedur audit lainnya yang diperlukan sesuai dengan kondisinya.
(Ref: Para. A20-A21)
Materi Penerapan dan Penjelasan Lain
Definisi Prosedur Analitis (Ref; Para 4)
A1. Prosedur analitis mencakup pertimbangan atas perbandingan informasi keuangan
entitas dengan, sebagai contoh :
 Informasi komparantif periode lalu.

 Hasil entitas yang diantisipasi, seperti anggaran atau prakiraan, atau ekspektasi
auditor, seperti estimasi penyusutan.

 Informasi industry sejenis, seperti perbandingan rasio penjuan entitas terhadap


piutang usaha dengan rata – rata rasio industry atau dengan entitas lain yang
memiliki ukuran sebanding dalam industry yang sama.
A2. Prosedur analitis juga mencakup pertimbangan atas hubungan – hubungan, sebagai
contoh :
 Di antara unsur – unsur informasi keuangan yang akan diharapkan sesuai
dengan suatu pola yang dapat diprediksi berdasarkan pengalaman entitas,
seperti presentase laba bruto.
 Anatara informasi keuangan dan informasi nonkeuangan yang relevan, seperti
hubungan antara beban gaji dengan jumlah karyawan.
A3. Berbagai metode dapat digunakan untuk melaksanakan prosedur analitis. Metode –
metode tersebut berkisar dari melakukan perbandingan sederhana hingga
melakukan analisis yang kompleks dengan menggunakan teknik statistic yang
mutakhir. Prosedur analitis dapat diterapkan pada laporan keuangan konsolidasian,
komponen, dan unsur informasi secara individu.
Prosedur Analitis Substantif (Ref: Para. 5)

4
A4. Prosedur substantif yang dilakukan auditor pada tingkat asersi dapat berupa
pengujian detail, prosedur analitis substantif, atau kombinasi keduanya. Keputusan
tentang prosedur audit mana yang dilakukan, termasuk apakah menggunakan
prosedur analitis susbtantif, dibuat berdasarkan pertimbangan auditor atas
efektivitas dan efesiensi yang diharapkan dari prosedur audit yang tersedia untuk
menurunkan resiko audit pada tingkat asersi ke tingkat rendah yang dapat diterima.
A5. Auditor dapat meminta keterangan kepada manajemen tentang ketersediaan dan
keandalan informasi yang diperlukan untuk menerapkan prosedur analitais
substantif, dan hasil prosedur analitis yang dilakukan oleh entitas. Penggunaan data
analitis yang disusun oleh manajemen mungkin efektif selama auditor meyakini
dirirnya bahwa data tersebut telah disusun dengan benar.
Ketepatan Prosedur Analitis Tertentu untuk Asersi yang Ada (Ref: Para. 5(a))
A6. Prosedur anlitis substantif pada umumnya lebih dapat diterapkan pada transaksi
dengan volume besar yang cenderung dapat diprediksi sepanjang waktu. Penerapan
prosedur analitis yang direncanakan dilakukan berdasarkan ekspektasi bahwa
terdapat hubungan nyata di antara data dan bahwa hubungan tersebut berlanjut
dalam kondisi ketika tidak terdapat kondisi sebaliknya yang diketahui. Namun,
ketepatan prosedur analitis tertentu akan bergantung pada penilaian auditor atas
seberapa efektif prosedur tersebut akan mendeteksi suatu kesalahan penyajian, baik
secara individu atau ketika diagregasikan dengan kesalahan penyajian lainnya,
dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan penyajian material dalam laporan
keuangan.
A7. Dalam beberapa kasus, bahkan suatu model prediktif sederhana mungkin efektif
sebagai prosedur analitis. Sebagai contoh, ketika suatu entitas memiliki sejumlah
karyawan dengan tingkat upah tetap selama periode pelaporan, auditor dapat
menggunakan data tersebut untuk estimasi jumlah beban gaji untuk periode
tersebut dengan tingkat akurasi yang tinggi, dan oleh karena itu, menyediakan
bukti audit untuk satu akun signifikan dalam laporan keuangan dan mengurangi
kebutuhan untuk melakukan pengjian detail atas beban gaji. Penggunaan rasio
perdagangan yang diakui secara luas (seperti marjin laba untuk berbagai entitas
ritel yang berbeda) seringkali dapat digunakan secara efektif dalam prosedur
analitis substantif untuk menyediakan bukti yang mendukung kewajaran jumlah
yang tercatat.
A8. Jenis prosedur analitis yang berbeda menyediakan timgkat keyakinan yang
berbeda. Prosedur anlitis melibatkan, sebagai contoh, prediksi jumlah pendapatan
sewa suatu bangunan yang terbagi atas apartemen – apartemen, dengan
mempertimbangkan harga sewa setiap apartemen, jumlah apartemen, dan tingkat
hunian apartemen, dapat menyediakan bukti yang persuasif dan dapat
menghilangkan kebutuhan untuk verifikasi lebih lanjut melalui pengujian detail,
selama unsur – unsur tersebut diverifikasi dengan tepat. Sebaliknya, perhitungan
dan perbandingan presentase laba bruto sebagai suatu cara untuk mengonfirmasi
jumlah pendapatan dapat menyediakan bukti yang kurang persuasif, tetapi dapat
menyediakan kolaborasi yang berguna ketika digunakan bersama dengan prosedur
audit lainnya.
5
A9. Penentuan ketetapan prosedur anlitis substantif tertentu dipengaruhi oleh sifat
asersi dan penilaian auditor atas resiko kesalahan penyajian material. Sebagai
contoh, ketika terdapat defisiensi dalam pengendalian terhadap proses order
penjualan, auditor dapat lebih mengandalkan pengujian detail daripada prosedur
analitis substantif untuk asersi yang terkait dengan piutang.
A10. Prosedur analitis substantif tertentu dapat juga dianggap tepat ketika pengujian
detail dilakukan atas asersi yang sama. Sebagai contoh, ketika memperoleh bukti
audit tentang asersi penilaian untuk saldo piutang usaha auditor dapat menerapkan
prosedur analitis terhadap umur piutang saldo pelanggan terkait sebagai tambahan
atas pengujian detail terhadap penerimaan kas setelah tanggal neraca untuk
menentukan kolektibilitas piutang usaha.
Pertimbangan Spesifik terhadap Entitas Sektor Publik
A11. Hubungan antara unsur-unsur laporan keuangan secara individu yang secara
tradisional dipertimbangkan dalam audit entitas bisnis belum tentu selalu relevan
dalam audit entitas pemerintahan atau entitas sektor publik nonbisnis; sebagai
contoh, dalam banyak entitas sektor publik mungkin terdapat sedikit hubungan
langsung antara pendapatan dan pengeluaran titik selain itu karena pengeluaran
untuk pembelian aset belum tentu dikapitalisasi, maka kemungkinan tidak terdapat
hubungan antara pengeluaran atas sebagai contoh, persediaan dan aset tetap dengan
jumlah aset aset tersebut yang dilaporkan dalam laporan keuangan titik di samping
itu, data industri atau statistik untuk tujuan anne-marie bandingan belum tentu
tersedia di sektor publik. Namun, hubungan-hubungan lainnya kemungkinan
relevan, sebagai contoh, perbedaan dalam biaya konstruksi jalan per km atau
jumlah kendaraan yang diperoleh dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang
dihentikan penggunaannya.
Keandalan Data (Ref: Para. 5(b))
A12. Keandalan data dipengaruhi oleh sumber dan sifatnya, serta bertanggung pada
kondisi ketika data tersebut diperoleh titik oleh karena itu, hal-hal dibawah ini
relevan ketika menentukan apakah suatu data dapat diandalkan untuk tujuan
perancangan prosedur analitis substantif:
a. Sumber informasi yang tersedia. Sebagai contoh informasi mungkin lebih
dapat diandalkan ketika informasi tersebut diperoleh dari sumber independen
di luar entitas.
b. Komparabilitas informasi yang tersedia. Sebagai contoh, data industri
kemungkinan perlu dilengkapi dengan data tambahan agar dapat dibandingkan
dengan data entitas yang memproduksi dan menjual produk khusus.
c. Sifat dan relevansi informasi yang tersedia. Sebagai contoh, apakah anggaran
yang telah ditetapkan lebih merupakan hasil yang akan diharapkan daripada
merupakan tujuan yang akan dicapai.
d. Pengendalian terhadap penyusunan informasi yang dirancang untuk
memastikan kelengkapan, keakurasian dan kevaliditasan. pengendalian dan
penyusunan dan pemeliharaan anggaran.

6
A13. Auditor dapat mempertimbangkan untuk menguji efektivitas operasi pengendalian,
jika relevan terhadap penyiapan informasi entitas yang digunakan oleh auditor
dalam melakukan prosedur analitis substantif sebagai respons terhadap risiko yang
dinilai. ketika pengendalian tersebut efektif, pada umumnya auditor memiliki
keyakinan yang lebih besar atas kan keandalan informasi dan oleh karena itu, juga
atas hasil produksi prosedur analitis. keefektifitasan operasi pengendalian terhadap
informasi non keuangan seringkali dapat diuji bersamaan dengan pengujian
pengendalian lainnya sebagai contoh dalam menetapkan pengendalian terhadap
pemrosesan faktur penjualan, suatu entitas dapat menerapkan pengendalian
terhadap pencatatan unit yang dijual. dalam kondisi tersebut, oditur dapat menguji
efektivitas operasi pengendalian terhadap pencatatan unit yang dijual bersamaan
dengan pengujian efektivitas operasi pengendalian terhadap pemrosesan faktur
penjualan. Sebagai alternatif, auditor dapat mempertimbangkan apakah informasi
tersebut seharusnya menjadi objek pengujian audit. SA 500 menetapkan ketentuan
dan menyediakan panduan dalam menentukan prosedur audit yang akan dilakukan
atas informasi yang digunakan untuk prosedur analitis substantif.
A14. Hal-hal yang dibahas dalam paragraf A12(a)-A12(d) adalah relevan tanpa
memperhatikan apakah uniter melaksanakan prosedur analitis substantif atas
laporan keuangan akhir periode entitas, atau pada suatu tanggal interim dan
merencanakan untuk melakukan prosedur analitis substantif untuk periode sisanya.
SA 300 menetapkan ketentuan dan menyediakan panduan atas prosedur substantif
yang dilakukan pada suatu tanggal interim.
Pengevaluasian tentang Apakah Ekspektasi telah Cukup Tepat (Ref: Para. 5(c))
A15. Hal-hal yang relevan dengan evaluasi auditor tentang apakah ekspektasi dapat
dikembangkan dengan cukup tepat untuk mengidentifikasi suatu kesalahan
penyajian yang, jika di agregasi kan dengan kesalahan penyajian yang lain,
mengakibatkan laporan keuangan disajikan salah secara material, mencakup:
a. Akurasi and prediksi hasil yang diharapkan dari prosedur analitis substantif.
Sebagai contoh auditor mengharapkan tingkat konsentrasi yang lebih besar
dalam membandingkan margin laba bruto dari satu periode ke periode lain
daripada dalam membandingkan beban-beban yang bersifat discretienary,
seperti beban riset atau beban iklan.
b. Tingkat informasi yang dapat di agregasi titik sebagai contoh, prosedur analitis
substantif dapat menjadi lebih efektif ketika diterapkan terhadap informasi
keuangan pada unit-unit operasi secara individu atau terhadap laporan
keuangan komponen dari entitas yang memiliki diversifikasi usaha, daripada
ketika diterapkan terhadap laporan keuangan yang tidak secara keseluruhan.
c. Ketersediaan informasi, baik informasi keuangan maupun informasi non
keuangan. Sebagai contoh, auditor dapat mempertimbangkan apakah informasi
keuangan seperti anggaran atau prakiraan dan informasi non keuangan seperti
jumlah unit yang diproduksi atau dijual tersedia untuk merancang prosedur
analitis urutan titik-titik jika informasi tersebut tersedia maka auditor juga
dapat mempertimbangkan keandalan informasi tersebut seperti yang dibahas
dalam paragraf A12-A13 di atas.
7
Perbedaan antara Jumlah Tercatat dengan Nilai yang Diharapkan yang Dapat
Diterima (Ref: Para. 5(d))
A16. Penentuan auditor tentang jumlah perbedaan dari ekspektasi yang dapat diterima
tanpa investigasi lebih lanjut dipengaruhi oleh materialistis dan kekonsistensian
dengan tingkat keyakinan yang diinginkan, juga dengan memperhitungkan
kemungkinan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual atau ketika di
agregasi kan dengan kesalahan-kesalahan penyajian baik secara individual atau
ketika di agregasi kan dengan kesalahan penyajian yang lain, dapat menyebabkan
laporan keuangan disajikan salah secara material. SA 330 mengharuskan auditor
untuk memperoleh bukti audit yang lebih persuasif ketika semakin tinggi penilaian
risiko auditor. jika resiko yang dinilai meningkat, maka semakin menurun nilai
perbedaan yang dapat diterima tanpa investigasi lebih lanjut untuk mencapai
tingkat keyakinan yang diinginkan.
Prosedur Analitis yang Membantu dalam Membentuk Kesimpulan
Keseluruhan (Ref: Para. 6)
A17. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil prosedur analitis yang dirancang dan
dilaksanakan sesuai dengan paragraf 6 dimaksudkan untuk menguatkan
kesimpulan yang dapat dibuat selama audit laporan keuangan individual komponen
atau unsur-unsur laporan keuangan. Hal ini membantu auditor untuk membentuk
kesimpulan yang layak sebagai dasar bagi opini auditor.
A18. Hasil prosedur analitis tersebut dapat mengidentifikasi resiko kesalahan penyajian
yang sebelumnya tidak bisa dari titik dalam kondisi ini, SA 315 mengharuskan
auditor untuk mengubah penilaian risiko kesalahan penyajian material dari
memodifikasi prosedur audit yang telah direncanakan lebih lanjut sesuai dengan
resiko tersebut.
A19. Prosedur analitis yang dilaksanakan berdasarkan paragraf 6 dapat sama dengan
prosedur yang akan digunakan dalam penilaian risiko.
Investigasi Hasil Prosedur Analitis (Ref: Para. 7)
A20. Bukti audit yang relevan dengan respons manajemen dapat diperoleh dengan
mengevaluasi respon tersebut dengan memperhitungkan pemahaman auditor atas
entitas dan lingkungannya, serta dengan bukti audit lain yang diperoleh selama
proses pelaksanaan audit.
A21. Kebutuhan untuk melaksanakan prosedur audit lainnya dapat muncul ketika,
sebagai contoh, manajemen tidak mampu menyediakan penjelasan, atau penjelasan
bersama dengan bukti audit yang relevan dengan response manajemen, dibanding
oleh auditor tidak cukup.

2.3 Fee Audit


Menurut Sukrisno Agoes (2012:18) Audit Fee adalah sebagai berikut:

8
“Besaran biaya yang tergantung antara lain pada resiko penugasan, kompleksitas jasa yang
diberikan, tinggi keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya
KAP yang bersangkutan dan pertimbangan professional lainnya.”
Sukrisno Agoes (2012:46) biaya audit yang dikutip dari Aturan etika profesi Akuntan
public (IAI, 2) yaitu “ Fee professional terdiri atas 2 :
1. Besaran Fee Besarnya fee anggota dapat berfariasi tergantung antara lain : Resiko
penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan
lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara
menawarkan Fee yang dapat merusak citra profesi.
2. Fee kontijen Fee kontijen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa
professional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil
tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee
dianggap tidak kontijen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau 18
dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau
temuan badan pengatur.

2.4 Penetapan Standar Fee Audit


Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Peraturan Pengurus Nomor 2
tahun 2016 tentang Penentuan Imbalan Jasa Audit Laporan Keuangan. Peraturan Pengurus
No. 2 tahun 2016 (IAPI, 2016) menyatakan bahwa imbalan jasa yang terlalu rendah atau
secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor atau akuntan
pendahulu atau diajukan oleh auditor atau akuntan lain akan menimbulkan keraguan
mengenai kemampuan dan kompetensi anggota dalam menerapkan standar teknis dan
standar professional yang berlaku.
Berdasarkan surat keputusan ketua umum Institut Akuntan Publik Indonesia PP
No.2/IAPI/III/2016 mengenai panduan penetapan imbal jasa (fee) audit adalah sebagai
berikut :
Prinsip dasar penetapan imbal jasa audit:
1. Dalam menetapkan imbal jasa audit, Anggota harus mempertimbangkan :
a. Kebutuhan klien dan ruang lingkup perkejaan.
b. Waktu yang dibutuhkan dalam setiap tahapan audit.
c. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties).
9
d. Tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada
pekerjaan yang dilakukan.
e. Tingkat kompleksitas pekerjaan.
f. Jumlah personel dan banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif
digunakan oleh Anggota dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan.
g. Sistem Pengendalian Mutu Kantor.
h. Basis penetapan imbalan jasa yang disepakati.
2. Penetapan Tarif Imbalan Jasa.
a. Tarif imbal jasa (charge-out rate) harus menggambarkan remunerasi yang pantas
bagi anggota dan stafnya, dengan memperhatikan kualifikasi dan pengalaman
masing-masing.
b. Tarif harus ditetapkan dengan memperhitungkan:
 Gaji yang pantas untuk menarik dan mempertahankan staf yang kompeten dan
berkeahlian.
 Imbalan lain diluar gaji.
 Beban overhead, termasuk yang berkaitan dengan pelatihan dan
pengembangan staf, serta riset dan pengembangan.
 Jumlah jam tersedia untuk suatu periode tertentu (project chargeout time)
untuk staf profesional dan staf pendukung.
 Marjin laba yang pantas.
c. Tarif imbal jasa per-jam (hourly charge-out rates) yang ditetapkan berdasarkan
informasi di atas dapat ditetapkan untuk setiap staf atau untuk setiap kelompok
staf (junior, senior, supervisor, manajer) dan partner.
3. Pencatatan Waktu
Pencatatan waktu yang memadai dengan menggunakan time sheet yang sesuai perlu
dilakukan secara teratur untuk dapat menghitung imbalan jasa secara akurat dan
realistis, dan untuk dapat menjaga efisiensi dan 25 efektifitas pekerjaan Time sheet
sekaligus berfungsi sebagai kartu kendali staf dan dasar dari pengukuran kinerja.
4. Penagihan Bertahap
Praktik yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap atas
pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu bulan. Penagihan harus
segera dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh waktu.

10
2.5 Pengaruh Fee Audit Terhadap Independensi Auditor
Menurut Sukrisno Agoes (2012:27) menyatakan bahwa fee audit berpengaruh
terhadap kualitas audit yaitu sebagai berikut :
“Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee
yang dapat merusak citra profesi, serta Anggota KAP tidak diperkenankan mendapat klien
dengan cara menawarkan fee yang dapat mengurangi independensi.”
Standar profesi Akuntan Publik (SPAP) seksi 240 poin 1 tentang fee audit
menyatakan :
“Dalam melakukan Negoisasi mengenai jasa profesi yang diberikan praktisi dapat
mengusulkan jumlah imbalan jasa professional yang dipandang sesuai”.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No.
KEP.024/IAPI/VII/2008 pada tanggal 2 Juli 2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit.
Dalam bagian Lampiran 1 dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi
seluruh Anggota Institut Akuntan Publik Indonesia yang menjalankan praktik sebagai
akuntan publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa profesional yang
diberikannya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

11
SA 520 menyatakan “prosedur analitis” berarti pengevaluasian terhadap informasi
keuangan yang dilakukan melalui analisis hubungan antara data keuangan dan data non
keuangan. Prosedur analitis juga mencakup investigasi sebagaimana yang diperlukan atas
fluktuasi atau hubungan teridentifikasi yang tidak konsisten dengan informasi relevan lain,
atau yang berbeda dari nilai yang diharapkan dalam jumlah yang signifikan. (Ref: Para.
A1-A3).
Berdasarkan SA 520 tujuan prosedur analitis, yaitu :
c. Untuk mendapatkan bukti audit relevan dan andal ketika menggunakan prosedur
analitis substantive: dan
d. Untuk merancang dan melaksanakan prosedur analitis mendekati akhir audit yang
membantu auditor dalam merumuskan kesimpulan keseluruhan apakah laporan
keuangan konsisten dengan pemahaman auditor terhadap entitas.
Berdasarkan SA 520 pada waktu merancang dan melaksanakan prosedur analitis
susbtantif, sendiri atau dalam kombinasi dengan pengujian rinci, sebagai prosedur
substantive berdasarkan SA 330, auditor harus : (Ref : Para. A4-A5).
1. Menentukan kecocokan prosedur analitis substantive untuk asersi yang tersedia,
dengan memperhitungkan risiko kesalahan penyajian material yang ditentukan, dan
pengujian rinci, jika ada, untuk asersi – asersi tersebut; (Ref: Para. A6-A11)
2. Mengevaluasi keandalan data yang dijadikan dasar oleh auditor untuk
mengembangkan ekspektasi atas jumlah tercatat atau rasio, dengan memperhitungkan
sumber, komparabilitas, serta sifat – sifat dan relevansi informasi yang tersedia, dan
pengendalian atas penyusunannya; (Ref: Para. A12-A14)
3. Mengembangkan ekspektasi atas jumlah tercatat atau rasio dan pengevaluasi apakah
ekspektasi tersebut telah cukup tepat untuk mengidentifikasi kesalahan penyajian,
yang baik secara individu atau ketika diagregasikan dengan kesalahan pemyajian
lainnya, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan penyajian material dalam laporan
keuamgan; dan (Ref; Para. A15)
4. Menentukan jumlah perbedaan antara jumlah tercatat dengan nilai yang diharapkan
yang dapat diterima tanpa memerlukan investigasi lebih lanjut seperti yang
disyaratkan oleh paragraf 7. (Ref: Para A16)
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Peraturan Pengurus Nomor 2
tahun 2016 tentang Penentuan Imbalan Jasa Audit Laporan Keuangan. Peraturan Pengurus
No. 2 tahun 2016 (IAPI, 2016) menyatakan bahwa imbalan jasa yang terlalu rendah atau
secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor atau akuntan
pendahulu atau diajukan oleh auditor atau akuntan lain akan menimbulkan keraguan
mengenai kemampuan dan kompetensi anggota dalam menerapkan standar teknis dan
standar professional yang berlaku.

12
DAFTAR PUSTAKA

IAPI. Standar Audit 520. https://iapi.or.id/Iapi/detail/362 (diakses tanggal 15 Januari 2020


pukul 19.00).

13
Agoes, Sukrisno, 2017. Auditing : Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan
Publik, Buku 1, Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat.

http://repository.unpas.ac.id/44669/5/bab%202.pdf. (diakses tanggal 14 Januari 2020 pukul


15.00)

14

Anda mungkin juga menyukai