Anda di halaman 1dari 23

Makalah

Materialitas dan Resiko Audit

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Auditing 1


Dosen Pengampu :
Ibu Enung Nurhayati S.E., M.Si., Ak

Yang disusun oleh Kelompok 9 :


1. Laila Nur Azizah (2020010104)
2. Nurul Amanah (20200610016)
3. Sintiawati (20200610049)

Kelas Akuntansi 3B 2020

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS KUNINGAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalh ini guna untuk memenuhi tugas
kelompok Mata Kuliah Auditing 1 dengan judul “Materialitas dan Resiko Audit”.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
berkontribusi dan memberikan saran terhadap materi yang diambil. Bagi kami,semua itu masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu,dengan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
teman-teman dan Dosen pengampu Mata Kuliah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca,terutama bagi teman-teman semua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Kuningan.

Kuningan,23 December 2022

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1

DAFTAR ISI......................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3

1.1 Latar Belakang.................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan...............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5

2.1 Pengertian Materialitas...................................................................................5


2.2 Konsep Materialitas.........................................................................................5
2.3 Pertimbangan awal materialitas.....................................................................6
2.4 Alokasi materialitas awal ke dalam segmen audit........................................8
2.5 Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan. .9
2.6 Konsep risiko audit..........................................................................................10
2.7 Model Resiko Audit.........................................................................................11
2.8 Hubungan antar komponen-komponen risiko audit....................................13
2.9 Integritas materialitas dan risiko dalam prosedur audit.............................14

BAB III ARTIKEL............................................................................................................15


3.1 Data Jurnal.......................................................................................................15
3.2 Fenomena/Permasalahan................................................................................15
3.3 Metode Penelitian............................................................................................17
3.4 Hubungan Antar Variabel..............................................................................18
3.5 Hasil Penelitian................................................................................................18

BAB IV PENUTUP............................................................................................................21

4.1 Kesimpulan.......................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah
saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan  perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin
rendah resiko audit yang auditor bersedia menanggung nya.
Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelakasanaan proses audit adalah
mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya
Tujuan ini dicapai dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi yang terdapat dalam
laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Defenisi dari materialitas itu sendiri
2. Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan
3. Menetapkan Pertimbangan Awal Materialitas
4. Alokasi Pertimbangan Pendahuluan Tentang Materialitas Ke Segmen-Segmen
5. Estimasi Salah Saji Dengan Pertimbangan Awal
6. Pengertian Risiko Audit
7. Risiko Audit Pada Tingkat Laporan Keuangan Dan Tingkat Saldo Akun
8. Pertimbangan Materialitas Dan Risiko Lainnya Risiko Audit Untuk Segmen
9. Hubungan Antara Materialitas, Risiko, Audit, Bukti Audit

1.3 TUJUAN MASALAH


1. Mengharuskan seorang auditor dalam mempertimbangkan keadaan baik yang berkaitan
dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaannya.
2. Oleh karena itu pentingnya Materialitas, risiko dan strategi audit awal guna
memeperlancar tugas seorang auditor serta sebagai bahan pertimbangannya

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Materialitas


            Materialitas mendasari penerapan standar auditing, terutama yang berkaitan dengan
penerapan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan
auditor bentuk baku. Materialitas dan risiko sangat fundamental bagi perencanaan audit dan
perancangan pendekatan audit. Risiko audit dan materialitas , bersama dengan hal-hal lain, perlu
dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam
mengevaluasi hasil prosedur.
2.2 Konsep Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :
“Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang
mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau
salah saji tersebut.”

Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang


berhubung dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka
yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena tanggung jawab
menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material, auditor harus, berdasarkan
temuan salah saji yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan
tindakan koreksi.
Jika klien menolak untuk mengoreksi laporan keuangan itu, auditor harus mengeluarkan
pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar, tergantung pada seberapa
material salah saji tersebut. Agar dapat melakukan penentuan semacam itu, auditor bergantung
pada pengetahuan yang mendalam mengenai penerapan konsep materialitas. Jika definisi FASB
ini dibaca dengan cermat, akan terungkap kesulitan yang dihadapi auditor dalam menerapkan
konsep materialitas dalam praktik. Meskipun definisi tersebut menekankan pada pemakai yang
bijaksana yang mengandalkan laporan keuangan untuk membuat keputusan, auditor harus
memiliki pengetahuan mengenai siapa saja pemakai laporan keuangan klien serta keputusan apa
yang akan dibuat. Sebagai contoh, jika seorang auditor mengetahui bahwa laporan keuangan

2.3 Pertimbangan awal materialitas


SAS 107 (AU 312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan
dalam laporan keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika sedang
mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut disebut sebagai
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena, meskipun merupakan pendapat
professional , hal itu mungkin saja berubah selama penugasan. Pertimbangan ini harus
didokumentasikan dalam file audit.

Pertimbangan awal materealitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor yakin
bahwa laporan keuangan akan salah saji tetap tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang
bijaksana, langka pertama adalah menetapkan pertibangan pendahuluan tentang materalitas,
kedua, mengnalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materealitas ke segmen-segmen,
ketiga, Mengistimasi total salah saji dalam segmen, keempat, memperkirakan salah saji
gabungan, kelima, membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau
yang direvisi tentang materealitas.

Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas


untuk seperangkat laporan keuangan tertentu,

1. Materialitas adalah konsep yang bersifat relatif ketimbang absolut. Salah saji dalam
jumlah tertentu mungkin saja material bagi perusahaan kecil, tetapi dapat saja tidak
material bagi perusahaan besar.
2. Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas
Karena materialitas bersifat relative, diperlukan dasar untuk menentukan apakah salah saji itu
material. Laba bersih sebelum pajak sering kali menjadi dasar utama untuk menentukan berapa
jumlah material bagi perusahaan yang berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap sebagai item
informasi yang penting bagi para pemakai.
3. Faktor-faktor kualitatif yang juga mempengaruhi materialitas, contoh :
- Jumlah karena ketidakberesan lebih penting daripada kekeliruan yang tidak disengaja
karena ketidakberesan mencerminkan kejujuran dan keandalan dari pihak manajemen
atau pihak yang terlibat.
- Kekeliruan yang kecil dianggap material jika berhubungan dengan kewajiban
kontrak.
- Kekeliruan yang tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi
kecenderungan laba.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut
ini :
1. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
2. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas
pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1) Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
            Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama auditor
menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada saat mengevaluasi bukti-bukti
audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi
materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang
dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk
menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus mempertimbangkan dengan baik
penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan jumlah
materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak
diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi auditor
akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa
pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salahsaji material.
            Laporan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau
kecurangan yang dampaknya, secara indifidual atau secara gabungan. Dalam perencanaan audit,
auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan
dengan laporan keuangan tersebut. Kenyataannya setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih
dari satu materialitas.
2) Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
            Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat
dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat
saldo akun tidak boleh dicampur adukan dengan saldo akun material. Karena saldo akun
material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan
dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keungangan.
Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun
tersebut.
            Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus
mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan.
Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji
yang kemungkinan tidak material secara individual namun, jika digabungkan dengan salah saji
dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
1. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
            Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di klasifikasikan,
penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan
materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik
untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba
rugi mempengeruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor melakuan alokasi
atas dasar akun neraca.
            Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun
tersebut.

2.4 Alokasi materialitas awal ke dalam segmen audit


Alokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke segmen audit perlu
dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti per segmen dan bukan untuk laporan keuangan
secara keseluruhan. Berguna untuk membantu auditor dalam memutuskan jumlah bahan bukti
yang cukup untuk dikumpulkan dalam segmen tersebut, sehingga akan meminimalisasi biaya
audit. Sebagian besar alokasi materialitas pada pos-pos neraca karena neraca memiliki lebih
sedikit komponen. Kesulitan materialitas pada akun neraca :
- Anggapan bahwa akun tertentu lebih banyak kekeliruan daripada yang lain.
- Perlunya mempertimbangkan apakah kekeliruan tsb. lebih saji atau kurang saji.
- Biaya audit relatif dari prosedur audit yang mempengaruhi alokasi untuk tiap akun
sulit diramalkan.
 Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialistas
- Merencanakan luas pengujian
- Langkah 1 : Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas
- Langkah 2 : Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas segmen-
segmen
- Mengevaluasi hasil-hasil
- Langkah 3 : Mengestimasi total salah saji dalam segmen
- Langkah 4 : Memperkirakan salah saji gabungan
- Langkah 5 : Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan
atau yang direvisi  tetentang materialitas
Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut
mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan
sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat
terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan.
Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau
pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup:
a.       Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan
laporan keuangan.
b.      Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir
fakta.
c.       Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi,
cara penyajian, atau pengungkapan.
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan (guarantee)
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah
akurat.

2.5 Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan


            Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien
atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat karena
auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang
diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu,
dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut:

1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam


laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi.
2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan.
3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan
informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan ketidakberesan.
            Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor
yaitu: konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep risiko
audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas
laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
2.6 Konsep risiko audit
            Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA
Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko
yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti
auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya.
            Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas
dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara
individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat
saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan
pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.
 Risiko Audit Pada Tingkat Laporan Keuangan Dan Tingkat Saldo Akun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan informasi
yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor mempertimbangkan
baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :

1)Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)


Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit
keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh
auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal
kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.
2) Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko audit
keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual perlu
ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar
saldonya atau frekuensi transaksi perubahan.
2.7 Model Resiko Audit
PDR = AAR/(IR*CR)

IR x CR

PDR = Risiko penemuan yang direncanakan ( Planned Detection Risk )    

            AAR = Risiko audit yang dapat diterima ( Acceptable Audit Risk )

            IR = Risiko bawaan ( Inherent Risk )

            CR = Risiko pengendalian ( Control Risk )

 Risiko penemuan yang direncanakan ( Planned Detection Risk )


Yaitu bahwa bahan bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal menemukan salah saji
yang melewati jumlah yang dapat ditoleransi, kalau salah saji semacam itu timbul.
 Risiko Bawaan ( Inherent Risk )
Penetapan auditor akan kemungkinan adanya salah saji dalam segmen audit yang
melewati batas toleransi, sebelum memperhitungkan faktor efektifitas pengendalian
intern.
 Risiko pengendalian ( Control Risk )
Yaitu ukuran penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam
segmen audit yang melewati batas toleransi, yang tak terdeteksi atau tercegah oleh SPI
klien.
 Risiko audit yang dapat diterima ( Acceptable Audit Risk )
Yaitu ukuran ketersediaan auditor untuk menerima bahwa L/K salah saji secara material
walaupun audit telah selesai dan pendapat WTP telah diberikan. Bersifat subyektif.

Faktor – faktor yang mempengaruhi resiko:


1) Ketergantungan pemakai eksternal
2) Kemungkinan kegagalan keuangan
3) Integritas manajemen
4) Sifat bisnis
5) Hasil audit sebelumnya
6) Penugasan awal versus penugasan berulang
7) Pihak-pihak yang terkait
8) Transaksi non rutin
9) Pertimbangan yang diperlukan
10) Unsur-unsur populasi
11) Faktor-faktor yang berkaitan dengan salah saji yang timbul akibat pelaporan keuangan yang
curang
12) Ketentuan aktiva terhadap misaproporsi
13) Evektivitas pengendalian internal
14) Rencana pengandalan

 Evaluasi Hasil
Setelah auditor merencanakan penugasan dan mengumpulkan bukti audit, hasil-hasilnya dapat
juga dinyatakan dalam versi evaluasi model resiko audit. Model resiko audit dalam untuk
mengevaluasi hasil-hasil audit dinyatakan dalam SAS 107 sebagai :

AcRC = IR x CR x AcDR

dimana:

AcAR (Achived Audit Risk) = resiko audit yang dicapai

IR (Inheren Risk) = resiko inheren

CR (Control Risk) = resiko pengendalian

AcDR (Achived detecion risk) = resiko deteksi yang dicapai

Rumus tersebut menunjukkan tiga cara untuk mengurangi resiko audit yang dicapai ke tingkat
yang dapat diterima:

1) Mengurangi resiko inheren. Karena resiko inheren dinilai oleh auditor berdasarkan keadaan
klien, penilain dilakukan selama tahap perencanaan dan biasanya tidak diubah kecuali
terungkap fakta-fakta baru selama berlangsungnya audit.
2) Mengurangi resiko pengendalian. Penilain resiko pengendalian dipengaruhi oleh
pengendalian internal klien serta pengujian yang dilakukan auditor terhadap pengendalian
tersebut.
3) Mengurangi resiko deteksi yang dicapai dengan meningkatkan pengujian audit substantif.
Auditor mengurangi resiko deteksi yang dicapai dengan mengumpulkan bukti dengan
menggunakan prosedur analitis, pengujian substantif atas transaksi, dan pengujian atas
rincian saldo.
2.8 Hubungan antar komponen-komponen risiko audit
Untuk suatu tingkat risiko audit tertentu, terdapat hubungan terbalik antara tingkat
risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan untuk suatu asersi, dengan
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima auditor untuk asersi tersebut. Artinya, semakin
rendah risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungan, semakin tinggi tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima. Risiko bawaan dan risiko pengendalian berhubungan
erat dengan keadaan klien, sedangkan risiko deteksi dapat dikendalikan oleh auditor.
Pemahaman tentang hubungan yang dinyatakan dalam model risiko audit sangat
penting dalam menentukan tingkat risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima.
Komponen risiko audit terdiri dari risiko bawaan,risiko pengendalian, dan risiko deteksi.
Hubungan antar komponen risiko audit dapat dirumuskan dalam suatu model sebagai
berikut:

IR = Risiko bawaan (Inherent Risk)


Resiko inheren yaitu mengukur penilaian auditor atas kemungkinan adanya salah saji (kekeliruan
atau kecurangan) yang material dalam segmen, sebelum memperhitungkan keefektifan AR=IR x
CR x DR
Di mana :
AR = Risiko audit (Audit Risk)
Resiko audit yang diterima adalah ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan
keuangan mungkin mengandung salah saji yang material setelah audit selesai, dan pendapat
wajar tanpa pengecualian telah dikeluarkan.
pengendalian internal.
CR = Risiko pengendalian (Control Risk)
Resiko pengendalian : mengukur penilaian auditor mengenai apakah salah saji yang melebihi
jumlah yang ditoleransi dalam sutau segmen akan dicegah atau terdeteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian internal klien.
DR = Risko deteksi (Detection Risk)

Resiko deteksi merupakan resiko yang dapat dikendalikan oleh auditor.

Resiko deteksi yang direncanakan : adalah resiko bahwa bukti audit untuk suatu segmen akan
gagal mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji yang ditoleransi.

2.9 Integritas materialitas dan risiko dalam prosedur audit


Konsep materialitas dan risiko dalam audit sangat berkaitan erat dan tidak dapat
dipisahkan. Risiko merupakan ukuran atas ketidakpastian, sedangkan materialitas merupakan
ukuran besaran atau tinggi rendahnya. Bersama-sama keduanya mengukur jumlah ketidakpastian
dalam suatu besaran tertentu.
Hubungan antara salah saji yang dapat diterima dengan keempat risiko untuk
merencanakan bukti audit, dengan memasukkan salah saji yang dapat diterima. Salah saji yang
dapat diterima tidak memengaruhi keempat risiko tersebut, demikian pula risiko-risiko tersebut
tidak memiliki pengaruh terhadap salah saji yang dapat diterima, namun semuanya bersama-
sama menentukan bukti audit. Dengan kata lain, salah saji yang dapat ditolerir bukanlah bagian
dari model risiko audit, tapi kombinasi dari salah saji yang dapat diterima dan faktor-faktor
model risiko audit menentukan bukti audit terncana.

BAB III

ARTIKEL TERKAIT
MATERIALITAS DAN RESIKO AUDIT

3.1 Data Jurnal

Judul : Pengaruh Risiko Audit Materialitas Kompleksitas Audit dan Pengendalian Internal
yang Relevan terhadap Pertimbangan Auditor atas Prosedur Audit

Penulis : Agustine Sulviani , Hendri Hermayana

Published : Jurnal Wacana Ekonomi Vol. 19; No. 01

3.2 Fenomena/Permasalahan

International standard on auditing (ISA) 200 meminta auditor untuk merencanakan dan
melaksanakan audit dengan matang, hati-hati dan cermat agar risiko tipe satu tidak terjadi atau
berkurang sampai ke level terendah yang dapat diterima. Risiko tipe satu diumpamakan seperti
investor yang cenderung berinvestasi pada sebuah perusahaan yang mendapat opini baik
walaupun sesungguhnya keliru, ketika kebenaran tentang perusahaan terungkap investor
menyadari bahwa nilai perusahaan tersebut berada dibawah harapannya atau lebih kecil dari
yang diperkirakannya

Risiko salah saji material di tingkat asersi terdiri atas risiko bawaan dan risiko kontrol
namun dalam ISA tidak menyebut kedua risiko tersebut terpisah melainkan gabungan
(combined) atau istilahnya combined assessment (penilaian gabungan) terhadap risiko salah saji
material (risk of material misstatement).

Risiko bawaan dan risiko kontrol mengartikan laporan keuangan berpotensi mengandung
salah saji material. Risiko deteksi mengartikan auditor gagal mendeteksi salah saji material
dalam laporan keuangan.

Risiko audit terdiri dari dua unsur utama, combined assessment dan detection risk. Salah
saji material bisa terjadi secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Contoh, laporan keuangan
mencantumkan pabrik senilai 10 milyar rupiah, pabrik itu tidak pernah dibangun atau dibeli,
laporan keuangan mengandung suatu salah saji yang material. Laporan keuangan dapat juga
berisi beberapa salah saji yang secara agregat atau tergabung berjumlah material. Salah saji
material bisa berupa salah saji yang tidak dikoreksi (uncorrected misstatement) misalnya yang
ditemukan oleh auditor dan dikomunikasikan kepada kepala bagian pembukuan (chief
accountant) dan diakui sebagai salah saji namun kepala bagian tidak bersedia mengoreksinya.
Salah saji material bisa berupa pengungkapan yang menyesatkan (misleading disclosures) atau
pengungkapan yang tidak dicantumkan (missing disclosures) dalam laporan keuangan. Ini
merupakan salah saji material secara kualitatif (bukan angka), berbeda dengan dua bentuk
sebelumnya yang merupakan salah saji material secara kuantitiatif (berupa angka-angka). Salah
saji material bisa berupa kesalahan (error) disebut risiko bisnis atau bisa berupa kecurangan
(fraud) disebut risiko kecurangan. Risiko bawaan berisi semua faktor risiko bisnis dan
kecurangan contoh, sistem akuntansi yang baru diimplementasi, berpotensi terjadi kesalahan (ini
adalah risiko bisnis) bisa juga berpeluang dimanipulasi untuk mencuri uang entitas (ini adalah
risiko kecurangan). Risiko salah saji material dalam laporan keuangan berada diluar kendali
auditor. Auditor harus melakukan penilaian risiko (risk assessment) melalui suatu prosedur
penilaian risiko untuk menentukan risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Tahap
penilaian risiko ini merupakan tahap pertama dari tiga tahap audit berbasis risiko. Pertanyaan
utama dalam tahap ini adalah peristiwa apa yang jika terjadi bisa berpotensi mengakibatkan salah
saji material dalam laporan keuangan. Langkah berikutnya auditor merancang dan melaksanakan
prosedur audit yang tepat sebagai tanggapan terhadap risiko yang telah diidentifikasi dan dinilai,
baik pada tingkat laporan keuangan maupun pada tingkat asersi. Kalimat tersebut merupakan
istilah dari menekan risiko. Tahap menanggapi risiko ini merupakan tahap kedua dalam tiga
tahap audit berbasis risiko. Pertanyaan utama dalam tahap ini adalah apakah peristiwa yang
diidentifikasi dalam tahap pertama memang terjadi dan mengakibatkan salah saji material dalam
laporan keuangan. Tahap ketiga (tahap terakhir) dalam tiga tahap audit berbasis risiko adalah
reporting (pelaporan), tahap melaporkan meliputi merumuskan pendapat atau opini audit yang
tepat berdasarkan bukti audit yang diperoleh serta membuat dan menebitkan laporan yang tepat
sesuai kesimpulan yang ditarik.

ISA 315 alinea 16 menyatakan jika entitas memiliki proses penilaian risiko entitas (PPRE),
auditor wajib mengevaluasi apakah ada jenis risiko yang diduga auditor seharusnya dapat
ditemukan PPRE. Istilah risk assessment atau penilaian risiko dapat dilihat dari sisi entitas dan
auditor. Entitas menilai risiko dari sudut pandang ancaman terhadap pencapaian tujuan entitas
diantaranya ialah menghasilkan laporan keuangan bebas dari salah saji material. Untuk itulah
entitas wajib merancang, mengimplementasi dan memelihara pengendalian internal. Dipihak lain
auditor menilai risiko sebagai bagian dari proses auditnya. Penilaian risiko merupakan komponen
kedua dari pengendalian internal. Disinilah akan terlihat persinggungan antara kepentingan
entitas dan auditor. Jika PPRE tepat atau sesuai dengan situasi yang dihadapi entitas itu maka
PPRE mendukung upaya auditor untuk menilai seberapa besarnya risiko salah saji yang material
dalam laporan keuangan yang diauditnya. ISA 315 alinea 20 mengemukakan Auditor wajib
memperoleh pemahaman mengenai kegiatan pengendalian (prevent, detect, correct) yang relevan
untuk auditnya, yakni pengendalian yang dipandang auditor adalah penting untuk menilai risiko
salah saji yang material ditingkat asersi dan merancang prosedur audit lanjutan untuk
menanggapi risiko tersebut. Suatu audit tidak mewajibkan pemahaman semua kegiatan
pengendalian yang berkenaan dengan jenis transaksi, saldo akun dan disclosure (asersi/tingkat
transaksional). Pemahaman yang baik mengenai unsur-unsur pervasif pengendalian intern
ditingkat entitas memberikan dasar yang kokoh untuk menilai pengendalian yang relevan
terhadap pelaporan keuangan ditingkat transaksional (tingkat proses bisnis). Contoh, jika
pengendalian atas data integritas ditingkat entitas lemah, kelemahan ini mempengaruhi
keandalan informasi yang dihasilkan sistem seperti informasi penjualan, pembelian, dan gaji.
Transaksi rutin seperti penjualan, pembelian dan gaji; transaksi non-rutin seperti pembelian
peralatan kantor, menjajaki bisnis baru. Didalam transaksi-transaksi tersebut terdapat faktor-
faktor risiko (risk factors) yang jika tidak dimitigasi/ditangkal oleh kegiatan pengendalian yang
dipelihara oleh organisasi menyebabkan salah saji yang material dalam laporan keuangan.

Menurut pendapat Qurrahman, Susfayetti dan Mirdah (2012) materialitas tidak


berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur audit. Argumentasinya adalah responden
beranggapan bahwa pengurangan jumlah sampel dan tidak melakukan konfirmasi, dapat
dilakukan oleh auditor dengan catatan semua itu tidak menyebabkan sesuatu yang dapat
mengubah pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan.

Sedangkan menurut Trinaldi, Kamaliah, dan Al Azhar (2014) pertimbangan auditor


mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi
auditor sendiri. Saat auditor menetapkan bahwa materialitas yang melekat pada suatu prosedur
audit rendah maka terdapat kecenderungan bagi auditor untuk mengabaikan prosedur audit
tersebut. Pengabaian ini menimbulkan praktik penghentian prematur atas prosedur audit.

Jelista (2015) menyetujui bahwa kompleksitas audit adalah persepsi auditor tentang
kesulitan suatu tugas audit yang disebabkan terbatasnya kapabilitas dan daya ingat serta
kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki auditor. Hal tersebut ditunjukkan
dalam penelitiannya terhadap auditor yang berada pada KAP di Pekan Baru, Medan dan Padang
sebagai responden. Hasil penelitian Jelista menunjukkan bahwa kompleksitas audit berpengaruh
terhadap kualitas audit, sehingga Jelista mendukung pernyataan bahwa peningkatan kompleksitas
dalam suatu tugas atau sistem akan menurunkan tingkat keberhasilan tugas itu. Sama halnya
dengan Prasita dan Adi (2007) yang menyatakan bahwa kompleksitas audit yang muncul karena
semakin tinggi variabilitas dan ambiguitas dalam tugas pengauditan menjadi penyebab turunnya
kualitas audit, auditor cenderung berperilaku disfungsional dan lebih mengutamakan kepentingan
klien dari pada obyektivitas hasil pengauditan itu sendiri.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh risiko audit, materialitas, kompleksitas
dokumen audit dan pengendalian internal yang relevan terhadap pertimbangan auditor atas
prosedur audit. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian verifikatif. Unit analisis pada
kantor akuntan public wilayah Bandung yang terdaftar di Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK-RI).

3.4 Tinjauan Pustaka


Kompleksitas audit yang meliputi kompleksitas tugas pada perusahaan multinasional
dikemukakan oleh Joshua and Michas (2017) bahwa pada praktiknya, lingkup aktivitas pada
sebuah komponen (auditor entitas anak) dari yang sederhana seperti inspeksi gudang disatu
wilayah hingga mengaudit anak perusahaan diluar negeri yang melakukan aktivitas bisnis secara
penuh sehingga harus mempersiapkan laporan keuangan konsolidasi, tunduk pada ketentuan
bahwa KAP induk yang mengaudit grup internasional harus mendorong dan mengkoordinasi
jaringan auditor beberapa negara untuk konsolidasi laporan keuangan. Meskipun pekerjaan audit
dilakukan melalui beberapa auditor komponen di masing-masing negara akan tetapi auditor
prinsipal (auditor perusahaan induk) bertanggung jawab dan memegang wewenang terhadap
audit dan bertanggung jawab atas keseluruhan tugas. Sedangkan auditor komponen bertanggung
jawab atas prosedur audit yang berlokasi diluar negeri biasanya merupakan KAP afiliasi yang
anggotanya jaringan KAP internasional yang sama.

Rachmawati, Darwanis, dan Bakar (2013) menyatakan bahwa dalam perencanaan


pekerjaannya, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Penelitian Rahmawati dkk
dilakukan pada kantor BPK RI perwakilan Aceh. Hasil jawaban responden menunjukkan bahwa
risiko audit dapat diminimalisasi dengan melakukan beberapa hal seperti memeriksa dengan teliti
setiap dokumen audit, memeriksa saldo akun dan golongan transaksi, menentukan ukuran
sampel, fokus pada akun atau transaksi yang besar dan berisiko tinggi, serta tidak melakukan
pelanggaran dalam melakukan audit. Berdasarkan uraian dan pemaparan studi terdahulu
mengenai pertimbangan auditor atas prosedur audit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
maka penulis menyatakan hipotesis sebagai berikut, Hipotesis: risiko audit, materialitas,
pengendalian internal yang relevan dengan audit serta kompleksitas audit berpengaruh terhadap
pertimbangan auditor atas prosedur audit.

3.5 Hasil Penelitian

Hasil penghitungan uji validitas menggunakan teknik korelasi product moment yang
dikemukakan oleh Pearson terhadap risiko audit, materialitas, kompleksitas audit, pengendalian
internal yang relevan, pertimbangan auditor atas prosedur audit menunjukkan bahwa seluruh
butir pernyataan dinyatakan valid karena rhitung untuk semua item pernyataan pada setiap
variabel lebih besar dari rtabel pada tingkat signifikansi 0,05. Maka seluruh butir pernyataan
dinyatakan sahih atau valid.

 Pengaruh Risiko Audit Terhadap Pertimbangan Auditor atas Prosedur Audit

Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel risiko audit berpengaruh signifikan dan
positif terhadap pertimbangan auditor atas prosedur audit. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Rachmawati, et al. (2013), yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh risiko audit
terhadap pertimbangan auditor. Audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari
salah saji material, maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung
salah saji yang tidak terdeteksi dan tidak terkoreksi (undetected and uncorrected). Dengan
demikian dalam perencanaan pekerjaannya, auditor harus mempertimbangkan risiko audit
tersebut.

 Pengaruh Materialitas Terhadap Pertimbangan Auditor atas Prosedur Audit

Hasil pengujian menunjukkan bahwa materialitas berpengaruh signifikan dan negatif


terhadap pertimbangan auditor atas prosedur audit. Materialitas mencerminkan area abu-abu apa
yang dapat menjadi material dan yang dapat menjadi tidak material, butuh pertimbangan
profesional auditor untuk menyadari ada informasi yang dapat menyebabkan penentuan awal
materialitas yang didasarkan pada asumsi pengguna laporan keuangan (user) telah berbeda
jumlahnya, karena materialitas keseluruhan menanggapi kebutuhan informasi pengguna laporan
keuangan bukan tingkat risiko audit. Materialitas keseluruhan dalam jumlah yang lebih rendah
akan memberikan rasa nyaman kepada user bahwa kesalahan penyajian yang lebih kecil dalam
laporan keuangan akan diidentifikasi oleh auditor sehingga risiko audit telah dikurangi pada
tingkat yang seharusnya. Hasil penelitian ini konsisten dengan Trinaldi, et al. (2014) namun tidak
sejalan dengan Qurrahaman, et al. (2012)

 Pengaruh Kompleksitas Audit Terhadap Pertimbangan Auditor atas Prosedur Audit

Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel kompleksitas audit berpengaruh


signifikan dan positif terhadap pertimbangan auditor atas prosedur audit. Penelitian sebelumnya
oleh Prasita dan Adi (2007); Jelista (2015) menyetujui bahwa semakin tinggi variabilitas dan
ambiguitas dalam tugas pengauditan (kompleksitas audit) menjadi penyebab turunnya kualitas
audit, auditor cenderung berperilaku disfungsional dan lebih mengutamakan kepentingan klien
dari pada obyektivitas hasil pengauditan itu sendiri.

Perusahaan multinasional dengan grup internasional serta transaksi yang kompleks


membutuhkan jaringan KAP berafiliasi karena didalamnya terdapat keseragaman (konvergensi)
yang sangat dibutuhkan dalam mendorong upaya koordinasi antara KAP induk (bertanggung
jawab atas prosedur audit di entitas induk) dengan beberapa KAP komponen (bertanggung jawab
atas prosedur audit di entitas anak) di beberapa negara berkoordinasi untuk laporan keuangan
konsolidasi (Joshua and Michas, 2017).

Pengaruh Pengendalian Internal yang Relevan dengan audit Terhadap Pertimbangan


Auditor atas Prosedur Audit Hasil analisis menunjukkan bahwa pengendalian internal yang
relevan berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertimbangan auditor atas prosedur audit.
Jika risiko yang dinilai rendah karena pengendalian internal terkait maka auditor akan menguji
pengendalian tersebut. Prosedur penilaian diimplementasikannya pengendalian internal meliputi
inquiry, observing, re-performing dan walkthrough (napak tilas), sedangkan efektifnya
pengendalian internal dinilai melalui prosedur uji pengendalian (test of controls). Seperti yang
dikemukakan oleh Tehupuring dan Lingga (2017) bahwa sistem pengendalian internal yang
efektif dapat mendorong individu untuk tidak berperilaku oportunis, sehingga mampu menjaga
kekayaan, mendorong efisiensi kebijakan, memastikan bahwa informasi akuntansi telah disajikan
secara akurat serta mematuhi sistem dan prosedur atau regulasi yang berlaku.

 Pengaruh Risiko Audit, Materialitas, Kompleksitas Audit dan Pengendalian Internal yang
relevan Terhadap Pertimbangan Auditor atas Prosedur Audit

Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko audit, materialitas, kompleksitas audit dan
pengendalian internal yang relevan, secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertimbangan
auditor atas prosedur audit. Luasnya prosedur audit ditentukan sesudah mempertimbangkan;
performance materiality, risiko yang dinilai (assessed risk) dan tingkat asurans yang
direncanakan auditor. Secara umum, luasnya prosedur audit (seperti banyaknya sampel untuk uji
rincian atau; seberapa rinci prosedur analitikal substantif) akan meningkat dengan meningkatnya
risiko salah saji material. Namun, peningkatan luasnya prosedur audit hanyalah efektif jika
prosedur audit itu sendiri memang relevan untuk risiko yang dihadapi.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Materialitas dibagi menjadi dua golongan yaitu materialitas pada tingkat laporan


keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Sedangkan Risiko audit juga
digolongkan menjadi dua yakni risiko audit keseluruhan dan risiko audit individual. Dalam hal
ini risiko audit terdiri dari tiga unsur:

(1) risiko bawaan, yakni kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksiterhadap
suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
struktur pengendalian intern yang terkait,

(2) risiko pengendalian, yakni risiko terjadinya salah saji material dalam suatuasersi yang
tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern
entitas,

(3) risiko deteksiadalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksisalah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi.Adanya hubungan antara tingkat materialitas,
risiko audit dan bukti audit, auditordapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan
audit atas asersi individual ataukelompok asersi.

Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan biaya manfaat, auditor tidak mungkin


melakukan pemeriksaan atas semua transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan ,
auditor harus menggunakan konsep materialitas dan konsep resikoaudit dalam menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan. Materialitas dibagi menjadi dua golongan : materialitas
pada tingkat laporankeuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Resiko audit juga
digolongkanmenjadi dua : resiko audit keseluruhan dan resiko audit individual

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/38499413/Makalah_Materialitas_Dan_Risiko_Audit_docx

file:///C:/Users/Acer/Downloads/MATERI%20PERTEMUAN%205%20PENGERTIAN
%20DAN%20FUNGSI%20KERTAS%20KERJA.pdf
https://www.coursehero.com/file/50641650/HUBUNGAN-ANTAR-KOMPONEN-RESIKO-
AUDITdocx/#:~:text=Hubungan%20antarkomponen%20risiko%20audit,dapat%20dikendalikan
%20oleh%20auditor.%20Oleh
https://www.academia.edu/19499737/presentasi_audit
file:///C:/Users/Asus/Downloads/637-1808-3-PB.pdf

Anda mungkin juga menyukai