Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MATERIALITAS

Disusun Oleh :
Mikhael Boromeus M. Epa (2110020068)
Oktavianus Surijo Ranggi (2110020077)
Patrik Reinardus Marman (2110020079)
Paulinus Vyaneri Endi (2110020080)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya tulisan ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah yagn berjudul “MATERIALITAS”
Kami sebagai penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Hal
ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
penulis berharap menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan makalah
ini.
Selanjutnya penulis berharap agar makalah yang masih jauh dari sempurna ini dapat memberikan
dampak positif dan bermanfaat bagi para pembaca.

Kupang, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
1.3. Tujuan ................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian materialitas ...................................................................................................... 3
2.2 Pengukuran materialitas ................................................................................. 4
2.3 Pengukuran materialitas tahap perencanaan pengauditan dan tahap kesimpulan
pengauditan........................................................................................................................ 4
2.4 Pengukuran materialitas tingkat laporan keuangan dan tingkat bunga .................. 6
2.5 Prinsip dasar alokasi materialitas tingkat laporan keuangan ke materialitas
saldo akun ....................................................................................................... 7
2.6 Pengukuran materialitas secara kuantitatif dan secara kualitatif ........................ 9
2.7 Performance materiality .................................................................................. 10
2.8 Hubungan komponen risiko pengauditan, materialitas, dan bukti pengauditan 13
2.9 Tindak lanjut pengauditan atas temuan salah saji ............................................ 14
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 16
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan
dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan. Standar Profesi
Akuntansi Publik mengharuskan dibuatnya laporan setiap kali melakukan audit. Kantor
Akuntan Publik dapat memberikan berbagai laporan audit, sesuai dengan keadaan. Dalam
melakukan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan mutlak bagi
klien atau pemakai laporan keuangan lainnya, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat.
Audit dapat dikatakan jujur dan wajar, laporan keuangan tidak perlu benar-benar akurat
sepanjang tidak mengandung kesalahaan material. Suatu persoalan dikatakan material jika
tidak adanya pengungkapan atas salah saji material atau kelalaian dari suatu akun dapat
mengubah pandangan yang diberikan terhadap laporan keuangan. Materialitas berhubungan
dengan judgement, Ketika dikaitkan dengan evaluasi risiko pertimbangan inilah yang akan
mempengaruhi cara-cara pencapaian tujuan audit, ruang lingkup dan arah pekerjaan terperinci
serta disposisi kesalahan dan kelalaian. Dalam perencanaan audit yang harus dipertimbangkan
oleh auditor eksternal adalah masalah penetapan tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk tujuan audit.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu materialitas ?
2. Apa itu pengukuran materialitas?
3. Bagaimana pengukuran materialitas tahap perencanaan pengauditan dan tahap kesimpulan
pengauditan?
4. Bagaimana pengukuran materialitas tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo akun?
5. Apa yang dimaksud prinsip dasar alokasi materialitas tingkat laporan keuangan ke materialitas
saldo akun?
6. Bagaimana pengukuran materialitas secara kualitatif dan secara kuantitatif?
7. Apa itu performance materiality?
8. Bagaimana hubungan komponen risiko pengauditan, materialitas, dan bukti pengauditan?
9. Bagaimana tindak lanjut pengauditan atas temuan salah saji?

1
1.3. Tujuan
1. Memahami definisi materialitas.
2. Mengetahui pengukuran materialitas.
3. Mengetahui pengukuran materialitas tahap perencanaan pengauditan dan tahap
kesimpulan pengauditan.
4. Mengetahui pengukuran materialitas tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo
akun.
5. Memahami prinsip dasar alokasi materialitas tingkat laporan keuangan ke
materialitas saldo akun.
6. Mengetahui pengukuran materialitas secara kualitatif dan kuantitatif.
7. Memahami performance materiality.
8. Mengetahui hubungan komponen risiko pengauditan, materialitas, dan bukti
pengauditan.
9. Mengetahui tindak lanjut pengauditan atas temuan salah saji.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Materialitas
Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam menentukan laporan audit yang tepat
untuk diterbitkan. Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas
yaitu besarnya nilsi yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari
keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya
salah penghilangan atau salah saji tersebut.
Materialitas terbagi menjadi 5 diantaranya yaitu :
a. Overall Materiality
Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan
penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna
laporan keuangan tersebut.
b. Performance Materiality
Merupakan level materialitas yang memperhitungkan risiko kesalahan secara
gabungan di level akun laporan keuangan. Dalam pelaksanaannya, performance
materiality memerlukan pertimbangan professional yang dipakai untuk menentukan
akun yang dipilih dalam audit.
c. Spesific Materiality
Apabila terdapat akun dalam laporan keuangan atau pengungkapan dengan
Batasan materialitas lebih rendah dari materialitas laporan keuangan secara
keseluruhan, maka harus ditetapkan tingkat materialitas spesifiknya.
d. Spesific Performance Materiality
Spesific performance materiality juga ditentukan dengan pedoman yang sama
dengan performance materiality. Tingkat materialitas ini ditentukan untuk
mengurangi risiko sampai di level yang rendah dimana risiko gabungan kesalahan
tidak melebihi materialitas spesifik untuk akun atau pengungkapan tertentu.

3
e. Clearly Trivial
Merupakan nilai yang keseluruhannya tidak perlu untuk dijumlahkan. Hal-hal
yang sangat kecil pengaruhnya terhadap laporan keuangan, bahkan bila dijumlahkan.
Pada umumnya nilai ini sebesar 0-5% dari meterialitas.
Oleh karena auditor bertanggung jawab menentukan apakah terdapat salah saji informasi
akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atas
atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi
tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut. Jika klien menolak untuk
mengoreksi salah saji tersebut, maka auditor harus menerbitkan opini wajar dengan
pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada seberapa signifikan salah saji tersebut. Untuk
menentukan hal tersebut, auditor sangat bergantung pada pengetahuan yang mendalam atas
penerapan materialitas.

2.2 Pengukuran Materialitas


Pengukuran materialitas adalah proses untuk menentukan tingkat signifikansi atau
pentingnya suatu informasi keuangan. Dalam pengukuran materialitas, auditor
mempertimbangkan besarnya jumlah yang terlibat, sifat informasi, dan konteksnya. Jika
suatu informasi atau kesalahan dianggap material, auditor akan memberikan perhatian
yang lebih besar pada hal tersebut dalam proses audit.
Pendekatan umum untuk mengukur materialitas adalah dengan mempertimbangkan
besarnya jumlah yang terlibat dalam informasi yang dipertimbangkan dan dampaknya
terhadap pengguna laporan keuangan. Misalnya, suatu informasi dapat dianggap material
jika jumlahnya signifikan secara finansial atau jika informasi tersebut. dapat
mempengaruhi penilaian dan keputusan pengguna laporan keuangan.

2.3 Pengukuran Materialitas Tahap Perencanaan Pengauditan dan Tahap Kesimpulan


Pengauditan
Pengukuran materialitas adalah salah satu aspek penting dalam proses perencanaan
pengauditan dan penarikan kesimpulan pengauditan. Materialitas mengacu pada sejauh mana
kesalahan atau ketidakakuratan dalam laporan keuangan suatu entitas dapat memengaruhi

4
pengambilan keputusan oleh pemangku kepentingan. Proses ini melibatkan tahap
perencanaan pengauditan dan kesimpulan pengauditan sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan Pengauditan:
 Pemahaman Terhadap Entitas: Auditor harus memahami entitas yang diaudit, termasuk
operasi, industri, dan faktor-faktor eksternal yang dapat memengaruhi entitas tersebut.
 Penilaian Risiko: Auditor harus menilai risiko pengauditan, termasuk risiko material yang
mungkin terkait dengan laporan keuangan. Ini mencakup penilaian risiko pengendalian
dan risiko pengauditan.
 Penentuan Materialitas: Auditor harus menentukan tingkat materialitas. Ini dapat
didasarkan pada faktor seperti ukuran entitas, jenis industri, dan kepentingan pemangku
kepentingan. Materialitas biasanya diukur sebagai persentase dari aset total, pendapatan,
atau laba bersih.
 Perencanaan Prosedur Pengauditan: Auditor akan merencanakan prosedur pengauditan
yang akan digunakan untuk mengumpulkan bukti dan mengidentifikasi ketidakakuratan
material dalam laporan keuangan.
2. Pelaksanaan Pengauditan:
 Pengumpulan Bukti: Auditor akan menjalankan prosedur pengauditan yang telah
direncanakan untuk mengumpulkan bukti yang cukup dan memadai untuk mendukung
kesimpulan pengauditan.
 Evaluasi Ketidakakuratan Material: Selama pelaksanaan pengauditan, auditor akan
menilai apakah terdapat ketidakakuratan material dalam laporan keuangan dan jika iya,
sejauh mana dampaknya terhadap laporan keuangan.
3. Kesimpulan Pengauditan:
 Evaluasi Keseluruhan: Auditor akan mengevaluasi keseluruhan kesalahan yang
ditemukan selama pengauditan, termasuk apakah kesalahan tersebut bersifat material atau
tidak.
 Kesimpulan dan Laporan: Auditor akan membuat kesimpulan apakah laporan keuangan
secara material akurat dan mencerminkan gambaran yang wajar tentang keuangan entitas.
Kesimpulan ini akan mencakup pernyataan tentang kesesuaian laporan keuangan dengan
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.

5
2.4 Pengukuran Materialitas Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun
2.4.1 Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan
Materialitas pada tingkat laporan keuangan meliputi besarnya salah saji minimum
dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan
menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Dalam membuat pertimbangan awal tentang materialitas, auditor menentukan
tingkat materialitas awal keseluruhan untuk setiap jenis laporan keuangan, sebagai
contoh, auditor menaksir bahwa kekeliruan sebesar Rp. 1.000.000 untuk laporan laba
rugi dan Rp. 2.000.000 untuk neraca dipandang kekeliruan material. Dalam keadaan ini
auditor semestinya tidak menggunakan materialitas neraca dalam perencanaan audit
karena apabila salah saji neraca yang berjumlah Rp. 2.000.000 juga mempengaruhi laba
rugi, maka laporan laba rugi akan salah saji secara material.
Untuk tujuan perencanaan, auditor harus menggunakan perimbangan awal
mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan
yang melekat pada proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk
mencapai keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material. Auditor biasanya menggunakan salah saji terkecil yang dianggap material
untuk salah satu laporan keuangan. Dasar pengambilan keputusan ini dilakukan karena:
a. Laporan keuangan saling berhubungan
b. Sebagian besar prosedur audit berhubungan dengan lebih dari satu jenis
laporan keuangan.
Sebagai contoh, prosedur audit untuk menentukan apakah penjualan kredit pada
akhir tahun dicatat dalam periode akuntansi semstinya memberikan bukti tentang baik
piutang usaha (neraca) dan pendapatan penjualan (laporan laba rugi).
Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam sampai
dengan Sembilan bulan sebelum tanggal rencana. Oleh karena itu, pertimbangan tersebut
dapat didasarkan atas data laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif,
pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih yang
telah lalu, yang disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum
dan trend industry.

6
2.4.2 Materialitas Tingkat Saldo Akun
Materialitas saldo akun adalah salah saji minimum yang bisa terjadi pada suatu
saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Salah saji sampai tingkat tersebut
salah saji yang bisa diterima. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh
dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Perlu dipahami bahwa saldo akun
yang material menunjukan besarnya saldo sebuah akun yang tercatat dalam pembukuan,
sedangkan konsep materialitas adalah jumlah salah saji yang bisa berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan. Saldo suatu akun yang dicatat
umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Oleh karena itu, akun dengan saldo yang lebih kecil dibandingkan dengan
materialitas seringkali disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji. Namun,
tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat
kecil. Oleh karena itu, harus didasari oleh auditor, bahwa akun yang kelihatannya
bersaldo tidak material, dapat berisi kurang saji yang melampaui materialitasnya.

2.5 Prinsip Dasar Alokasi Materialitas Tingkat Laporan Keuangan ke Materialitas Saldo
Akun
Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus
mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan
keuangan. Pertimbangan ini mengarah auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi
salah saji yang kemungkinan tidak material secara individu, namun jika digabungkan dengan
salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara
keseluruhan.
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan,
penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan
mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individu. Pengalokasian ini
dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba rugi. Namun, karena hampir
semua salah saji laporan laba rugi juga mempengaruhi neraca dan karena akun neraca lebih
sedikit, banyak auditor yang melakukan alokasi atas dasar akun neraca.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya

7
salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi
akun tersebut. Sebagai contoh, salah saji kemungkinkan lebih besar terdapat dalam
persediaan dibandingkan dengan aktiva tetap, dan umumnya biaya untuk mengaudit aktiva
tetap.
Untuk menggambarkan alokasi materialitas tersebut, misalnya PT. A memiliki komposisi
aktiva sebagai berikut:
Kas Rp 500.000
Piutang Usaha Rp 1.500.000
Persediaan Rp 3.000.000
Aktiva Tetap Rp 5.000.000
Jumlah Aktiva Rp 10.000.000
Auditor memperkirakan salah saji dalam akun kas dan aktiva tetap kemungkinannya kecil
terjadi dan salah saji dalam akun piutang usaha dan persediaan kemungkinan lebih banyak
terjadi. Berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan klien, auditor memperkirakan akun
dengan sedikit salah saji akan sangat murah biayanya untuk mengaudit dibandingkan dengan
akun lain. Misalnya jika perkiraan awal materialitas laporan keuangan adalah 1% dari total
aktiva, atau Rp 100.000 auditor tersebut dapat mempertimbangkan dua alternatif dalam
mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual sebagai berikut:
Alokasi Materialitas
Akun Alternatif A % Alternatif B %
Kas Rp 5.000 5 Rp 2.000 2
Piutang Usaha 15.000 15 18.000 18
Persediaan 30.000 30 50.000 50
Aktiva Tetap 50.000 30 30.000 30
Total 100.000 100 100.000 100
Dalam alternatif A, materialitas dialokasikan secara proposional ke dalam setiap akun,
tanpa memperhatikan taksiran salah saji moneter dan biaya audit untuk mendeteksi salah saji
tersebut. dalam alternatif B, alokasi materialitas lebih besar dilakukan ke dalam akun piutang
usaha dan persediaan, yang diperkirakan lebih banyak salah sajinya dibandingkan dengan
akun lain dan biaya untuk mendeteksinya diperkirakan lebih besar. Oleh karena itu, jumlah
bukti yang diperlukan untuk akun-akun piutang usaha dan persediaan tersebut berkurang,

8
dibandingkan dengan alternatif A, karena terdapat hubungan terbaik antara materialitas saldo
akun dan bukti audit. Sebagai akibatnya, audit tersebut secara sederhana membiarkan
proporsi yang lebih besar dari total salah saji, tetap berada dalam akun yang memerlukan
biaya mahal untuk mendeteksi salah saji. Meskipun alokasi materialitas lebih kecil untuk kas
dan aktiva tetap akan berakibat meningkatkan jumlah bukti yang diperlukan untuk akun-akun
tersebut, kenyataan bahwa akun-akun tersebut memerlukan biaya murah untuk
mengauditnya, secara keseluruhan akan menghasilkan penghematan biaya audit.
Alokasi taksiran awal materialitas dapat revisi setelah dilaksanakannya pekerjaan
lapangan. Sebagai contoh, jika ditemukan hanya Rp 8.000 salah saji dalam verifikasi akun
piutang usaha, jumlah Rp 10.000 yang tidak terpakai dalam alternatif B dapat dialokasikan
ke akun persediaan. Meskipun dalam contoh tersebut di atas kelihatan diperlukan ketepatan
alokasi materialitas laporan keuangan ke akun, analisis akhir proses alokasi tersebut sangat
tergantung pada pertimbangan subjektif auditor.

2.6 Pengukuran Materialitas Secara Kualitatif dan Secara Kuantitatif


Auditor mendapatkan temuan namun menyatakan bahwa temuannya tidak material,
kemudian temuan diabaikan dan auditor memberikan opini wajar tanpa pengecualian,
padahal ternyata temuannya material. Buntutya adalah auditor dipersalahkan dan bahkan
dapat tersangkut kasus hukum.
Terdapat dua pendekatan dalam menentukan materialitas, yaitu pendekatan kualitatif dan
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif lebih banyak dipakai dalam standar audit
yang dikeluarkan oleh American Institue of Certified Public Accountant (AICPA) yaitu
Generally Accepted Auditing Standard (GAAP) sementara sebaliknya pendekatan kualitatif
lebih banyak dipakai standard yang dikeluarkan oleh International Auditing and Assurance
Standard Board (IIASB) yaitu International Standard on Auditing (ISA) (Eyo et al., 2018).
Pendekatan yang digunakan dalam metode kuantitatif adalah menggunakan batas atas
atau threshold. Pertama – tama auditor menentukan dahulu berapa persen threashold yang
ditetapkan. Threshold ditetapkan berdasarkan besar kecilnya resiko yang ditaksir auditor.
Bila resiko besar maka threshold yang ditetapkan makin rendah atau kecil, begitupun
sebaliknya bila resiko ayng ditaksir kecil maka threshold bisa lebih tinggi atau besar. Setelah
menentukan threshold, maka auditor menghitung besarnya temuan salah saji. Apabila

9
besarnya temuan salah saji lebih rendah dari threshold maka dianggap tidak material, tetapi
apabila lebih tinggi dari threshold maka dianggap material (Askew & Jeffers, 2018).
Bila temuan salah saji lolos dari pengujian secara kuantitatif, artinya salah saji masih
dibawah threshold, maka auditor perlu melakukan pengujian lagi dari sudut pandang
kualitatif. Dalam tahap ini auditor perlu mengidentifikasi kepentingan atau concern dari
pengguna laporan keuangan hasil auditannya. Maka disini penting bagi auditor untuk
mengetahui siapa saja para identified user yang nantinya akan menggunakan laporan
keuangan klien hasil auditannya. Misalnya penggunanya adalah sebuah bank yang telah
lama menjadi kreditor dari klien tersebut. Apa yang menjadi concern dari bank? Contoh
klien mempunyai utang modal kerja kepada bank dengan jaminan piutang usaha. Maka
ketika auditor menemukan ada salah saji di piutang usaha, meskipun nilainya dibawah
threshold secara kuantitatif, namun dapat menjadi material secara kualitatif,karena piutang
usaha menjadi concern utama dari bank yang merupakan identified user. Pada situasi lain
misalnya klien kita akan go public, yang mana harus melaporkan laba pada beberapa periode
terakhir. Ketika ditemukan salah saji pada perhitungan laba di laporan laba rugi, meskipun
nilainya dibawah threshold, namun tersebut bisa menjadi material secara kualitatif.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menentukan materialitas terlebih dahulu adalah secara
kuantitatif, apabila secara kuantitatif saja sudah melebihi threshold maka dapat dikatakan
sudah memenuhi syarat material. Namun apabila secara kuantitatif masih dibawah threshold
maka auditor perlu melihat lagi dari sudut pandang kualitatif. Hal ini juga mendukung
prinsip kehati-hatian auditor untuk melindungi kepentingan para pengguna laporan
keuangan seperti investor dan kreditor (Christensen et al., 2020). Auditor harus memiliki
sifat hati-hati dan menerapkan skeptisme professional agar dapat mendeteksi salah saji
material pada laporan keuangan klien

2.7 Performance Materiality


Performance materiality merupakan situasi dimana memungkinkan sorang auditor
menangani resiko salah saji dalam jenis transaksi, saldo akun atau discloures tanpa harus
mengubah overall materiality (materialitas untuk laporan keuangan secara menyeluruh).
Performance materiality memungkinkan untuk menetapkan lebih rendah dari overall
materiality oleh auditor. Selisih angka antara overall materiality dan performance materiality

10
juga dapat berdasarkan profesional judgement (keputusan profesional) auditor.
Performance materiality (materialitas yang digunakan dalam pelaksaan audit atau
disingkat “materialitas pelaksanaan”) digunakan auditor untuk menekan risiko sampai ke titik
rendah yang dapat diterima (appropriately low level). Yang ditekan adalah risiko besarnya
salah saji melampaui angka materialitas. Dalam hal ini salah saji yang dimaksud adalah
akumulasi salah saji yang tidak dikoreksi entitas dan salah saji yang tidak teridentifikasi
oleh auditor (accumulation of uncorrected and unidentified misstatement).
Menurut SA 320, par A.12, penentuan materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu
perhitungan mekanis yang sederhana dan membutuhkan adanya pertimbangan (kearifan)
professional. Penentuan ini dipengaruhi oleh:

1. Pemahaman auditor atas entitas, yang dimutakhirkan selama pelaksanaan prosedur


penilaian risiko
2. Sifat serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta
harapan auditor berkaitan dengan kesalahan penyajiand alam periode berjalan

Menurut SA 320, par 11, materialitas pelaksanaan digunakan untuk sebagai berikut:

1. Menilai risiko kesalahan penyajian material


2. Menentukan sifat, saat, dan luar prosedur audit lanjutan (further audit procedures)

Contoh menentukan performance materiality adalah sebagai berikut:

 60% (dari materialitas keseluruhan atau materialitas spesifik)apabila risiko kesalahan


penyajian material lebih tinggi
 85% (dari materialitas keseluruhan atau materialitas spesifik) apabila risiko kesalahan
penyajian material lebih rendah

Performance materiality dapat ditetapkan menjadi :

 Satu performance materiality untuk setiap area


 Lebih dari satu performance materiality untuk masing-masing area, tergantung pada
penilaian risikonya

11
Contoh dengan pemakaian satu performance materiality adalah sebagai berikut:

1. Performance materiality untuk risiko-risiko kesalahan penyajian material secara


keseluruhan tinggi, dan Tbk 60%
2. Performance materiality untuk risiko-risiko kesalahan penyajian material secara
keseluruhan tinggi, tetapi non Tbk 70%
3. Performance materiality untuk risiko-risiko kesalahan penyajian material secara
keseluruhan rendah 80%

Contoh dengan pemakaian lebih dari satu performance materiality adalah sebagai berikut:

1. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan dengan risiko kesalahan penyajian material tinggi 60%
2. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan dengan risiko kesalahan penyajian material sedang 70%
3. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan dengan risiko kesalahan penyajian material rendah 80%

Ilustrasi penghitungan performance materiality adalah sebagai berikut:

Asumsi materialitas pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan pada PT. Sumber
Rezeki, Tbk yang digunakan adalah IDR 18,14 miliar.

Contoh dengan pemakaian satu performance materiality :

 PT. Sumber Rezeki adalah Tbk, performance materiality = IDR 18,14 miliar x 60% =
IDR 10,88 miliar
 Performance materiality ini akan diterapkan untuk seluruh area audit

Contoh dengan pemakaian lebih dari satu performance materiality:

 Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian material tinggi – IDR 18,14
miliar x 60% = IDR 10,88 miliar

12
 Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian material sedang – IDR 18,14
miliar x 70% = IDR 12,70 miliar
 Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian material rendah – IDR 18,14
miliar x 80% = IDR 4,51 miliar

Ketiga performance materiality ini akan diterapkan pada setiap area audit, tergantung
pada hasil penilaian risiko kesalahan penyajian material.

Ada beberapa hal dimana salah saji yang lebih kecil dari angka materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan dapat diperkirakan secara layak, akan mempengaruhi pengambil
keputusan oleh pemakai laporan keuangan, diantaranya:

 Disclosures yang sensitive, seperti remunerasi manajemen dan TCWG


 Related party transactions (transaksi hubungan istimewa)
 Ketidakpatuhan terhadap perjanjian pinjaman, perikatan lainnya, ketentuan perundangan,
dan kewajiban pelaporan statute atau yang ditetapkan regulator
 Pengeluaran tertentu seperti illegal payments (suap, gratifikasi) atau biaya eksekutif
 Besarnya cadangan dan biaya eksplorasi dalam perusahaan tambang
 Besarnya biaya penelitian dan pengembangan dalam perusahaan farmasi
 Bisnis yang baru diakuisisi atau perluasan usaha
 Kegiatan usaha yang dihentikan
 Peristiwa luar biasa atau contingencies (seperti tuntutan hukum)

Perkenalan produk atau jasa baru


2.8 Hubungan Komponen Risiko Pengauditan, Materialitas, dan Bukti Pengauditan
Terdapat hubungan berlawanan antara materialitas dan bukti audit. Jika materialitas
rendah-jumlah salah saji yang kecil saja dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi
keuangan-auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah yang banyak.
Sebaliknya, jika materialitas tinggi-jumlah salah saji besar baru dapat mempengaruhi
keputusan pemakai informasi keuangan-auditor hanya perlu mengumpulkan bukti audit
komponen dalam jumlah sedikit.
Demikian pula hubungan antara risiko audit dengan bukti audit. Semakin rendah risiko

13
auditor-auditor bersedia untuk menanggung risiko audit rendah sehingga tingkat kepastian
yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi-auditor perlu mengumpulkan bukti audit
komponen dalam jumlah banyak. Sebaliknya, semakin tinggi risiko audit-auditor bersedia
untuk menanggung risiko audit tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh
auditor adalah rendah-auditor perlu mengumpulkan bukti audit komponen dalam jumlah
kecil saja.
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit
digambarkan sebagai berikut:
a. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
b. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitass konstan dan mengurangi jumlah
bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
c. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit.

2.9 Tindak Lanjut Pengauditan Atas Temuan Salah Saji


1. salah saji yang timbul dari kecurangan laporan keuangan
kecurangan pelaporan keuangan terdiri dari tindakan-tindakan seperti:
 manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan catatanakuntansi atau dokumen
pendukung yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan
 representasi yang salah atau penghapusan yang sengaja atas peristiwa-peristiwa,
transaksi ataupun informasi signifikan lainnya yang ada dalam laporan keuangan.
Salah satu penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berkaitan
dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
2. Salah saji yang timbul dari penyalahgunaan aset
Penyalahgunaan aset dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
 Penggelapan penerimaan
 Mencuri aset
 Menyebabkan entitas membayar barang dan jasa yang tidak diterima
Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan
yang tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk
mendapatkan keyakinan yang memadai tentang keakuratan dari laporan keuangan untuk

14
ditentukan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun
kecurangan.
Apabila auditor menyimpulkan bahwa ternyata laporan keuangan tersebut
mengandung unsur salah saji yang material dan bahwa laporan keuangan tidak disajikan
sesuai GAAP (generally accepted accounting principles), maka auditor harus mendesak
agar manajemen melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Namun, jika ternyata
tidak direvisi, auditor harus memodifikasi laporan standar untuk pentimpangan dari
GAAP serta mengungkap semua alasan penting yang menyertainya dalam laporan audit.
Tanggungjawab kunci auditor dalam mengomunikasikan temuan kecurangan adalah
sebagai berikut;
 Apabila auditor menentukan bahwa terdapat bukti audit adanya kecurangan, maka hal
itu harus menjadi perhatian manajemen yang pada umumnya satu tingkat lebih tinggi
dimana kecurangan itu terjadi
 Setiap kecurangan yang melibatkan manajemen senior, dan kecurangan yang terjadi
pada tingkat manapun yang menyebabkan salah saji yang material pada pelaporan
keuangan, harus dilaporkan langsung oleh auditor kepada komite audit atau dewan
redaksi
 Secara etis da legal, auditor pada umumnya tidak dapat mengungkapkan kecurangan
yang terjadi diluar entitas. Namun auditor dapat mengungkapkan sebagai;
a. Sebagai tanggapan atas dakwaan peradilan
b. Dikirimkan kepada SEC ( Sesurities And Exchange Commission)

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam menentukan laporan audit yang


tepat untuk diterbitkan. FASB mendefinisikan materialitas yaitu besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan
orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya
penghilangan atau salah saji tersebut.
Oleh karena auditor bertanggung jawab menentukan apakah terdapat salah saji
informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan
terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut. Jika klien
menolak untuk mengoreksi salah saji tersebut, maka auditor harus menerbitkan opini wajar
dengan pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada pengetahuan yang mendalam atas
penerapan materialitas.

16
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. Auditing. Jakarta, Salemba Empat, 2013
Bahi, Rivandi. 2020. “Materialitas”. Makalah. Kupang: Universitas Nusa Cendana
Bahri, Sandri KJA. 2021. “Materialitas dan Risiko Audit (Materiality and Audit Risk).
Artikel. Depok: Kantor Jasa Akuntan Sandri Bahri.

BINUS University. 2022. “Menentukan Materialitas Dalam Audit Keuangan”. Artikel. Jakarta:
BINUS University
Materialitas dan Risiko Audit (Materiality and Audit Risk) – (KJA) Sandi Bahari

17

Anda mungkin juga menyukai