Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
OLEH :
KELOMPOK 6
DOSEN PENGAMPU
MUHAMMAD ALBAHI, S.E., M.Si., Ak, CA.
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Materialitas? Dan Bagaimana Konsep
Materialitas ?
Materialitas.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Materialitas
Secara umum materialitas yaitu, sesuatu yang nyata dan terlihat, jadi dalam
istilah akuntansi materialitas merupakan dasar penerapan auditing secara nyata,
terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayan terhadap informasi tersebut. Karena adanya penghilangan
atau salah saji1.
Selanjutnya Financial Accounting Standards Board mendefinisikan
materialitas sebagai ; “Besarnya suatu pengabaian atau salah saji informasi
akuntansi yang diluar keadaan disekitarnya, memungkinkan bahwa pertimbangan
seseorang yang bergantung pada informasi tersebut akan berubah atau
terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut”2
Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan mengenai
situasi yang berkenaan dengan entitas dan kebutuhan informasi yang dibutuhkan
oleh mereka yang akan bergantung pada laporan keuangan yang diaudit.
Materialitas ditentukan dalam artian efek potensial dari salah saji atas keputusan
yang dibuat oleh pengguna laporan keuangan. Materialitas tidak menutup
kemungkinan akan berdampak pada pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
pengguna laporan keuangan perubahan pengaruh terhadap pertimbangan orang
yang meletakkan kepercayaan atas informasi keuangan. Jadi kehandalan
pengambilan keputusan tidak luput dari kemampuan auditor dalam memprediksi
materialitas. Berikut akan disajikan bagan yang memperlihatkan hubungan
materialitas dengan pengambilan keputusan dan kepercayaan informasi
1
Mulyadi, “Auditing”, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hal 158.
2
Qualitative Characteristics of Accounting, “Statement of Financial Accounting Concepts
No.2”,( Stamford,Conn: Financial Accounting Standards Board, 1980), hal.15.
3
Laporan Materialitas User laporan
Keuangan Keuangan
Kepercayaan Pengambilan
Informasi Keputusan
Konsep Materialitas
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan
pelaksanaan audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian
terhadap laporan keuangan, demikian juga pada saat merumuskan opini audit.
Secara umum konsep materialitas menjelaskan bahwa:
Kesalahan penyajian (termasuk penghilangan informasi) dianggap material apabila
dampak dari kesalahan tersebut (baik secara individual atau keseluruhan)
diperkirakan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi para pengguna laporan
keuangan.
Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai
kondisi yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan
penyajian.
Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada kebutuhan umum pengguna laporan keuangan.3
3
Hery, “Auditing Dasar-Dasar Pemeriksaan Akuntansi”, (Jakarta: PT Grasindo, 2019),
hal 154.
4
2. Memahami bahwa laporan keuangan audit berdasarkan tingkat materialitas
tertentu.
3. Mengakui adanya ketidakpastian bahwa dalam pengukuran suatu jumlah sebagai
akibat dari penggunaan pertimbangan dan estimasi.
4. Membuat keputusan ekonomi yang rasional berdasarkan informasi yang tersedia
dalam laporan keuangan.4
Dalam standar audit disebutkan bahwa materialitas dan risiko audit perlu
dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit, khususnya pada saat; mengidentifikasi
dan menilai salah saji material; menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit;
mengevaluasi dampak kesalahan penyajian terhadap laporan keuangan; dan
merumuskan opini audit. Auditor biasanya akan melakukan lima langkah berikut
dalam menerapkan materialitas:
Tahap 1 : Menetapkan materialitas untuk laporan Merencanakan
keuangan secara keseluruhan Luas
Pengujian
Tahap 2 : Menentukan materialitas pelaksanaan
Dari kelima langkah diatas, tampak bahwa dua tahap pertama dalam penerapan
materialitas adalah berkaitan dengan perencanaan. Adapun tiga tahapan lainnya
merupakan hasil dari pelaksanaan pengujian audit.5
Pertimbangan Awal Mengenai Materialitas
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
dalam perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali
4
Ibid, hal 155.
5
Alexander Thian, “Dasar-Dasar Auditing (Integrated and Comprehensive Edition)”,
(Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2021), hal 159.
5
disebut dengan materialitas perencanaan (planning materiality), mungkin dapat
berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan
kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) situasi yang
ada disekitarnya mungkin akan berubah (2) informasi tambahan tentang klien
dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan
kualitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji
dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif
berkaitan dengan penyebab salah saji. Faktor kualitatif seperti :
- Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum
- Kemungkinan terjadinya kecurangan
- Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharsukan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada
tingkat minimum tertentu
- Adanya gangguan dalam trend laba
- Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas
pada dua tingkat berikut ini:
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran
mencakup laporan keuangan secara keseluruhan
b. Tingkat saldo akun, karena auditor menguji saldo akun dalam
memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan
keuangan6.
Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan
Materialitas laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji
minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga
membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.7
6
William C. Boynton,dkk., “Modern Auditing Edisi Ketujuh Jilid 1”, (Jakarta: Erlangga,
2003), hal 331.
7
Setiadi, dan Bintang. B. Sibarani, “Materialitas Pada Proses Audit”, Jurnal Bisnis dan
Akuntansi Unsurya, Vol. 4, No.2, Juni 2019, hal 91.
6
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas.
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan
kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat
merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena
terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang
dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang
diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Oleh karena itu,
auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada
tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan junmlah rupiah materialitas
terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya
tidak diperlukan. Sebaliknya, jika auditor menentukan jumlah rupiah
materialitas terlalu tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan
sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan
keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut
berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau
secara gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara
wajar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan
secara keliru prinsip akuntansi umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta,
atau penghilangan informasi yang diperlukan.
Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih
dari satu tingkat materialitas berkaitan dengan laporan keuangan.
Kenyataannya, setiap laporan keuangan yang dapat memiliki lebih dari satu
tingkat materialitas. Untuk laporan laba-rugi, materialitas dapat dihubungkan
dengan total pendapatan, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, atau
laba bersih setelah pajak. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada
total aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau modal saham.
Dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas, mula-mula
auditor menentukan tingkat materialitas gabungan untuk setiap laporan
keuangan. Untuk tujuan perencanaan audit, auditor harus menggunakan tingkat
7
salah saji gabungan yang terkecil yang dianggap material terhadap salah satu
laporan keuangan. Dasar pengambilan keputusan ini semestinya digunakan
karena (1) laporan keuangan adalah saling berhubungan satu dengan lainnya.
(2) banyak prosedur audit berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan.
Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam
sampai dengan sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu,
pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas data laporan keuangan yang dibuat
tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas hasil
keuangan satu tahun atau lebih yang telah lalu, yang disematkan dengan
perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum dan trend industri
Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas.
Berikurini diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan
dalam praktik:
a. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 5% sampai 10% dari laba sebelum pajak.
b. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 1/2% sampai 1% dari total aktiva.
c. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 1% dari pasiva.
d. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 1/2% sampai 1% dari pendapatan bruto.
Selanjutnya Pertimbangan kualitatif berhubungan dengan penyebab dari
salah saji. Salah saji yang secara kuantitatif tidak material mungkin secara
kualitatif akan material. Hal ini dapat terjadi misalnya ketika salah saji
diakibatkan oleh suatu ketidakberesan (irregularities) atau tindakan melanggar
hukum oleh klien. Penemuan atas terjadinya hal-hal tersebut dapat menga
kibatkan auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko yang signifikan akan
adanya salah saji tambahan yang serupa. AU 312.13 menyatakan bahwa
walaupun auditor harus waspada terhadap salah saji yang secara kualitatif
8
material, biasanya tidak praktis untuk merancang prosedur untuk mendeteksi
salah saji tersebut.
8
Annisa NF, “Materialias dan Risiko Audit”, 2022,
https://www.academia.edu/38499413/Materialitas_Dan_Risiko_Audit_docx (Diakses Pada 15
Oktober 2022)
9
rugi mempengeruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor
melakuan alokasi atas dasar akun neraca
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang
harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.9
Pada dasarnya, auditor menghadapi tiga masalah dalam mengalokasikan
materialitas kea kun-akun laporan posisi keuangan. Ketiga masalah tersebut
adalah:
- Auditor menduga akun-akun tertentu memiliki lebih banyak salah saji
dari pada akun lainnya
- Harus mempertimbangkan lebih saji maupun kurang saji
- Pengalokasikan materialitas turut dipengaruhi oleh biaya audit.
9
Hasnita, dkk., Makalah: “Materialitas, Risiko, Dan Strategi Audit Awal”, (Ujung
Pandang: STIE Yayasan Pendidikan Ujung Pandang, 2014), hal 10.
10
b. Jumlahnya Material Tetapi tidak Mengganggu Laporan Keuangan Secara
Keseluruhan
Tingkat materialitas kedua terjadi jika salah saji didalam laporan keuangan
dapat mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi keseluruhan laporan
keuangan tersebut tersaji dengan benar, sehingga tetap berguna. Untuk
memastikan materialitas jika terdapat kondisi yang menghendaki adanya
penyimpangan dari laporan wajar tanpa pengecualian, auditor harus
mengevaluasi segala pengaruhnya terhadap laporan keuangan.10
10
Nur Fadhila Amri, “Tingkatan Materialitas” https://www.e-akuntansi.com/tingkatan-
materialitas/ (Diakses pada 14 Oktober 2022)
11
Hery, “Auditing 1 Dasar-Dasar Pemeriksaan Akuntansi”, (Jakarta: Kencana, 2011),hal
22.
11
diperlukan untuk sediaan yang berjumlah 30% dari total aktiva dibandingkan
bila sediaan tersebut hanya berjumlah 10% dari total aktiva.12
12
Mulyadi, Ibid, hal 165.
13
Ibid, hal 158.
14
Paperku, “Risiko Audit (Audit Risk) dan Contohnya”,
https://www.akuntansilengkap.com/akuntansi/risiko-audit-risk-dan-contohnya/ (Diakses pada 16
Oktober 2022)
12
audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SPAP seksi
312 mendefinisikan Risiko Audit sebagai risiko yang terjadi dalam hal
auditor, tanpa disadari, tidak mampu memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material.15
Audit Risk and Materiality in Conducting an Audit mendefinisikan
resiko audit sebagai berikut: “ Risiko audit adalah risiko bahwa auditor
mungkin tanpa sengaja telah gagal untuk memodifikasi pendapat secara
tepat mengenai laporan keuangan yang mengandung salah saji materi.
Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari
konsep keyakinan yang memadai. Seamkin tinggi kepastian yang ingin
diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang benar, maka semakin
rendah resiko audit yang akan ia terima. Biasanya pertimbangan
professional berkenaan dengan keyakinan yang memadai dan keseluruhan
tingkat risiko audit dirancang sebagai satu kebijkan kantor akuntan public,
dan risiko audit akan dapat dibandingkan antara satu audit dengan audit
lainnya. Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai
keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verifikasi asersi yang
berkaitan dengan saldo akun secara individu atau golongan transaksi.
Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat saldo akun
sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan
berada pada tingkat yang rendah.
15
Rahmat Hidayat Lubis, dan Ratna Sari Dewi, “Pemeriksaan Akuntansi 1 (Auditing 1)”,
(Jakarta: Kencana, 2020), hal 217.
13
bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang
terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau
golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Faktor ekstern
juga mempengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh, perkembangan
teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi usang, sehingga
mengakibatkan sediaan cenderung dilaporkan lebih besar. Di samping itu,
terhadap faktor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau
golongan transaksi tertentu, faktor-faktor yang berhubungan dengan
beberapa atau seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin
mempengaruhi risiko bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau
golongan transaksi tertentu. Faktor yang terakhir ini mencakup, misalnya
kekurangan modal kerja untuk melanjutkan usaha atau penurunan aktiving
industri yang ditandai oleh banyaknya kegagalan usaha.
Risiko pengendalian. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya
salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian inter entita Risiko ini
ditentukan oleh efektivitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern
unnuk mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan
audit atas laporan keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan selalu
ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
Risiko deteksi. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor
tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi.
Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas prosedur audit dan penerapannya
oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada
waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi,
dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun
atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain
semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih sum prosedur audit
yang tidak cocok, menerapkan secara keliru prosedur yang tepat, atau salah
menafsirkan hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada
tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai
14
dan pelaksanaan praktik audit yang sesuti dengan standar pengendalian
mutu.16
16
Mulyadi, hal 168
15
Dalam membuat generalisasi mengenai hubungan tersebut, perhatian perlu
diberikan dalam menspesifikasikan istilah risiko di mana suatu generalisasi
sedang dilakukan.
Terdapat suatu hubungan terbalik antara risiko audit dan jumlah bukti
yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan.
Untuk klien tertentu, semakin rendah tingkat risiko audit yang ingin dicapai,
semakin besar jumlah bukti yang diperlukan. Hubungan terbalik ini juga
berlaku bagi komponen risiko deteksi. Untuk asersi tertentu, semakin rendah
tingkat yang dapat diterima dari risiko prosedur analitis atau risiko pengujian
terinci yang ditentukan oleh auditor, maka semakin besar kecukupan dan
kompetensi pengujian substansial yang diperlukan untuk membatasi risiko
deteksi keseluruhan pada tingkat tersebut.
16
Peringatan Akan Adanya Risiko Audit
Secara periodik, staf AICPA dalam berkonsultasi dengan Auditing
Standards Board, menerbitkan peringatan akan adanya risiko audit (audit risk
alerts). Tujuan mereka adalah memberikan suatu tinjauan mengenai
perkembangan ekonomi baru-baru ini kepada auditor, perkembangan
profesional dan perkembangan peraturan yang mungkin akan mempengaruhi
audit untuk klien dalam banyak industri. Selain peringatan akan adanya risiko
audit umum, baru-baru ini diterbitkan peringatan berkenaan dengan
perkembangan yang berhubungan dengan industri tertentu.
17
audit awal. Dalam perikatan yang berulang, spesifikasi dari berbagai
komponen strategi audit pendahuluan mungkin termasuk suatu anggapan
oleh auditor bahwa prosedur analitis, pengujian pengendalian, atau
pengujian terinci yang digunakan pada tahun sebelumnya akan sesuai untuk
tahun berjalan. Keputusan akhir mengenai hal-hal tersebut dibuat sejalan
dengan dilaksanakannya audit.
17
Mulyadi, hal 172.
18
auditor akan menjumpai yang relevan sedikit kebijakan dan prosedur
pengendalian intern dalam audit atas laporan keuangan yang dihasilkan
oleh perusahaan kecil yang dioperasikan sendiri oleh pemiliknya. Dalam
situasi audit ini, auditor akan mencurahkan usaha sedikit terhadap
pengendalian, dan akar menitikberatkan pengumpulan bukti auditnya
terutama dari pengujian substantif.
18
Ibid hal 173.
19
atau mendekati maksimum moderat atau tingkat rendah
Auditor merencanakan prosedur yang Auditor merencanakan prosedur
kurang ekstensif untuk memperoleh yang lebih ekstensif untuk
pemahaman atas pengendalian intern memperoleh pemahaman atas
pengendalian intern
Auditor merencanakan sedikit, jika ada, Auditor merencanakan pengujian
pengujian pengendalian pengendalian secar luas
Audior merencanakan akan melakukan Auditor merencanakan akan
pengujian substanul secara luas membatasi penggunaan pengujian
substantive
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pertimbangan biaya-manfaat, auditor tidak mungkin
melakukan pemeriksaan atas semua transaksi yang dicerminkan dalam
laporan keuangan, auditor harus menggunakan konsep materialitas dan
konsep risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan audit.
Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa besar salah saji ya terdapat
dalam asersi dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak
terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut. Konsep risiko audit berkaitan
dengan rises kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan
keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah “Materialitas, Risiko, Dan Strategi Audit
Awal” penulis menyadari bahwasanya makalah ini terdapat banyak
kekurangan . Dan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar nantinya bisa dijadikan pembelajaran untuk
kedepannya. Sebelumnya penulis mengucapkan terimakasi
21
DAFTAR PUSTAKA
22