Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT”

Dosen Pengampu: Andri Zainal, M.Si., Ph.D., Ak., CA

Rini Herliani, SE., M.Si., Ak., CA

Oleh :

Putri Oktavia Purba (7203342006)

Sevia Nafisah (7203142007)

Suci Agustina ( 7201142004 )

PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat

dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan baik dan benar. Tugas

ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemeriksaan Akuntansi. Dalam proses

penyusunan Makalah ini, kami mendapat banyak dukungan, bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu kami sangat berterimakasih kepada semua pihak dalam

menyelesaikan tugas ini.

Harapan kami semoga ini bisa bermanfaat untuk semua orang yang membaca dan

dapat menjadi pedoman dalam membuat Makalah dan dapat menjadi yang terbaik. Mudah-

mudahan tugas ini dapat berkenan dihati bapak Andri Zainal, M.Si., Ph.D., Ak., CA, dan ibu

Rini Herliani, SE.,M.Si,Ak., CA, selaku dosen pengampu mata kuliah Pemeriksaan

Akuntansi.

Kami sangat menyadari bahwa tugas ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

Kami sangat mengharapkan kritik dan saran serta bimbingan dari bapak/ibu dosen demi

penyempurnaan tugas di masa yang akan datang.

Medan, 06 Desember 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ......................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Materialitas Dalam Konteks Audit.......................................................................... 2

2.2 Pertimbangan Awal Materialitas ............................................................................ 3

2.3 Hubungan Materialitas Dengan Bukti Audit dan Salah Saji .................................... 4

2.4 Risiko Audit ........................................................................................................... 5

2.5 Jenis-Jenis Risiko Audit ......................................................................................... 6

2.6 Hubungan Antar Unsur Risiko Audit ...................................................................... 7

2.7 Hubungan Antar Materialitas, Risiko, dan Bukti Audit ........................................... 8

2.8 Studi Kasus ............................................................................................................ 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 11

3.2 Saran .................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerangka pelaporan keuangan sering kali membahas konsep materialitas dalam konteks
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan
mungkin membahas materialitas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda. kerangka
tersebut secara umum menjelaskan bahwa: kesalahan penyajian, termasuk penghilangan,
dianggap material bila kesalahan penyajian tersebut, secara individual atau agregat,
diperkirakan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan
keuangan oleh pengguna laporan keuangan tersebut.
Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi yang
melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian, atau kombinasi
keduanya; dan pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum yang diperlukan
oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Untuk membahasnya lebih lanjut,
maka kami membuat makalah dengan judul “Materialitas dan Risiko Audit”.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan Materialitas dan Risiko Audit?
 Disebabkan oleh apakah timbulnya Materialitas?
 Bagaimana hubungan antarunsur Risiko Audit?
 Bagaimana rumus untuk menghitung suatu Risiko?
1.3 Tujuan dan Manfaat
 Memahami mengenai Materialitas dan Risiko Audit secara lebih luas
 Menambah pengetahuan mengenai bagaimana timbulnya materialitas dan hubungan
antarunsur Risiko Audit
 Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemeriksaan Akuntansi

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Materialitas Dalam Konteks Audit


Materialitas adalah tingkat kesalahan penyajian yang dapat diterima. Dalam konteks
audit, menurut SA 320.1 &320.2 Konsep materialitas menunjukkan seberapa besar salah saji
yang dapat diterima agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji
tersebut. Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencenaan dan
pelaksanaan audit, serta saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi
oleh audit.
Ada beberapa definisi tentang materialitas.
a). IAI, dalam SPAP-nya mendefinisikan materialitas sebagai: "besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh
terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut
karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut”.
b). Financial Accounting Standards Board (FASB) Statements No.2, materialitas adalah
besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dipandang dari
keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang dilakukan
oleh orang yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi
oleh penghilangan atau salah saji tersebut. Materialitas menunjukkan seberapa besar
salah saji dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak
terpengaruh oleh salah saji tersebut.
Dari definisi materialitas di atas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan:
1. Keadaan yang berkaitan dengan entitas
2. Kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan
auditing.
Sebagai contoh, suatu jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu
mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat
yang berbeda. Begitu juga, kemungkinan terjadi perubahan materialitas dalam laporan
keuangan dalam entitas tertentu dari periode akuntansi yang satu ke perode akuntansi yang

2
lain. Oleh karena itu, auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas akun modal
kerja harus lebih rendah bagi perusahaan yang memiliki current ratio 4 : 1.
Dalam audit atas laporan keuangan, audit tidak dapat memberikan jaminan bagi klien
atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat.
Audit tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak memeriksa setiap transaksi yang
terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang
terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara mestinya ke dalam
laporan keuangan. Jika auditor diharuskan untuk memberikan jaminan mengenai keakuratan
laporan keuangan auditan, hal ini tidak mungkin dilakukan, karena akan memerlukan waktu
dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam audit atas
laporan keuangan, auditor memberikan kekayakinan berikut ini:
a). Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam
laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan,
dan dikompilasi.
b). Auditor dapat memberikan kekayakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
c). Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat ( atau memberikan
informasi dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan kecurangan.
2.2 Pertimbangan Awal Materialitas
Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat
auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan
para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang
materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah
tingkat materialitas pada pertimbangan pendahuluan ini maka semakin banyak bukti audit
yang dibutuhkan.
Auditor seringkali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas yang
disebutkan dengan pertimbangan tentang materialitas yang direvisi. Hal ini terjadi karena
auditor memutuskan bahwa pertimbangan pendahuluan terlalu besar atau terlalu kecil.

3
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertinbangan pendahuluan auditor tentang materialitas
adalah materialitas yang memiliki konsep yang relative, dasar yang diperlukan untuk
mengevaluasi materialitas, dan faktor – faktor kualitatif.
Sebagai contoh, klien mungkin dapat memperoleh sumber pembelanjaan untuk
melanjutkan usahanya, yang pada saat audit direncanakan, audit meragukan kemampuan
klien dalam mempertahankan kelangsungan hidup usaha klien. Kemudian, audit yang telah
dilaksankan dapat memastikanbahwa karena sumber pembelanjaan tersebut, solvabilitas
klien dalam periode yang diaudit telah mengalami peningkatan secara signifikan. Dalam
keadaan ini, tingkat materialitas yang digunakan oleh auditor dalam mengevaluasi temuan
audit dapat lebih tinggi dibandingkan dengan materialitas perencanaan.
Dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas, mula-mula auditor
menentukan tingkat materialitas gabungan untuk setiap laporan keuangan. Sebagai contoh,
auditor dapat menaksir bahwa kekeliruan berjumlah Rp2 juta untuk laporan laba-rugi dan
Rp. 4 juta untuk neraca merupakan kekeliruan material. Dalam keadaan ini, auditor tidak
semestinya menggunakan materialitas neraca dalam perencanaan audit karena jika salah saji
neraca yang berjumlah Rp 4 juta juga berdampak terhadap laporan laba-rugi, sehingga
laporan laba-rugi akan salah saji secara material.
Untuk tujuan perencanaan audit, auditor harus menggunakan tingkat salah saji gabungan
yang terkecil yang dianggap material terhadap salah satu laporan keuangan. Dasar
pengambilan keputusan ini semestinya digunakan karena (1) laporan keuangan adalah saling
berhubungan satu dengan lainnya, (2) banyak prosedur audit berkaitan dengan lebih dari
satu laporan keuangan. Sebagai contoh, prosedur audit untuk menentukan apakah penjualan
kredit pada akhir tahun dicacat dalam periode akuntansi semestinya memberikan bukti
tentang baik piutang usaha (neraca) dan pendapatan penjualan (laporan laba-rugi).
2.3 Hubungan Materialitas Dengan Bukti Audit dan Salah Saji
Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan
auditor tentang kecukupan bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara
materialisasi dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material
harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti
untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa saldo sediaan yang tercatat tidak disajikan
salah lebih dari Rp200.000. semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun,

4
semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan. Sebagai contoh, lebih banyak bukti
diperlukan untuk sediaan yang berjumlah 30% dari total aktiva dibandingkan bila sediaan
hanya berjumlah 10% dari total aktiva.
Konsep materialitas menunjukkan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh
auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut sedangkan
konsep risiko audit menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang berisi salah saji material.
2.4 Risiko Audit
Menurut SA 320.5, risiko audit merupakan risiko bahwa auditor menyatakan opini yang
tidak tepat ketika terdapat kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan yang mana
merupakan fungsi gabungan risiko kesalahan penyajian material dan risiko deteksi. Menurut
SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah
risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang
auditor bersedia untuk menanggungnya.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas
dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara
individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada
tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat
yang rendah.
Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari konsep keyakinan
yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan
pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima. Jika 99% kepastian
diinginkan, maka risiko audit adalah 1%, sementara jika kepastian sebesar 95 % dianggap
memuaskan, maka risiko audit adalah 5%. Biasanya pertimbangan professional berkenaan
dengan keyakinan yang memadai dan keseluruhan tingkat risiko audit dirancang sebagai
satu kebijakan kantor akuntan public, dan risiko audit akan dapat dibandingkan antara satu
audit dengan audit lainnya. (Boynton, Jhonson, Kell, 2003).

5
2.5 Jenis-Jenis Risiko Audit
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Adanya risiko
audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan tentang tanggung jawab dan fungsi auditor
independen yang berbunyi sebagai berikut: Karena sifat bukti audit dan karakteristik
kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji
material terdeteksi ( SA 312). Risiko harus dihadapi oleh auditor meski telah terlaksana
audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan telah
melaporkan hasil audit atas laporan keuangan dengan semestinya. Adapun jenis resiko audit,
yaitu:
a). Risiko Audit Keseluruhan, merupakan besarnya risiko yang ditanggung oleh auditor
dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal
kenyataannya terdapat salah saji material.
b). Risiko Audit Individual, adanya pemeriksaan terhadap akun secara individual dan
penting dilakukan karena terdapat akun tertentu yang ssering terjadi perubahan
transaksi besar saldo/frekuensi.

Terdapat tiga unsur risiko audit:

1. Risiko Bawaan, yakni risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun
atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh,
perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan
perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih mudah dicuri daripada sediaan batu bara.
Akun yang terdiri dart jumlah yang berasal dart estimasi akuntansi cenderung
mengandung risiko lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan
berisi data berupa fakta. Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan.
2. Risiko Pengendalian, yakni Risiko pengendalian adalah risiko yang terjadinya salah saji
material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu
oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini ditentukan oleh evektifitas kebijakan dan
prosedur pengendalian intern untuk mencapai tujuan umum pengendalian intern yang
relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan

6
selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern. Sebagai
contoh, pengendalian intern mungkin menjadi tidak evektif karena kelalayan manusia
akibat ceroboh atau bosan atau karena adanya kolosi diantara personel pelaksanaan.
3. Risiko Deteksi, yakni Risiko yang disebabkan oleh kegagalan auditor dalam mendeteksi
salah saji material, setelah audit dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Risiko ini
timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa
100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain
yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%.
Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur
audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau
menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai
pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan
pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.

Risiko Bawaan dan risiko Pengendalian berbeda dengan Risiko Deteksi. Resiko Bawaan
dan Pengendalian harus ada terlepas dilakukan atau tidak dilakukan audit atas laporan
keuangan. Risiko Deteksi berhubungan dengan prosedur audit san sapat diubah oleh
keputusan auditor itu sendiri. Risiko Deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan
Risiko Bawaan dan Pengendalian. Semakin kecil Risiko Bawaan dan Pengendalian, maka
semakin besar Risiko Deteksi. Sebaliknya, Semakin besar Risiko Bawaan dan Pengendalian,
maka semakin kecil tingkat Risiko Deteksi.
2.6 Hubungan Antar Unsur Risiko Audit
Komponen risiko audit dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk
persentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampai dengan
maksimum. Resiko Deteksi adalah satu-satunya resiko yang bisa dipengaruhi/diatur oleh
auditor, lewat banyak atau sedikitnya bukti dengan penambahan atau pengurangan prosedur
audit. Apabila auditor ingin resiko deteksi kecil, maka perlu lebih banyak bukti
audit/prosedur audit, dan sebaliknya. Risiko Audit dapat ditentukan dengan rumus:
AR = IR x CR x DR atau DR/IR x CR
Dimana:
AR= Overall Audit Risk (Risiko Keseluruhan)

7
IR= Inherent Risk (Risiko Bawaan)
CR= Control Risk (Risiko Pengendalian)
DR= Detection Risk (Risiko Deteksi)
2.7 Hubungan Antara Materialitas, Risiko, dan Bukti Audit
Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit dan Bukti Audit adalah jika materialitas
rendah-jumlah salah saji yang kecil saja dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi
keuangan-auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak.
Sebaliknya, jika materialitas tinggi-jumlah salah saji besar baru dapat mempengaruhi
keputusan pemakai informasi keuangan-auditor hannya perlu mengumpulkan bukti audit
komponen dalam jumlah sedikit.
Demikian pula hubungan antara risiko audit dengan bukti audit. Semakin rendah risiko
audit-auditor bersedia untuk menanggung risiko audit rendah sehingga tingkat kepastian
yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi-auditor perlu mengumpulkan bukti audit
kompenen dalam jumlah banyak. Sebaliknya, semakin tinggi risiko audit-auditor bersedia
untuk menanggung risiko audit tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh
auditor adalah rendah-auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompenen dalam jumlah
kecil saja. Dapat diringkas seperti dibawah ini.
1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti
audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah
satu dari 3 cara berikut :
a. Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahakan jumlah
bukti audit yang dikumpulkan,
b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan,
c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama.

8
2.8 Studi Kasus
BPK: Temuan Rp 550 M di Laporan Keuangan Kemendes, Tak Pengaruhi Opini
Tahun 2016, jaksa KPK mengungkap adanya temuan BPK terkait dana honorarium tenaga
kerja profesional atau pendamping desa yang belum direalisasikan Kemendes PDTT pada
2015 dan 2016. Pada 2016, temuan tersebut diketahui sebesar Rp 550.467.601.225. Temuan
itu tercantum dalam surat dakwaan KPK untuk tersangka Sugito dan Jarot Budi Prabowo,
dua pegawai Kemendes PDTT. Mereka didakwa menyuap auditor BPK atas kasus opini
Wajar Tanpa Pengacualian (WTP) Kemendes. Wakil Ketua BPK, Bahrullah Akbar,
membenarkan adanya temuan tersebut. Namun menurut dia, temuan BPK itu tidak
mempengaruhi pemberian opini WTP kepada Kemendes.
Ia hanya menyebut bahwa ada oknum yang mengambil rente informasi dari kasus
tersebut. "Secara profesional. Tidak ada kaitannya dengan opini. Kalau boleh dikatakan,
saya garis bawahi, oknum yang mengambil rente informasi. Jadi memanfaatkan," ujar
Bahrullah usai memberikan sambutan acara 'Mengupas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
(IHPS) I Tahun 2017' di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Selasa (3/10). Bahrullah tidak merinci
detail siapa oknum yang dimaksud. Dia hanya menyinggung tentang materialitas. Mengutip
buku berjudul 'Petunjuk Teknis Penetapan Batas Materialitas' oleh Direktorat Litbang,
Ditama Revbang, Badan Pemeriksa Keuangan 2013, materialitas merupakan besaran nilai
yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang
melingkupnya, dapat mengakibatkan perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan
orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi, karena adanya penghilangan atau
salah saji.
Dalam artian, setiap auditor perlu menetapkan nilai maksimum yang menjadi batas
pemeriksaan. Salah saji dalam laporan tersebut dianggap dapat menyebabkan laporan
keuangan menjadi tidak wajar. Dalam hal ini, BPK menetapkan batas materialitasnya
dengan kisaran 0,5 hingga 5 persen.
"Kalau misalnya Rp 500 miliar atau Rp 1 triliun dari total aset itu, ada yang disebut
materialitas. Materialitas kami paling sedikit 5 persen," ujar Bahrullah. Bahrullah
menuturkan, penilaian opini WTP hanya dihitung berdasarkan laporan keuangan selama
setahun ke belakang dalam dua semester. Itu berarti, laporan keuangan Kemendes tahun
2015 tidak dihitung di penilaian opini 2017. "Semester pertama itu BPK melihat laporan

9
keuangan. Salah satu kriteria laporan keuangan itu opini WTP, antara lain temuan yang lalu
ini, yang semester dua, semester tahun lalu. Kalau ada masalah yang terkait dengan
materialitas, itu mengganggu opini," ujar Bahrullah
Sehingga, Baharullah meyakini, opini WTP yang didapat Kemendes pada 2017 hanya
dihitung per tahun 2016. Sedangkan temuan lebih dari Rp 500 miliar tersebut, kata dia, tidak
termasuk dalam hal-hal yang mempengaruhi opini.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau
salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau
mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut.
Laporan Keuangan mengandung salah saji material jika laporan keuangan tersebut
mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup
signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tsb tidak disajikan secara wajar,
dalam semua hal yang material.
Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material (risiko bahwa auditor gagal memodifikasi opininya atas laporan keuangan yang
mengandung salah saji material). Dalam hal ini ada probabilitas auditor dalam memberikan
pendapat yang tidak tepat mengenai laporan keuangan yang diaudit, di mana laporan berisi
kesalahan material yang gagal ditemukan oleh auditor. Jenis risiko audit adalah Risiko
Pengendalian/RP (Control Risk/CR), Risiko Bawaan/RB (Inherent Risk/IR), dan Risiko
Deteksi/RD (Detection Risk/DR).

3.2 Saran
Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan tugas dimasa
yang akan datang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2017. Auditing; Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan
Publik. Buku 1 Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
https://www.academia.edu/30405228/MATERIALITAS
https://www.academia.edu/29125458/MATERIALITAS_DAN_RISIKO_AUDIT_NURMA
_AYU_LESTARI_2015017003
http://eprints.unpam.ac.id/5520/3/BAB%20II.pdf
http://spap.iapi.or.id/1/files/SA%20300-400/SA%20315.pdf
https://kumparan.com/kumparannews/bpk-temuan-rp-550-m-di-laporan-keuangan-
kemendes-tak-pengaruhi-opini/full

12

Anda mungkin juga menyukai