Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AKUNTANSI PERPAJAKAN

“AKUNTANSI PAJAK ATAS PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN


PEMEKARAN USAHA”

Dosen Pengampu: Haryani Pratiwi Sitompul, SE., M.Si

Sondang Aida Silalahi, SE., M.Si

Oleh :
Putri Oktavia Purba ( 7203342006 )
Sevia Nafisah ( 7203142007 )
Suci Agustina ( 7201142004 )

PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Tugas ini
disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan. Dalam proses penyusunan
makalah ini , kami banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu kami sangat mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu kami
dalam menyelesaikan tugas ini.
Harapan kami semoga ini bisa bermanfaat untuk semua orang yang membaca
khususnya calon guru maupun yang sudah menjadi guru dan mudah-mudahan berkenan di
hati ibu Sondang Aida Silalahi, SE., M.Si, dan ibu Haryani Pratiwi Sitompul, SE., M.Si,
selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran serta bimbingan dari ibu dosen demi
penyempurnaan tugas di masa yang akan datang.

Medan, 02 November 2022

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ......................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan dan Manfaat................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha ...................................... 2


2.2 Aspek Perpajakan Penggabungan, Peleburan, dan Akuisisi..................................... 5
2.3 Ketentuan dan Hubungan Akuntansi Pajak ............................................................. 7
2.4 Merger Menurut Harga Pasar ............................................................................... 12
2.5 Merger Menurut Nilai Buku ................................................................................. 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 15


3.2 Saran .................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kondisi perekonomian dengan pertumbuhan stabil berkesinambungan apalagi
kalau dinamis dan booming banyak perusahaan akan melakukan ekspansi dan memperbesar
usahanya untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang. Pengembangan usaha yang
demikian akan diikuti dengan suatu restrukturisasi (perubahan struktur perusahaan yang
makin besar), misalnya dalam bentuk akuisisi (pembelian perusahaan lain, asset atau
saham), penggabungan (merger), peleburan (consolidation), pemekaran unit/ cabang (spin
off), atau pemecahan usaha (split off).
Namun sebaliknya, dalam kondisi perekonomian yang mengalami penurunan (krisis
ekonomi dan moneter, terjadi pertumbuhan negative (stagnasi)), perusahaan juga akan
melakukan restrukturisasi (perubahan struktur perusahaan yang makin kecil/ ramping),
misalnya dalam bentuk reorganisasi (dengan memperkecil diri untuk tetap bertahan),
penjualan unit usaha (sell off), dan bahkan likuidasi perusahaan (yang didahului dengan
kepailitan).
1.2 Rumusan Masalah
 Bagaimana konsep dari Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha?
 Bagaimana bentuk dan jenis dari Penggabungan Usaha?
 Ada berapa metode yang ada dalam pencatatan akuntansi transaksi merger?
 Bagaimana contoh dari Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha?
1.3 Tujuan dan Manfaat
 Menambah wawasan mengenai Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha
beserta contohnya
 Memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Perpajakan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha


Wajib pajak dapat melakukan penggabungan, peleburan, dan pemekarann usaha sesuai
ketentuan yang berlaku, dan menggunakan nilai buku dalam rangka pengalihan harta sebagai
berikut:
 Wajib pajak yang mengalihkan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan
usaha.
 Wajib pajak yang melakukan pemekaran usaha yang akan go public dengan
melakukan penawaran umum perdana (IPO) di bursa efek.
 Mengajukan permohonan ke Dirjen Pajak.
 Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait, termasuk cabang
atau perwakilan yang terdaftar di KPP Lokasi.
 Laporan Keuangan untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta harus diaudit
Akuntan Publik.

Wajib pajak yang akan melakukan penggabungan atau peleburan usaha dapat
mengalihkan sisa kerugian termasuk kerugian selisih kurs dari badan usaha lama yang belum
dikompensasikan, dengan syarat sebagai berikut:

 Badan usaha lama terlebih dahulu harus melakukan revaluasi aktiva tetap menurut
ketetuan yang berlaku.
 Badan usaha lama dalam kondisi aktif menjalankan kegiatan usaha.
 Wajib pajak yang menerima pengalihan harta tetap aktif menjalankan usaha
sekurang-kurangnya 2 tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan
usaha tersebut.
Penggabungan Usaha (marger) menurut definisi akuntansi adalah penyatuan dua atau
lebih perusahaan terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu
dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali (kontrol) atas aktiva dan operasional
perusahaan lain. Merger dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akuisisi dan penyatuan
kepemilikan.

2
Akuisisi adalah penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi
memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi, dengan
memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban atau mengeluarkan saham.
Sedangkan penyatuan kepemilikan adalah suatu penggabungan usaha dimana para
pemegang saham perusahaan yang bergabung secara bersama-sama memiliki kendali atas
seluruh aktiva dan operasional perusahaan yang tergabung serta memiliki tanggung jawab
bersama sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasikan sebagai pengakuisisi.
Tujuan utama penggabungan usaha tentunya adalah profitabilitas dan efisiensi. Di
samping itu, ada beberapa alasan lain dari aktivitas ini:
 Avoidence to take over (mencegah pengambilalihan);
 Cost advantage (manfaat biaya);
 Fewer operating delay (memperkecil penundaan operasi);
 Lower risk (memperkecil resiko);
 Acquisition of intingable assets (perolehan aktiva tidak berwujud).

Dilihat sifat penggabungan usahanya, dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

 Integrasi vertical Jenis usahanya berbeda tetapi merupakan kegiatan yang


berurutan misal tahap distribusi;
 Integrasi horizontal Integrasi antara usaha yang sama baik produk atau
pasarnya;
 Konglomerasi, Integrasi yang bersifat diversifikasi (karena integrasi ini
menggabungkan dua usaha yang sama sekali berbeda).
Adapun bentuk dari penggabungan usaha, yaitu:
A. Akuisisi, Suatu entitas memperoleh asset produktif entitas lain dan memasukkan ke
dalam operasinya, Suatu entitas memperoleh kendali atas entitas lain.
B. Merger, Pengambilalihan seluruh operasi bisnis dari entitas lain sehingga entitas itu
dibubarkan. Misal PT. A dengan PT. B merger sehingga hanya tinggal PT. A saja.
C. Konsolidasi, Pembentukan entitas baru dari entitas yang bergabung. Misal PT. A
dengan PT. B bergabung membentuk PT. C.

3
Ada dua metode pencatatan akuntasi dalam transaksi merger, yaitu: metode nilai pasar
dan metode nilai buku. Prinsip nilai pasar adalah adanya sejumlah kas atau harga pasar
aktiva lain yang dikeluarkan untuk membeli suatu perusahaan sudah termasuk didalamnya
biaya goodwill, selisih antara biaya perolehan dengan harga pasar. Sedangkan, pada nilai
buku aktiva bersih hasil merger langsung dibukukan sesuai nilai bukunya, sehingga tidak
terdapat biaya goodwill dan kenaikan nilai aktiva.

Dalam hal penggabungan atau peleburan usaha permohonan izin harus dilakukan oleh
wajib pajak yang menerima harta, sedangkan dalam hal pemekaran usaha harus diajukan
oleh wajib pajak yang melakukan pengalihan harta. Keputusan diterima atau ditolaknya
permohonan izin tersebut harus diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 bulan
sejak diterimanya permohonan secara lengkap. Dalam hal setelah lewat 1 bulan belum
diberikan keputusan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan.

Dalam hal permohonan tersebut ditolak, maka pengalihan harta terebut harus dinilai
dengan menggunakan nilai pasar, dan atas keuntungannya dikenakan PPh sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Apabila harta yang dialihkan berupa tanah dan/atau bangunan,
maka dikecualikan dari kewajiban membayar PPh sebesar 5% dari nilai pengalihan. Apabila
penggabungan atau peleburan usaha dilakukan dalam tahun berjalan, maka jumlah angsuran
PPh Pasal 25 bagi badan usaha yang menerima pengalihan tidak boleh lebih kecil dari
penjumlahan angsuran PPh Pasal 25 dari seluruh wajib pajak yang terkait sebelum
penggabungan atau peleburan usaha.

Dalam hal terjadi pelaksanaan penggabungan atau peleburan usaha dan akan melakukan
penawaran umum perdana (Initial Public Offering); maka Wajib Pajak yang menerima
pengalihan harta tanpa melakukan revaluasi aktiva tetap, mendapat fasilitas berupa
pengalihan kerugian fiskal dari Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dan
melakukan kompesasi kerugian fiskal sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan yang berlaku. Ketentuan tersebut dapat dilaksanakan dengan syarat sebagai
berikut:

 Memperoleh izin dari Menteri Keuangan.

4
 Melakukan revaluasi atas seluruh aktiva tetap wajib pajak yang melakukan
pengalihan harta dengan harga pasar yang berlaku pada waktu
penggabungan/peleburan usaha.
2.2 Aspek Perpajakan Atas Penggabungan Usaha, Peleburan Usaha, dan Akuisisi
A. Penggabungan Usaha
Aspek perpajakan dari penggabungan usaha dapat dilihat dibawah ini:

Atas terjadi nya penggabungan usaha maka adanya transaksi yang menimbulkan aspek
perpajakan, yaitu :

1. Adanya pengalihan Asset Perusahaan, jika ada nya keuntungan atas pengalihan aset
ini maka termasuk dalam Objek Pajak PPh, sebagaimana di sebutkan pada pasal 4
ayat 1 huruf d nomor 3 “ keuntungan karena penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun. “ dan akan dikenakan tarif pasal 17;
2. Jika pengalihan berupa tanah dan bangungan maka dikenakan PPh final sesuai
dengan PP No. 34 tahun 2016 dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) yang dicantumkan pada UU No. 20 tahun 2000, hal ini sama seperti
penjualan atas tanah dan bangunan pada umumnya untuk pengenaan BPHTB, namun
untuk PPh final tarif nya sesuai dengan penggunaan nilai buku yang diatur di PMK
Nomer 205/PMK.010/2018. Kewajiban perpajakannya akan menjadi kewajiban PT.
AB, karena PT. A dan PT. B sudah ditutup.

5
B. Peleburan Usaha

Peleburan usaha pada umumnya hampir sama dengan penggabungan untuk aspek
perpajakannya, namun kewajiban perpajakan akan menjadi kewajiban PT. B, karena PT.
A sudah ditutup.
C. Pemekaran Usaha (Akuisisi)

- B mengakuisisi Asset PT. A

Atas transaksi ini maka aspek perpajakan yang muncul adalah atas
kelebihan/keuntungan dari selisih pengalihan asset perusahaan dikenakan Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat 1 huruf D nomer 3, disini yang mengalihkan adalah PT. A,
maka atas keuntungan tersebut kewajiban Pajak Penghasilan menjadi tanggung
jawab PT. A, namun keuntungan ini harus dikompensasikan terlebih dahulu dengan :
kerugian fiskal PT. A dari tahun pajak saat dilakukan pengalihan aset dan juga tahun-
tahun pajak sebelumnya (5 tahun).

- B mengakuisisi Saham PT. A

Dalam transaksi tersebut, jika PT. A adalah perusahaan yang listing di bursa maka
atas penjualan saham ke PT. B akan dikenakan PPh final, pasal 4 (2) UU Nomor 36
Tahun 2008. PPh final ini akan langsung dikenakan dengan cara pemotongan oleh
bursa efek, sehingga penghasilan atas penjualan saham yang diterima PT. A telah di
potong PPh pasal 4(2). Untuk tarif nya diatur di pasal 2 dan 3 KMK 282/1997.

6
2.3 Ketentuan Dan Hubungan Dengan Akuntansi Pajak
1. Ketentuan Dalam Standar Akuntansi Keuangan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 22 mengatur untuk
tujuan akuntansi tentang penggabungan usaha. PSAK 22 menggunakan istilah kombinasi
usaha (business combination) untuk penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan. Dalam Paragraf 08, PSAK 22 mendefinisikan istilah
penggabungan (combination) usaha sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang
terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan
perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain.
Paragraf 05 PSAK 22 menyatakan bahwa penggabungan usaha dapat mengakibatkan
terjadinya legal merger yang sering dilakukan dalam rangka restrukturisasi atau
reorganisasi perusahaan.
Paragraf 08 PSAK 22 juga menyebut penyatuan kepemilikan (uniting of interest/
pooling of interest). Istilah ini merujuk pada suatu penggabungan usaha dengan para
persero perusahaan yang bergabung menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif
seluruh aktiva neto dan operasi perusahaan yang bergabung dan selanjutnya memikul
bersama semua risiko dan manfaat yang melekat pada perusahaan gabungan sehingga
tida dapat diitentifikasi perusahaan mana sebagai pengambil alih. Namun Paragraf 11
PSAK 22 memberikan indikasi untuk mengidentifikasi perusahaan pengakuisisi,
misalnya dengan : Nilai wajar suatu perusahan yang bergabung lebih besar secara
signifikan daripada perusahaan lainnya. Dalam hal ini, perusahaan yang lebih besar
tersebut adalah pengakuisisi; Penggabungan usaha dilakukan dengan pertukaran saham
berhak suara (votting common shares) dengan kas.
Dalam hal ini, perusahaan yang membayar tunai tersebut adalah perusahaan
pengakuisisi; atau Penggabungan usaha mengakibatkan manajemen suatu perusahaan
mendominasi penetuan anggota manajemen perusahaan gabungan. Dalam hal ini,
perusahaan yang dominan tersebut adalah perusahaan pengakuisisi. Ada beberapa
metode dalam Ketentuan PSAK 22, yaitu: Metode Pembelian dan Metode Penyatuan
Kepemilikan.

7
1. Metode Pembelian
Paragraf 17 PSAK 22 mengatur bahwa penggabungan usaha melalui akusisi harus
dipertanggungjawabkan dengan menggunakan metode pembelian. Penggunaan
metode pembelian untuk akuisisi suatu perusahaan dibukukan seperti halnya
pembelian aktiva lainnya. Hal ini dalakukan karena dalam akuisisi terjadi transaksi
pengalihan aktiva, timbulnya kewajiban atau penerbitan saham dalam rangka
memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan lain. Metode
pembelian menggunakan biaya perolehan (cost) sebagai dasar untuk mencatat
akuisisi tersebut.
Sedangkan paragraf 21 PSAK 22 menerangkan lebih lanjut bahwa suatu akuisisi
harus dibukukan sebesar biaya perolehan, yaitu jumlah kas atau aktiva setara kas
yang dibayar atau nilai wajar (pada tanggal pertukaran) aktiva lain yang
diberikan oleh perusahaan pengakuisisi, sebagai imbalan atas perolehan
kendali atas aktiva neto perusahaan lain, ditambah biaya-biaya lain yang
secara langsung dapat diatribusikan pada akuisisi tersebut.
2. Metode Penyatuan Kepemilikan (Pooling Of Interest Method)
Paragraf 13 PSAK 22 menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu, mungkin sulit
sekali mengidentifikasi pengakuisisi. Tidak ada pihak yang dominan timbul dari
penggabungan tersebut, akan tetapi para pemegang saham perusahaan yang
bergabung bersama-sama mengendalikan seluruh (atau secara efektif) aktiva neto
dan operasi. Di samping itu, manajeman perusahaan-perusahaan yang bergabung
menjadi bagian dari manajemen perusahaan gabungan. Akibatnya, para pemegang
saham perusahaan yang bergabung bersama-sama berbagi risiko dan manfaat atas
perusahaan gabungan tersebut. Penggabungan usaha demikian diperlakukan sebagai
penyatuan kepemilikan (uniting of interests).
Paragraf 57 PSAK 22 mengatur bahwa suatu penyatuan kepemilikan (uniting of
interests) harus dibukukan dengan menggunakan metode penyatuan kepemilikan
(pooling of interest method). Dalam menerapkan metode penyatuan kepemilikan,
unsur-unsur laporan keuangan dari peruisahaan yang bergabung untuk periode
penggabungan tersebut dan untuk periode perbandingan yang diungkapkan, harus
dimasukkan dalam laporan keuangan gabungan seolah-olah perusahaan tersebut

8
telah bergabung sejak permulaan periode yang disajikan tersebut. Laporan
keuangan suatu perusahaan tidak boleh memasukan adanya penyatuan kepemilikan
walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu pihak yang bergabung, apalagi
penyatuan kepemilikan terjadi setelah tanggal neraca yang terakhir disajikan.
Paragraf 62 PSAK 22 menerangkan ebih lanjut bahwa pengeluaran yang terjadi
sehubungan dengan penyatuan kepemilikan harus diakuisebagai beban pada periode
terjadinya. Pengeluaran yang terjadi sehubungan dengan penyatuan kepemilikan
mencakupi biaya pendaftaran dan penerbitan saham, biaya yang timbul dari usaha
memberikan informasi kepada pemegang saham, biaya konsultan, gaji, dan biaya
lain untuk karyawan yang terlibat dalam penggabungan usaha. Pengeluaran ini juga
termasuk biaya atau kerugian yang timbul akibat penggabungan kegiatan
perusahaan-perusahaan yang tadinya merupakan usaha yang terpisah
satu sama lain.
2. Ketentuan Dalam Peraturan Pemerintah ( UU PT)
Dalam Bab VII, Pasal 102-109 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (UU PT) mengatur tentang penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan. UU PT hanya menyatakan bahwa satu atau beberapa perseroan dapat
menggabungkan diri (merger) menjadi satu dengan perseroan yang telah ada atau
meleburkan diri (konsolidasi) dengan perusahaan lain dan membentuk perusahaan baru.
Dalam Pasal 103 UU PT hanya menyebut bahwa pengambilalihan (akuisisi/ take over)
perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Pengambilalihan
dapat dilakukan baik untuk seluruh atau sebagian besar saham yang dapat
mengakibatkan beralihnya pengendalian.
Bab IX, Pasal 114-124 UU PT mengatur tentang pembubaran perseroan dan
likuidasi. Pasal 114 menyatakan bahwa perseroan bubar karena :
1. Keputusan rapat umum pemegang saham;
2. Berakhirnya jangka waktu pendirian menurut anggaran dasar;
3. Penetapan pengadilan.
Pasal 115 menyatakan bahwa pembubaran perseroan yang ditepakan dalam keputusan
rapat umum pemegang saham diikuti dengan likuidasi oleh likuidator. Pasal 117
menyatakan bahwa atas permohonan kejaksaan, pemegang saham, kreditor, atau pihak

9
yang berkepentingan, Pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan. Dalam
pembubaran tersebut dapat ditunjuk likuidator, apabila tidak ada penunjukan, maka
Direksi bertindak selaku likuidator. Likuidator antara lain bertugas :
1. Mendaftarkan dalam daftar perusahaan, mengumumkan dalam surat kabar harian dan
memohon untuk diumumkan dalam Berita Negara serta memberitahukan kepada
Menteri Hukum dan Perundang-undangan;
2. Memberitahukan kepada semua kreditor;
3. Pemberesan likuidasi, yang meliputi:
 Pencatatan dan pengumpulan kekayaan,
 Penentuan cara pembagian kekayaan,
 Pembayaran kepada pada kreditor,
 Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada persero, dan
 Tindakan lain yang perlu.
 Bertanggung jawab pada RUPS; dan
 Mengumumkan hasil akhir likuidasi.
3. Ketentuan Dalam Undang-Undang Perpajakan
Penggabungan usaha dalam peraturan perpajakan diatur dalam Pasal 10 ayat (3)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
Menurut ketentuan perpajakan secara umum yang digunakan adalah metode
pembelian (purchase method) yang menggunakan Harga Pasar/ Nilai Wajar. Sedangkan
metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest method) dapat digunakan dengan
persyaratan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
422/KMK.04/1998 tanggal 9 September 1998 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-21/PJ.42/1999 tanggal 26 Mei 1999 adalah sebagai berikut:
a). Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau
peleburan usaha, serta Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka
pemekaran usaha yang akan “go public” dengan melakukan penawaran umum
perdana (IPO) dibursa efek.
b). Persyaratan yang harus dipenuhi adalah:

10
 Mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat pemohon terdaftar,
selambat-lambatnya 6 bulan sesudah proses penggabungan, atau pemekaran
usaha dilakukan, yaitu: Dalam hal penggabungan atau peleburan dilakukan
oleh wajib Pajak yang menerima pengalihan harta, dan dalam hal pemekaran
usaha, diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.
 Sudah melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha terkait, termasuk
cabang/ perwakilan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak- Kantor
Pelayanan Pajak lokasi.
 Laporan keuangan Wajib Pajak, khususnya untuk tahun pajak dilakukannya
pegalihan harta, harus diaudit oleh Akuntan Publik.
c). Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau
peleburan usaha dapat mengalihkan kerugian/ sisa kerugian fiskal, termasuk kerugian
selisih kurs badan usaha yang lama yang belum dikompensasi.
d). Dalam hal terjadi kompensasi timbal balik (offset) utang piutang diantara Wajib
Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atu peleburan
usaha.
e). Apabila permohonan Wajib Pajak sudah lengkap, Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak setelah melakukan proses penelitian dan konfirmasi yang diperlukan,
menerbitkan surat keputusan persetujuan atau penolakan selambat-lambatnya 1 bulan
sejak diterimanya permohonan secara lengkap, jika batas waktu 1 bulan telah lewat
dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan,
maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan kepadanya diterbitkan surat
keputusan persetujuan.
f). Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku tidak mendapat
persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka pengalihan harta tersebut harus dinilai
dengan Harga Pasar dan keuntungan yang diperoleh dikenakan PPh sesuai ketentuan
yang berlaku.
g). Penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan untuk tahun buku dimana
pengalihan harta tersebut dilakukan secara prorate (penghitungan bulanan)

11
berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana yang tercantum dalam
pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.
h). Apabila penggabungan, peleburan, pemekaran usaha dilakukan dalam tahun berjalan,
maka: PPh Pasal 25 Wajib Pajak yang baru, tidak boleh lebih kecil dari jumlah, PPh
Pasal 25 dari pihak-pihak yang mengalihkan, Pembayaran, pemungutan, dan
pemotongan PPh yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dipindahbukukan menjadi
pembayaran, pemungutan/ pemotongan PPh dari Wajib Pajak yang menerima
pengalihan.
i). Dalam hal penggabungan, peleburan, pemekaran usaha dilakukan dalam tahun
berjalan, maka: kewajiban formal penyampaian SPT Masa/ Tahunan PPh bagi Wajib
Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan
usaha, berakhir sampai dengan Masa Pajak/ Bagian Tahun Pajak dilakukannya
penggabungan atau peleburan usaha, serta kewajiban formal penyampaian SPT
Masa/ Tahunan PPh bagi Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka
penggabungan atau peleburan usaha, dimulai sejak Wajib Pajak terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak setelah pendirian badan usaha baru.
2.4 Merger Menurut Harga Pasar dan Perlakuan Perpajakannya
Penggunaan nilai pasar sebagai nilai perolehan atau nilai pengalihan dalam likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha ini ditegaskan
dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan. Pada prinsipnya apabila terjadi
pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar.
Pengalihan harta tersebut apat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha berupa
penggabungan, peleburan,pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Selain itu
pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan
penghasilan yang dikenakan pajak.
Contoh:
PT A danPT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. Nilai sisa
buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut:

12
Nilai sisa buku Harga pasar
PT. A Rp. 300.000.000,00 Rp. 450.000.000,00,
PT. B Rp. 200.000.000,00 Rp. 300.000.000,00.
Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka
peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian PT A mendapat
keuntungan sebesar Rp. 100.000.000,00 (Rp300.000.000,00 - Rp200.000.000,00) dan PT B
mendapat keuntungan sebesar Rp150.000.000,00 (Rp450.000.000,00 - Rp300.000.00,00).
Sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp750.000.000,00 (Rp.
300.000.000,00 + Rp. 450.000.000,00).
Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi,
investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk
menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku ("pooling
ofinterest"). Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan harta dari PT A dan PT B
tersebut sebesar Rp. 500.000.000,00 (Rp200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00).
2.5 Merger Menurut Nilai Buku Dan Perlakuan Perpajakan
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan, termasuk objek
pajak adalah keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa
pun.
Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan
nilai sisa buku sebesar Rp. 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual
dengan harga Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian keuntungan PT
S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan
harga Rp. 50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah), maka nilai jual mobil tersebut tetap
dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Selisih sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S,
dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) merupakan penghasilan.
Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara
harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan Objek

13
Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam hal
terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha
merupakan penghasilan.
Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atau nilai sisa buku
atas pengalihan hartaberupa hibah, bantuan atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan
bagi pihakyang mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, serta badan keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Wajib pajak dapat melakukan penggabungan, peleburan, dan pemekarann usaha sesuai
ketentuan yang berlaku, dan menggunakan nilai buku dalam rangka pengalihan harta. Wajib
pajak yang akan melakukan penggabungan atau peleburan usaha dapat mengalihkan sisa
kerugian termasuk kerugian selisih kurs dari badan usaha lama yang belum
dikompensasikan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Dalam hal penggabungan
atau peleburan usaha permohonan izin harus dilakukan oleh wajib pajak yang menerima
harta, sedangkan dalam hal pemekaran usaha harus diajukan oleh wajib pajak yang
melakukan pengalihan harta. Dalam hal terjadi pelaksanaan penggabungan atau peleburan
usaha dan akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); maka
Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta tanpa melakukan revaluasi aktiva tetap,
mendapat fasilitas berupa pengalihan kerugian fiskal dari Wajib Pajak yang melakukan
pengalihan harta dan melakukan kompesasi kerugian fiskal sesuai dengan Ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku.
Suatu penyatuan kepemilikan (uniting of interests) harus dibukukan dengan
menggunakan metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest method), namun terdapat
juga metode pembelian. Dalam menerapkan metode penyatuan kepemilikan, unsur-unsur
laporan keuangan dari perusahaan yang bergabung untuk periode penggabungan tersebut
dan untuk periode perbandingan yang diungkapkan, harus dimasukkan dalam laporan
keuangan gabungan seolah-olah perusahaan tersebut telah bergabung sejak permulaan
periode yang disajikan tersebut. Laporan keuangan suatu perusahaan tidak boleh
memasukan adanya penyatuan kepemilikan walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu
pihak yang bergabung, apalagi penyatuan kepemilikan terjadi setelah tanggal neraca yang
terakhir disajikan.
3.2 Saran
Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna
penyempurnaan tugas dimasa yang akan datang.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://accounting.binus.ac.id/2020/10/19/aspek-perpajakan-atas-penggabungan-usaha-
peleburan-usaha-dan-akuisisi/

https://www.academia.edu/8024467/TINJAUAN_PENGGABUNGAN_PELEBURAN_DAN
_PEMEKARAN_USAHA_BERDASARKAN_STANDAR_AKUNTANSI_KEUANGAN

https://www.pajakonline.com/perpajakan-atas-penggabungan-peleburan-dan-pemekaran-
usaha/

16

Anda mungkin juga menyukai