Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“MATERIALITAS AUDIT DAN RISIKO AUDIT”


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Auditing I

Dosen Pengampu :
Ibu Pusvita Indria Mei Susilowati, SE, MSA, Ak, CA

Disusun Oleh :

Anisa Yogi Marliana 2110313220067


Ariya Arissaputra 2110313210043
Diah Novitasari 2110313220006
Rezha Eka Putri 2110313220059
Silva 2110313220043
Syarif Hidayatullah 2110313310053

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini membahas secara singkat terkait materialitas dan risiko dalam audit.
Penyusunan makalah berjudul “Materialitas Audit dan Risiko Audit ” merupakan
bentuk pemenuhan tugas untuk mata kuliah Auditing I yang diberikan oleh Ibu
Pusvita Indria Mei Susilowati, SE, MSA, Ak, CA selaku dosen pengampu.

Kami ucapkan terima kasih Ibu Pusvita Indria Mei Susilowati, SE, MSA,
Ak, CA yang telah membantu memberi arahan dalam penyusunan makalah ini.
Meskipun makalah ini masih belum sempurna baik dari segi penyusunan maupun
isi materinya, namun kami tetap bangga karena mampu menyusun makalah ini
sesuai dengan kaidahnya. Saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat
kami harapkan agar makalah ini dapat disusun dengan lebih baik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Banjarmasin, 10 Mei 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I .................................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................. 3

2.1. Materialitas Audit ..................................................................................... 3

2.2. Materialitas Untuk Laporan Keuangan Secara Keseluruhan.................... 5

2.3. Menentukan Materialitas Kinerja ............................................................. 6

2.4. Mengestimasi Salah Saji Dan Membandingkan Dengan Pertimbangan


Pendahuluan ........................................................................................................ 7

2.5. Risiko Audit ............................................................................................. 8

2.6. Komponen Model Risiko Audit ............................................................... 9

2.7. Menilai Risiko Audit Yang Dapat Diterima ........................................... 12

2.8. Hubungan Risiko dengan Bukti serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Risiko 16

BAB III .............................................................................................................. 23

3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perkembangannya, jasa profesi auditor semakin dibutuhkan seiring


dengan semakin banyaknya pihak-pihak yang menggunakan informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan sebagai salah satu pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Pihak-pihak tersebut menuntut penyajian laporan
keuangan yang sesuai dengan standar yang berlaku dan juga dapat dipercaya.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, digunakanlah jasa auditor sebagai pihak
yang secara independen memberikan penilaian terhadap laporan keuangan yang
akan dijadikan dasar pengambilan keputusan.

Sebagai pihak yang dipercaya untuk memberikan penilaian secara


independen terhadap sebuah laporan keuangan perusahaan, auditor dituntut
melakukan pekerjaannya seprofesional mungkin dengan menghindari terjadinya
kesalahan dalam penilaian. Karena apabila terdapat kesalahan dalam penilaian,
maka akan berampak pada pihak-pihak yang menggunakan hasil penilaian auditor
sebagai dasar pengambilan keputusan. Untuk meminimalisir tingkat kesalahan,
auditor diharuskan melakukan perencanaan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan
untuk dapat memahami seluk beluk perusahaan yang akan diperiksa laporan
keuangannya, sehingga penilaian yang dihasilkan tepat guna dan terhindar dari
kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak terkait di kemudian hari.

Konsep-konsep dasar dalam auditing digunakan sebagai dasar perencanaan


audit. Diantara konsep-konsep yang ada, konsep materialitas dan risiko termasuk
konsep fundamental yang harus dipahami auditor dalam merencanakan dan
melakukan kegiatan audit. Konsep materialitas merupakan dasar penerapan
standar auditing terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Dengan konsep ini, auditor menentukan standar hal-hal yang tergolong material
atau tidak material. Hal ini menjadi sangat penting karena pendapat yang
diberikan auditor merupakan pendapat terhadap hal-hal yang bersifat material

1
saja. Maka ruang lingkup pemeriksaan dan penentuan pendapat yang akan
diberikan, bergantung pada interprestasi dan pemahaman auditor terhadap nilai-
nilai yang termasuk dalam hal yang material ataupun tidak material. Sedangkan
konsep risiko merupakan risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari,
tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka berikut ini


merupakan rumusan masalah dari makalah:
1. Jelaskan definisi dari materialitas?
2. Bagaimana penerapan materialitas laporan keuangan secara keseluruhan?
3. Bagaimana cara menentukan materialistis kinerja?
4. Jelaskan jenis salah saji dan bagaimana membandingkan dengan
pertimbangan pendahuluan?
5. Jelaskan apa itu risiko audit?
6. Apa saja komponen dari model risiko audit?
7. Bagaimana cara menilai risiko audit yang dapat diterima?
8. Bagaimana hubungan risiko dengan bukti serta faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu materialitas audit.


2. Untuk mengetahui penerapan materialitas laporan keuangan secara
keseluruhan.
3. Agar bisa menentukan materialitas kinerja.
4. Agar bisa menentukan jenis salah saji dan cara untuk membandingkan
dengan pertimbangan pendahuluan.
5. Untuk mengetahui risiko audit.
6. Untuk mengetahui komponen dari model risiko audit.
7. Agar bisa menilai risiko audit yang dapat diterima.
8. Agar bisa memahami hubungan risiko dengan bukti serta faktor-faktor
yang mempengaruhi risiko.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Materialitas Audit


Materialitas adalah pertimbangan utama dalam menentukan ketepatan
laporan audit yang harus dikeluarkan. Besarnya penghapusan atau salah saji
informasi akuntansi yang dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan
pertimbangan seseorang yang bijaksana mengandalkan informasi tersebut
mungkin akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji
tersebut. Karena bertanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan salah
saji secara material, auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang material,
menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi.
Jika klien menolak untuk mengoreksi laporan keuangan itu, auditor harus
mengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar,
tergantung pada seberapa material salah saji tersebut. Agar dapat melakukan
penentuan semacam itu, auditor bergantung pada pengetahuan yang mendalam
mengenai penerapan konsep materialitas.
Auditor harus memiliki pengetahuan mengenai siapa saja pemakai laporan
keuangan klien serta keputusan apa yang akan dibuat. Sebagai contoh, jika
seorang auditor mengetahui bahwa laporan keuangan akan sangat diandalkan oleh
perusahaan secara keseluruhan dalam melakukan perjanjian jual-beli, jumlah yang
dianggap material oleh auditor mungkin akan lebih kecil ketimbang untuk audit
sejenis dalam situasi yang berlawanan. Dalam praktik, para auditor mungkin tidak
mengetahui siapa saja pemakai laporan atau keputusan apa yang akan mereka
ambil berdasarkan laporan keuangan itu.
Penentuan materialitas memerlukan pertimbangan profesional. Auditor
mengikuti lima langkah yang saling terkait erat dalam menerapkan materialitas,
seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 9-1. Pertama auditor menentukan
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Kedua, auditor
menentukan materialitas kinerja, yang merupakan materialitas untuk segmen-
segmen audit (kelas transaksi, saldo akun atau pengungkapan) seperti yang
ditunjukkan dalam tanda kurung pertama pada Gambar 9-1. Kedua langkah
tersebut, yang merupakan bagian dari perencanaan, adalah fokus utama kami

3
dalam membahas materialitas pada bab ini. Langkah 3 berlangsung selama
penugasan, di mana auditor mengestimasi jumlah salah saji dalam setiap segmen
ketika sedang mengevaluasi bukti audit. Menjelang akhir audit. yaitu selama tahap
penyelesaian penugasan, auditor menjalankan dua langkah terakhir. Ketiga
langkah penutup ini, seperti yang tampak dalam tanda kurung kedua pada Gambar
9-1, merupakan bagian dari pengevaluasian hasil pengujian audit.
Gambar 9.1 Langkah-langkah dalam Menerapkan Materialitas

Menetapkan materialitas untuk


Langkah 1 laporan keuangan secara
keseluruhan
Merencanakan
luas pengujian
Menentukan materialitas
Langkah 2 kinerja

Mengestimasi total salah saji


Langkah 3 dalam segmen

Mengestimasi salah saji


Langkah 4 gabungan
Mengevaluasi hasil-hasil

Membandingkan estimasi salah


Langkah 5 saji gabungan dengan
pertimbangan pendahuluan
atau yang direvisi tentang
materialitas

4
2.2. Materialitas Untuk Laporan Keuangan Secara Keseluruhan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama,
auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat
mengevaluasi bukti audit dalam melaksanakan audit. Idealnya, auditor pada masa
penugasan audit terlebih dahulu menetapkan nilai kesalahan penyajian gabungan
dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah material. SAS 46 (AU 312)
mendefinisikan nilai tersebut sebagai pertimbangan awal tentang tingkat
materialitas (preliminary judgement about materiality).

Standar auditing mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji


gabungan dalam laporan keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal
audit ketika sedang mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Ini disebut
sebagai pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Pertimbangan ini adalah
jumlah maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan
salah saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana.

Selama pelaksanaan audit, auditor sering kali mengubah pertimbangan


pendahuluan tentang materialitas. Ini disebut sebagai pertimbangan tentang
materialitas yang di revisi. Auditor mungkin akan melakukan revisi karena adanya
perubahan dalam salah satu faktor yang digunakan untuk pertimbangan
pendahuluan; karena auditor memutuskan bahwa pertimbangan pendahuluan
terlalu besar atau terlalu kecil. Sebagai contoh, pertimbangan pendahuluan tentang
materialitas kerap kali ditetapkan sebelum akhir tahun dan didasarkan pada
laporan keuangan tahun sebelumnya atau informasi laporan keuangan interim.
Pertimbangan ini mungkin di evaluasi kembali setelah laporan keuangan tahun
berjalan tersedia. Atau, situasi yang dihadapi klien mungkin akan berubah akibat
peristiwa kualitatif, seperti penerbitan utang yang menciptakan kelas pemakai
laporan keuangan yang baru.

5
Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor
tentang materialitas untuk seperangkat laporan keuangan tertentu. Faktor–faktor
yang terpenting adalah :

1. Materialitas adalah konsep yang bersifat relative ketimbang absolute.


Salah saji dalam jumlah tertentu mungkin saja material bagi perusahaan
kecil, tetapi dapat saja tidak material bagi perusahaan besar. Sehingga tidak
memungkinkan untuk semua menentukan acuan nominal untuk
petimbangan materialitas awal yang dapat diterapkan untuk semua klien
audit.
2. Tolak ukur yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas. Karena
materialitas bersifat relative, diperlukan tolak ukur untuk menentukan
apakah salah saji itu material. Laba bersih sebelum pajak sering kali
menjadi tolak ukur utama untuk menentukan berapa jumlah yang material
bagi perusahaan yang berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap sebagai
item informasi penting bagi para pemakai. Tolak ukur lainnya meliputi
penjualan bersih, laba kotor, serta total asset atau asset bersih. Setelah
menetapkan tolak ukur utama, auditor juga harus memutuskan apakah salah
saji itu dapat mempengaruhi sacara material kelayakan tolak ukur lainnya
seperti asset lancar, total asset, kewajiban lancar, dan ekuitas pemilik.
3. Faktor – faktor kualitatif yang juga mempengaruhi materialitas. Jenis
salah saji tertentu mungkin lebih penting bagi para pemakai dibandingkan
salah saji lainnya, misalnya :
a. Jumlah yang melibatkan kecurangan biasanya dianggap lebih penting
ketimbang kesalahan yang tidak disengaja dengan nilai dollar yang sama,
karena kecurangan itu mencerminkan kejujuran serta reabilitas
manajemen atau personil lain yang terlibat.
b. Salah saji yang sebenarnya kecil bisa menjadi material jika ada
konsekuensi yang mungkin timbul dari kewajiban kontraktual.

2.3. Menentukan Materialitas Kinerja


Materialitas kinerja didefinisikan sebagai jumlah yang ditetapkan oleh
auditor pada angka yang lebih kecil dari materialitas untuk laporan keuangan

6
secara demi menguranginya ke tingkat probabilitas yang rendah dan tepat bahwa
jumlah agregat dari salah saji yang belum dikoreksi atau tidak terdeteksi melebihi
materialitas.
Penentuan materialitas kinerja perlu dilakukan karena auditor
mengumpulkan bukti per segmen dan bukan untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, serta tingkat meterialitas kinerja akan membantu auditor dalam
memutuskan auditor dalam memutuskan bukti audit yang tepat yang harus
dikumpulkan. Auditor menghadapi tiga kesulitan utama dalam mengalokasikan
materialitas pada akun–akun neraca :
1. Auditor memperkirakan akun-akun tertentu mengandung lebih banyak salah
saji dibandingkan akun-akun lainnya.
2. Baik lebih saji maupun kurang saji harus dipertimbangkan.
3. Biaya audit relatif mempengaruhi pengalokasian ini.

2.4. Mengestimasi Salah Saji Dan Membandingkan Dengan Pertimbangan


Pendahuluan
Jenis salah saji yang ditemukan dalam suatu akun:
1. Salah saji yang diketahui (known misstatement) adalah salah saji dalam
akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor. Sebagai contoh, ketika
mengaudit properti, pabrik, dan peralatan, auditor mungkin mengidentifikasi
lease peralatan yang dikapitalisasi, padahal seharusnya dibebankan karena
merupakan lease operasi.
2. Salah saji yang mungkin (likely misstatement), dibagi menjadi 2 jenis:
a. Salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen
dan auditor tentang estimasi saldo akun. Contohnya adalah perbedaan
estimasi penyisihan untuk piutang tak tertagih atau kewajiban garansi.
b. Proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu
populasi. Sebagai contoh, asumsikan auditor menemukan enam salah saji
yang dilakukan oleh klien dalam sampel yang terdiri atas 200 barang
ketika menguji biaya persediaan. Total ini disebut estimasi atau
“proyeksi” atau “ekstrapolasi” karena hanya sampel yang diaudit, buka
keseluruhan populasi. Jumlah salah saji yang di proyeksikan untuk setiap

7
akun digabungkan dalam kertas kerja dan kemudian gabungan salah saji
yang mungkin ini dibandingkan dengan materialitas.

2.5. Risiko Audit


Standar auditing mengharuskan auditor menilai risiko salah saji yang
material pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan serta tingkat asersi
yang relevan bagi kelas transaksi, saldo akun, dan pengungkapan. Auditor
menangani risiko dalam merencanakan pengumpulan bukti audit terutama dengan
menerapkan model risiko audit. Model risiko audit membantu auditor
memutuskan seberapa banyak dan jenis bukti apa yang harus dikumpulkan dalam
setiap siklusnya. Model ini biasanya dinyatakan sebagai berikut:

dimana:
PDR = risiko deteksi yang direncanakan (planned detection risk)
AAR = risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk)
IR = risiko inheren (inherent risk)
CR = risiko pengendalian (control risk)

Memahami Bisnis dan Industri dan Lingkungan Eksternal


Industri Klien

Operasi dan Proses Bisnis

Menilai Risiko Bisnis Manajemen dan Tata Kelola


Klien

Tujuan dan Strategi

Menilai Risiko Salah Saji Pengukuran dan Kinerja


yang Material

Risiko Inheren Risiko


(IR) Pengendalian
(CR)

8
2.6. Komponen Model Risiko Audit
1. Risiko Deteksi yang Direncanakan
Risiko Deteksi yang Direncanakan (planned detection risk) adalah risiko
bahwa bukti audit untuk suatu tujuan akan gagal mendeteksi salah saji yang
melebihi materialitas kinerja. Risiko deteksi yang direncanakan tergantung
pada tiga faktor lain dalam model risiko audit. Risiko ini akan berubah
hanya jika auditor mengubah salah satu dari faktor-faktor model risiko.
Risiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti substantif yang
direncanakan akan dikumpulkan auditor yang besarnya berlawanan dengan
risiko deteksi yang direncanakan. Jika risiko deteksi yang direncanakan
dikurangi, auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk mencapai
rencana pengurangan risiko itu.
2. Risiko Inheren
Risiko inheren mengukur penilaian auditor atas kerentanan asersi salah saji
yang material, sebelum memperhitungkan keefektifan pengendalian
internal. Jika auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan besar akan ada
salah saji, dengan mengabaikan pengendalian internal, auditor akan
menyimpulkan bahwa risiko inheren adalah tinggi. Pengendalian internal
diabaikan dalam penetapan risiko inheren karena pengendalian internal ini
diperhitungkan secara terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko
pengendalian. Risiko inheren berbanding terbalik dengan risiko deteksi yang
direncanakan dan bersifat langsung dengan bukti. Selain meningkatkan
bukti audit untuk risiko inheren yang lebih tinggi dalam bidang audit
tertentu, auditor biasanya juga menugaskan staff yang lebih berpengalaman
pada bidang itu serta mereview pengujian audit yang telah selesai secara
lebih menyeluruh. Sebagai contoh, jika risiko inheren untuk keusangan
persediaan sangat tinggi, wajar bila kantor akuntan publik menugaskan staff
yang berpengalaman untuk melakukan pengujian yang lebih ekstensif atas
keusangan persediaan dan mereview secara lebih cermat hasil-hasil audit
tersebut.

9
3. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian (control risk) mengukur penilaian auditor mengenai
risiko bahwa salah saji material akan terjadi dalam suatu asersi dan tidak
dapat dicegah atau terdeteksi secara tepat waktu oleh pengendalian internal
klien. Asumsikan auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal sama
sekali tidak efektif untuk mencegah atau mendeteksi salah saji. Semakin
efektif pengendalian internal, semakin rendah faktor risko yang dapat
ditetapkan untuk risiko pengendalian.

Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko inheren
dan risiko pengendalian. Sebagai contoh, risiko inheren sebesar 40% dan
risiko pengendalian sebesar 60% akan memiliki dampak yang sama
terhadap risiko deteksi yang direncanakan dan bukti yang direncanakan
dengan risiko inheren sebesar 60% serta risiko pengendalian sebesar 40%.
Standar auditing menyebut kombinasi risiko inheren dan risiko
pengendalian ini adalah risiko salah saji yang material (risk of material
misstatement). Auditor dapat menggabungkan penilaian atas risiko salah saji
material atau dapat juga menilai risiko inheren dan risiko pengendalian
secara terpisah.

Seperti pada risiko inheren, hubungan antara risiko pengendalian dan risiko
deteksi yang direncanakan adalah berbanding terbalik, sedangkan hubungan
antara risiko pengendalian dan bukti substansif bersifat langsung. Jika
auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal efektif, risiko deteksi
yang direncanakan dapat diperbesar sehingga bukti dapat dikurangi. Auditor
dapat memperbesar risiko deteksi yang direncanakan bila pengendaliannya
efektif karena pengendalian internal yang efektif akan memperkecil
kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan.

Sebelum dapat menetapkan risiko pengendalian yang lebih kecil dari 100%,
auditor harus memahami pengendalian internal yang ada, mengevaluasi
seberapa baik pengendalian tersebut berfungsi, serta menguji
keefektifannya. Pemahaman atas pengendalian internal ini dibutuhkan pada
semua audit. Dua hal yang terakhir adalah langka-langkah dalam penilaian

10
risiko pengendalian yang hanya diharuskan jika auditor menilai risiko
pengendalian di bawah maksimum.

Auditor perusahaan publik memilih untuk mengandalkan secara ekstensif


pada pengendalian karena mereka harus menguji keefektifan pengendalian
internal atas pelaporan keuangan demi memenuhi persyaratan UU Sarbanes-
Oxley. Auditor perusahaan swasta dan entitas lainnya juga mungkin
mengandalkan pengendalian yang efektif, terutama bila pemrosesan
transaksi sehari-hari melibatkan prosedur yang sangat terotomasi. Apabila
pengendalian tidak efektif dan risiko inheren tinggi, penggunaan model
risiko audit akan menyebabkan auditor mengurangi risiko deteksi yang
direncanakan sehingga meningkatkan bukti yang direncanakan.

4. Risiko Audit yang Dapat Diterima


Risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk) adalah ukuran
kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin
mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dan pendapat
wajar tanpa pengecualian telah dikeluarkan. Apabila auditor memutuskan
risiko audit yang dapat diterima lebih rendah, auditor ingin lebih yakin
bahwa laporan keuangan tidak disalahsajikan secara material. Risiko nol
berarti yakin sekali dan risiko sebesar 100% berarti sama sekali tidak yakin,
keyakinan penuh (risiko nol) mengenai keakuratan laporan keuangan secara
ekonomis tidak praktis.

Seringkali, auditor menyebut istilah audit assurance (yang disebut juga


assurance keseluruhan atau tingkat assurance) dan bukan risiko audit yang
dapat diterima. Audit assurance atau istilah-istilah lain yang sejenis
merupakan pelengkap risiko audit yang dapat diterima, yaitu satu dikurangi
risiko audit yang dapat diterima. Dengan kata lain, risiko audit yang dapat
diterima sebesar 2% sama dengan audit assurance sebesar 98%.

Apabila digunakan model risiko audit, ada hubungan langsung antara risiko
audit yang dapat diterima dan risiko deteksi yang direncanakan, serta
hubungan berbanding terbalik antara risiko audit yang dapat diterima dan

11
bukti yang direncanakan. Jika auditor memutuskan untuk mengurangi risiko
audit yang dapat diterima, risiko deteksi yang direncanakan juga dikurangi
dan bukti yang direncanakan harus ditambah. Untuk klien dengan risiko
audit yang dapat diterima yang lebih rendah, auditor seringkali juga
menugaskan staff yang lebih berpengalaman atau mereview file audit
dengan lebih cermat.

Ada perbedaan mencolok menyangkut bagaimana auditor menilai keempat


faktor risiko dalam model risiko audit. Untuk risiko audit yang dapat
diterima, auditor memutuskan risiko yang bersedia diambil kantor akuntan
publik bahwa laporan keuangan disalahsajikan setelah audit selesai,
berdasarkan faktor-faktor yang terkait dengan klien tertentu. Contoh klien
dimana auditor bersedia menerima risiko yang sangat kecil (risiko audit
yang dapat diterima yang rendah) adalah untuk penawaran saham perdana
kepada masyarakat. Risiko inheren dan risiko pengendalian didasarkan pada
ekspektasi atau prediksi auditor mengenai kondisi klien. Contoh risiko
inheren yang tinggi adalah persediaan yang belum terjual setelah dua tahun.
Sementara contoh risiko pengendalian yang rendah adalah pemisahan tugas
yang memadai antara penyimpanan aset dan akuntansi. Auditor tidak bisa
mengubah kondisi klien ini, tetapi hanya bisa menilai kemungkinannya.

2.7. Menilai Risiko Audit Yang Dapat Diterima


Auditor harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang tepat
bagi suatu audit selama perencanaan audit. Pertama, auditor memutuskan risiko
penugasan dan kemudian menggunakan risiko penugasan ini untuk memodifikasi
risiko audit yang dapat diterima. Risiko penugasan (engagement risk) adalah
risiko bahwa auditor atau kantor akuntan publik akan menderita kerugian setelah
audit selesai, walaupun laporan audit sudah benar. Risiko penugasan berkaitan
erat dengan risiko bisnis klien, yang telah dibahas dalam Bab 8. Sebagai contoh,
jika klien mengumumkan kepailitan setelah audit selesai, kemungkinan
diajukannya gugatan hukum terhadap kantor akuntan publik sangatlah besar,
meskipun mutu audit itu baik.

12
Perhatikan bahwa para auditor berbeda pendapat tentang apakah risiko
penugasan harus dipertimbangkan dalam perencanaan audit. Mereka yang
menentang memodifikasi bukti untuk risiko penugasan berpendapat bahwa auditor
tidak memberikan pendapat audit pada tingkat assurance yang berbeda, sehingga
tidak perlu memberikan assurance yang lebih tinggi atau lebih rendah hanya
karena adanya risiko penugasan. Mereka yang mendukung berpendapat bahwa
tepar jika auditor mengumpulkan bukti tambahan, menugaskan personil yang
lebih berpengalaman, serta mereview audit secara lebih menyeluruh pada audit
yang sangat mungkin menimbulkan masalah hukum, atau tindakan lain yang
mungkin berdampak buruk terhadap auditor, selama tingkat assurance tidak
dikurangi di bawah tingkat assurance yang cukup tinggi seperti bila risiko
penugasan rendah.
Apabila auditor memodifikasi bukti untuk risiko penugasan. hal itu
dilakukan melalui pengendalian risiko audit yang dapat diterima. kami yakin
bahwa risiko audit yang dapat diterima yang cukup rendah memang selalu
diinginkan, tetapi dalam beberapa situasi bahkan diperlukan risiko yang jauh lebih
rendah karena faktor-faktor risiko oenugasan dan karenanya mempengaruhi juga
risiko audit yang dapat di terima. Dari faktor-faktor tersebut hanya tiga yang
dibahs di sini derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
setelah laporan audit dikeluarkan serta intergritas manajemen.
Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan jika
pemakai eksternal sangat tergantung pada laporan keuangan, maka tepat untuk
mengurangi risiko audit yang dapat diterima. jika laporan keuangan sangat
diandalkan, mungkin saja timbul kerugian besar jika salah saji yang signifikan
dalam laporan keuangan tetap tidak terdeteksi. auditor dapat dengan lebih mudah
menjelaskan biaya yang timbul untuk memperoleh bukti tambahan jika kerugian
yang diderita para pemakai akibat salah saji yang material ini cukup besar. Ada
beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik mengenai derajat
ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan:
 Ukuran Klien. Secara umum, semakin besar operasi klien, semakin luas
pemakaian laporan keuangan. Ukuran Klien, yang diukur menurut total aktiva
atau total pendapatan, akan mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima.

13
 Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan perusahaan terbuka umumnya
diandalkan oleh lebih banyak pemakai ketimbang laporan keuangan
perusahaan tertutup. Bagi perusahaan-perusahaan ini, pihak-pihak yang
berkepentingan mencakup SEC, para analis keuangan, serta masyarakat umum.
 Sifat dan jumlah kewajiban. Apabila dalam laporan keuangan terdapat
kewajiban berjumlah besar, laporan keuangan tersebut kemungkinan besar
akan digunakan secara luas oleh kreditor aktual maupun calon kreditor,
ketimbang apabila kewajiban berjumlah kecil.

Kemungkinan Bahwa Klien akan Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah


Laporan Audit Dikeluarkan Jika klien terpaksa mengajukan permohonan
kebangkrutan atau menderita kerugian yang besar setelah audit selesai, auditor
menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk membela mutu audit ketimbang
jika klien tidak mengalami tekanan keuangan. Kecenderungan alami pihak yang
menderita kerugian dalam kasus kepailitan, atau karena harga sahamnya menurun.
adalah mengajukan gugatan hukum terhadap auditor. Hal ini dapat disebabkan
oleh keyakinan bahwa auditor tidak melaksanakan audit yang memadai atau oleh
keinginan para pemakai laporan untuk memperoleh kembali sebagian kerugian
mereka tapa memperhatikan kelayakan pekerjaan audit.

Dalam situasi di mana auditor yakin bahwa peluang terjadinya kegagalan


atau kerugian keuangan cukup tinggi sehingga risiko penugasan juga meningkat,
risiko audit yang dapat diterima harus dikurangi. Jika timbul gugatan di kemudian
hari, auditor dapat dengan lebih baik membela hasil auditnya. Total bukti audit
serta biaya audit akan meningkat, tetapi ini dapat dibenarkan mengingat
bertambahnya risiko gugatan hukum yang dihadapi auditor. Memang sulit bagi
auditor untuk memprediksi kegagalan keuangan sebelum hal itu terjadi, tetapi ada
beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik bahwa probabilitasnya
meningkat:

 Posisi likuiditas. Jika klien terus mengalami kekurangan kas serta modal kerja,
hal ini mengindikasikan ada masalah dalam membayar tagihan di masa depan.

14
Auditor harus menilai kemungkinan dan signifikansi posisi likuiditas yang
terus menurun.
 Laba (rugi) tahun-tahun sebelumnya. Jika suatu perusahaan mengalami
penurunan laba atau kenaikan kerugian yang pesat selama beberapa tahun,
auditor harus mengetahui masalah solvensi yang mungkin dihadapi klien di
masa dean. Auditor juga harus mempertimbangkan perubahan laba relatif
terhadap saldo laba ditahan yang tersisa.
 Metode pembiayaan pertumbuhan. Jika klien semakin mengandalkan utang
Sebagai alat pembiayaan, semakin besar risiko kesulitan keuangan jika
keberhasilan operasi klien menurun. Auditor harus mengevaluasi apakah aset
tetap Klien dibiayai dengan pinjaman jangka pendek atau jangka panjang.
karena kebutuhan arus kas keluar yang berjumlah besar dalam jangka pendek
dapat membuat perusahaan pailit.

Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, pertama auditor harus
menilai setiap faktor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima. Yang
berarti penilaian risiko audit yang dapat diterima secara keseluruhan juga Sangat
subjektif. Evaluasi yang lazim atas risiko audit yang dapat diterima adalah tinggi,
sedang, atau rendah, di mana penilaian risiko audit yang dapat diterima yang
rendah berarti bahwa klien itu "riskan" dan membutuhkan bukti yang lebih
ekstensif, penugasan personil yang lebih berpengalaman, dan/atau review yang
lebih ekstensif atas dokumentasi audit. Selama penugasan berlangsung, auditor
memperoleh informasi tambahan tentang klien, sehingga risiko audit yang dapat
diterima dapat dimodifikasi.

15
2.8. Hubungan Risiko dengan Bukti serta Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Risiko

Faktor-faktor yang Risiko Bukti Audit


Mempengaruhi
Risiko

 Ketergantungan
pemakai eksternal Risiko
 Kemungkinan Audit yang
kegagalan Dapat
keuangan Diterima
 Integritas
manajemen

 Sifat bisnis L L
 Hasil audit
sebelumnya T
 Penugasan awal vs
penugasan T T
berulang Risiko Risiko Bukti Audit
Deteksi yang yang
 Pihak-pihak yang Inheren
Direncanakan Direncanakan
terkait
 Transaksi nonrutin
(kompleks) T L
 Pertimbangan yang
diperlukan
 Unsur-unsur
populasi
 Faktor-faktor yang
berkaitan dengan
salah saji yang
timbul akibat
pelaporan
keuangan yang
curang
 Kerentanan aset
terhadap
misapropriasi

 Efektivitas
pengendalian Risiko
internal Pengenda
lian
 Rencana
pengandalian

16
L = Hubungan langsung ; T = Hubungan terbalik

Auditor dalam merespons risiko dapat mengubah luas pengujian dan jenis
prosedur audit, termasuk memasukkan unsur ketakterdugaan dalam prosedur audit
yang digunakan. Namun di samping memodifikasi bukti audit, auditor dapat
menggunakan dua cara lain dalam merespons risiko, yaitu sebagai berikut:

● Penugasan kepada staf yang lebih berpengalaman. Klien dengan risiko


audit dapat diterima yang rendah, harus diberikan perhatian khusus dalam
pemilihan staf dan menekankan skeptitisme profesional. Jika bidang audit
seperti persediaan memiliki risiko inheren yang tinggi, maka audit
ditugaskan kepada orang yang berpengalaman mengaudit persediaan.
● Penugasan yang direviu secara lebih seksama daripada biasanya. KAP
harus memastikan bahwa file audit, bukti yang dikumpulkan, kesimpulan,
dan masalah-masalah audit telah direviu dengan matang. Bila risiko audit
dapat diterima yang rendah, perlu adanya reviu yang lebih ekstensif. Jika
risiko salah saji yang material tinggi untuk akun-akun tertentu, staf juga
akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mereviu.
1. Risiko Audit untuk Segmen-segmen
Risiko salah saji yang material, risiko pengendalian, dan risiko inheren
dinilai untuk setiap tujuan audit dalam setiap segmen audit. Dalam audit yang
sama, penilaian tersebut dapat bervariasi. Misalnya dalam pengendalian
internal lebih efektif untuk eksistensi kas daripada aset tetap. Dalam hal ini
berarti risiko pengendalian akan lebih rendah untuk eksistensi kas
dibandingkan untuk penilaian aset tetap. Faktor yang mempengaruhi risiko
inheren juga dapat bervariasi sehingga wajar jika risiko inheren ditetapkan
bervariasi untuk akun yang berbeda meskipun dalam audit yang sama. Risiko
audit yang dapat diterima biasanya dinilai oleh auditor selama tahap
perencanaan dan tidak berubah pada setiap siklus serta akun utama. Dalam
hal ini, auditor menggunakan tingkat risiko audit yang dapat diterima yang
sama untuk setiap segmen karena faktor yang mempengaruhinya
berhubungan dengan keseluruhan audit. Misalnya terkait keputusan pihak

17
eksternal yang tergantung pada laporan keuangan secara keseluruhan,
bukannya hanya pada satu atau dua akun saja.

2. Menghubungkan Materialitas Kinerja dan Risiko dengan Tujuan


Audit yang Berkaitan dengan Saldo
Penilaian risiko inheren dan risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit
yang berkaitan dengan saldo adalah hal yang umum dilakukan auditor.
Namun jika auditor mengalokasikan materialitas ke tujuan audit, maka hal ini
bukanlah suatu hal yang umum. Misalnya, keusangan persediaan mungkin
tidak berpengaruh pada tujuan audit terkecuali mengenai nilai yang dapat
direalisasikan. Akan lebih sulit jika memutuskan berapa banyak materialitas
yang harus dialokasikan ke akun tertentu, yang selanjutnya harus
dialokasikan ke satu ataupun dua tujuan.

3. Keterbatasan Pengukuran
Salah satu keterbatasan utama dalam menerapkan model risiko audit
adalah sulitnya mengukur komponen-komponen model itu. Meskipun auditor
telah berusaha maksimal, penilaian risiko akan selalu bersifat sangat subjektif
dan hanya mungkin mendekati realitas. Untuk meminimalisir masalah
pengukuran, auditor dapat menggunakan istilah pengukuran yang umum dan
subjektif, seperti rendah, sedang, dan tinggi. Hal yang sama sulitnya adalah
mengukur jumlah bukti yang dibutuhkan dimana metode yang digunakan
auditor tidak memungkinkan dalam hal pengukuran secara kuantitatif yang
akurat. Sebagai gantinya, auditor dapat mengevaluasi secara subjektif apakah
bukti sudah mencukupi dan tepat terhadap risiko deteksi yang direncanakan.

Hubungan Risiko dengan Bukti

Risiko Audit Risiko Deteksi Jumlah


Risiko Risiko
Situasi yang Dapat yang Bukti yang
Inheren Pengendalian
Diterima Direncanakan Dibutuhkan

1 Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah

2 Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang

18
3 Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi

4 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

5 Tinggi Rendah Sedang Sedang Sedang

4. Kertas Kerja Perencanaan Bukti untuk Pengujian atas Rincian Saldo


Ada berbagai jenis kertas kerja untuk membantu auditor dalam
menghubungkan pertimbangan yang mempengaruhi bukti audit dengan bukti
yang tepat yang harus dikumpulkan. Misalnya dalam contoh berikut ini
dimana baris pertama dan kedua menunjukkan risiko audit yang dapat
diterima dan risiko inheren. Pada bagian bawah kertas kerja tercantum jumlah
salah saji yang dapat ditoleransi.

Nilai
Keleng yang H
Detail Eksiste Keakur Klasifi Pisah
kapan Dapat a
tie-in nsi atan kasi Batas
Direali k
(cutoff)
sasi

Risiko Audit
yang Dapat Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Diterima

Risiko Inheren Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah

Risiko
Pengendalian –
Penjualan

Risiko
Pengendalian -
Penerimaan Kas

Risiko
Pengendalian -
Pengendalian
Tambahan

Pengujian
Substantif atas
Transaksi –
Penjualan

19
Nilai
Keleng yang H
Detail Eksiste Keakur Klasifi Pisah
kapan Dapat a
tie-in nsi atan kasi Batas
Direali k
(cutoff)
sasi

Pengujian
Substantif atas
Transaksi -
Penerimaan Kas

Prosedur
Analitis

Risiko Deteksi
yang
Direncanakan
untuk Pengujian
atas Rincian
Saldo

Bukti Audit
yang
Direncanakan
untuk Pengujian
atas Rincian
Saldo

5. Hubungan Risiko dan Materialitas dengan Bukti Audit


Konsep materialitas dan risiko sangat berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Dimana risiko adalah ukuran ketidakpastian, sedangkan
materialitas mengukur besarannya. Secara bersamaan, keduanya mengukur
ketidakpastian jumlah dengan besaran tertentu. Misalnya, jika auditor
menyatakan rencana untuk mengumpulkan bukti sehingga hanya ada 5%
risiko (risiko audit yang dapat diterima) kegagalan yang mengungkap salah
saji yang melampaui materialitas kinerja sebesar $265.000, maka ini adalah
pernyataan yang tepat dan bermakna. Menjadi tidak bermakna jika tidak
disebutkan bagian risiko atau materialitas dikarenakan risiko tanpa ukuran
materialitas yang spesifik bisa saja menyiratkan bahwa salah saji sebesar
kurang atau bahkan lebih dari $265.000 juga dapat diterima. Begitu pula
sebaliknya, ukuran materialitas tanpa risiko yang spesifik juga bisa
menyiratkan bahwa risiko kurang maupun lebih dari 5% juga dapat diterima.

20
Materialitas Kinerja dan Risiko Bukti Audit yang
Direncanakan

Risiko Audit
yang Dapat
Diterima

L L T

T Risiko Deteksi T Bukti Audit


Risiko Inheren yang
Direncanakan yang Direncanakan

T L T

Risiko
Pengendalian

Materialitas
Kinerja

L = Hubungan langsung ; T = Hubungan terbalik

6. Merevisi Risiko dan Bukti


Model risiko audit adalah model perencanaan yang berarti penggunaannya
terbatas pada mengevaluasi hasil audit saja. Tidak ada kesulitan dalam
mengumpulkan bukti yang direncanakan dan menyimpulkan bahwa penilaian
risiko sudah wajar atau lebih baik daripada sebelumnya. Meskipun begitu,
auditor tetap harus hati-hati ketika mengambil keputusan berdasarkan bukti
dan penilaian atas risiko. Auditor harus mengikuti pendekatan dua langkah
yaitu sebagai berikut:

 Merevisi penilaian awal atas tingkat risiko yang tepat. Jika auditor
mengetahui ada kesalahan dalam penilaian dan dibiarkan, maka ini
melanggar standar kemahiran.

21
 Mempertimbangkan dampak revisi terhadap kebutuhan bukti, tanpa
menggunakan model risiko audit. Riset menunjukkan bahwa jika risiko
yang sudah direvisi digunakan kembali dalam menentukan risiko deteksi
yang direncanakan, maka ada bahaya penambahan bukti yang tidak akan
mencukupi. Sehingga auditor harus mengevaluasi implikasi revisi risiko
dan memodifikasi bukti dengan tepat tanpa menggunakan model risiko
audit.

22
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Materialitas audit adalah pertimbangan utama dalam menentukan


ketepatan laporan keuangan yang dikeluarkan. Auditor harus memahami siapa
saja pemakai laporan keuangan dan keputusan apa yang akan dibuat berdasarkan
laporan tersebut. Penentuan materialitas memerlukan pertimbangan profesional
dan mengikuti lima langkah yang saling terkait erat dalam menerapkannya.
Auditor harus memastikan bahwa temuan kesalahan material disampaikan kepada
klien agar dapat dilakukan tindakan koreksi. Jika klien menolak untuk
mengoreksi, auditor harus mengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian
atau pendapat tidak wajar, tergantung pada seberapa material kesalahan tersebut.

Auditor harus menilai risiko kesalahan material pada tingkat laporan


keuangan secara keseluruhan dan tingkat asersi yang relevan untuk kelas
transaksi, saldo akun, dan pengungkapan. Auditor harus merencanakan
pengumpulan bukti audit dengan mempertimbangkan model risiko audit, yang
membantu auditor menentukan jenis dan jumlah bukti yang perlu dikumpulkan
pada setiap siklus audit. Dengan demikian, pengumpulan bukti audit yang efektif
dan efisien dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko kesalahan material pada
laporan keuangan.

Komponen Model Risiko Audit mencakup Risiko Deteksi yang


Direncanakan, Risiko Inheren, Risiko Pengendalian dan Risiko yang dapat
diterima. Risiko Deteksi yang Direncanakan adalah risiko bahwa bukti audit
untuk tujuan tertentu gagal mendeteksi salah saji yang melebihi materialitas
kinerja. Risiko Inheren mengukur penilaian auditor atas kerentanan asersi salah
saji yang material sebelum memperhitungkan keefektifan pengendalian internal.
Risiko Pengendalian mengukur penilaian auditor mengenai risiko bahwa salah saji
material akan terjadi dalam suatu asersi dan tidak dapat dicegah atau terdeteksi
secara tepat waktu oleh pengendalian internal klien. Model risiko audit
menunjukkan hubungan yang erat antara Risiko Inheren dan Risiko Pengendalian.
Risiko deteksi yang direncanakan tergantung pada tiga faktor lain dalam model

23
risiko audit. Risiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti
substantif yang akan dikumpulkan oleh auditor yang besarnya berlawanan dengan
Risiko Deteksi yang Direncanakan. Jika Risiko Deteksi yang Direncanakan
dikurangi, auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk mencapai
rencana pengurangan risiko itu.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A., Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley. 2017. Auditing dan
Assurance Services, Fifteenth Edition. Boston, MA: Pearson Education.

25

Anda mungkin juga menyukai