Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, DAN PENGENDALIAN


INTERNAL
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Auditing
Dosen Pengampu : Husnurrosyidah, M.E.SY.

Disusun oleh :
Kelompok : 4
1. Nor Hidayah (2020610082)
2. Siti Liz Zakia Nurul Hilma (2020610087)
3. Fahrul Ishab Ramadhan (2020610096)
Kelas : C5-AKR

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Auditing yang berjudul
“Materialitas, Risiko Audit, dan Pengendalian Internal” ini pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Husnurrosyidah, M.E.SY. selaku
dosen pengampu mata kuliah Auditing. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Materialitas, Risiko Audit, dan Pengendalian Internal.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Husnurrosyidah, M.E.SY. selaku dosen
pengampu mata kuliah Auditing yang telah memberikan tugas ini sehimgga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan tentang mata kuliah Auditing. Kami menyadari, makalah yang kami
tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 30 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................................3
2.1 Materialitas..............................................................................................................3
1.1.1. Tinjauan Umum Materialitas.......................................................................3
1.1.2. Pertimbangan Awal Materialitas.................................................................4
1.1.3. Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan ...........................................6
1.1.4. Materialitas Pada Tingkat Saldo Akun........................................................6
1.1.5. Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit...................................7
1.1.6. Pertimbangan Materialitas Oleh Auditor.....................................................7
2.2 Risiko Audit.............................................................................................................7
2.2.1. Pengertian Risiko Audit...............................................................................8
2.2.2. Tipe-Tipe Risiko Audit................................................................................8
2.2.3. Komponen Risiko Audit..............................................................................9
2.2.4. Hubungan Antar Komponen Risiko Audit..................................................10
2.2.5. Matriks Komponen Audit............................................................................11
2.2.6. Hubungan Risiko Audit Dengan Bukti Audit..............................................12
2.2.7. Hubungan Timbal Balik Antara Materialitas, Risiko Audit, Dan Bukti Audit
.....................................................................................................................12
2.3 Pengendalian Internal..............................................................................................13
2.3.1. Definisi Struktur Pengendalian Internal......................................................13
2.3.2. Pentingnya Pengendalian Internal...............................................................13
2.3.3. Konsep Dasar Pengembangan Internal........................................................14
2.3.4. Perkembangan Konsep Pengembangan Internal.........................................15
2.3.5. Komponen Pengendalian Internal (COSO).................................................17
2.3.6. Identifikasi Sasaran Pengendalian...............................................................20
BAB III................................................................................................................................22
PENUTUP...........................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................22
3.2 Saran........................................................................................................................23

ii
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Materialitas merupakan dasar penerapan standar-standar auditing yang berlaku
umum, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu
materialitas memiliki dampak yang mendalam pada audit laporan keuangan. SAS 47,
Audit Risk and Materiality in Conducting an Audit (AU 312.08), menyatakan agar
auditor mempertimbangkan materialitas dalam merencanakan audit dan mengevaluasi
apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Materialitas dan risiko audit merupakan konsep penting dalam laporan audit
keuangan karena keduanya mempengaruhi penetapan standar auditing, khususnya
standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Auditor perlu mempertimbangkan
materialitas dan risiko audit untuk menentukan sifat atau jenis, saat, dan luas prosedur
audit. Auditor juga perlu mempertimbangkan materialitas dan risiko audit dalam
melakukan evaluasi atas temuan yang diperoleh melalui penerapan prosedur audit
tersebut. Penggunaan konsep materialitas dan risiko audit dalam audit, tercermin dalam
laporan audit bentuk baku.
Standar pekerjaan laporan kedua menyatakann bahwa pemahaman yang memadai
atas struktur pengendalian intern harus diperoleh utuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. Oleh karena itu,
auditor harus melaksanakan prosedur audit yang antara lain meliputi prosedur untuk
memperoleh pemahaman struktur pengendalian intern.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan kami bahas pada
makalah ini adalah
1. Apa Tinjauan Umum Materialitas?
2. Bagaimana Pertimbangan Awal Materialitas?
3. Bagaimana Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan?
4. Bagaimana Materialitas Pada Tingkat Saldo Akun?
5. Bagaimana Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit?
6. Bagaimana Pertimbangan Materialitas Oleh Auditor
7. Apa Pengertian dari Risiko Audit?
8. Bagaimana Tipe-Tipe Risiko Audit?
9. Apa saja Komponen Risiko Audit?
10. Bagaimana Hubungan Antar Komponen Risiko Audit?

1
11. Bagaimana Matriks Komponen Audit?
12. Bagaimana Hubungan Risiko Audit Dengan Bukti Audit?
13. Bagaimana Hubungan Timbal Balik Antara Materialitas, Risiko Audit, Dan Bukti
Audit?
14. Apa Definisi dari Struktur Pengendalian Internal?
15. Bagaimana Pentingnya Pengendalian Internal?
16. Bagaimana Konsep Dasar Pengembangan Internal?
17. Bagaimana Perkembangan Konsep Pengembangan Internal?
18. Bagaimana Komponen Pengendalian Internal (COSO)?
19. Bagaimana Identifikasi Sasaran Pengendalian?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Auditing.
2. Untuk mengetahui Tinjauan Umum Materialitas.
3. Untuk mengetahui Pertimbangan Awal Materialitas.
4. Untuk mengetahui Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan.
5. Untuk mengetahui Materialitas Pada Tingkat Saldo Akun.
6. Untuk mengetahui Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit.
7. Untuk mengetahui Pertimbangan Materialitas Oleh Auditor.
8. Untuk mengetahui Pengertian Risiko Audit.
9. Untuk mengetahui Tipe-Tipe Risiko Audit.
10. Untuk mengetahui Komponen Risiko Audit.
11. Untuk mengetahui Hubungan Antar Komponen Risiko Audit.
12. Untuk mengetahui Matriks Komponen Audit.
13. Untuk mengetahui Hubungan Risiko Audit Dengan Bukti Audit.
14. Untuk mengetahui Hubungan Timbal Balik Antara Materialitas, Risiko Audit, Dan
Bukti Audit.
15. Untuk mengetahui Definisi Struktur Pengendalian Internal.
16. Untuk mengetahui Pentingnya Pengendalian Internal.
17. Untuk mengetahui Konsep Dasar Pengembangan Internal.
18. Untuk mengetahui Perkembangan Konsep Pengembangan Internal.
19. Untuk mengetahui Komponen Pengendalian Internal (COSO).
20. Untuk mengetahui Identifikasi Sasaran Pengendalian.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Materialitas
2.1.1. Tinjauan Umum Materialitas
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya
penghilangan atau salah saji tersebut.
Materialitas mengukur apa yang dianggap signifikan oleh pemakai
laporan keuangan dalam membuat keputusan ekonomis. Konsep materialitas
mengakui bahwa hal–hal tertentu, terpisah atau tergabung, penting untuk
pembuat keputusan ekonomis berdasarkan laporan keuangan tersebut. Contoh
keputusan ekonomis : menanam modal dalam entitas, bertransaksi bisnis dengan
meminjamkan uang, dan lain-lain.
Materialitas digunakan untuk membuat dan mengaudit laporan keuangan,
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (materialitas yang
menyeluruh) sering kali dijelaskan, misalnya dalam kerangka pelaporan
keuangan.
Situasi yang ada Pertimbangan (judgements) mengenai
materialitas dibuat dengan mamperhatikan situasi
yang ada (surrounding circumstances), dan
mempengaruhi oleh ukuran atau sifat salah saji
atau keduanya (ukuran dan sifat salah saji)
Kebutuhan pemakai Judgements mengenai hal yang material bagi
laporan secara umum pemakai laporan keuangan di dasarkan pada
kebutuhan akan informasi umum dari pemakai
laporan sebagai satu kelompok. Dampaknya
salah saji pada masing – masing pemakai, yang
kebutuhannya bisa sangat bervariasi, tidak ikut
diperhitungkan
Dampak terhadap Salah saji, termasuk kealpaan (omission),
pengambilan keputusan dianggap material jika secara terpisah atau
ekonomis tergabung, yang secara wajar dapat
mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai
yang mendasarkan keputusannya pada laporan

3
keuangan tersebut
Auditor menentukan materialitas berdasarkan persepsinya mengenai
kebutuhan pemakai (laporan). Dalam menerapkan kearifan profesionalnya
(profesional judgement), layak bagi auditor mengasumsikan pemakai laporan
keuangan:
a. Mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis,
dan akuntansi, dan punya keinginan untuk mempelajari informasi dalam
laporan keuangan dengan cukup cermat.
b. Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat
materialitas (dan mengabaikan yang tidak material).
c. Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan estimasi,
judgement, dan pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian hari (seperti
potensi resesi ekonomi, potensi bangkrut, potensi nasabah besar tidak bisa
membayar, dan lain – lain).
d. Membuat keputusan ekonomis yang wajar (reasonable economic decisions)
atas dasar informasi dalam laporan keuangan.

2.1.2. Pertimbangan Awal Materialitas


Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas
yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam
mengevaluasi temuan audit karena keadaan yang melingkupi berubah, informasi
tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit. Kemudian
audit yang telah dilaksanakan dapat memastikan bahwa karena sumber
pembelanjaan tersebut, solvabilitas klien dalam periode yang diaudit telah
mengalami peningkatan secara signifikan.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan
kualitataif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji
dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif
berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif
tidak material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang
menimbulkan salah saji tersebut.
Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang
dilakukan oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.
1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.
b. Total aktiva dalam neraca.

4
c. Total aktiva lancar dalam neraca.
d. Total equitas pemegang saham dalam neraca.
2. Faktor kualitatif, seperti:
a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum.
b. Kemungkinan terjadinya kecurangan.
c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan
pada tingkat minimum tertentu.
d. Adanya gangguan dalam tren laba.
e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan..
Materiality menurut FABS No. 2 dalam Boynton et al (2014 :200)
“Materialitas (materiality) adalah besarnya pengabaian atau salah saji informasi
akuntansi dalam kaitannya dengan kondisi di sekitarnya, akan memungkinkan
pertimbangan pihak yang berkepentingan yang mengandalkan informasi tersebut
akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.” Dikutip
dalam buku Soekrisno Agoes (2014).
Tingkatan Materialitas dalam audit yaitu:
1. Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran
meluas sampai laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh
kesimpulan keseluruhan kewajaran laporan keuangan.
Tahap-tahap Materialitas Dalam Proses Audit.
TAHAP AUDITOR MELAKSANAKAN
Risk Assessment (penilaian  Menentukan dua macam materialitas, yakni
risiko) materialitas untuk laporan keuangan secara
menyeluruh dan performance materiality
(materialitas pelaksanaan)
 Merencanakan prosedur penilaian risiko apa
yang harus dilaksanakan.
 Mengidentifikasi dan menilai risiko salah
saji yang material.
Risk Response (menanggapi  Menentukan sifat (nature), waktu (timing),
risiko) dan luasnya (extent) prosedur audit
slanjutnya (further audit procedures).
 Merevisi angka materialitas karena adanya
perubahan situasi (change in circumstances)
selama audit berlangsung.
Reporting (pelaporan)  Mengevaluasi salah saji yang belum

5
dikoreksi oleh entitas itu.
 Merumuskan pendapat auditor.

2.1.3. Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan (Financial Statement


Materiality)
Materialitas laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji
minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat
laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yg berlaku umum.
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama,
auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat
mengevaluasi bukti audit dalam melaksanakan audit. Pada saat merencanakan
audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang
terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang di pandang material oleh
auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan
kewajaran laporan keuangan.
Dalam membuat suatu pertimbangan pendahuluan mengenai materialitas,
auditor mula-mula menentukan tingkat agreat (keseluruhan) materialitas untuk
setiap laporan. Sebagai contoh, diperkirakan bahwa kekeliruan berjumlah
$100.000 untuk laporan laba-rugi dan $200.000 untuk neraca akan materialitas.
Dalam kasus ini tidak tepat bagi auditor untuk menggunakan materialitas neraca
dalam merencanakan audit karena jika salah saji dalam neraca yang berjumlah
hingga $200.000 juga mempengaruhi laporan laba-rugi, laporan labar-rugi akan
mengandung salah saji yang material. Untuk tujuan perencanaan, auditor harus
menggunakaan tingkat agregat terkecil dari salah saji yang dipertimbangkan
sebagai material untuk setiap laporan keuangan. Peraturan keputusan ini tepat
karena (1) laporan keuangan saling berkaitan dan (2) banyak prosedur audit
berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan.

2.1.4. Materialitas Pada Tingkat Saldo Akun (Account balance, class of transaction
and disclosures level)
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang
mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material.
Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampur adukan dengan
istilah saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang
tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang
dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.

6
Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor
harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan
materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk
merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material
secara individual, namun jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun
yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.

2.1.5. Hubungan Antara Materialitas dengan Bukti Audit


Materialitas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materalitas dengan bukti audit, perbedaan istilah
materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan, karena semakin
rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan.

2.1.6. Pertimbangan Materialitas Oleh Editor


Berdasarkan penelitian empiris, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
auditor dalam menentukan besarnya materialitas (materiality judgement). Faktor-
faktor tersebut adalah (Carpenter, 1992):
a. Faktor Individu Auditor
Karakteristik personel mempunyai pengaruh terhadap tingkat keyakinan
auditor mengenai keputusan materialitas. Penentuan besarnya materialitas
juga dipengaruhi oleh pengalaman auditor yang bersangkutan.
b. Faktor Eksternal Perusahaan
Informasi non keuangan yang bersifat kontekstual dapat pula digunakan
oleh auditor praktisi dalam penentuan materialitas. Faktor kontekstual
tersebut antara lain faktor jenis industri perusahaan auditor dan kondisinya.
c. Tingkat Pengaruh Suatu Akun
Besarnya pengaruh yang diberikan suatu akun terhadap laba bersih
merupakan faktor terpenting dalam menentukan besarnya tingkat materialitas
audit.
d. Faktor Kondisi Kantor Akuntan Publik
Penentuan tingkat materialitas audit dipengaruhi oleh struktur dari kantor
akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit.

2.2. Risiko Audit


2.2.1. Pengertian Risiko Audit
“Risiko” menurut arti katanya adalah kemungkinan adanya konsekuensi
jelek/tidak menguntungkan, rugi, dan yang lain sebagainya. Semua orang pasti

7
menghadapi risiko. Secara hukum dan etika profesi auditor dituntut untuk
memberikan pendapat atas laporan keuangan atas dasar kebenaran dalam arti
kewajaran. Auditor mungkin saja salah dalam memberikan pendapatnya, dan
dapat dituntut oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa
disadarinya, tidak memodifikasi sebagaimana mestinya pendapatnya atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Audit Risk and
Materiality in Condusting an Audit (SAS No. 47 dan 82), AU 312.02,
mendeskripsikan risiko audit (audit risk) adalah risiko bahwa auditor mungkin
tanpa sengaja telah gagal untuk memodifikasi pendapat secara tepat mengenai
laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko audit yang mau
diterima auditor mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat keinginannya
mengekspresikan pendapat yang tepat.
Standar auditing seksi 312 “Risiko Audit dan Materialitas dalam
pelaksanaan Audit” mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan risiko audit
dalam:
e. Perencanaan audit dan perancangan program audit.
f. Pengevaluasian akhir apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan
secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum.
Auditor harus mempertimbangkan risiko audit untuk merencanakan audit
dan merancang prosedur audit. Dengan mempertimbangkan risiko audit, auditor
dapat merancang prosedur audit secara efisien dan efektif. Semakin kecil risiko
audit, semakin banyak bukti yang diperlukan. Oleh karena itu, semakin kecil
risiko audit, semakin banyak dan semakin intensif prosedur audit yang harus
diterapkan. Dengan demikian, prosedur audit tersebut dapat digunakan untuk
menghimpun bukti audit kompeten yang cukup. Bukti audit kompeten yang
cukup dapat dijadikan dasar memadai untuk mengevaluasi terhadap kewajaran
laporan keuangan.

2.2.2. Tipe-Tipe Risiko Audit


Menurut taylor dan Glezer, tipe risiko audit pada dasarnya ada dua, yaitu:
a. Risiko tipe I
Adanya risiko bahwa suatu saldo akun mengandung kesalahan yang jika
digabungkan dengan kesalahan-kesalahan pada saldo akun yang lain, dapat
mengakibatkan laporan keuangan salah saji secara material. Hal ini
diakibatkan oleh adanya kesalahan yang dilakukan oleh pegawai klien dalam
memproses suatu transaksi akuntansi. Risiko tipe I ini terdiri atas risiko

8
bawaan dan risiko pengendalian. Kedua risiko ini tidak dapat dikendalikan
oleh auditor tapi dapat dinilai.
b. Risiko tipe II
Adanya risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi adanya kesalahan
seperti risiko tipe I di atas. Risiko ini merupakan risiko deteksi. Risiko ini
dapat dan harus dikendalikan auditor.

2.2.3. Komponen Risiko Audit


Komponen risiko audit, pada umumnya terdiri atas tiga, yaitu:
a. Risiko bawaan (inherent risk)
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material
dengan asumsi tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern
yang terkait. Risiko bawaan selalu ada dan tidak pernah mencapai angka nol.
Risiko bawaan tidak dapat diubah oleh penerapan prosedur audit yang paling
baik sekalipun. Apabila auditor berkesimpulan bahwa usaha untuk
mengevaluasi risiko bawaan tidak sebanding dengan pengurangan prosedur
audit, maka auditor harus menetapkan risiko bawaan pada tingkat maksimum
pada saat merancang prosedur audit.
Faktor yang menentukan risiko bawaan pada banyak akun adalah sebagai
berikut:
1. Profitabilitas perusahaan secara relatif dibandingkan dengan perusahaan
pada umumnya.
2. Jenis usaha dan sensitivitas operasi.
3. Masalah kelangsungan usaha.
4. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi dalam audit tahun
sebelumnya.
5. Integritas, reputasi, dan pengetahuan akuntansi dari manajemen.
Faktor yang menentukan risiko bawaan suatu akun adalah sebagai berikut:
1. Auditabilitas akun atau transaksi
2. Kerumitan pengakuan dan kerumitan penilaian akun
3. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi pada audit tahun
sebelumnya.
b. Risiko pengendalian (control risk)
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa salah saji material yang dapat
terjadi dalam suatu asersi, tidak dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat
pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan prosedur pengendalian intern
perusahaan. Risiko pengendalian tidak pernah mencapai angka nol karena
pengendalian intern tidak akan dapat menghasilkan keyakinan penuh bahwa

9
semua salah saji material akan dapat dideteksi ataupun dicegah. Penetapan
risiko pengendalian didasarkan atas kecukupan bukti audit yang menyatakan
bahwa struktur pengendalian intern klien adalah efektif.
Ada dua macam risiko pengendalian, yaitu:
1. Actual level of control risk
2. Assessed level of control risk
c. Risiko deteksi (detection risk)
Risiko deteksi merupakan risiko ketika auditor tidak dapat mendeteksi
salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi tergantung
atas penetapan auditor terhadap risiko audit, risiko bawaan, dan risiko
pengendalian. Semakin besar risiko audit, semakin besar pula risiko deteksi.
Sedangkan semakin besar risiko bawaan ataupun risiko pengendalian,
semakin kecil risiko deteksi. Risiko deteksi dapat ditekan atau diturunkan
oleh auditor dengan cara melakukan perencanaan yang memadai, supervisi
atau pengawasan yang tepat, dan penerapan prosedur audit yang efektif, serta
penerapan standar pengendalian mutu.
Ada perbedaan yang mendasar antara risiko bawaan dan risiko
pengendalian dengan risiko deteksi. Kedua risiko terdahulu ada terlepas dari
dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi
berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor
sendiri. Risiko deteksi dapat dibagi ke dalam dua jenis risiko, yaitu:
1. Risiko Review Analitis
2. Risiko Tes Substantif
Risiko di dalam audit dapat pula dibagi atas Risiko Sampling (Sampling
Risk) dan Risiko Non Sampling (Non Sampling Risk).

2.2.4. Hubungan Antar Komponen Risiko Audit


Hubungan antar komponen risiko audit dapat dirumuskan dalam satu
model sebagai berikut:
AR = IR x CR x DR
Dimana,
AR = risiko audit (audit risk)
IR = risiko bawaan (inherent risk)
CR = risiko pengendalian (control risk)
DR = risiko deteksi (detection risk)
Risiko deteksi merupakan risiko yang dapat dikendalikan oleh auditor.
Oleh karena itu, sudut pandang model tersebut dialihkan ke risiko deteksi
menjadi:

10
DR = AR : (IR x CR)
Sebagai contoh, keinginan kepastian ketepatan pendapat adalah 95%,
risiko bawaannya 50%, risiko pengendaliannya 50%, maka risiko deteksinya
dapat dihitung sebagai berikut:
Risiko auditnya adalah satu atau 100% dikurangi 95% yaitu sama dengan 5%.
DR = AR : (IR x CR)
= 0,05 : (0,5 x 0,5)
= 0,2 = 20%
Apabila auditor memutuskan bahwa risiko bawaan tidak dapat
dikuantifikasi, maka IR-nya adalah 1. Dengan demikian, risiko deteksinya adalah:
DR = AR : (IR x CR)
= 0,05 : (1 x 0,5)
= 0,1 = 10%
Apabila auditor memutuskan bahwa risiko bawaan tidak dapat
dikuantifikasi, dan evaluasi terhadap efektivitas struktur pengendalian intern
tidak efisien, maka risiko deteksinya besarnya sama dengan risiko audit. Dengan
model di atas berarti:
DR = AR : (IR x CR)
= 0,05 : (1 x 1)
= 0,05 = 5%
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berkatan dengan kondisi klien.
Risiko deteksi dikendalikan oleh auditor. Oleh karena itu, auditor mengendalikan
risiko audit dengan cara menyesuaikan risiko deteksi sesuai dengan assessed
level of inherent risk and control risk. Pemahaman model risiko audit ini sangat
penting dalam menentukan planned acceptable level of detection risk.

2.2.5. Matriks Komponen Audit


Kell dan Boynton menghubungkan antar komponen risiko ke dalam suatu
matriks. Menurut mereka, beberapa auditor yang menyatakan risiko secara
kualitatif menggunakna matriks tersebut di dalam menentukan tingkat risiko audit
tertentu. Dalam hal ini risiko audit yang diambil biasanya adalah sangat rendah.
Berikut adalah contoh dari matriks komponen risiko, seperti yang dikemukakan
oleh Kell dan Boynton.
Risiko Risiko Pengendalian
Bawaan Maksimum Tinggi Moderat Rendah
Maksimum Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk mencapai
risiko audit yang rendah
Sangat Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah

11
Tinggi Sangat Rendah Rendah Rendah Moderat
Moderat Rendah Rendah Moderat Tinggi
Rendah Rendah Moderat Tinggi *
*Tes substantif mungkin tidak diperlukan untuk asersi tertentu.
Matriks di atas menunjukkan konsistensi dari model risiko audit yakni
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berhubungan terbalik dengan tingkat
risiko bawaan dan risiko pengendalian. Misalnya: jika risiko bawaan ditentukan
tinggi, dan risiko pengendalian ditentukan moderat, maka tingkat risiko deteksi
yang dapat diterima adalah rendah.

2.2.6. Hubungan Risiko Audit Dengan Bukti Audit


Risiko mempengaruhi judgement yang dilakukan auditor mengenai
kecukupan bukti audit. Risiko audit mempunyai hubungan timbal balik dengan
bukti audit. Semakin tinggi risiko audit dan risiko deteksi, maka semakin sedikit
bukti audit yang diperlukan. Risiko bawaan dan risiko pengendalian mempunyai
hubungan searah dengan kecukupan bukti audit. Semakin tinggi risiko bawaan
maupun risiko pengendalian, maka semakin banyak bukti audit yang harus
dihimpun auditor.

2.2.7. Hubungan Timbal Balik Antara Materialitas, Risiko Audit, Dan Bukti Audit
Terdapat suatu hubungan timbal balik antara materialitas dan bukti audit
juga antara risiko audit dan bukti audit.

Jika kita menerapkan risiko audit konstan dan mengurangi tingkat


materialitas, maka bukti audit harus ditingkatkan untuk melengkapi lingkaran.
Jika kita menetapkan tingkat materialitas konstan dan mengurangi bukti audit
maka risiko audit harus ditingkatkan untuk melengkapi lingkaran. Atau jika kita
ingin mengurangi risiko audit, kita dapat melakukan salah satu hal berikut:
a. Menaikkan tingkat materialitas sementara menahan bukti audit konstan.
b. Menaikkan bukti audit sementara menahan tingkat materialitas konstan.
c. Membuat kenaikan yang lebih kecil untuk jumlah bukti audit dan tingkat
materialitas.

12
2.3.Pengendalian Internal
2.3.1. Definisi Struktur Pengendalian Internal
Struktur Pengendalian Intern (SPI) adalah suatu hal yang sangat
memegang peranan penting dalam auditing. Dalam Standar Profesional Akuntan
Publik pada SA 319. par 06 dikemukakan bahwa:
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk
emberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan
berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan
efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku.
Dengan demikian struktur pengendalian intern merupakan rangkaian
proses yang dijalankan entitas, yang mana proses tersebut mencakup berbagai
kebijakan dan prosedur sistematis, bervariansi, dan memiliki tujuan utama:
a. Menjaga keandalan pelaporan keuangan entitas
b. Menjaga efektivitas dan efisiensi operasi yang dijalankan
c. Menjaga kepatuhan hukum dan peraturan yang berlaku.
Dari berbagai macam kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan
dijalankan oleh entitas ada beberapa yang benar-benar relevan dengan audit atas
laporan keuangan. Relevansi kebijakan dan prosedur terhadap audit atas laporan
keuangan yang misalnya adalah kemampuan satuan usaha untuk mencatat,
memproses, mengikhtisarkan, dan melaporkan data keuangan sesuai dengan
asersi termuat dalam laporan keuangan. Yang tidak relevan seperti kebijakan dan
prosedur mengenai efektivitas proses pengambilan keputusan manajemen
tertentu, misal tentang penentuan harga produk yang layak, penentuan besarnya
aktivitas pengiklanan, dan lain-lain. Hal tersebut memang penting bagi entitas
namun tidak berkaitan langsung dengan audit atas laporan keuangan, sehingga
tidak perlu dipertimbangkan.

2.3.2. Pentingnya Pengendalian Internal


Pengendalian intern penting bagi manajemen dan auditor dalam berbagai
literature yang berkaitan dengan pengendalian intern karena:
a. Lingkup dan ukuran entitas bisnis semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan
manajemen harus mengandalkan laporan dan analisis yang banyak jumlahnya
agar peranan pengendalian dapat berjalan efektif.
b. Pemeriksaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik memberikan
perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan
kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi.

13
c. Pengendalian intern yang baik akan mengurangi beban pelaksanaan audit
sehingga dapat mengurangi biaya ataupun fee audit.
Bagi perusahaan, struktur pengendalian intern dapat digunakan secara
efektif untuk mencegah penggelapan maupun penyimpangan. Dengan kata lain,
struktur pengendalian intern memberikan kepastian bahwa penggelapan laporan
keuangan dapat dicegah atau dideteksi lebih dini.
Auditor berkepentingan untuk memperoleh pemahaman atas struktur
pengendalian intern, yang akan digunakan kemudian untuk melakukan
penaksiran risiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam saldo akun,
golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan keuangan.
Setelah memperoleh pemahaman dan menaksir risiko pengendalian, auditor dapat
mencari pengurangan lebih lanjut tingkat risiko pengendalian taksiran untuk
asersi tertentu. Pemahaman auditor terhadap pengendalian intern ini berkenaan
dengan standar pekerjaan lapangan kedua.

2.3.3. Konsep Dasar Pengembangan Internal


Ada beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan struktur pengendalian
intern. Konsep dasar tersebut meliputi hal-hal berikut:
a. Pertanggungjawaban Manajemen
Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan dan mempertahankan
struktur pengendalian intern. Pengendalian-pengendalian khusus yang harus
termasuk pada tiga elemen struktur pengendalian intern untuk suatu
perusahaan tergantung pada:
1. Besar kecilnya entitas.
2. Karakteristik organisasi dan kepemilikan.
3. Sifat kegiatan usahanya.
4. Keanekaragaman dan kompleksitas operasinya.
5. Metode pemrosesan data.
6. Persyaratan perundang-undangan yang harus dipatuhi.
Tanggung jawab manajemen meliputi pelaksanaan pengawasan struktur
pengendalian intern yang sedang berjalan. Manajemen harus selalu
memperbaiki struktur pengendalian intern perusahaan yang dikelolanya.
b. Kewajaran atau Keyakinan Rasional yang Memadai
Manajemen bukan mencari tingkat absolut atau mutlak kualitas struktur
pengendalian intern manajemen mencari tingkat yang "wajar". Hal ini
digunakan untuk memastikan bahwa sasaran struktur pengendalian intern
dapat tercapai. Ada dua alasan penggunaan kata "wajar" dan bukan tingkat
absolut. Kedua alasan tersebut, adalah:

14
1. Kriteria biaya-manfaat merupakan suatu titik kritis bagi manajemen dalam
setiap pengambilan keputusan ekonomi. Pada kenyataannya, nilai
hubungan antara manfaat dan biaya tersebut merupakan hasil suatu
estimasi atau judgement, dan bukan hasil pengukuran secara absolut.
2. Realisasi bahwa pengendalian tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap efisiensi dan profitabilitas perusahaan.
c. Keterbatasan Bawaan
Struktur pengendalian intern mempunyai keterbatasan bawaan yang
melekat pada struktur pengendalian intern tersebut. Keterbatasan bawaan
tersebut diakibatkan antara lain oleh:
1. Faktor manusia yang melakukan fungsi prosedur pengendalian.
Keterbatasan ini hanya dapat diminimumkan, tidak dapat dihilangkan
sama sekali oleh orang dari dalam maupun dari luar yang independen.
Sebaik-baiknya sistem bagaimanapun, akan dapat dikalahkan oleh kolusi.
2. Pengendalian tidak dapat mengarah pada seluruh transaksi. Pengendalian
tidak dapat diterapkan pada transaksi yang bersifat tidak rutin, seperti
kejadian luar biasa, bonus, dan lain sebagainya.
d. Metode pengolahan data
Konsep pengendalian dapat diterapkan baik untuk sistem pengolahan data
manual maupun terkomputerisasi atau electronic data processing (EDP).
Sistem manual biasanya dipakai dalam perusahaan kecil. Sedangkan sistem
EDP banyak digunakan dalam bisnis pemanufakturan internasional dan
perusahaan multi nasional dan atau mengglobal.
Di samping itu, pengendalian mempunyai sifat yang dinamis.
Pengendalian tidak bersifat statis. Perubahan kondisi lingkungan mungkin
akan mengakibatkan perlunya modifikasi atas struktur pengendalian.

2.3.4. Perkembangan Konsep Pengembangan Internal


Sebagai kelanjutan dari rekomendasi Treadway Commission (National
Commission on Fraudulent Financial Reporting), pada tahun 1990 COSO
(Committe of Sponsoring Organization) mengeluarkan laporan yang berisi
Kerangka Integral Pengendalian Intern. Konsep yang dikemukakan oleh COSO
ini selanjutnya menjadi pengembangan pemahaman auditor terhadap
pengendalian intern klien, dan sudah diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik 2001 SA 319.
COSO mendefinisikan Pengendalian Intern sebagai proses, dipengaruhi
oleh dewan komisaris, manajemen dan personel perusahaan, yang dirancang

15
untuk menyediakan jaminan yang dapat dipercaya untuk mencapai tujuan
perusahaan, yang digolongkan menjadi
a. Dapat dipercayainya pelaporan keuangan
b. Kepatuhan terhadap hukum dan aturan yang berlaku
c. Efisiensi dan efektivitas operasi
Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan beberapa konsep dasar
pengendalian intern:
a. Pengendalian Intern adalah suatu proses. Pengendalian intern berupa
serangkaian tindakan yang mempengaruhi dan menyatu dengan infrastruktur
suatu organisasi.
b. Pengendalian Intern berfungsi efektif karena manusia. Pengendalian intern
bukan semata-mata kebijakan bersifat manual dan melibatkan berbagai
macam formulir tetapi melibatkan orang-orang yang ada di dalam organisasi
termasuk dewan direksi, manajemen, dan personel yang lainnya.
c. Pengendalian Intern tidak dimaksudkan untuk memberi jaminan yang mutlak
tetapi memberikan jaminan yang memadai karena kelemahan inheren yang
ada dalam setiap sistem pengendalian intern. Sebagus apapun pengendalian
intern diciptakan, pasti memiliki kelemahan.
d. Pengendalian Intern diharapkan mencapai tujuan yang meliputi pelaporan
keuangan, kepatuhan dan operasional.
Sistem pengendalian intern yang diciptakan di dalam suatu entitas
memiliki kelemahan inheren. Kelemahan inheren tersebut dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
a. Kesalahan di dalam Judgement
Manajemen atau personel yang lain mungkin memberikan judgement
yang salah dalam mengambil keputusan atau dalam menyusun tugas-tugas
rutin. Kesalahan ini dapat diakibatkan oleh kurangnya informasi, terbatasnya
waktu atau tekanan-tekanan yang lain.
b. Kegagalan
Kegagalan masih mungkin dialami meskipun pengendalian sudah
dilakukan. Kegagalan ini dapat diakibatkan karena kesalahpahaman antar
personel atau karena kesembronoan dan ketidakhati-hatian di dalam
menjalankan tugas.
c. Kolusi
Fungsi-fungsi yang ada di dalam organisasi yang seharusnya tidak boleh
dipegang oleh satu individu diserahkan pada satu individu atau bagian.
Kemudian individu atau bagian tersebut melakukan tindakan baik dengan

16
pegawai yang lain, konsumen maupun supplier sehingga data-data keuangan
tidak mencerminkan fakta yang sesungguhnya.
d. Pelanggaran Manajemen
Manajemen dapat melanggar kebijakan yang telah ditentukan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merekayasa kondisi keuangan.
e. Cost VS Benefit
Biaya untuk sistem pengendalian intern hendaknya jangan melebihi
benefit yang diharapkan akan diperoleh. Permasalahannya sangat sulit untuk
mengukur secara pasti besarnya biaya dan benefit-nya. Manajemen
hendaknya membuat perkiraan baik kuantitatif maupun kualitatif untuk
mengevaluasi biaya dan benefit yang diperoleh dengan menyusun sistem
pengendalian intern.

2.3.5. Komponen Pengendalian Internal (COSO)


Pengendalian terdiri dari lima komponen yang saling berkaitan sebagai berikut:
a. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi,
mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan
pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern,
menyediakan disiplin dan struktur.
Lingkungan pengendalian menyediakan arahan bagi organisasi dan
mempengaruhi kesadaran pengendalian dari orang-orang yang ada di dalam
organisasi tersebut. Lingkungan pengendalian menjadi dasar bagi komponen
yang lain dan menyediakan disiplin serta struktur. Beberapa faktor yang
berpengaruh di dalam lingkungan pengendalian antara lain:
1. Integritas dan Nilai Etik
2. Komitmen terhadap kompetensi
3. Dewan Direksi dan Komite Audit
4. Gaya Manajemen dan Gaya Operasi
5. Struktur Organisasi
6. Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab
7. Praktik dan Kebijakan Sumber Daya Manusia
Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang lingkungan
pengendalian untuk memahami sikap, kesadaran, dan tindakan manajemen
dan dewan komisaris terhadap lingkungan pengendalian intern, dengan
mempertimbangkan baik substansi pengendalian maupun dampaknya secara
kolektif. Pada waktu memperoleh pemahaman tentang lingkungan
pengendalian, auditor mempertimbangkan dampak kolektif kekuatan dan

17
kelemahan dalam berbagai faktor lingkungan pengendalian terhadap
lingkungan pengendalian Kekuatan dan kelemahan manajemen dapat
berdampak pervasive terhadap pengendalian intern.
b. Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko
yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk
menentukan bagaimana risiko harus dikelola. Penentuan risiko tujuan laporan
keuangan adalah identifikasi organisasi, analisis, dan manajemen risiko yang
berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berterima umum. Manajemen risiko menganalisis
hubungan risiko asersi spesifik laporan keuangan dengan aktivitas seperti
pencatatan, pemrosesan, pengikhtisaran, dan pelaporan data-data keuangan.
Taksiran manajemen risiko hendaknya juga mempertimbangkan risiko-risiko
yang muncul dari perubahan lingkungan seperti pembukaan bisnis baru,
penanganan transaksi yang menuntut perlakuan akuntansi yang khusus,
perubahan standar akuntansi, peraturan hukum yang baru, perubahan
penggunaan teknologi informasi, dan perubahan personel.
Risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan
keadaan intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secara negatif
mempengaruhi kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas dan
melaporkan data keuangan konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan
keuangan. Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut ini:
1. Perubahan dalam lingkungan operasi
2. Personel baru
3. Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki
4. Teknologi baru
5. Lini produk, produk, atau aktivitas baru
6. Restrukturisasi korporasi
7. Operasi luar negeri
8. Standar akuntansi baru.
Auditor harus memperoleh pemahaman pengetahuan memadai tentang
proses penaksiran risiko entitas memahami bagaimana manajemen
mempertimbangkan risiko yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan
dan memutuskan tentang tindakan yang ditujukan ke risiko tersebut.
Pengetahuan ini mungkin mencakup pemahaman tentang bagaimana
manajemen mengidentifikasi risiko, melakukan estimasi signifikansinya
risiko, menaksir kemungkinan terjadinya, dan menghubungkannya dengan
pelaporan keuangan.

18
c. Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan
pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan
orang melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi yang relevan
dalam pelaporan keuangan yang meliputi sistem akuntansi yang berisi metode
untuk mengidentifikasikan, menggabungkan, menganalisa, mengklasifikasi,
mencatat dan melaporkan transaksi serta menjaga akuntabilitas aset dan
kewajiban.
Komunikasi meliputi penyediaan deskripsi tugas individu dan tanggung
jawab berkaitan dengan struktur pengendalian intern dalam pelaporan
keuangan. Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang
peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern
terhadap pelaporan keuangan.
Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem
informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami:
1. Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan
keuangan.
2. Bagaimana transaksi tersebut dimulai.
3. Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalam laporan
keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan pelaporan transaksi.
4. Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai sampai
dengan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat elektronik
(seperti komputer dan electronic data interchange) yang digunakan untuk
mengirim, memproses, memelihara, dan mengakses informasi.
d. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu
menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut
membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk
menanggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas. Aktivitas
pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai tingkat
organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin
relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang
berkaitan dengan berikut ini:
1. Review terhadap kinerja
2. Pengolahan informasi
3. Pengendalian fisik
4. Pemisahan tugas
e. Pemantauan/Monitoring

19
Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja
pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan
desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan
koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung secara
terus menerus (on going activities), evaluasi secara terpisah (separate
periodic evaluations), atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya.
Di berbagai entitas, auditor intern atau personel yang melakukan
pekerjaan serupa memberikan kontribusi dalam memantau aktivitas entitas.
Aktivitas pemantauan dapat mencakup penggunaan informasi dan komunikasi
dengan pihak luar seperti keluhan pelanggan dan respon dari badan pengatur
yang dapat memberikan petunjuk tentang masalah atau bidang yang
memerlukan perbaikan.

2.3.6. Identifikasi Sasaran Pengendalian


Struktur pengendalian intern suatu perusahaan, pada umumnya dirancang untuk:
a. Menjamin dapat dipercayainya catatan keuangan yang dihasilkan sistem
akuntansi,
b. Menjaga keamanan aktiva yang dimiliki.
Catatan keuangan menyediakan dasar untuk menyusun laporan keuangan
baik untuk intern maupun ekstern. Auditor, dalam mengaudit atas laporan
keuangan, sangat berkepentingan dengan pengendalian terutama yang berkaitan
dengan dengan pengendalian yang dapat mencegah kerugian aktiva akibat
kesalahan dan laporan untuk pihak ekstern. Bagaimanapun juga, auditor hanya
berkepentingan ketidakberesan.
Sasaran pengendalian dapat diidentifikasikan atas lima sasaran berikut:
a. Validitas (validity)
Transaksi yang dicatat harus merupakan transaksi yang valid. Diharapkan
transaksi yang dicatat tidak ada transaksi yang merupakan transaksi fiktif.
b. Kelengkapan (completeness)
Seluruh transaksi dicatat mewakili seluruh kejadian yang terjadi dan tidak
ada satu transaksi pun yang terlewatkan. Ini berarti bahwa semua transaksi
yang valid telah tercatat.
c. Keabsahan Pencatatan (recording propriety)
Transaksi yang rinci telah dimasukkan dalam pencatatan secara akurat
sesuai sumber dokumen. Transaksi telah dinilai, dievaluasi, diklasifikasi,
dicatat, dan diposting secara tepat waktu dan benar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang lazim.
d. Penjagaan/Pengamanan (safe guarding)

20
Aktiva dan dokumen dapat dijaga/diamankan dan diakses hanya oleh
pihak yang sesuai dengan autorisasi manajemen. Tidak ada pihak yang tidak
berwenang dapat melakukan akses terhadap aktiva dan dokumen.
e. Purna Tanggung Jawab (subsequent accountability)
Saldo tercatat atas setiap aktiva dan hutang dibandingkan dengan wujud
yang nyata dari setiap aktiva dan hutang. Pembandingan tersebut harus
dilakukan pada setiap selang waktu tertentu.
Selain itu, menurut Arens, sasaran/tujuan rinci dari suatu struktur
pengendalian intern yang harus dicapai untuk mencegah kesalahan pada
pencatatan akuntansi (jurnal dan catatan) ada tujuh, yaitu:
a. Transaksi yang dicatat adalah sah/valid (validity).
b. Transaksi telah mendapat autorisasi (authorization).
c. Transaksi yang sah telah dicatat (completeness).
d. Transaksi telah dinilai dengan memadai (valuation).
e. Transaksi telah diklasifikasikan dengan best (classification).
f. Transaksi telah dicatat pada waktunya (timing).
g. Transaksi telah dicatat di buku pembantu dan diringkas dengan benar
(posting and summarization).

21
BAB IV
PENUTUP

3.1 KESMPULAN
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan
perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan
terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang sering kali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang
digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan
audit karena keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan tentang klien dapat
diperoleh selama berlangsungnya audit. Kemudian audit yang telah dilaksanakan dapat
memastikan bahwa karena sumber pembelanjaan tersebut, solvabilitas klien dalam
periode yang diaudit telah mengalami peningkatan secara signifikan.
Materialitas laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum
dalam suatu laporan keuangan yg cukup penting sehingga membuat laporan keuangan
menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang
mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep
materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampur adukkan dengan istilah saldo
akun material. Dalam membuat generalisasi hubungan antara materalitas dengan bukti
audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan,
karena semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan.
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadarinya, tidak
memodifikasi sebagaimana mestinya pendapatnya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Menurut taylor dan Glezer, tipe risiko audit pada
dasarnya ada dua, yaitu: Risiko tipe I (risiko bawaan dan risiko pengendalian) dan Risiko
tipe II (risiko deteksi).
Komponen risiko audit teridi atas tiga, yaitu: risiko bawaan (inherent risk), risiko
pengendalian (control risk), dan risiko deteksi (detection risk). Hubungan antar
komponen risiko audit dapat dirumuskan dalam satu model sebagai berikut: AR = IR x
CR x DR.
Risiko audit mempunyai hubungan timbal balik dengan bukti audit. Semakin
tinggi risiko audit dan risiko deteksi, maka semakin sedikit bukti audit yang diperlukan.
Risiko bawaan dan risiko pengendalian mempunyai hubungan searah dengan kecukupan

22
bukti audit. Semakin tinggi risiko bawaan maupun risiko pengendalian, maka semakin
banyak bukti audit yang harus dihimpun auditor.
Jika kita menerapkan risiko audit konstan dan mengurangi tingkat materialitas,
maka bukti audit harus ditingkatkan untuk melengkapi lingkaran. Jika kita menetapkan
tingkat materialitas konstan dan mengurangi bukti audit maka risiko audit harus
ditingkatkan untuk melengkapi lingkaran.
Struktur Pengendalian Intern (SPI) adalah kebijakan dan prosedur yang
diterapkan untuk memberi keyakinan memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan
dicapai. SPI harus dipahami melalui prosedur audit oleh para auditor di dalam
melaksanakan auditnya.
SPI dirancang dengan tujuan pokok menjaga kekayaan dan catatan organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong
dipatuhinya kebijakan manajemen. SPI didasari konsep dasar pertanggungjawaban
manajemen, kewajaran atau keyakinan rasional yang memadai, dan metode pengolahan
data.
SPI terdiri atas lima unsur atau elemen yakni lingkungan pengendalian,
penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan.
Sasaran pengendalian mencakup validitas, kelengkapan, keabsahan pencatatan,
pengamanan, dan purna tanggung jawab. Sasaran pengendalian ini berkaitan erat dengan
prosedur pengendalian, seperti autorisasi berkaitan erat dengan validitas, keabsahan,
penjagaan dan purna tanggung jawab. Pemahaman mengenai SPI mencakup pemahaman
atas elemen-elemen struktur pengendalian intern.

3.2 SARAN
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan, baik dari segi penyusunan maupun lainnya. Oleh karena itu, apabila ada salah
kata yang kurang berkenan mohon dimaafkan. Disamping itu, makalah ini dapat menjadi
referensi pembaca untuk lebih mengetahui apa yang dibahas di makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A. Dkk. 2014. Auditing dan Jasa Assurance. Edisi: 15. Jakarta: Erlangga.
Halim, Abdul. 2015. Auditing: Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. Edisi: 5. Yogyakarta:
Unit Penerbitan dan Percerakan AMP YKPN.
Setiadi, Bintang. B. Sibarani. 2019. Materialitas Pada Proses Audit. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi Unsurya. 4 (2): 88-93.

24

Anda mungkin juga menyukai