Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AUDIT BPK VS OJK

Dosen Pengampu:

Dr. Dien Noviany R, S.E,M.M, Akt, C.A

DISUSUN OLEH :

Sagita Nur Aeni (4317500020)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun Tugas Audit Manajemen ini dengan baik
dan tepat waktu.
Tugas ini saya buat untuk memberikan  penjelasan tentang Audit BPK Vs OJK bagi para
mahasiswa. Semoga makalah yang saya buat ini dapat membantu menambah wawasan kita
menjadi lebih luas lagi.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun  makalah ini. Oleh
karena itu,  kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen mata kuliah
ini  yang telah membantu ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dan waktunya, saya sampaikan banyak terima kasih.

Tegal, 28 Mei 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

2.1 7 bank dalam pengawasan OJK yang di sorot dalam audit BPK................................3

2.2 BPK soal pengawasan bank dan non bank OJK..........................................................4

2.3 BPK merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK .........................................5

BAB III.......................................................................................................................................7

PENUTUP..................................................................................................................................7

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia(BI), pemerintah diamanatkan
membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya
akhir tahun 2010. Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana
pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain
yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk
jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi
industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah
karena pemerintah beranggapan bahwa BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam
mengawasi sekor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang
melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada
saat itu. Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sector jasa
keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan
moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan sektor
perekonomian. Jika dilihat sedikit kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang
independen ini terbilang sulit dan penuh dengan tantangan. Bahkan untuk melahirkan
pengawasan sistem keuangan inipun membutuhkan waktu hingga 12 tahun sampai lembaga
ini lahir.
Adapun kronologis lahirnya OJK dapat dijabarkan pada tahun 1999, pasca krisis
ekonomi
yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 1997-1998, pemerintah langsung
berbenah. Gagasan pembentukan otoritas, dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23
tahun 1999 tentang bank Indonesia.

1
1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa masalah yang terjadi dirumuskan dalam makalah ini, yaitu sebagai
berikut :
1. 7 bank dalam pengawasan OJK yang di sorot dalam audit BPK ?
2. BPK soal pengawasan bank dan non bank OJK ?
3. BPK merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan Kepala
Eksekutif Pengawas Perbankan ?
1.3 Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan pembaca mampu :
1. Mengetahui 7 bank dalam pengawasan OJK yang di sorot dalam audit BPK.
2. Mengetahui BPK soal pengawasan bank dan non bank OJK.
3. Mengetahui BPK merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 7 bank dalam pengawasan OJK yang di sorot dalam audit BPK
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan permasalahan dalam pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan terhadap tujuh bank.

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan permasalahan dalam pengawasan Otoritas Jasa


Keuangan terhadap tujuh bank. OJK dinilai lalai mengawasi, antara lain terkait penggunaan
fasilitas modal kerja debitur, hapus buku kredit, hingga rekomendasi untuk melakukan
koreksi pada kinerja keuangannya.

Temuan ini merupakan hasil audit BPK terhadap pelaksanaan pengawasan bank umum yang
diselenggarakan OJK pada 2017-2019 dan termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester II 2019.

Seperti apa sebenarnya kinerja ketujuh bank tersebut?

1. PT Bank Tabungan Negara Tbk

Dalam audit BPK, OJK dinilai tidak melakukan pengawasan sesuai ketentuan, terkait
penggunaan fasilitas modal kerja debitur inti pada BTN. Akibatnya, penyimpangan ketentuan
pemberian kredit oleh bank BUMN ini rawan tidak terdeteksi OJK.

Adapun BTN sepanjang tahun lalu mencatatkan penurunan laba hingga 92,5% dari Rp 2,8
triliun pada 2018 menjadi Rp 298,26 miliar.

Rasio kredit bermasalah atau NPL perseroan membengkak dari 2,81% menjadi 4,78%.
Akibatnya, perusahaan harus menaikkan penyisihan kerugian penurunan nilai aset keuangan
perusahaan naik dari Rp 1,71 triliun pada 2018 menjadi Rp 3,48 triliun.

BTN juga mencatatkan penyaluran kredit hanya tumbuh 6,26% menjadi Rp 249,7
triliun, melambat dibandingkan pertumbuhan 2018 yang mencapai 19,14%. Sementara rasio
kecukupan modal atau CAR turun dari 18,21% menjadi 17,32%.

2. PT Bank Yudha Bhakti Tbk


1
OJK dinilai tak melakukan pengawasan sepenuhnya pada pelaksanaan hapus buku
kredit Bank Yudha Bhakti. BPK pun menilai terdapat risiko pelanggaran terkait aksi
korporasi tersebut.

Bank milik Koperasi Mabes TNI mencatatkan rasio NPL pada akhir tahun lalu turun
signifikan dari 15,75% pada 2018 menjadi 4,32%. Sedangkan penyaluran kredit turun dari Rp
3,94 triliun menjadi Rp 3,83 triliun.

Bank ini pun mampu mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu sebesar Rp 19 miliar,
membaik dibandingkan rugi bersih pada 2018 yang mencapai Rp 136,6 miliar. Sementara
rasio kecukupan modal tercatat 29,35%, naik dibandingkan tahun sebelumnya 19,47%.

3. PT Bank Mayapada Internasional Tbk

BPK menemukan OJK meluluskan tes kemampuan dan kepatutan seorang direksi tanpa
pertimbangan pelanggaran penandatangan kredit pada Bank Mayapada. OJK juga dinilai lalai
mengawasi underlying transaction terkait aliran dana rekening debitur menjadi deposito atas
nama komisaris utama pada bank tersebut.

Bank Milik Dato Sri Tahir ini mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu Rp 556
triliun, naik dibanding tahun sebelumnya Rp 517 miliar. Penyaluran kredit tumbuh 9,45%
menjadi Rp 71,88 triliun, sedangkan rasio NPL turun dari 5,54% menjadi 3,85%.

Sementara itu, CAR naik dari 15,82% menjadi 15,18%.

4. PT Bank Muamalat Tbk

Pengawas OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas


nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban
penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan. Akibatnya, status pengawasan Bank
Muamalat hingga 2019 dinilai tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Bank syariah pertama di Indonesia ini mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu
hanya mencapai Rp 16 miliar, turun dari 2018 sebesar Rp 46 miliar. Rasio pembiayaan
bermasalah atau NPF gross Bank Muamalat naik dari 3,87% menjadi 5,22%, sedangkan NPF
nett naik dari 2,58% menjadi 4,3%. Sementara itu, rasio kecukupan modal tercatat naik tipis
dari 12,34% pada 2018 menjadi 12,42%.
7
5. PT Bank Bukopin Tbk

Pengawas OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas


nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban
penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan. Akibatnya, status pengawasan Bank
Bukopin pada 2017 tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Bukopin mencatatkan laba bersih pada tahun lalu sebesar Rp 166 miliar, naik dibanding
2018 sebesar Rp 64,37 miliar. Penyaluran kredit hanya tumbuh 2,4% menjadi Rp 71,19
triliun. Rasio NPL gross masih menanjak dari 5,23% pada 2018 menjadi 5,33%. Sementara
CAR turun dari 13,29% menjadi 12,59%.

6. PT BPD Banten Tbk

Pengawas OJK juga dinilai tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi
atas nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau
kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan. Akibatnya, status
pengawasan Bank Banten per Desember 2018 tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Adapun saat ini, Bank Banten tengah berada dalam proses merger dengan PT BPD Jawa
Barat dan Banten Tbk lantaran mengalami permasalahan modal dan likuiditas. Bank yang
dulu dimiliki Sandiaga Uno ini pada tahun lalu tercatat merugi Rp 137,55 miliar. Kerugian
tersebut, membengkak dibandingkan dengan rugi bersih tahun sebelumnya senilai Rp 100,13
miliar.

Rasio kecukupan modal bank berkode saham BEKS ini pada akhir tahun lalu juga hanya
mencapai 9,01% atau berada di bawah rasio sesuai profil risiko berdasarkan aturan OJK
sebesar 10%.

7. PT BPD Papua

BPK menemukan OJK tidak sepenuhnya mengawasi sesuai ketentuan terkait perubahan
tingkat kolektabilitas kredit BPD Papua. Auditor negara pun menybut ada indikasi dugaan
fraud perubahan data core banking pada Bank papua yang tidak diselesaikan tuntas dan
berpotensi terulang kembali.

7
Sepanjang tahun lalu, Bank Papua membukukan laba bersih Rp 168,49 miliar atau anjlok
dibanding 2018 sebesar Rp 362,8 miliar. Padahal, penyaluran kredit masih tumbuh 13,5%
menjadi Rp 16,06 triliun. Namun, rasio NPL gross turun dari 7,45% menjadi 5,05% dan NPL
nett turun dari 2,44% menjadi 2%. Di sisi lain, rasio kecukupan modal turun dari 22,21%
menjadi 21,43%.

2.2 BPK soal pengawasan bank dan non bank OJK


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberi laporan terbaru untuk Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). OJK dinilai auditor negara telah menindaklanjuti temuan terhadap fungsi
pengawasan OJK. "OJK telah melakukan tindak lanjut, hasilnya berupa kesimpulan dan
rekomendasi. Sudah ditindaklanjuti OJK, maka efektifitas pengawasan perbankan yang
dilakukan OJK semakin baik," ungkap Ketua BPK, Agung Firman Sampurna seperti dikutip
Selasa (19/5/2020).
Menurut BPK, sejauh ini OJK telah melakukan perbaikan terhadap temuan BPK
khususnya terkait Quality Control dan Assurance. Firman menambahkan, OJK telah
melakukan perbaikan terhadap tugas dan kewenanganya dalam pengawasan pebankan dan
non bank. "Kita sudah laporkan sekitar Oktober lalu, dijadikan IHPS sehingga sekarang
sudah berjalan tujuh bulan, dari pemeriksaan," tuturnya.
Beberapa hal terpenting, adalah bagian yang menjadi perhatian seperti temuan yang
belum ditindaklanjuti, dan ada hal lainnya terkait aturan. Proses tindak lanjut ini, akan terus
dipantau oleh BPK. "Tentunya pemantauan sesuai dengan keterbatasan dan kewenangan
BPK," ujarnya lebih jauh. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Anto
Prabowo mengatakan OJK telah menindaklanjuti rekomendasi BPK mengenai permasalahan
bank yang diungkap dalam IHPS Semester II-2019.

OJK mengapresiasi BPK yang sesuai kewenangannya bahwa temuan tersebut dalam
kerangka perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pengawasan di sektor jasa
keuangan. "Kondisi perbankan semakin membaik dengan adanya pelaksanaan rekomendasi
pengawasan yang dilakukan oleh OJK. Progress Penanganan bank telah dijelaskan dan
dilaporkan kepada BPK secara lengkap."

7
2.3 BPK merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan Kepala
Eksekutif Pengawas Perbankan
 Menyusun kebijakan tata kelola terkait dengan kondisi bank yang dapat memperoleh
pengecualian dalam penerapan kewajiban pembentukan CKPN/Penyisihan
Penghapusan Aset (PPA) antara lain meliputi kriteria, batas waktu, dan kewenangan
dalam pengambilan keputusan, serta menyempurnakan ketentuan terkait dengan
penyusunan Know Your Bank (KYB).

 Menginstruksikan kepada Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III dan IV untuk


menyusun mekanisme quality control dan quality assurance secara berjenjang dalam
rangka koordinasi penyelesaian permasalahan Bank.

 Memerintahkan Pengawas secara berjenjang untuk melakukan pemeriksaan


khusus/investigasi atas permasalahan terkait fasilitas kredit kepada PT BIM dan PT
PPA di BTN, hapus buku kredit BYB, seluruh permasalahan di Bank Mayapada, serta
penyelesaian action plan, indikasi fraud perubahan data core banking dan teknologi
informasi di Bank Papua, dan selanjutnya menyampaikan laporan kepada BPK.

 Memberikan pembinaan kepada Pengawas untuk lebih cermat dalam melaksanakan


tugas pengawasan.

 Pengawas belum mendokumentasikan pengawasan berdasarkan risiko atas bank yang


diperiksa sesuai dengan ketentuan. Antara lain terdapat dokumentasi tidak lengkap,
tidak di-upload ke aplikasi Sistem Informasi Perbankan (SIP), dan monitoring
komitmen yang belum memadai. Hal tersebut mengakibatkan pengawasan tidak
didukung dengan data yang valid, serta tujuan dan fungsi penerapan SIP tidak
tercapai, terutama untuk menyediakan informasi yang cepat dan akurat untuk
mendukung pengambilan keputusan dan memudahkan audit trail oleh pihak yang
berkepentingan. BPK merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK
memerintahkan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, agar menginstruksikan
kepada Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II, III, dan IV untuk menyusun
mekanisme quality control dan quality assurance secara berjenjang, dalam rangka
dokumentasi pengawasan, termasuk mengunggah (upload) ke dalam sistem, serta
memberikan pembinaan kepada Pengawas Bank dalam rangka melengkapi

7
dokumentasi risk based supervision (RBS) dan integrated risk based supervision
(IRBS) sesuai dengan ketentuan periode 2017-2019. BPK juga merekomendasikan
Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan Ketua Dewan Audit agar
menginstruksikan Deputi Komisioner Audit Internal, Manajemen Risiko dan
Pengendalian Kualitas, untuk memastikan dokumentasi RBS dan IRBS periode 2017-
2019.

 Terdapat penyimpangan ketentuan perbankan pada beberapa bank yang tidak segera
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus/ investigasi. Hal tersebut mengakibatkan
pelaku tindak pidana perbankan (tipibank) berpotensi menjabat kembali di lembaga
jasa keuangan, dan mengulangi perbuatan penyimpangan ketentuan perbankan. BPK
merekomendasikan Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan agar menginstruksikan
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III dan IV, untuk menyusun mekanisme
quality control dan quality assurance secara berjenjang dalam rangka penanganan
dugaan tipibank, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II menyusun kriteria
pelanggaran ketentuan perbankan sesuai dengan Matriks Penyimpangan Ketentuan
Perbankan (MPKP) yang harus ditindaklanjuti oleh Departemen Pemeriksaan Khusus
dan Investigasi Perbankan (DKIP), dan seluruh Pengawas Bank untuk
menginventarisasi dan memastikan seluruh kasus pelanggaran ketentuan perbankan
selama periode 2017-2019 telah disusun MPKP dan menyampaikan ke DKIP.

 Perubahan kondisi bank tidak segera ditindaklanjuti dengan pelaksanaan Forum Panel
sebagai salah satu bentuk quality assurance. Hal tersebut mengakibatkan mitigasi
risiko terkait dengan kondisi bank berpotensi terlambat diantisipasi oleh OJK. BPK
merekomendasikan Ketua Dewan Komisioner OJK memerintahkan Kepala Eksekutif
Pengawas Perbankan, agar melakukan revisi ketentuan terkait dengan forum panel
untuk mengakomodasi kondisi bank yang memenuhi kriteria masuk dalam kategori
forum panel untuk tahun berjalan.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
OJK sebagai lembaga pengatur dan pengawas industri keuangan akan melakukan
integrasi arah kebijakan, strategi dari tahapan pengembangan industri keuangan.
Mengingat efisiensi daya saing dan kemanfaatan industri keuangan bagi perekonomian
juga dipengaruhi oleh volume berbagai aspek usaha di industry keuangan , maka OJK
terus mendorong akselerasi pertumbuhan melalui edukasi dan pengembangan pasar.
OJK melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan, menerapkan model pengawasan 2
pilar dalam 1 atap yaitu pilar prudential serta pilar business conduct, penyidikan,
melakukan penunjukkan dan penggunaan pengelola statuter.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cnbcindonesia.com/market/20200519031834-17-159405/rapor-terbaru-bpk-soal-
pengawasan-bank-dan-non-bank-ojk

https://www.google.co.id/amp/s/katadata.co.id/amp/berita/2020/05/12/performa-7-bank-dalam-
pengawasan-ojk-yang-disorot-dalam-audit-bpk

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia : IHPS II Tahun 2019, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester II Tahun 2019

Anda mungkin juga menyukai