Anda di halaman 1dari 26

Peran Audit Intern dan Manajemen Risiko

Oleh:
Kelompok 10
 Rizki Fauzi (1902112898)
 Sulaiman Akbar (1902113711)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Peran Audit Intern
dan Manajemen Resiko. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Tata
Kelola Perusahaan.

Demikian makalah ini kami persembahkan bagi para pembaca. Semoga


penulisan makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan dapat
berguna bagi kami maupun orang yang membacanya.

Pekanbaru, 20 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Auditor Internal (Satuan Pengawasan Internal).......................................................4
2.1.1 Paradigma Baru Auditor Internal.................................................................4
2.1.2 Peran Auditor Internal dalam Kecurangan...................................................6
2.1.3 Peran Auditor Internal dalam Mewujudkan GCG.......................................7
2.2 Pengertian Risiko dan Manajemen Risiko...............................................................8
2.2.1 Pengertian Resiko........................................................................................8
2.2.2 Pengertian Manajemen Resiko.....................................................................9
2.3 Jenis-jenis Risiko...................................................................................................10
2.4 Manfaat Manajemen Resiko..................................................................................13
2.5 Implementasi Manajamen Risiko...........................................................................13
2.5.1 Manajemen Risiko di BUMN....................................................................13
2.5.2 Manajemen Risiko di Perbankan...............................................................15
2.5.3 Manajemen Risiko di Perusahaan Publik...................................................18
2.6 Peran Manajemen Risiko.......................................................................................21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Audit internal membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya melalui

evaluasi, pengelolaan resiko, pengendalian dan proses tata kelola perusahaan (good

governance). Peran audit internal sangat diharapkan dalam mengembangkan dan

menjaga efektivitas pengendalian intern perusahaan, pengelolaan resiko dan

perwujudan Good Corporate Governance untuk menciptakan suatu perusahaan yang

sehat dan berdaya saing. Disinilah peran audit internal menjadi penting untuk

menerapkan prinsi-prinsip Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan.

Good Corporate Governance (GCG) atau yang dikenal juga tata kelola perusahaan

yang baik muncul sebagai suatu sistem yang diharapkan dapat menjawab tantangan-

tantangan yang dihadapi oleh perusahaan di era globalisasi ini. Secara teoritis,

praktek Good Corporate Governance (GCG) dapat meningkatkan nilai perusahaan

dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko yang mungkin terjadi,

dan meningkatkan kepercayaan investor.

Management – Principles and Guidelines merupakan praktik terbaik

manajemen risiko melibatkan seluruh bagian dari organisasi. Keterlibatan organisasi

secara keseluruhan pada kegiatan manajemen risiko menuntut adanya pembagian

peran dan tanggung jawab yang jelas, dengan turut mempertimbangkan kompetensi

dan peran lain dari tiap unit tersebut. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi tumpang

1
tindih, missing link, atau inefisiensi pada kegiatan manajemen risiko. Dua fungsi

esensial yang memiliki keterkaitan erat pada kegiatan manajemen risiko adalah fungsi

manajemen risiko dan internal audit. Kedua fungsi ini memiliki peran dalam

menjamin efektivitas penerapan manajemen risiko organisasi. Perbedaan fundamental

dari kedua fungsi tersebut terletak pada delegasi tanggung jawab. Fungsi manajemen

risiko bertugas untuk mengarahkan praktik enterprise risk management pada

organisasi, terutama untuk menghadapi risiko-risiko utama yang dapat mengganggu

pencapaian sasaran organisasi. Di sisi lain, fungsi internal audit bertugas untuk

memonitor, memantau, dan menilai efektivitas pengendalian internal dan manajemen

risiko

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Auditor Internal?
2. Apa peran Auditor Internal dalam Kecurangan ?
3. Apa peran Auditor Internal dalam Mewujudkan GCG ?
4. Apa pengertian Resiko dan Manajemen Risiko ?
5. Apa saja Jenis-jenis Risiko ?
6. Apa saja Manfaat Manajemen Risiko ?
7. Bagaimana saja Implementasi dari Manajamen Risiko ?
8. Apa saja Peran Manajemen Risiko ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Auditor Internal
2. Untuk mengetahui peran Auditor Internal dalam Kecurangan
3. Untuk mengetahui peran Auditor Internal dalam Mewujudkan GCG
4. Untuk mengetahui pengertian dari Risiko dan Manajemen Risiko
5. Untuk mengetahui Jenis-jenis dari Risiko

2
6. Untuk mengetahui Implementasi dari Manajamen Risiko
7. Untuk mengetahui Manfaat dari Manajemen Risiko

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Auditor Internal (Satuan Pengawasan Internal)


2.1.1 Paradigma Baru Auditor Internal

Auditor Internal didefinisikan sebagai suatu aktivitas independen dalam


menetapkan tujuan dan merancang aktivitas konsultan yang bernilai tambah dan
meningkatkan operasi perusahaan. Audit internal membantu organisasi untuk
mencapai tujuannya dengan menggunakan pendekatan yang terarah dan sistematika
dalam menilai dan mengevaluasi efektivitas manajemen risiko melalui pengendalian
dan proses tata kelola yang baik.

Peran auditor internal sebagai anjing penjaga (wacthdog) telah dimulai sejak
tahun 1940-an, sedangkan peranannya sebagai konsultan baru muncul sekitar tahun
1970-an. Peran auditor internal sebagai katalisator baru berkembang sekitar tahun
1990-an. Perbedaan pokok dari ketiga peran auditor internal tersebut adalah sebagai
berikut.

a. Peran anjing penjaga (watchdog) yang meliputi aktivitas inspeksi


observasi , perhitungan, cek dan cek ulang yang bertujuan untuk
memastikan ketaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau
kebijakan yang telah ditetapkan. Audit yang dilakukan adalah audit
kepatuhan dan apabila ditemukan penyimpanan dapat dilakukan koreksi
terhadap system pengendalian manajemen. Peran anjing penjaga biasanya
menghasilkan saran atau rekomendasi yang mempunyai dampak jangka
pendek, seperti perbaikan system dan prosedur, atau pengendalian
internal.

4
b. Peran auditor internal sebagai konsultan diharapakan dapat memberikan
manfaat berupa nasihat dalam pengelolaan sumberdaya oerganisasi guna
membantu tugas para manajer operasional. Audit yang dilakukan adalah
audit operasional atau audit kinerja, untuk meyakinkan bahwa organisasi
telah memanfaatkan sumberdayanya secara ekonomis, efisien, dan efektif
(3E). dengan demikian, dapat dinilai apakah manajemen telah
menjalankan aktivitas organisasi yang mengarahkan pada tujuan
perusahaan. Rekomendasi yang dibuat oleh auditor biasanya bersifat
jangka menengah.
c. Peran auditior internal sebagai katalisator berkaitan dengan penjaminan
mutu (quality asusurance-QA), di mana auditor internal diharapkan dapat
membimbing manajemen dalam mengenali risiko-risiko untuk yang
mengancam pencapaian tujuan organisasi. QA bertujuan untuk
meyakinkan bahwa proses bisnis yang dijalankan telah menghasilkan
bahwa proses bisnis yamg dijalankan telah menghasilkan produk atau jasa
yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam perannya sebagau
katalisato, auditor internal bertindak sebagai fasilitator dan agen
perubahan. Dampak dari peran katalisator bersifat jangka panjang, Karena
focus katalisator bersifat jangka panjang organisasi, terutama yang
berkaitan dengan tujuan oerganisasi untuk memenuhi kepuasan pelanggan
dan pemangku kepentingan.

Perkembangan audit internal saat ini cukup pesat dan auditor internal telah
diakui keberadaannya sebagai bagian dari organisasi perusahaan yang dapat
membantu manajemen dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Pada abad ke-21 ini,
auditor internal sebaiknya lebih berorientasi pada kepuasan jajaran manajemen
sebagai pelanggannya. Auditor internal tidak dapat lagi hanya sekedar berperan
sebagai anjing penjaga, namun juga harus dapat berperan sebagai mitra bisnis bagi
manajemen.

5
2.1.2 Peran Auditor Internal dalam Kecurangan

Auditor internal berfungsi membantu manajemen dalam pencegahan,


pendeteksian, dan penginvestigasiann kecurangan yang terjadi di suatu organisasi.
Berdasarkan Interpretasi Standar Profesional Audit Internal (SPAI) tahun 2004,
tentang pengetahuan mengenai kecurangan, dinyatakan, bahwa auditor internal harus
memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji
adanya indikasi kecurangan. Selain itu, menurut Statement on Internal Auditing
Standards (SIAS) No 3. Tentang Deterrence, Detection, Investigation, and Reporting
of Fraud, memberikan pedoman bagi auditor internal tentang bagaimana auditor
internal melakukan pencegahan, pendeteksian, dan penginvestigasian terhadap
kecurangan. SIAS No 3 tersebut juga menegaskan tanggung jawab auditor internal
untuk membuat laporan audit tentang kecurangan.

a. Pencegahan kecurangan

Salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah timbulnya kecurangan
adalah melalui peningkatan system pengendalian internal, selain melalui struktur /
mekanisme pengendalian internal. Dalam hal ini, yang paing bertanggung jawab atas
pengendalian internal adalah pihak manajemen suatu organisasi. Dalam rangka
pencegahan kecurangan, maka berbagai upaya harus dikerahkan untuk membuat para
pelaku kecurangan tidak berani melakukan kecurangan. Apabila kecurangan terjadi,
maka dampak yang timbul diharapkan dapat diminimalkan. Auditor internal
bertanggung jawab untuk membantu pencegahan kecurangan dengan jalan melakukan
pengujian atas kecukupan dan keefektifan system pengendalian internal, dengan
mengevaluasi seberapa jauh risiko potensial telah diidentifikasi.

Dalam pelaksanaan audit reguler, misalnya audit kinerja, audit keuangan, maupun
audit operasional, audit internal harus mengeidentifikasi adanya gejala kecurangan

6
berupa red flag atau fraud indicator. Hal ini terjadi sangat penting sehingga apabila
terjadi kecurangan, maka memudahkan auditor internal melakukan audit investigasi.

b. Pendeteksian kecurangan

Deteksi kecurangan mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan


yang memerlukan tindakan lanjut auditor internal untuk melakukan investigasi.
Auditor internal perlu memiiki keahlian dan pengetahuan yang memadai dalam
mengidentifikasi indikator terjadinnya kecurangan. Auditor internal harus dapat
mengetahui secara mendalam mengapa seseorang melakukan kecurangan, termasuk
penyebab kecurangan, jenis-jenis kecurangan, karakteristik kecurangan, modus
operasi (teknik-teknik) kecurangan yang biasa terjadi. Apabila diperlukan dapat
menggunakan alat bantu berupa Ilmu akuntansi forensic untuk memperoleh bukti
audit yang kuat dan valid. Akuntansi forensik merupakan suatu integrasi dari
akuntansi, teknologi informasi dan keahlian investigasi.

c. Penginvestigasian kecurangan

Investigasi merupakan pelaksanaan prosedur lebih lanjut bagi auditor internal


untuk mendapatkan keyakinan yang memadai, apakah kecurangan yang telah dapat
diidentifikasi tersebut memang benar-benar terjadi. Pelaksanaan audit investigasi
mengikuti work instruction serta ketentuan yang telah ditetapkan oleh Standar Profesi
Audit Internal (SPAI) maupun oerganisasi Institute of Internal Auditor (IIA).

2.1.3 Peran Auditor Internal dalam Mewujudkan GCG

Auditor internal dapat berperan dalam mendorong terwujudnya GCG di


perusahaan. Beberpa hal yang perlu mendapat dukungan penuh dari auditor internal,
Misalnya :

a. Mendorong transparansi dan integritas dalam pelaporan keuangan perusahaan

7
b. Mendorong akuntabilitas dalam pengelolaan aset perusahaan
c. Mendorong pertanggungjawaban perusahaan kepada publik melalui corporate
social responsibility (CSR), community development atau program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL).
d. Mendorong independensi perusahaan terhadap pihak-pihak terkait, termasuk
pemegang saham minoritas.
e. Mendorong kewajaran dalam pengadaan barang dan jasa termasuk
dipastikannya tidak ada pelanggaran terhadap UU antimonopolib dan
persaingan usaha yang sehat.

2.2 Pengertian Risiko dan Manajemen Risiko


2.2.1 Pengertian Risiko

Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat
sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam
bidang asuransi, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana
jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian.
Risiko selalu menghadang setiap individu maupun berbagai institusi, termasuk
organisasi bisnis.

Risiko selalu dikaitakan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak


diduga / tidak diinginkan sehingga terdapat unsur ketidakpastian atau kemungkinan
terjadinya sesuatu, apabila terjadi akan mengakibatkan suatu kerugian. Risiko
memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

a. Merupakan ketidakpastian
b. Merupakan ketidakpastian yang bila terjadi akan menimbulkan kerugian

Bentuk dari risiko itu bermacam-macam, antara lain sebagai berikut.

8
a. Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, misalnya
yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran, dan
sebagainya.
b. Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit / cacat Karena kecelakaan
kerja.
c. Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbbuatan atrau
peristiwa yang merugikan perusahaan karena kecurangan
d. Berupa kerugian Karena perubahan keadaan eksternal perusahaan,
misalnya Karena terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen,
perubahan nilai tukar, dan sebagainya.

2.2.2 Pengertian Manajamen Risiko

Penanggulangan risiko tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara.


Pengelolaan berbagai cara penanggulangan risiko inilah yang disebut manajemen
resiko. Pengelolaan tersebut meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

a. Berusaha untuk mengidentifikasi unsur-unsur ketidakpastian dan tipe-tipe


risiko yang dihadapi bisnisnya
b. Berusaha untuk menghindari dan menanggulangi semua unsur
ketidakpastiaan, misalnya dengan membuat perencanaan yang baik dan
cermat
c. Berusaha untuk mengetahui korelasi dan konsekuensi antarperistiwa,
sehingga dapat diketahui risiko-riskiko yang terkandung di dalamnya

9
d. Berusaha untuk mencari dan mengambil langkah-langkah untuk
menangani risiko-risiko yang telah berhasil diidentifikasi (mengelola
risiko yang dihadapi)

Pengertian manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen


dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh
organisasi/perusahaan. Fungsi tersebut mencakup kegiatan merencanakan,
mengorganisasi, menyusun, memimpin/mengoordinasikan dan mengawasi (termasuk
mengevaluasi) program penanggulangan risiko.

Manajemen risiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua


perusahaan. Proses di mana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat
menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam
masing-masing aktivitas dari semua aktivitas.  Fokus dari manajemen resiko yang
baik adalah identifikasi dan cara mengatasi resiko.  Sasarannya untuk menambah nilai
maksimum berkesinambungan (sustainable) organisasi.  Tujuan utama untuk
memahami potensi upside dan downside dari semua faktor yang dapat memberikan
dampak bagi organisasi.  Manajemen resiko meningkatkan kemungkinan sukses,
mengurangi kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian dalam memimpin
keseluruhan sasaran organisasi.

2.3 Jenis-Jenis Risiko

Risiko beragam jenisnya, mulai dari risiko kecelakaan, kebakaran, risiko


kerugian, fluktuasi kurs, perubahan tingkat bunga, dan lainnya. Untuk memudahkan
pemahaman dan analisis terhadap risiko, kita bisa memetakan atau mengelompokkan
risiko-risiko tersebut. Salah satu cara untuk mengelompokkan risiko adalah dengan
melihat tipe-tipe risiko. Bagan berikut ini menunjukkan bahwa risiko bisa
dikelompokkan ke dalam dua tipe risiko: risiko murni dan risiko spekulatif, risiko
subjektif dan objektif, dan dinamis dan statis.

10
Risiko bisa dikelompokkan ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif
sebagai berikut ini.

a. Risiko murni (pure risks) adalah risiko di mana kemungkinan kerugian


ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Jadi kita membicarakan
potensi kerugian untuk risiko tipe ini. Beberapa contoh risiko tipe ini
adalah risiko kecelakaan, kebakaran, dan semacamnya. Contoh lain
adalah risiko banjir menghantam rumah kita. Kejadian seperti itu akan
merugikan kita. Tetapi rumah berdiri di tempat tertentu tidak secara
langsung akan mendatangkan keuntungan tertentu. Jika terjadi kebakaran
atau banjir, di samping individu yang terkena dampaknya, masyarakat
secara keseluruhan juga akan dirugikan. Asuransi biasanya lebih banyak
berurusan dengan risiko murni.
b. Risiko spekulatif adalah risiko di mana kita mengharapkan terjadinya
kerugian dan juga keuntungan. Potensi kerugian dan keuntungan
dibicarakan dalam jenis risiko ini. Contoh tipe risiko ini adalah usaha
bisnis. Dalam kegiatan bisnis, kita mengharapkan keuntungan, meskipun
ada potensi kerugian. Contoh lain adalah jika kita memegang (membeli)
saham. Harga pasar bisa meningkat (kita memperoleh keuntungan), bisa
juga analisis kita salah, harga saham bukannya meningkat, tetapi malah
turun (kita memperoleh kerugian). Risiko spekulatif juga bisa dinamakan
sebagai risiko bisnis. Kerugian akibat risiko spekulatif akan merugikan
individu tertentu, tetapi akan menguntungkan individu lainnya. Misalkan
suatu perusahaan mengalami kerugian karena penjualannya turun,
perusahaan lain barangkali akan memperoleh keuntungan dari situasi
tersebut. Secara total, masyarakat tidak dirugikan oleh risiko spekulatif
tersebut.

Di samping kategorisasi murni dan spekulatif, risiko juga bisa dibedakan


antara risiko yang dinamis dan yang statis.

11
a. Risiko statis muncul dari kondisi keseimbangan tertentu. Sebagai contoh,
risiko terkena petir merupakan risiko yang muncul dari kondisi alam yang
tertentu. Karakteristik risiko ini praktis tidak berubah dari waktu ke
waktu.
b. Risiko dinamis muncul dari perubahan kondisi tertentu. Sebagai contoh,
perubahan kondisi masyarakat, perubahan teknologi, memunculkan jenis-
jenis risiko baru. Misal, jika masyarakat semakin kritis, sadar akan
haknya, maka risiko hukum (legal risk) yang muncul karena masyarakat
lebih berani mengajukan gugatan hukum (sue) terhadap perusahaan, akan
semakin besar.

Risiko juga bisa dikelompokkan ke dalam risiko subjektif dan objektif dengan
penjelasan sebagai berikut ini.

a. Risiko objektif adalah risiko yang didasarkan pada observasi parameter


yang objektif. Sebagai contoh, fluktuasi harga atau tingkat keuntungan
investasi di pasar modal bisa diukur melalui standar deviasi, misal standar
deviasi return saham adalah 25% per tahun.
b. Risiko subjektif berkaitan dengan persepsi seseorang terhadap risiko.
Dengan kata lain, kondisi mental seseorang akan menentukan kesimpulan
tinggi rendahnya risiko tertentu. Sebagai contoh, untuk standar deviasi
return pasar yang sama sebesar 25%, dua orang dengan kepribadian
berbeda akan mempunyai cara pandang yang berbeda. Orang yang
konservatif akan menganggap risiko investasi di pasar modal terlalu
tinggi. Sementara bagi orang yang agresif, risiko investasi di pasar modal
dianggap tidak terlalu tinggi. Perhatikan bahwa kedua orang tersebut
melihat pada risiko objektif yang sama, yaitu standar deviasi return
sebesar 25% per tahun.

12
2.4 Manfaat Manajamen Risiko

Dengan diterapkanya manajemen risiko di suatu perusahaan, ada beberapa


manfaat yang akan di peroleh, yaitu sebagai berikut.

a. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil


setiap keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati dan
selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
b. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-
pengaruh yang mungkin timbul, baik secara jangka pendek dan jangka
panjang.
c. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu
menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian,
khususnya kerugian dari segi finansial.
d. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugiaan yang minimum.
e. Dengan adanya konsep menajemen risiko yang dirancang secara detail
maka artinya perusahaan telah membangun arah dan mekanisme secara
berkelanjutan.

2.5 Implementasi Manajemen Risiko


2.5.1 Manajemen Risiko di BUMN

Berdasarkan peraturan menteri negara BUMN No. PER-01 /MBU/2011


tanggal 1 Agustus 2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG)
pada BUMN, pada bagian keenam, pasal 25, disebutkan tentang manajemen Risiko
sebagai berikut.

a. Direksi dalam setiap pengambilan keputusan / tindakan, harus


mempertimbangkan risiko bebas.

13
b. Direksi wajib membangun dan melaksanakan program manajemen risiko
korporasi secara terpadu yang merupakan bagian dari pelkasanaan program
GCG.
c. Pelaksanaan program manajemen risiko dapat dilakukan, dengan :
1. Membentuk unit kerja tersendiri yang ada di bawah direksi atau,
2. Memberi penugasan kepada unit kerja yang ada dan relevan untuk
menjalankan fungsi manajemen risiko.
d. Direksi wajib menyampaikan laporan profil manajemen risiko dan
penanganannya bersamaan dengan laporan berkala perusahaan.

Risiko memang bisa timbul kapan saja dan dimana saja serta sulit diprediksi
dengan cepat dan tepat. Sebagian besar risiko di BUMN bersifat dinamis. Oleh
karena itu, harus diantisipasi sejak awal dan perlu dikelola dengan baik. Cakupan
risiko yang umum dihadapi BUMN adalah risiko strategi, risiko pasar, risiko
keuangan, risiko operasional, risiko komersial, resiko teknis, dan risiko bisnis. Pada
saat ini tidak mudah membangun system manajemen resiko yang bertumpu pada
GCG. Oleh karena itu, divisi/komite GCG di BUMN perlu saling berkoordinasi dan
bekerja sama serta bersinergi agar tercapainya hasil yang optimal.

Berdasarkan hasil pengamatan, saat ini impementasi GCG di lingkungan


BUMN telah berjalan cukup baik. BUMN yang sudah menerapkan manajemen risiko
secara konsisten ternyata lebih banyak berasa dari sector jasa keuangan. Kementerian
BUMN hendaknya memonitor implementasikan prinsip GCG dan manajemen risiko
diberbagai BUMN secara ketat. Terutama lebih difokuskan dalam hal pengambilan
keputusan koorporasi BUMN untuk meminimalisasi potensi kerugian serta menjaga
kelangsungan usaha BUMN. Agar implementasi GCG dan manajemen risiko di
BUMN dapat berjalan secara optimal, pihak kementrian BUMN dapat
menyeenggarakan semacam rating (peringkat) terhadap implementasi GCG dan

14
manajemen risiko di BUMN, dan apabila diperlukan dapat melibatkan pihak
independen yang kompeten dalam pelaksanaan rating tersebut.

Iima manfaat yang akan diperoleh BUMN apabila mengimplementasikan


GCG dan manajemen risiko secara simultan dan berkesinambungan adalah sebagai
berikut.

a. Mampu melakukan pencegahan dan pendeteksiaan serta indentifikasi gejala


berbagai kecurangan yang berindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
dan merugikan BUMN
b. Meningkatkan kepastian berusaha di masa depan karena mampu
meminimalisasi risiko potensial yang berdampak terhadap BUMN.
c. Meningkatkan budaya dan etos kerja yang sadar dan concern terhadap risiko
yang mungkin timbul
d. Meningkatkan citra, reputasi, dan kredibilitas BUMN dimata pemegang
saham, pelanggan, vendor, mitra bisnis, investor, pemerintah, serta para
pemangku kepentingan lainnya.
e. Kelangsungan usaha BUMN menuju sustainable company dapat lebih
terjamin sehingga suasana kerja menjadi lebih kondusif.

Semakin banyak BUMN yang menjalankan prinsip GCG dan manajemen


risiko secara simultan, konsisten, dan konsekuen sehingga kinerja BUMN dapat lebih
meningkatkan dan karyawan BUMN semakin sejahtera.

2.5.2 Manajemen Risiko di Perbankan

Bank Indonesia melalui surat edaran kepada semua bank umum konvesional
di Indonesia No. 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013 mengenai pelaksanaan GCG
bagi Bank Umum, pada bagian 1 umum, butir C, antar lain disebutkan bahwa
pengalaman dari krisis keuangan global mendorong perlunya peningkatan efektivitas

15
penerapan manajemen risiko dan GCG agar bank mampu mengidentifikasi
permasalahan secara dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang tepat dan cepat,
serta bank lebih tahan dalam menghadapi krisis. Sehubungan dengan hal tersebut,
Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian tingkat kesehatan bank umum,
yaitu dengan menggunakan pendekatan risiko, baik secara individual maupun secara
konsolidasi yang antara lain mencakup penilaian faktor GCG. Penilaian faktor GCG
dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dengan menggunakan pendekatan
resiko merupakan pengganti dari penilaian terhadap faktor manajemen dalam
penilaian111 tingkat kesehatan bank umum berdasarkan CAMELS rating.

Berdasarkan pasal 2 dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.


13/23/PBI/2013 tanggal 2 November 2013 tentang penerapan manajemen resiko bagi
bank Umum syariah dan Unit usaha Syariah, antara lain disebutkan sebagai berikut
bahwa :

a. Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif.


b. Penerapan manajemen risiko untuk bank umum syariah (BUS) dilakukan
secara individual maupun konsiliadasi dengan perusahaan anak.
c. Penerapan manajemen risiko untuk Unit Usaha Syariah (UUS) dilakukan
terhadap seluruh kegiatan usaha UUS, yang merupakan suatu kesatuan
dengan penerapan manajemen risiko pada Bank Umum Konvensional
(BUK).

Kebijakan manajemen risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (BUS dan UUS) setidaknya memuat :

a. Penerapan risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan.


b. Penetapan penggunaan metode pengukuran dan system informasi
manajemen risiko.
c. Penentuan limit dan penetapan toleransi risiko.
d. Penetapan penilaian peringkat risiko.

16
e. Penyusunan rencana darurat dalam kondisi terburuk.
f. Penetapan system pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko.

Bank memiliki kewajiban untuk menerapkan manajemen risiko yang


mencakup :

a. Risiko kredit, yaitu risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam
memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati
b. Risiko pasar, yaitu risiko pada posisi neraca dan rekening administratif
akibat perubahan harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan nilai dari
aset yang dapat di perdagangkan atau disewakan
c. Risiko likuiditas, yaitu risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan /atau aset
likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan, tanpa menggangu aktivitas
dan kondisi keuangan bank
d. Risiko operasional, yaitu risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses
internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan system, dan atau/ adanya kejadian-kejadian eksternal
yang memengaruhi operasional bank.
e. Risiko hukum, yaitu risiko akibat tuntutan hukum dan /atau kelemahan aspek
yuridis
f. Risiko reputasi, yaitu risiko akibat menurunya tingkat kepercayaan para
pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negative terhadap bank
g. Risiko strategis, yaitu risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan
/atau pelaksanaan suatu keputusan strategi serta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis
h. Risiko kepatuhan, yaitu risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundangan-undangan dan ketentuan yang berlaku,
serta prinsip syariah

17
i. Risiko imbalan hasil, yaitu risiko akibat perubahan tingkat timbal hasil yang
dibayarkan bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbalan
hasil Yang diterima bank dari penyalur dana, yang dapat memengaruhi
perilaku nasabah dana pihak ketiga bank.
j. Risiko investasi, yaitu risiko akibat bank ikut menanggung kerugian usaha
nasabah yang di biayai dalam pembiayaan bagi hasil berbasis profit and loss
sharing.

Bank wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan


pengendalian risiko terhadap seluruh faktor-faktor risiko yang bersifat material.
Pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko
wajib didukung oleh system informasi manajemen risiko wajib didukung oleh system
informasi manajemen risiko yang tepat waktu, serta laporan yang akurat dan
informative mengenai kondisi keungan bank, kinerja aktivitas fungsional dan
eksposur risiko bank.

2.5.3 Manajemen Risiko di Perusahaan Publik

Berdasarkan peraturan Otoritas jasa Keuangan (OJK) No. 17/POJK.03/2014


tanggal 19 November 2014 mengenai penerapan manajemen Risiko Terintegrasi bagi
Konglomerasi Keuangan, antara lain diatur sebagai berikut.

a. Konglomerasi keuangan adalah lembaga jasa keuangan (LJK) yang berada


dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan /atau
pengendalian dan entitas utama adalah LJK induk dari konglomerasi
keuangan atau LJK yang ditunjuk oleh pemegang saham pengendali
konglomerasi keuangan.
b. Manajemen risiko terintegrasi adalah serangkaian metodologi dan prosedur
yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan

18
mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha LJK yang
bergabung dalam suatu konglomerasi keuangan secara terintegrasi.
c. Konglomerasi keuangan wajib menerapkan manajemen risiko terintegrasi
secara komprehensif dan efektif. Entitas utama wajib mengintegrasikan
penerapan manajemen risiko pada konglomerasi keuangan.

Berdasarkan perturan Otoritas jasa keunagan (OJK) No. 1/POJK.05/2015


tanggal 23 Maret 2013 mengenai penerapan manajemen risiko pada lembaga jasa
keuangan Non bank, antara lain di atur sebagai berikut :

a. Pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan lembaga jasa keuangan Non bank
(LJKNB) adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sector
perasuransian, dana pension, dan lembaga pembiayaan.
b. Pasal 2, LJKNB wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif yang
paing sedikit mencakup :
1. Pengawasan aktif direksi, dewan komisaris, atau yang setara dari LJKNB
2. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit resiko
3. Kecukupan proses identifikas, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko.
4. System informasi manajemen risiko, dan
5. System pengendalian intern menyeluruh

Komite nasional kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2011 telah


menerbitkan konsep pedoman penerapan manajemen resiko berbasis Governance.
Tata kelola risiko tersebut meliputi unsur-unsur kebijakan manajemen risiko,
akuntabilitas, pelaksanaan, perencanaan manajemen risiko terpadu, penyediaan
sumber daya yang memadai, dan mekanisme komunikasi serta pelaporan pelaksanaan
manajemen risiko, baik internal maupun ekstrernal. Penjelasan terperinci terkait hal
ini, antara lain sebagai berikut :

a. Kebijakan manajemen risiko

19
Kebijakan manajemen risiko merupakan pernyataan komitmen secara tertulis
oleh direksi dan dewan komisaris untuk menerapkan manajemen risiko dalam
organisasi. Hal penting terkait kebijakan ini dinyatakan secara singkat dan
jelas yang meliputi antara lain :
1. Alasan mengapa harus menerapkan manajemen risiko.
2. Penjelasan keterkaitan antara pencapaian sasaran organisasi dan kebijakan
manajemen risiko.
3. Kejelasan akuntabilitas pelaksanaan manajemen risiko, termasuk
infrastruktur pelaksanaannya.
4. Penyediaan sumber daya untuk menerapkan manajemen risiko.
5. Penentuan standar atau metode manajemen risiko akan digunakan
6. Komitmen untuk melakukan review dan verifikasi secara berkala terhadap
efektivitas penerapan manajemen risiko.
b. Akuntabilitas penerapan manajemen risiko
Akuntabilitas tertinggi untuk penerapan manajemen risiko pada dasarnya
berada pada direksi, secara lebih khusus pada direktur utama atau anggota
direksi lainnya yang ditunjuk. Secara umum, hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
1. Penunjukan champion yang bertanggungjawab untuk mendorong
pelaksanaan penerapan manajemen resiko secara meluas ke seluruh
organisasi. Champion ini dapat berupa penunjukan fungsi manajemen
risiko tersendiri dan juga para individu pada setiap divisi dengan
penugasan khusus untuk menjadi fasilitator penerapan manajemen risiko
pada divisinya.
2. Penetapan secara jelas bahwa akuntabilitas pengelolaan risiko tetap
berada pada para pemangku risiko dan bukan ke para champion. Untuk
itu maka pada setiap kepala divisi merupakan pemangku risiko pada
divisi tersebut dan juga menjadi penanggung jawab dalam melakukan
pengelolaan risiko pada divisinya. Demikian secara berjenjang hingga

20
sampai pada penanggung jawab proses. Tugas para champion lebih
sebagai fasilitator untuk penerapan manajemen risiko.
3. Penyusunan infrastruktur oerganisasi sebagai unit untuk mendorong
penerapan manajemen risiko ke suluruh organisasi. Termasuk di
dalamnya akuntabilitas penerapan tersebut pada setiap tingkatan dalam
organisasi.
4. Penyusunan mekanisme organisasi untuk penerapan manajemen risiko,
termasuk penyusunan manual penerapan manajemen risiko, mekanisme
pelaporan pelaksanaan manajemen risiko, atau pengukuran kinerja
manajemen risiko
5. Proses untuk menimbulkan budaya sadar risiko ke suluruh organisasi.

2.6 Peranan Manajemen Risiko

Peranan manajemen risiko bagi perusahaan sangat penting dalam rangka


antisipasi ketidakpastian dan perubahan bisnis yang sangat cepat. Pada saat terjadinya
krisis finansial global tahun 2009-2010 yang lalu, perusahaan yang telah menerapkan
manajamen risiko secara konsisten dapat keluar dan terhindari dari dampak krisis,
sebaliknya perusahaan yang tidak menerapkan manajemen risiko mengalami dampak
yang cukup berat, bahkan masih berlanjut pascakrisis.

21
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Auditor Internal didefinisikan sebagai suatu aktivitas independen dalam


menetapkan tujuan dan merancang aktivitas konsultan yang bernilai tambah dan
meningkatkan operasi perusahaan. Audit internal membantu organisasi untuk
mencapai tujuannya dengan menggunakan pendekatan yang terarah dan sistematika
dalam menilai dan mengevaluasi efektivitas manajemen risiko melalui pengendalian
dan proses tata kelola yang baik. Peran auditor internal sebagai anjing penjaga
(wacthdog) telah dimulai sejak tahun 1940-an, sedangkan peranannya sebagai
konsultan baru muncul sekitar tahun 1970-an. Peran auditor internal sebagai
katalisator baru berkembang sekitar tahun 1990-an.

Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat
sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam
bidang asuransi, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana
jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian.
Risiko selalu menghadang setiap individu maupun berbagai institusi, termasuk
organisasi bisnis. manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen
dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh
organisasi/perusahaan. Fungsi tersebut mencakup kegiatan merencanakan,
mengorganisasi, menyusun, memimpin/mengoordinasikan dan mengawasi (termasuk
mengevaluasi) program penanggulangan risiko. Manajemen risiko merupakan bagian
penting dari strategi manajemen semua perusahaan. Proses di mana suatu organisasi
yang sesuai metodenya dapat menunjukkan resiko yang terjadi pada suatu aktivitas
menuju keberhasilan di dalam masing-masing aktivitas dari semua aktivitas.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arief Efendi,Muhammad.2016.The Power of Good Corporate Governance.Salemba


Empat

https://gaharuchromeblogspot.wordpress.com/2010/07/19/makalah-manajemen-
resiko/

23

Anda mungkin juga menyukai