Anda di halaman 1dari 3

NAMA : AMANDA DENIA PUTRI

NIM : 20061003

PRODI : PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

MATKUL : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Apakah demokrasi yang kita jalani saat ini, masih sesuai dengan apa
yang dirumuskan dan dicita-citakan oleh para Founding Father kita
terdahulu?

Bangsa ini justru terlihat semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan


yang telah dirumuskan oleh para founding father. Salah satu penyebabnya
adalah pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang masih jauh dari ideal.
Pelaksanaan demokrasi di negeri ini mulai memunculkan rasa kecewa
pada masyarakat luas. Revolusi demokrasi merupakan langkah yang
harus segera diambil untuk memperbaiki demokrasi sekaligus menyela-
matkan bangsa ini.

Bagaimanakah Dekmokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini?

Beberapa kecenderungan inti post-democracy pada umumnya terjadi di


Indonesia. Inilah yang menyebabkan secara substansi demokrasi kita
menjadi elitis dan dikangkangi oleh kekuatan oligarki yang sulit ditandingi.
Ini terjadi baik pada level nasional maupun lokal. Dengan kondisi
demikian, munculah sebuah demokrasi tanpa demos.
Fenomena ini bukan hanya terjadi pada saat ini, namun telah memiliki ge-
jala-gejala sejak awal reformasi. Tercermin dari berbagai istilah yang
diberikan oleh beberapa pemerhati politik Indonesia, seperti “Delegative
Democracy” (Slatter 2004), “Patrimonial Democracy” (Weber 2006), “Pa-
tronage Democracy” (Klinken 2009), “Political Cartel” (Ambardi 2009),
“Clientelism” (Aspinal dan Berenschot 2019; Rahmawati 2018), dan “Oli-
garchy” (Bunte and Ufen 2009, Hadiz and Robison 2004, Winters, 2011).
Secara spesifik setidaknya ada sebelas karakteristik demokrasi di Indone-
sia saat ini yang mencerminkan demokrasi tanpa demos itu. 
Pertama, lemahnya pelaksanaan checks and balances. Ini terlihat dari
lemahnya peran partai, DPR, kehakiman, dan lain sebagainya di hadapan
eksekutif. 
Kedua, meredupnya sikap kritis civil society, baik pers, LSM, akademisi,
dan sebagainya sebagai mitra pemerintah; dan pembungkaman kalangan
aktivis-kritis. Akibatnya, demokrasi kita sejatinya tengah tumbuh dalam
“tanah yang gersang”.
Ketiga,kepemimpinan nasional tidak membawa pencerahan/pendewasaan
berpolitik. Para elite juga tidak cukup berhasil dalam memelihara soliditas
masyarakat, menghindari personifikasi politik, dan mendorong demokrasi
substansial-rasional. Inilah yang akhir-akhir ini menjadi pendorong
berkembangnya pembodohan politik dan manipulasi kepentingan serta
pembelahan politik.
 Keempat, lemahnya penerapan nilai-nilai demokrasi, baik pada level elite
ataupun masyarakat, seiring dengan meningkatnya oportunisme di kalan-
gan elite dan meredupnya pendidikan politik serta melemahnya ekonomi
masyarakat.
Kelima, penegakan hukum yang tebang pilih. Kedekatan dengan rezim
akan membawa keuntungan tersendiri dalam dunia hukum kita. Selain itu,
ada kecenderungan menerabas aturan yang terlihat pada aturan-aturan
kekinian, termasuk omnibus law. 
Keenam, memudarnya partisipasi rakyat yang otonom dan genuine. Ini di-
tandai dengan maraknya politik uang, manipulasi informasi, dan berop-
erasinya buzzer secara masif. 
Ketujuh, pelemahan kebebasan berekspresi demi stabilitas politik yang di-
tandai dengan meningkatnya pendekatan keamanan dan kriminalisasi.
Kedelapan, terjadinya “de-demokratisasi internal” pada lembaga-lembaga
politik, terutama partai yang justru menyuburkan nilai-nilai anti-demokrasi
dan meningkatkan personifikasi lembaga demokrasi.
Kesembilan, pelaksaana pemilu dan pilkada yang sarat dengan manipu-
lasi dan politik uang. Uang demikian bermakna dan menentukan (money
talks and decides). Akibat situasi ini, muncul fenomena yang disebut seba-
gai “votes without voice”.
Kesepuluh, repolitisasi birokrasi dan aparat untuk kepentingan penguasa,
terutama dalam kontestasi elektoral. Kesebelas, terjadinya diskriminasi
politik atas nama SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) dan rasa
kedaerahan.
Dengan kesebelas karakteristik itu, tidak mengherankan jika nilai
demokrasi Indonesia menjadi jeblok. Dari hasil studi Economist Intelli-
gence Unit (EIU), dalam dua tahun terakhir ini, di kawasan Asia Tenggara
Indonesia berada di peringkat 3, di bawah Malaysia dan Filipina, dengan
kategori sebagai “flawed democracy” (demokrasi yang cacat).
SUMBER:

https://journal.uny.ac.id 
http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1394-
demokrasi-indonesia-dan-arah-perkembangannya-di-masa-pandemi-
covid-19

Anda mungkin juga menyukai