Anda di halaman 1dari 3

Administrator 

| Jumat, 05 Oktober 2018 - 13:52:47 WIB | dibaca: 867 pembaca


0

Foto: Istimewa
Oleh: Juneidi D.Kamil, SH, Praktisi Hukum Properti dan Perbankan

Dalam satu kesempatan, saya diundang dalam pertemuan yang dihadiri bank dan developer. Salah satunya seorang
developer yang mengaku sedang bersiap membangun gedung perkantoran (office tower) di atas lahan hak pakai
milik salah satu instansi pemerintah. Saya pun dimintakan tanggapan terkait pola kerjasama antara developer dan
instansi pemerintah tersebut, serta kemungkinan kerjasama ini mendapat dukungan pembiayaan perbankan.

Pola kerjasama pemanfaatan lahan milik instansi pemerintah oleh pihak swasta yang lazim dilakukan adalah Build,
Operate & Transfer (BOT). Namun pola BOT ini membutuhkan kehadiran Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung
(SKBG) dikaitkan dengan kepentingan swasta selaku investor untuk mendapatkan kredit dari perbankan.

Lalu bagaimana regulasi dan kebutuhan bisnis properti akan kehadiran SKBG ini?

Regulasi SKBG
SKBG adalah surat tanda bukti hak atas status kepemilikan bangunan gedung. Bangunan gedung ini dapat
difungsikan untuk kepentingan komersial maupun untuk kepentingan publik. Bangunan gedung terutama yang
dimaksudkan untuk kepentingan komersial memerlukan bukti kepemilikan bangunannya disamping bukti kepemilikan
hak atas tanahnya.

Regulasi yang mengatur SKBG ini sebenarnya sudah relatif lama. Awalnya, ketentuan SKBG diatur dalam UU
No.20/2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG) mulai dinyatakan berlaku tanggal 16 Desember 2003. Pemerintah
relatif lama menerbitkan peraturan pelaksanaannya, yakni 12 tahun kemudian dengan keluarnya PP No. 36 tahun
2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.28/2002 tentang Bangunan Gedung.

Meski begitu, SKBG ternyata juga belum bisa direalisasikan, karena sampai saat ini belum terbit Peraturan Presiden
sesuai amanat Pasal 12 ayat 4 PP No.36 tahun 2015. Perpres ini seyogyanya akan mengatur lebih lanjut mengenai
surat bukti kepemilikan bangunan gedung.

Dalam UU No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun juga sudah mengakomodir SKBG. Disebutkan bahwa SKBG
Sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah
wakaf dengan cara sewa (pasal 1 ayat 12). Diakomodirnya SKBG dalam pengaturan rumah susun disebabkan
karena terdapat kemungkinan tidak dapat diterbitkan Seritifikat Hak Milik Rumah Susun (SHMSRS) karena status
hak atas tanah berdirinya rumah susun.

Dalam sistem hukum agraria UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria dianut asas pemisahan
horizontal. Dimana kepemilikan bangunan gedung dapat berbeda dengan kepemilikan hak atas tanahnya. Hak atas
tanah dan kepemilikan bangunan gedung tidak merupakan satu kesatuan. Keduanya memiliki nilai ekonomis
tersendiri dan dapat dimiliki oleh dua pihak yang berbeda.

Nah, kalau disimak ketentuan UU Rumah Susun, maka pembangunan rumah susun dapat diidirikan di atas lahan
milik developer sendiri atau dibangun di atas tanah yang merupakan barang milik negara/daerah atau
pendayagunaan tanah wakaf (pasal 17 dan 18). Pemanfaatan tanah barang milik negara/daerah dan juga
pendayagunaan tanah wakaf dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan. Untuk teknis
pelaksanaannya harus dilakukan dengan perjanjian tertulis dihadapan pejabat yang berwenang.

Perjanjian sewa atau kerjasama pemanfaatan dibuat secara tertulis yang sekurang-kurangnya memuat hak dan
kewajiban penyewa dan pemilik tanah, jangka waktu sewa atas tanah, kepastian pemilik tanah untuk mendapatkan
pengembalian tanah pada akhir masa perjanjian sewa, dan jaminan penyewa terhadap tanah yang dikembalikan,
serta tidak terdapat permasalahan fisik, administrasi dan hukum (pasal 21).

Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah barang milik negara/daerah berupa tanah wakaf dengan
cara sewa diterbitkan SKBG satuan rumah susun (sarusun). SKBG sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan terdiri dari salinan buku bangunan gedung, salinan surat perjanjian sewa atas tanah, gambar dengan
lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki dan pertelaan
mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan benda bersama yang bersangkutan (pasal 48).

Berdasarkan regulasi yang ada saat ini, kepemilikan bangunan gedung yang dibuktikan dengan SKBG dikeluarkan
Pemerintah Daerah. Kepemilikan ini dapat dialihkan kepada pihak lain dan apabila didirikan di atas tanah milik pihak
lain maka pengalihannya harus mendapatkan izin dari pemilik tanah.

Kebutuhan Kontemporer
Bisnis properti yang semakin berkembang menuntut segera kehadiran SKBG. Realisasi SKBG akan membuat bisnis
properti menjadi semakin bergairah. Kegairahan ini disebabkan karena SKBG mengakomodir kebutuhan pola-pola
kerjasama antara pemilik lahan dengan developer serta memberikan kepastian hukum kepada para pihak.
Perbankan juga akan dapat mengakomodir bangunan gedung sebagai jaminan kredit dengan pengikatan melalui
fidusia.

Bangunan gedung dapat dibangun di atas tanah milik sendiri atau di tanah milik pihak lain. Adanya SKBG ini
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bangunan gedung atau
bagian bangunan gedung. Pemilik bangunan gedung dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemilik.
Pemegang hak bangunan gedung ini dapat berupa orang, badan hukum, kelompok orang atau perkumpulan.

SKBG memberikan kepastian kepemilikan bagi konsumen pemilik bangunan gedung secara keseluruhan maupun
ruang komersial atau ruang tempat tinggal pada bangunan bertingkat (high rise building) yang didirikan di atas lahan
milik pihak lain. SKBG ini bagi bank juga menarik, karena hak kepemilikan bangunan gedung yang dibuktikan dalam
dokumen kepemilikan SKBG dapat menjadi jaminan kredit yang diikat secara fidusia.

Bangunan gedung yang dijaminkan dengan pengikatan secara fidusia memberikan kedudukan didahulukan
(preference) bagi bank selaku kreditur. Pengikatan secara fidusia untuk kepentingan bank ini memberikan kedudukan
hukum yang kuat bagi bank.Apabila debitur cidera janji maka bank dapat mengajukan permohonan lelang atas obyek
jaminan bangungan gedung ini ke KPKNL.

Developer dapat mengajukan fasilitas pembiayaan perbankan untuk pembangunan bangunan gedung di atas tanah
milik pihak lain. Bangunan gedung ini dapat berupa bangunan landeed (horizontal) maupun bertingkat (vertikal).
Bangunan gedung yang dibangun dapat menjadi jaminan kredit yang diberikan bank dengan pengikatan secara
fidusia. Skim kredit yang diberikan oleh bank dapat berupa kredit investasi dan sumber pengembalian berasal dari
hasil usaha penyewaan bangunan gedung bagian keseluruhan maupun sebagian.

SKBG yang dimiliki atas ruang komersial atau tempat tinggal juga dapat menjadi jaminan kredit. Untuk keamanan
bank apabila bangunan gedung atau ruang bangunan sebagai jaminan, maka bank mensyaratkan persetujuan
pemilik lahan tempat berdirinya bangunan gedung. Persetujuan dari pemilik lahan ini dituangkan dalam surat
persetujuan tersendiri atau sudah diatur dalam perjanjian kerjasama pemanfaatan lahan. Bank seyogyanya harus
memastikan batasan-batasan hak kepemilikan dari pemilik bangunan gedung.

Kehadiran SKBG ini tidak hanya untuk kepentingan bisnis, keperluannya juga untuk perlindungan kepentingan publik.
SKBG akan membuat pola kerjasama investasi properti antara pemilik tanah dan pihak yang melaksanaan
pembangunan gedung akan semakin berkembang. Pada sisi lain, adanya SKBG akan memberikan kemudahan
permintaan pertanggungjawaban kepada pemilik gedung apabila bangunan gedung mengakibatkan gangguan
keselamatan jiwa warga masyarakat.

Mengingat pentingnya kehadiran SKBG, maka Peraturan Presiden terkait pengaturan lebih teknis SKBG harus
segera direalisasikan. Pemerintah harus proaktif dalam menyempurnakan infrastruktur legal bangunan gedung agar
bisnis properti semakin berkembang dan dapat mendorong iklim investasi properti menjadi lebih baik.
Pelaku usaha dan perbankan seyogyanya juga mendorong akselerasi tersebut. Untuk membantu percepatan
realisasinya, pemerintah perlu melibatkan akademisi serta praktisi dalam penyelesaiannya. Semoga bermanfaat.

Sumber Berita: http://www.rei.or.id/newrei/berita-menanti-hadirnya-sertifikat-kepemilikan-bangunan-
gedung.html#ixzz5qX2aL6BI 
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives

Anda mungkin juga menyukai