Anda di halaman 1dari 20

“ ABORTUS “

Pembimbing :
dr. Moch. Ma’roef Sp.OG

Oleh :
Kelompok I-32

Regita Westri Aprila 201910401011058

Sheilla Ulul Mazaya 201910401011072

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak persepsi dan

bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut

pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab

kematian ibu yang utama adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.

Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman, 70 ribu

perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh

aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) dintaranya bahkan terjadi di

negara berkembang.

Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43

kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa

masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000). Suatu hal yang dapat kita

tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara dimana

aborsi dilarang keras oleh undang-undang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya dan

dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan menurut

gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan yaitu abortus yang

terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan tindakan apa-apa

sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-

obatan maupun dengan alat-alat.

Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus therapeutica

dan abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi adalah karena tindakan

kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu

(berdasarkan indikasi medis). Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena

tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya

dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.

Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:

a) Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion) dimana

terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih

baik dalam kandungan.


b) Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam dimana

serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi

masih dalam kavum uteri.

c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi

yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.

d) Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar

(desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.

e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam

kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya

masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.

f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali

berturut-turut atau lebih.

g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi genital.

h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan

penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritonium.

2.2 Etiologi

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :

a. Faktor Genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.Data ini

berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan

sitogenetik yang berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis

atau poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik

pada trimester pertama berupa trisomi autosom.


Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum normal

oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi

(30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti dengan

sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya bisa

bertahan sehingga lahir. Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi abnormal

iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut.

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan sitogenetik

yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu memandangkan kelainan

struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas dan

faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang kehamilan.

Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi dan

mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen yang

abnormal dan gangguan fungsi uterus. Gangguan genetik seperti Sindroma Marfan, Sindroma

Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan

ikat yang bisa berakibat abortus. Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell

anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan

mikroinfak pada plasenta.

b. Faktor Anatomi

Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik terutamanya

abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%

pasien. Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus adalah septum uterus

akibat daripada kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis

(10-30%). Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat dari
gangguan passage dan kontraktilitas uterus. Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus

dengan mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan

endometrium.Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah

endometrium dapat juga berpengaruh. Selain itu, kelainan yang didapat misalnya adhesi

intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis mengakibatkan komplikasi anomali pada

uterus dan dapat mengakibatkan abortus.

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat

meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan. Pada kelainan ini, dilatasi serviks

yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu. Wanita dengan serviks

inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan

memperlihatkan gejala yang minimal. Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka

kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan terjadi dan mengakibatkan

ekspulsi konsepsi dalam rahim. Faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten

adalah kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada

dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.

Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda yang

bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-16

minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian bawah

dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan

inkompeten serviks.

c. Faktor Endokrin

Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem

pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral secara
keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar

progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.

Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester

yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM dengan

kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium terhadap

implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat mengakibatkan abortus

terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid

untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu akan

berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat

diselamatkan.

Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan 17% kejadian

defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum

ada metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan kehamilan.

Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.

Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi

trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini interaksi antara

trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus berperan penting di mana

sebahagian besar leukosit adalah large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan

sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar

progesteron. Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan sel NK untuk

membunuh sel target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA. Trofoblast ekstravillous tidak
bisa dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga

terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous. Maka,

gangguan pada sistem ini akan berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.

Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium dapat

merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral yang

penting pada kelangsungan kehamilan.

d. Faktor Infeksi

Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus.

Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang

berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa berakibat

kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.

Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa mengganggu

proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa

mengakibatkan abortus. Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan

genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie

virus, dan varisella zoster.

Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus

- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma urealitikum,

mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.

- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.

- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.


- Spirokaeta: treponema pallidum.

e. Faktor Imunologi

Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah SLE dan

Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu

yang menderita SLE. Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada

SLE adalah 75%. Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan dengan adanya

aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.

Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR,

dan prematuritas. Dari international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS

adalah:

- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang

dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)

- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa

kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di mana

gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan premature

- dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat,atau

insufisiensi plasenta yang berat)

- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2

kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu)

- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT,

kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet normal

dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid)


aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33% pada

perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan infark

plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.

f. Faktor Trauma

Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang

diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan infeksi.

Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma .

g. Faktor Nutrisi Lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan kimia

atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus. faktor-faktor yang terbukti

berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.

Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid. Pada wanita

yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko

pada wanita yang tidak merokok. Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain

nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.

Karbon monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu

neurotoksin. Meminum alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan

risiko abortus spontan dan anomali fetus. Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada

wanita yang mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-

tiap hari dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.

Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg caffiene satu hari

dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang meminum lebih dari ini,

risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi. Pada
penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit kafine), risiko

abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada control.

h. Faktor Kontrasepsi Berencana

Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli

kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus. Namun, jika pada kontrasepsi yang

menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko aborsi

khususnya aborsi septik akan meningkat dengan signifikan.

2.3 Patogenesis

Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan nekrosis

jaringan disekitar perdarahan. Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan tertinggal dan

mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena dianggap sebagai

benda asing oleh tubuh. Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi

yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.

Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika fetus yang

tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi dengan

cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal. Kulit akan tertanggal di dalam

uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal. Bisa juga apabila cairan amniotik diserap,

fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus.

Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga menyerupai

kertas yang disebut fetus papyraceous.

Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili

korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu,

vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan
tertinggal. Perdarahan yang banyak terjadi karena hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari

aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium.

2.4 Gambaran Klinis

Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules. Perdarahan

pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon yang telah dipakai, dan

biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan keluarnya fetus atau jaringan. Ini

penting untuk melihat progress abortus. Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada

abortus provokatus sering terjadi infeksi yang dilihat dari demam, nadi cepat, perdarahan,

berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan,dan luekositosis. Pada pemeriksaan dalam

untuk abortus yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba

sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran kecil dari

seharusnya. Pada pemeriksaan USG, ditemukan kantung gestasional yang tidak utuh lagi dan

tiada tanda-tanda kehidupan dari janin.

2.5 Diagnosis

Diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan :

a. Anamnesis

3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah

terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong dan perineum,

perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. Gejala ini terutamanya khas pada

abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan

adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT. Perdarahan

pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar
juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur.

Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.

Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi

yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat infeksi traktus

genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria dan pengambilan

narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.

b. Pemeriksaan Fisik

Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit. 4 Palpasi abdomen dapat

memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan bimanual.

Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan konsistensinya. 4 Pada

pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai samaada

terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat

menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.

Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4

Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan tanda Diagnosis


Bercak sedikit Tertutup Sesuai dengan Kram perut Abortus
hingga sedang usia gestasi bawah, uterus immines
lunak
Tertutup/terbuka Lebih kecil dari Sedikit/tanpa Abortus
usia gestasi nyeri perut komplit
bawah,riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi
Sedang Terbuka Sesuai dengan Kram atau nyeri Abortus
sehingga masif usia kehamilan perut bawah, insipien
belum terjadi
ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nyeri Abortus
perut bawah, incomplit
ekspulsi
sebahagian hasil
konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual/muntah, Abortus mola
lebih besar dari kram perut
usia gestasi bawah,
sindroma mirip
PEB, tidak ada
janin, keluar
jaringan seperti
anggur

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan,

waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi

tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.

2.5 Diagnosis Banding

- kehamilan ektopik tertanggu

- perdarahan anovular pada wanita yang tidak hamil

- abortus mola hidatidosa

- polip endoserviks

- karsinoma serviks

2.6 Penatalaksanaan
a. Abortus Imminens

Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total dan pasien

dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan seksual. Jika terjadi

perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian lanjutan

dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus berlansung, kondisi

janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan dengan segera.

Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,

harus dicurigai kehamilan ganda atau mola.

b. Abortus Insipien

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan aspirasi

vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau

Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil

konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi ditunggu,

kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit oxytoxin dalam 500cc

cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit

diberikan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap

dipantau.

d. Abortus Inkomplit

Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi

dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi

yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau

misoprostol 400mcg per oral diberikan.

Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang dari 16

minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual. Evakuasi vakum tajam
hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi belum

dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg IM atau Misoprostol 400mcg per oral

dapat diberikan.

Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan dalam 500ml

cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi

ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg pervaginam diberikan setiap 4 jam

sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus segera

dievakuasi.

e. Abortus Komplit

Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat adanya

perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah penanganan tetap dibuat.

Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu

diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling

asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.

f. Abortus Septik

Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan keseimbangan cairan

tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi sesuai dengan hasil kultur dan

sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk

tahap pertama dapat diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah

gentamisin 2x80mg dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan

hasil kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik minimal 6 jam

setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus dilindungi

dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi. Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari
bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti

dengan antibiotik yang lebih sesuai dah kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS

harus diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.

Histerektomi harus dibuat secepatnya jika indikasi.

Penatalaksanaan Pasca Abortus

Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang biasa

terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang diketahui secara

klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali jika

terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping pada

kehamilan berikut.

Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah tindakan

kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti

perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat

selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram

demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang

lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan

kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan.

2.6 Komplikasi

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bisa
disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga
koagulopati.

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga
boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif
enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci,
Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya
pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri
tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska


abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus
aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang
dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus
pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.

Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering digunakan
sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak disengaja pada
paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal seperti konvulsi, cardiopulmonary
arrest dan kematian.

Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu curiga DIC.
Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.

2.7 Prognosis

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya.


Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren mempunyai
prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak
diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka
kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6
minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.

Anda mungkin juga menyukai