Materi Abortus (Regita-Sheilla)
Materi Abortus (Regita-Sheilla)
Pembimbing :
dr. Moch. Ma’roef Sp.OG
Oleh :
Kelompok I-32
1. Latar Belakang
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak persepsi dan
bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut
pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman, 70 ribu
perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh
aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) dintaranya bahkan terjadi di
negara berkembang.
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43
kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa
masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000). Suatu hal yang dapat kita
tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara dimana
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya dan
dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan menurut
gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan yaitu abortus yang
terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan tindakan apa-apa
sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-
Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus therapeutica
dan abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi adalah karena tindakan
kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya
terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi
d) Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar
e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam
f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali
g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi genital.
h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan
2.2 Etiologi
a. Faktor Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.Data ini
berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik yang berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis
atau poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik
oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi
(30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti dengan
sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya bisa
bertahan sehingga lahir. Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi abnormal
iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut.
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan sitogenetik
yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu memandangkan kelainan
struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas dan
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi dan
mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen yang
abnormal dan gangguan fungsi uterus. Gangguan genetik seperti Sindroma Marfan, Sindroma
ikat yang bisa berakibat abortus. Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell
b. Faktor Anatomi
abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%
pasien. Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus adalah septum uterus
akibat daripada kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis
(10-30%). Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat dari
gangguan passage dan kontraktilitas uterus. Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus
endometrium dapat juga berpengaruh. Selain itu, kelainan yang didapat misalnya adhesi
Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan. Pada kelainan ini, dilatasi serviks
yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu. Wanita dengan serviks
inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan
memperlihatkan gejala yang minimal. Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka
kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan terjadi dan mengakibatkan
adalah kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda yang
bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-16
minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian bawah
dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan
inkompeten serviks.
c. Faktor Endokrin
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem
pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral secara
keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester
yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM dengan
kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.
implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat mengakibatkan abortus
terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid
untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu akan
berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat
diselamatkan.
Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan 17% kejadian
defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum
Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan kehamilan.
Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.
Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi
trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini interaksi antara
trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus berperan penting di mana
sebahagian besar leukosit adalah large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan
sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar
progesteron. Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan sel NK untuk
membunuh sel target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA. Trofoblast ekstravillous tidak
bisa dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga
terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous. Maka,
merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral yang
d. Faktor Infeksi
Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang
berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa berakibat
kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa mengganggu
proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa
mengakibatkan abortus. Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan
genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus
e. Faktor Imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah SLE dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu
yang menderita SLE. Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada
SLE adalah 75%. Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan dengan adanya
aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.
Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR,
dan prematuritas. Dari international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS
adalah:
- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang
- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di mana
- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2
kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu)
perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan infark
f. Faktor Trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang
Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma .
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan kimia
atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus. faktor-faktor yang terbukti
berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.
Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid. Pada wanita
yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko
pada wanita yang tidak merokok. Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain
Karbon monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu
risiko abortus spontan dan anomali fetus. Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada
wanita yang mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-
Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg caffiene satu hari
dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang meminum lebih dari ini,
risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi. Pada
penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit kafine), risiko
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli
kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus. Namun, jika pada kontrasepsi yang
menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko aborsi
2.3 Patogenesis
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan nekrosis
jaringan disekitar perdarahan. Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan tertinggal dan
mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena dianggap sebagai
benda asing oleh tubuh. Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi
yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika fetus yang
tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi dengan
cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal. Kulit akan tertanggal di dalam
uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal. Bisa juga apabila cairan amniotik diserap,
fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus.
Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga menyerupai
Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili
korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu,
vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan
tertinggal. Perdarahan yang banyak terjadi karena hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari
Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules. Perdarahan
pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon yang telah dipakai, dan
biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan keluarnya fetus atau jaringan. Ini
penting untuk melihat progress abortus. Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada
abortus provokatus sering terjadi infeksi yang dilihat dari demam, nadi cepat, perdarahan,
berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan,dan luekositosis. Pada pemeriksaan dalam
untuk abortus yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba
sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran kecil dari
seharusnya. Pada pemeriksaan USG, ditemukan kantung gestasional yang tidak utuh lagi dan
2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah
perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. Gejala ini terutamanya khas pada
abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan
adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT. Perdarahan
pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar
juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur.
Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi
yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat infeksi traktus
genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria dan pengambilan
narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.
b. Pemeriksaan Fisik
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit. 4 Palpasi abdomen dapat
memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan bimanual.
Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan konsistensinya. 4 Pada
pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai samaada
terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat
Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4
c. Pemeriksaan Penunjang
waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi
- polip endoserviks
- karsinoma serviks
2.6 Penatalaksanaan
a. Abortus Imminens
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total dan pasien
dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan seksual. Jika terjadi
perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian lanjutan
dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus berlansung, kondisi
janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan dengan segera.
Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
b. Abortus Insipien
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan aspirasi
vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau
Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi ditunggu,
kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit oxytoxin dalam 500cc
cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit
diberikan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap
dipantau.
d. Abortus Inkomplit
Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi
dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi
yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual. Evakuasi vakum tajam
hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi belum
dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg IM atau Misoprostol 400mcg per oral
dapat diberikan.
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan dalam 500ml
cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg pervaginam diberikan setiap 4 jam
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus segera
dievakuasi.
e. Abortus Komplit
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat adanya
perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah penanganan tetap dibuat.
Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu
diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling
f. Abortus Septik
tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi sesuai dengan hasil kultur dan
sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk
tahap pertama dapat diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah
hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik minimal 6 jam
setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus dilindungi
dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi. Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari
bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti
dengan antibiotik yang lebih sesuai dah kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS
harus diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang biasa
terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang diketahui secara
klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali jika
terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping pada
kehamilan berikut.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah tindakan
kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti
perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat
selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram
demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang
lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan
2.6 Komplikasi
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bisa
disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga
koagulopati.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga
boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif
enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci,
Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya
pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri
tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering digunakan
sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak disengaja pada
paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal seperti konvulsi, cardiopulmonary
arrest dan kematian.
Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu curiga DIC.
Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.
2.7 Prognosis