Anda di halaman 1dari 2

JADI

tidak setiap derita


Jadi luka
tidak setiap sepi
Jadi duri
tidak setiap tanda
jadi makna
tidak setiap tanya
jadi ragu
tidak setiap jawab
jadi sebab
tidak setiap seru
jadi mau
tidak setiap tangan
jadi pengan
tidak setiap kabar
jadi tahu
tidak setiap luka
jadi kaca
memandang Kau
pada wajahku!

Berbicara tentang kebebasan kata dalam menempatkan diri, maka setelah kata-kata tersebut
memutuskan untuk bergabung dengan kata lain ia sudah tidak memiliki kebebasan untuk
berpindah. Ia sudah tidak memiliki kebebasan untuk mejadi dirinya sendiri karena ia sudah
membentuk makna yang ia bangun bersama kata lain. Makna-makna ini diproduksi dengan
bebas oleh pembaca. Seperti pada puisi “JADI” di atas. Berdasarkan pendapat Kristeva, ia
dapat diapresiasi atau dimaknai dengan berbagai cara. Dalam analisis ini penulis
menerjemahkan puisi ini sebagai berikut :

//Memandang Kau/pada wajahku/ JADI/ tidak setiap derita jadi luka//

Jika melihat kasih sayang Kau yang terdapat pada diri ku sebagai manusia akhirnya ku akan
tersadar atas keagungan-Mu hingga tidak setiap duka yang aku alami melukai hati ku.

//Memandang Kau/pada wajahku/JADI/tidak setiap sepi/jadi duri//

Jika melihat keramaian, kebahagiaan yang Kau berikan pada diri ku, aku akan tersadar akan
kasih-Mu hingga tidak setiap sepi, (kesendirian, hal yang menyakitkan) serasa duri.

//Memandang Kau/ pada wajahku/JADI/tidak setiap tanda/jadi makna//

Memandang (kemuliaan) Kau di wajahku akan ditemukan bahwa tidak setiap tanda yang
diramalkan oleh manusia akan menjadi makna yang disimpulkan oleh manusia. Karena Kau
memiliki kata JADI.

//Tidak setiap tanya/ jadi ragu//

Tidak setiap pertanyaan akan keberadaan-Mu akan membuat aku ragu akan keberadaan-Mu.
//Tidak setiap jawab/jadi sebab//

Tidak setiap apa yang aku usahakan di dunia ini jadi sebab apa yang terjadi di muka bumi ini.
Contohnya tidak semua keberhasilan yang diraih di muka bumi ini berdasarkan apa yang
diusahakan manusia.

//Tidak setiap seru/jadi mau//


Tidak setiap seruan untuk membuat aku menjauhi-Nya membuat aku mau mengikuti seruan
itu karena tidak semua seruan menuju ke arah-Nya.

//Tidak setiap tangan/jadi pegangan//

Tidak setiap hal yang diusahakan dapat menjadi penyebab apa yang diraih. Hanya kepada-
Nyalah kita (manusia) bergantung.

//Tidak setiap kabar/jadi tahu//


Tidak setiap berita yang dikabarkan tentang-Nya membuat aku tahu akan diri-Nya.

//tidak setiap luka/ jadi kaca//memandang Kau pada wajahku!//


Tidak setiap luka (musibah) yang Ia berikan pada manusia akan menjadi kaca (pada mata).
Maksudnya tidak semua luka akan membuat mata kberkaca-kaca atau menangis atau
bersedih.

Baris pertama sampai baris ke delapan belas puisi “JADI” adalah pengulangan kondisi yang
terkadang tidak memiliki hubungan kausalitas antar kondisi / kata-kata tersebut apabila kita
telah melihat Tuhan pada wajah kita. Wajah adalah citraan paling kuat yang mewakili diri
manusia. Kata wajahku paling tepat mewakili manusia karena bukan manusia jika diri
seseorang tidak memiliki wajah. Wajah adalah kehormatan bagi seorang manusia. Wajah
adalah sesuatu yang mewakili pertemuan manusia dengan Tuhan. Dalam bacaan sholat
terdapat kalimat “Inni wajahtu wajhialillahi..” ‘sesungguhnya aku menghadapkan
wajahku kepada Tuhanku.’

Wajah adalah cerminan diri maka apabila kita melihat kembali karunia Tuhan yang terdapat
pada diri kita (manusia) maka manusia akan berserah pada Tuhan. Manusia akan berserah
pada Tuhan karena Tuhan memiliki kata “JADI .“ Dalam bahasa arab padanan kata ini adalah
KUN. Kata ini terasa lebih berenergi dalam bahasa Arab. Kita sering mendengar kalimat
“Kun! fa yakun” ‘jadi! Maka jadilah!’ Kalimat ini adalah representasi bahwa Tuhan Maha
berkehendak. Oleh karena itu, tidak setiap hal mengakibatkan hal lain yang menurut kita
punya hubungan kausalitas antar keduanya jika Tuhan tidak menghendakinya.

Anda mungkin juga menyukai