Anda di halaman 1dari 4

Tugas Modul 1.4.a.8.

Koneksi Antar Materi Budaya Positif

Nama CGP : Mariono,S.Pd

Ads by optAd360

Dari : SMA Negeri 1 Singkep ,Kabupaten Lingga,Provinsi Kepulauan Riau

CGP Angkatan : 6

Saat ini saya sampai di modul 1.4.a.8. Koneksi antar materi Budaya Positif . Koneksi antar materi modul
1.4 saya diminta untuk memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul 1.1, 1.2
dan 1.3. dan di harapkan dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis
untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.

Koneksi Antar Materi Budaya Positif

Sebagai pendidik, kita perlu ingat kembali tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3,
bahwa pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Sekarang, berdasarkan pedoman itu,
Profil Pelajar Pancasila diharapkan menjadi pegangan untuk para pendidik di ruang belajar yang lebih
kecil. Profil ini tidak hanya dimiliki oleh murid berprestasi secara akademik atau murid yang menonjol
dalam bakat lainnya, profil pelajar Pancasila ini diharapkan dimiliki oleh seluruh murid kita di dalam
kelas.

Ads by optAd360

Kaitannya visi guru dengan pemikiran ki hajar dewantara adalah pendidik wajib menerapkan konsep
pemikiran dari ki hajar dewantara dengan memberikan teladan hidup dan kehidupan, mendampingi
anak dengan rasa menyenangkan. memberikan semangat untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodrat
alam dan zamannya serta memberikan dukungan dan mendorong anak dengan kepercayaan dirinya
menjemput kebahagiaan hidup.

Terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan
sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso
sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri
handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak
mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Dengan demikian
Visi Diri atau visi guru penggerak harus sejalan dengan pemikiran ki Hajar dewantara tersebut.

Keterkaitan visi dengan nilai dan peran guru penggerak adalah visi harus mampu mencerminkan nilai
dan peran dari guru penggerak untuk mewujudkan propil pelajar pancasila. Perlu saya sampaikan bahwa
sebagai guru penggerak memiliki nilai yaitu Berlajar berpihak pada murid,inovatif,kolaboratif,mandiri
dan Reflektif. kemudian Guru penggerak juga mempunyai peran Menjadi Pemimpin
Pembelajaran,Menggerakkan komunitas Praktisi,Menjadi /pendamping coach bagi guru lain,Mendorong
kolaborasi antar guru, dalam penerapannya dibutuhkan totalitas Guru dalam mengkolaborasikan nilai-
nilai dan peran guru penggerak dalam proses pembelajaran. Sehingga visi harus mampu Mewujudkan
propil pelajar pancasila.

Jika pendidik sudah menerapkan nilai dan peran guru penggerak dalam proses pembelajaran dan ingin
mewujudkan visi guru penggerak memerlukan inkuiri apresiatif yang terjabarkan dalam metode BAGJA.

Filosofi Pemikiran Ki hajar Dewantara yang didukung dengan nilai dan peran guru serta diterapkan
dengan visi yang terjabarkan dalam strategi BAGJA akan melahirkan budaya positif di sekolah.

Budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi
perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga
restitusi

Budaya positif dimulai dari disiplin positif dan ini harus datang dari diri. Disiplin pertama kali dibangun
dari dalam diri untuk memperoleh kemandirian belajar. Belajar tanpa disiplin sama saja dengan
membuat pendidikan menjadi tidak bermakna. Sehingga tujuan akhir untuk mendapatkan kemantapan
capaian kognitif, emosional, dan psikomotorik sudah pasti tidak tercapai.

Untuk mewujudkan Tujuan pendidikan tidak bisa terlepas dari pembiasaan budaya positif di sekolah.
Dengan menerapkan konsep-konsep disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan
penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi.

Mengapa konsep-konsep ini penting?

Karena di kelas maupun di sekolah, guru menghadapi individu yang memiliki kemampuan dan karakter
yang berbeda. Guru harus memahami dan menguasai konsep-konsep ini sebagai bagian integral dari
pengajaran.

Membentuk disiplin positif di lingkungan kelas diperlukan keyakinan kelas. Keyakinan kelas dibentuk
dengan kesepakatan bersaman anggota kelas yang di dasarkan atas nilai-nilai Kebajikan universal dan
menekankan pada keyakinan diri sesrta memotivasi dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan
bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian
peraturan tertulis tanpa makna.

Disiplin positif bertujuan membentuk tanggung jawabnya. Melalui disiplin positif pengajar menuntun
anak didik buat mempunyai perilaku tanggung jawab dan berdasarkan tindakan atau nilai-nilai Profil
Pelajar Pancasila yaitu nilai beriman, bertaqwa pada Tuhan yg Mahaesa & berakhlak mulia,
berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis & kreatif. Inilah tujuan akhir
berdasarkan pendidikan disiplin positif. Disiplin positif tidak menggunakan sanksi atau paksaan namun
lebih membentuk pencerahan diri akan tanggung jawab diri menjadi warga sosial.

Dalam penerapanya pendidik akan dihadapkan pada konflik yang ada di lingkungan.oleh karenanya
pendidik perlu membekali diri dengan Kontrol diri.

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa
guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini. Apakah
telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, teori Kontrol Dr. William
Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun
atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa
Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.

Posisi Kontrol yang direkomendasikan untuk digunakan dalam proses budaya disiplin yaitu posisi control
Manajer . posisi kontrol manager memberikan kebebasan kepada siswa untuk menemukan diri mereka
sendiri, bertanggung jawab atas masalah yang mereka hadapi dan menemukan solusi terbaik. Sehingga
nilai-nilai guru seperti kemandirian, inovasi, kolaborasi, kreativitas, dan berpihak pada siswa sangat
sesuai dalam mendukung dengan posisi kontrol manajer. Guru dengan kualitas manajerial berarti dapat
menerapkan nilai-nilai dan peran guru yang baik di kelas, sekolah, dan masyarakat.

Untuk dapat memantapkan diri dalam posisi kontrol manager dan sebagai administrator yang handal
guru juga di harapkan mampu memahami berbagai kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar
manusia adalah kelangsungan hidup, cinta dan kepemilikan, kebebasan, kesenangan dan kekuasaan.
Dengan memahami kebutuhan dasar manusia akan memberikan langkah-langkah yang mudah untuk
melakukan pembimbingan kepada murid karena kebutuhan setiap murid memiliki kebutuhan yang
berbeda.

Guru sebagai pendidik juga diharapkan mampu mempraktekkan Segitiga Restitusi untuk menyelesaikan
setiap permasalahan murid. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki
kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih
kuat (Gossen; 2004)

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah,
dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka
harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya
setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan
orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang
menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori
kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.

Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan
murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki
kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi
juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William
Glasser tentang solusi menangmenang.

Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah
pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka
pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih
baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan
kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.

Sebagai guru saya dapat memberikan dampak positif pada teman sejawat dan mampu memberikan
dampak positif pembelajaran di kelas. Mampu bersosialisasi dilingkungan sekolah dan selanjutnya
membimbing dan mendukung program perubahan paradigma pendidikan di Indonesia yang saat ini
masih belum sepenuhnya berpihak pada murid.
cgp merdekabelajar

Bagikan artikel ini

FacebookTwitterLinkedIn

Anda mungkin juga menyukai