Anda di halaman 1dari 2

Topik 1

Kajian Kritis-Analitik :
Relevansi Fakta Sejarah Pendidikan Kolonial dengan Pendidikan Nasional

Penyelenggaraan Pendidikan pada masa kolonial Belanda memiliki korelasi dengan


pendidikan nasional pada era saat ini. Walaupun tampak perbedaan besar diantara
keduanya, namun tidak sedikit beberapa hal yang menjadi kesamaan pada proses
pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pendidikan kolonial Belanda memiliki ciri atau
karakteristik sebagai berikut.
1. Adanya diskriminasi.
Sistem pendidikan colonial jika ditarik garis besarnya terbagi atas tiga bagian,
yaitu (1) Pendidikan untuk anak-anak Eropa. (2) Pendidikan untuk anak-anak pribumi
dengan memasukkan system Eropa, dan yang ke (3) Pendidikan Islam yang terpisah
dari pendidikan Belanda (Nasution, 2016). Pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Hindia Belanda, hanya sedikit penduduk pribumi yang dapat bersekolah di
sekolah pemerintah Belanda dan mereka berasal dari kalangan priyayi. Bagi
masyarakat non-priyayi, sebagian besar mereka mendapatkan pendidikan di pesantren
dan madrasah. Adanya perbedaan antara sekolah yang didirikian oleh Pemerintah
Belanda dengan masyarakat Islam menimbulkan tekanan politik yang membentuk
kubu sendiri.
Tekanan politik yang terjadi mengakibatkan terbentuknya pengdikotomian pendidikan
di Indonesia.
Dikotomi pendidikan kolonial mengakar hingga penerapan system pendidikan saat ini.
Menurut Kurniyat (2018) setelah kemerdekaan, dulaisme yang diwariskan pemerintah
kolonial Belanda memberi pandangan antara Ilmu agama dan ilmu umum telah
melahirkan dualitas pada sistem pendidikan formal di Indonesia, yakni sekolah dan
madrasah.
Selain pembagian penyelenggaraan sekolah berdasarkan golongan bangsa,
masih terdapat dua macam pembagian sekolah bagi bangsa pribumi. Bagi pribumi
yang memiliki kedudukan dan kedekatan dengan Belanda, mereka diberikan
pendidikan Sekolah Ongko siji yang nantinya akan bekerja untuk membantu Belanda
dan Sekolah Ongko loro untuk masyarakat pribumi biasa yang ditujukan untuk
memenuhi pegawai rendahan agar mendapat lulusan yang hanya dapat membaca,
menulis dan berhitung (Afandi et al., 2020). Penyelenggaraan pendidikan pada masa
politik etis semakin masif semenjak Gubernur Jenderal Van Heutz mengizinkan
pendirian sekolah-sekolah desa, dengan sumber pembiayaan oleh masyarakat desa.
Pembangunan sekolah, pengadaan tenaga pengajar dan anggaran gaji guru bersumber
dari keuangan desa. (Karsiwan et al., 2021). Namun, terdapat kesenjangan pembagian
anggaran yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ada perbedaan anggaran
sekolah anak elite bangsawan atau tokoh yang pro Belanda dengan anak rakyat biasa
(Fajar Shidiq Sofyan Heru et al., 2014).

Penyelenggaraan pendidikan colonial Belanda yang membedakan golongan,


merupakan bentuk diskriminasi terhadap bangsa pribumi. Hal ini sangat bertentangan
dengan system pendidikan nasional dengan berpegang pada pedoman Undang-undang
termaktub pada pasal 31 ayat (1), yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran”. Tentu tidak seharusnya ada perbedaan bagi rakyat Indonesia
dalam memperoleh haknya untuk mengikuti pendidikan. Pendidikan nasional
dilaksanakan secara menyeluruh dan merata. Menurut Kumalasari (2010) pendidikan
nasional yang menganut pada ajaran Ki Hajar Dewantara lebih mengedepankan nilai
humanis-religius dalam pendidikan. Sehingga memiliki perbedaan yang besar antara
penerapan penyelenggaraan system pendidikan colonial dengan pendidikan nasional.
Namun dari keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni untuk menciptakan individu
yang memiliki wawasan.

Sumber :
Afandi, A. N., Swastika, A. I., & Evendi, E. Y. (2020). PENDIDIKAN PADA MASA
PEMERINTAH KOLONIAL DI HINDIA BELANDA TAHUN 1900-1930. Jurnal
Artefak, 7(1), 21. Https://doi.org/10.25157/ja.v7i1.3038
Fajar Shidiq Sofyan Heru, H., Sumardi, & Nurul Umamah, U. (2014). SISTEM PENDIDIKAN
KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA.
Https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/63199
Karsiwan, K., Sari, L. R., & Sari, L. R. (2021). Kebijakan Pendidikan Pemerintah Kolonial
Belanda pada Masa Politik Etis di Lampung. Tsaqofah Dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan
Dan Sejarah Islam, 6(1), Article 1. Https://doi.org/10.29300/ttjksi.v6i1.4375
Kumalasari, D. (2010). KONSEP PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM
PENDIDIKAN TAMAN SISWA (Tinjauan Humanis-Religius). ISTORIA Jurnal
Pendidikan Dan Ilmu Sejarah, 8(1), Article 1.
Https://doi.org/10.21831/istoria.v8i1.3716
Kurniyat, E. (2018). MEMAHAMI DIKOTOMI DAN DUALISME PENDIDIKAN DI
INDONESIA. Rausyan Fikr : Jurnal Pemikiran Dan Pencerahan, 14(1), Article 1.
Https://doi.org/10.31000/rf.v14i1.669
Nasution, S. (2016). STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI
INDONESIA. Ihya Al-Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Arab, 2(2),
Article 2. Https://doi.org/10.30821/ihya.v2i2.431

Anda mungkin juga menyukai