Anda di halaman 1dari 4

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

TINGKAT NERS SEMESTER IX

TAHUN 2022

ASTRI WULANDARI

201840006

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN IMC BINTARO

TANGERANG SELATAN

2022
TINJAUAN KASUS

A. Definisi
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan
peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.
Brokopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang
terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus di
sekitarnya (Muhlisin, 2017). Insiden penyakit bronkopneumonia pada negara
berkembang termasuk Indonesia hampir 30% terjadi pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi (Kemenkes RI, 2015)
Menurut laporan World Health Organization (WHO), sekitar 800.000 hingga 2
juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat bronkopneumonia. Bahkan United
Nations Children’s Fund (UNICEF) dan WHO menyebutkan bronkopneumonia
sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakitpenyakit lain seperti campak,
malaria serta Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Pada tahun 2017
bronkopneumonia setidaknya membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun (WHO,
2019).
Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, lima provinsi yang
mempunyai insiden bronkopneumonia balita tertinggi adalah DKI Jakarta (95,53%),
Sulawesi Tengah (71,82%), Kalimantan Utara (70,91%), Banten (67,60%) dan Nusa
Tenggara Barat (63,64%) Sedangkan prevalensi di Kalimantan Timur (29,02%)
(Kemenkes RI, 2018).
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak yang mengalami
Bronkopneumonia yaitu gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak efektif,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, dan
resiko ketidakseimbangan elektrolit. Apabila tidak segera ditangani maka akan
mengakibatkan komplikasi seperti empiema, otitis media akut, atelektasis, emfisema,
dan meningitis (Nurarif & Kusuma, 2015).
B. Etiologi
1. Faktor infeksi
Pada masa neonatus infeksi penyebab bronkopneumonia biasanya terjadi akibat
dari bakteri Streptokokus group B Respiratory Sincytial Virus (RSV) sedangkan
pada bayi itu sendiri biasa disebabkan oleh virus : virus influenza, Adenovirus,
RSV dan Cytomegalovirus. Selain karena virus, pada bayi juga disebabkan oleh
organisme atipikal seperti Chlamidia trachomatis, Pneumoni, Haemofilus
influenza, Mycobacterium tuberculosa serta bakteri parainfluensa. Pada anakanak
penyebab bronkopneumonia adalah parainfluensa, Influenza virus, Adenovirus,
RSV, Mycoplasma pneumonia, Pneumokokus, dan Mycobacterium tuberculosis.
Dan untuk anak besar – dewasa muda penyebab bronkopneumonia antara lain
seperti Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis, Pneumokokus, Bordetella
pertussis, serta M. tuberculosis (Bradley, 2011).
2. Faktor non infeksi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon
Terjadi oleh karena adanya aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin) (Bradley,
2011).
b. Bronkopneumonia lipoid Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal,
atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh
untuk terjadinya bronkopneumonia (Bradley, 2011).
C. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan salah satu infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan
sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya
penumpukan sekret sehingga terjadilah demam, batuk produktif, ronkhi positif dan
mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi
adalah OMA, kolaps alveoli, emfisema, meningitis dan atelektasis. Kolaps alveoli ini
akan mengakibatkan penyempitan pada jalan nafas, sehingga menyebabkan sesak
nafas dan suara nafas menjadi ronkhi. Kolaps alveoli bisa menyebabkan penurunan
fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk
melembabkan rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga
paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan
frekuensi napas, hipoksemia, asidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea
dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal nafas (Betz, 2009).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Lalani (2011) sebagai berikut :
a. Demam
b. Takipnea
c. Batuk produktif
d. Nafsu makan menurun
e. Penurunan bunyi nafas
f. Napas cuping hidung
g. Retraksi dinding dada
h. Letargi
E. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan infeksi (inflamasi
bronkial trakeal, pembentukan edema); penyakit paru obstruktif kronis, eksudat di
dalam alveoli.
2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis (peningkatan kebutuhan metabolik; demam, proses
infeksi), distensi abdomen dan gas (menelan udara selama episode dispnea).
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan
melalui rute normal (mis, demam, diaphoresis hebat, pernapasan melalui mulut,
hiperventilasi), penyimpangan yang memengaruhi asupan cairan.
4. Defisit pengetahuan mengenai kondisi, terapi, perawatan diri, dan kebutuhan
pemulangan berhubungan dengan kurang pajanan, salah menafsirkan informasi,
kurang daya ingat.

Anda mungkin juga menyukai