Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

INFEKSI TUBERCULOSIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Dosen Pengampu :

Tiene Rostini, dr., Sp. PK (K)

Disusun oleh :

Eris Nurul Rahmadhini (160721220004)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… i

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….. 3

2.1 Definisi……………………………………………………………………………… 3

2.2 Epidemiologi ……………………………………………………………………... 3

2.3 Etiologi Tuberculosis ………………………………………………………….. 4

2.4 Patogenesis ……………………………………………………………………… 5

2.5 Gambaran Klinis ……………………………………………………………….. 6

2.6 Diagnosis TB ………..………………………………………………………….. 8

2.7 Pemeriksaan Laboratorium Tuberculosis ………….……………………… 14

BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………… 21

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 22

i
2

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit paru kronis yang serius dan penyakit sistemik

yang paling sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber

penularannya adalah manusia dengan tuberkulosis aktif yang mengeluarkan

mikobakteri yang ada dalam dahak.1

Dalam beberapa dekade terakhir, telah ada upaya global bersama untuk

memberantas TB. Upaya ini telah menghasilkan beberapa keuntungan positif

terutama sejak tahun 2000 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2017)

memperkirakan bahwa tingkat kejadian tuberkulosis global telah turun sebesar 1,5%

setiap tahun. Selain itu, angka kematian akibat tuberkulosis telah menurun secara

signifikan dan stabil.2,3 Di Indonesia Tuberkulosis adalah pembunuh nomer satu

diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah

penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. Sekitar

75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50

tahun).4

Sebagian besar TB menyerang paru-paru, namun dapat juga mengenai

organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, pleura, saluran genitourinari,

tulang dan sendi, meninges, peritoneum, dan perikardium. Bakteri ini memiliki

struktur dinding sel yang kompleks sehingga bersifat tahan asam, yaitu apabila

sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut

dengan larutan asam alkohol.5,6,7

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologis dan pemeriksaan

penunjang lainnya. Gejala pada penyakit TB ini sangat bervariasi mulai gejala ringan

hingga berat dan terbagi menjadi gejala respiratorik seperti sesak, batuk, sakit dada

dan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia, penurunan berat badan dan

penurunan nafsu makan.5,6


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberculosis

Tuberkulosis (tbc) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus. tbc paru

tergolong penyakit air borne infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui

udara pernapasan ke dalam paru-paru. kemudian kuman menyebar dari paru-paru

ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,

melalui bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. sistem organ

lain yang sering terkena termasuk sistem pernapasan, sistem gastrointestinal (gi),

sistem limforetikular, kulit, sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal, sistem

reproduksi, dan hati.1,2,8,5,6

2.2 Epidemiologi Tuberculosis

Dalam beberapa dekade terakhir, telah ada upaya global bersama untuk

memberantas TB. Upaya ini telah menghasilkan beberapa keuntungan positif

terutama sejak tahun 2000 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2017)

memperkirakan bahwa tingkat kejadian tuberkulosis global telah turun sebesar 1,5%

setiap tahun. Selain itu, angka kematian akibat tuberkulosis telah menurun secara

signifikan dan stabil. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2016) melaporkan

penurunan 22% kematian TB global dari tahun 2000 hingga 2015.2,3

Terlepas dari kemajuan dalam pengendalian tuberkulosis dan penurunan

kasus baru dan kematian, TB masih merupakan beban besar morbiditas dan

mortalitas di seluruh dunia. Sebagian besar beban global infeksi baru dan kematian

tuberkulosis ditanggung oleh negara berkembang dengan 6 negara, India,

Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan, terhitung 60% dari kematian

TB pada tahun 2015.2,3

Tuberkulosis tetap menjadi penyebab signifikan penyakit dan kematian di

negara maju terutama di antara individu dengan sistem kekebalan yang tertekan.
4

Orang dengan HIV sangat rentan terhadap kematian akibat tuberkulosis.

Tuberkulosis menyumbang 35% kematian global pada individu dengan HIV/AIDS

pada tahun 2015. Anak-anak juga rentan, dan tuberkulosis bertanggung jawab atas

satu juta penyakit pada anak-anak pada tahun 2015 menurut WHO.2,3

2.3 Etiologi Tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,

tidak berspora dan tidak berkapsul. bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan

panjang 1 – 4 μm. dinding m.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak

cukup tinggi (60%). penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat,

lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan

Mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. asam mikolat merupakan

asam lemak berantai panjang (c60 – c90) yang dihubungkan dengan

arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan

fosfodiester. unsur lain yang terdapat pada diniding sel bakteri tersebut adalah

polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. struktur dinding sel yang

kompleks tersebut menyebebkan bakteri m.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu

apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut

dengan larutan asam – alkohol.7,9,10

Gambar 2.1 Struktur Dinding Sel M. tuberculosis.7


5

2.4 Patogenesis Tuberculosis

Paparan bakteri M. Tuberculosis yang masuk melalui inhalasi akan masuk ke

endosom makrofag di alveolus setelah melewati berbagai pertahanan saluran nafas.

Bakteri ini mampu menghambat respons mikrobisida normal sehingga bakteri dapat

berproliferasi tanpa terhambat. Pada fase tuberkulosis primer (< 3 minggu) pada

orang yang belum tersensitisasi, terjadi bakteremia di berbagai tempat, namun

sebagian besar pasien pada tahap ini menunjukkan gejala yang asimptomatik atau

gejala yang mirip flu. Imunitas selular akan timbul sekitar 3 minggu setelah pajanan.

Antigen bakteri yang telah diproses mencapai kelenjar getah bening regional dan

disajikan dalam histokompatibilitas mayor kelas II oleh makrofag ke sel Th0 CD4+.

Dibawah pengaruh IL-12 yang dikeluarkan makrofag, sel Th0 ini mengalami

pematangan menjadi sel TCD4+ yang mampu mengeluarkan IFN-ɣ. IFN-ɣ akan

mengaktifkan makrofag mengeluarkan mediator- mediator seperti:1

1. TNF yang akan merekrut monosit, yang nantinya akan aktif dan

berdiferensiasi menjadi ‘histiosit epiteloid’ yang menandai respons

granulomatosa

2. IFN-ɣ bersama TNF mengaktifkan gen inducible nitric oxide synthase (iNOS),

yang menyebabkan meningkatnya kadar nitric oksida sehingga menimbulkan

kerusakan oksidatif pada beberapa konstituen bakteri, dari dinding sel hingga

DNA.

Selain itu, TCD4+ juga akan mempermudah sel sitotoksik TCD8+ yang dapat

mematikan makrofag yang terinfeksi tuberkulosis. Secara singkat, imunitas terhadap

infeksi tuberkulosis diperantai terutama oleh sel T dan ditandai dengan

pembentukan dua cabang hipersensitivitas dan munculnya resistensi terhadap

organisme. Pada penderita dengan sistem imun yang lemah, akan muncul

tuberkulosis sekunder, umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman

beberapa dekade setelah infeksi awal. Penyakit ini juga dapat terjadi akibat reinfeksi

eksogen karena kurangnya proteksi yang dihasilkan oleh penyakit primer.

Tuberkulosis paru sekunder biasanya terbatas di apeks satu atau kedua lobus atas,
6

hal ini kemungkinan disebabkan tingginya tegangan oksigen di apeks. Karena sudah

terdapat hipersensitivitas, bakteri memicu respons jaringan yaitu lokalisasi infeksi

berupa kavitasi. Pada kasus tuberkulosis yang sudah menyebar secara hematogen,

dapa muncul TB milier.1

Gambar 2.2 Patogenesis Tuberculosis.1

2.5 Gambaran Klinis

Tuberkulosis klinis dipisahkan menjadi dua tipe patofisiologi penting: tuberkulosis

“primer”, yang terjadi pada pejamu yang tidak kebal, dan tuberkulosis “sekunder”,

yang terjadi pada pejamu yang kebal terhadap M. tuberculosis.1

Tuberkulosis primer adalah bentuk penyakit yang berkembang pada orang yang

sebelumnya tidak terpajan dan karena itu tidak peka. Penyakit yang signifikan

secara klinis berkembang pada sekitar 5% orang yang baru terinfeksi. Dengan

tuberkulosis primer sumber organisme adalah eksogen. Pada kebanyakan orang,

infeksi primer dapat diatasi, tetapi pada orang lain, tuberkulosis primer bersifat

progresif. Diagnosis tuberkulosis primer progresif pada orang dewasa bisa sulit.

Berbeda dengan tuberkulosis sekunder (penyakit apikal dengan kavitasi; lihat nanti),

tuberkulosis primer progresif lebih sering menyerupai pneumonia bakterial akut


7

dengan konsolidasi lobus, adenopati hilar, dan efusi pleura. Penyebaran

limfohematogen setelah infeksi primer dapat menyebabkan perkembangan

meningitis tuberkulosis dan tuberkulosis milier.1

Tuberkulosis sekunder adalah pola penyakit yang muncul pada pejamu yang

sebelumnya peka. Ini mungkin terjadi segera setelah tuberkulosis primer, tetapi lebih

sering muncul bertahun-tahun setelah infeksi awal, biasanya ketika resistensi

pejamu melemah. Ini paling sering berasal dari reaktivasi infeksi laten, tetapi juga

dapat terjadi akibat reinfeksi eksogen dalam menghadapi penurunan imunitas inang

atau ketika inokulum besar basil virulen menguasai sistem imun inang. Reaktivasi

lebih sering terjadi di daerah dengan prevalensi rendah, sementara infeksi ulang

memainkan peran penting di daerah dengan penularan tinggi.1

Tuberkulosis paru sekunder secara klasik melibatkan apeks lobus atas salah

satu atau kedua paru. Karena adanya hipersensitivitas sebelumnya, basil

menimbulkan respons jaringan yang cepat dan ditandai yang cenderung menutupi

fokus infeksi. Akibatnya, kelenjar getah bening regional kurang menonjol terlibat

pada awal penyakit sekunder dibandingkan pada tuberkulosis primer. Di sisi lain,

kavitasi mudah terjadi dalam bentuk sekunder. Memang, kavitasi hampir tidak dapat

dihindari pada TB sekunder yang terabaikan, dan erosi rongga ke saluran napas

merupakan sumber infeksi yang penting karena orang tersebut sekarang batuk

berdahak yang mengandung bakteri.1

Tuberkulosis sekunder yang terlokalisir dapat asimptomatis. Ketika manifestasi

muncul, biasanya onsetnya berbahaya. Gejala sistemik, mungkin terkait dengan

sitokin yang dilepaskan oleh makrofag yang teraktivasi (misalnya, TNF dan IL-1),

sering muncul di awal perjalanan penyakit dan meliputi malaise, anoreksia,

penurunan berat badan, dan demam. Umumnya, demamnya ringan dan remiten

(muncul setiap sore dan kemudian mereda), dan keringat malam muncul. Dengan

keterlibatan paru yang progresif, peningkatan jumlah sputum, mula-mula mukoid dan

kemudian purulen, muncul. Beberapa derajat hemoptisis hadir di sekitar setengah

dari semua kasus tuberkulosis paru. Nyeri pleuritik dapat terjadi akibat perluasan
8

infeksi ke permukaan pleura. Manifestasi tuberkulosis di luar paru sangat banyak

dan bergantung pada sistem organ yang terlibat.1

Gambar 2.3 Gambaran Klinis Tuberculosis.1

2.6 Diagnosis TB

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan

fisik / jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang

lainnya.

2.6.1 Gejala Klinik

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik. Gejala respiratorik

berupa batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Gejala

respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang

cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat

medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka

penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi

bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. 9


9

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri

dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala

meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan

kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. Gejala sistemik

berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun.9

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ

yang terlibat. Pada 9uberculosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas

kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya

tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak

di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah

apex lobus inferior.6,8,9

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,

amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma

dan mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung

dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada

auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang

terdapat cairan.6,8,9

2.7 Pemeriksaan Laboratorium Tuberculosis

2.7.1 Pemeriksaan Kultur / biakan sputum Mycobacterium tuberculosis

Diagnosis pasti membutuhkan pertumbuhan M. tuberculosis dalam kultur

atau identifikasi DNA organisme dalam sampel klinis. Pemeriksaan kultur / biakan M.

tuberculosis merupakan gold standard dari pemeriksaan TB. Pemeriksaan biakan

M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara Egg base media

(Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh) atau Agar base media Middle brook.

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat

mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than


10

tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik

dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin

maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang

timbul.9

Keuntungan pemeriksaan kultur / biakan yaitu :

1. Lebih sensitif pada jumlah kuman sedikit

2. Membedakan Tb aktif dan tidak secara pasti

Kerugian pemeriksaan kultur / biakan yaitu

1. Mahal dan fasilitas terbatas

2. Hasil pemeriksaan lama (3-8 minggu)

2.7.2 Pemeriksaan Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan

bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor

cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL),

urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara

Mikroskopik dan biakan.7,9,10

Pemeriksaan mikroskopik biasa dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen dan

Mikroskopik fluoresens dengan pewarnaan auramin-rhodamin. Cara pengambilan

dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut turut atau dengan cara:5,9

1. Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

2. Dahak Pagi ( keesokan harinya )

3. Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :9

1. 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif

2. 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali kemudian bila 1 kali positif, 2 kali

negatif → Mikroskopik positif

3. Bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif


11

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD

(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and

Lung Disease):9

1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan

3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst. Skala Bronkhorst (BR)

adalah:9

1. BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan

2. BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang

3. BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang

4. BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang

5. BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang

2.7.3 Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM

merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan

untuk evaluasi hasil pengobatan.8


12

Gambar 2.4 Alur Diagnosis Pemeriksaan TB Dewasa.8


Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu

dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud

adalah pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler TB dan biakan. Pemeriksaan

TCM digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan pemantauan kemajuan

pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis. Tidak dibenarkan

mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak

selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat


13

menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis. Tidak dibenarkan

mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.8

a. Faskes yang mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB:8

1)Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan TCM, penegakan diagnosis TB pada

terduga TB dilakukan dengan pemeriksaan TCM. Pada kondisi dimana pemeriksaan

TCM tidak memungkinkan (misalnya alat TCM melampui kapasitas pemeriksaan,

alat TCM mengalami kerusakan, dll), penegakan diagnosis TB dilakukan dengan

pemeriksaan mikroskopis.8

2)  Jika terduga TB adalah kelompok terduga TB RO dan terduga TB dengan HIV

positif, harus tetap diupayakan untuk dilakukan penegakan diagnosis TB dengan

TCM TB, dengan cara melakukan rujukan ke layanan tes cepat molekuler terdekat,

baik dengan cara rujukan pasien atau rujukan contoh uji.8

3)  Jumlah contoh uji dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM sebanyak 2

(dua) dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji untuk diperiksa TCM, satu contoh

uji untuk disimpan sementara dan akan diperiksa jika diperlukan (misalnya pada

hasil indeterminate, pada hasil Rif Resistan pada terduga TB yang bukan kriteria

terduga TB RO, pada hasil Rif Resistan untuk selanjutnya dahak dikirim ke

Laboratorium LPA untuk pemeriksaan uji kepekaan Lini- 2 dengan metode cepat).8

4)  Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas cairan

serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan lambung (gastric

lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate).8

5)  Pasien dengan hasil Mtb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari kriteria

terduga TB RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika terdapat perbedaan

hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan tindakan

selanjutnya.8

6)  Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil tetap

sama, berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan uji kepekaan.8

7)  Pengobatan standar TB MDR segera diberikan kepada semua pasien TB RR,

tanpa menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan OAT lini 1 dan lini 2 keluar. Jika
14

hasil resistensi menunjukkan MDR, lanjutkan pengobatan TB MDR. Bila ada

tambahan resistensi terhadap OAT lainnya, pengobatan harus disesuaikan dengan

hasil uji kepekaan OAT.8

8)  Pemeriksaan uji kepekaan menggunakan metode LPA (Line Probe Assay) Lini-2

atau dengan metode konvensional.8

9)  Pengobatan TB pre XDR/ TB XDR menggunakan paduan standar TB pre XDR

atau TB XDR atau menggunakan paduan obat baru.

10)  Pasien dengan hasil TCM M.tb negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks. Jika

gambaran foto toraks mendukung TB dan atas pertimbangan dokter, pasien dapat

didiagnosis sebagai pasien TB terkonfirmasi klinis. Jika gambaran foto toraks tidak

mendukung TB kemungkinan bukan TB, dicari kemungkinan penyebab lain.

Faskes yang tidak mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB :8

1)  Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM,

penegakan diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop.8

2)  Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua) dengan

kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-Sewaktu atau

Sewaktu-Pagi.8

3)  BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil

pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada

pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien

dengan BTA (+).8

4)  BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif.

Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan

diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis

dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan

ditetapkan oleh dokter.8

5)  Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak memilki

akses rujukan (radiologi/TCM/biakan) maka dilakukan pemberian terapi antibiotika

spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih dahulu selama 1-2 minggu. Jika
15

tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antibiotik, pasien perlu dikaji faktor

risiko TB.8

 Diagnosis TB Pada Anak.8

1) Tanda dan gejala klinis

Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB. Gejala khas TB sebagai berikut:8

a)  Batuk ≥ 2 minggu

b)  Demam ≥ 2 minggu

c)  BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya

d)  Lesu atau malaise ≥ 2 minggu.

Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang adekuat.8

Gambar 2.5 Alur Diagnosis Pemeriksaan TB Anak.8


Tabel 2.1 Sistem Skoring pada TB Anak.8
16

2.7.4 Test kulit tuberculin

Test kulit tuberkulin dilakukan dengan penyuntikan purified protein derivate

(PPD) RT 23 2TU secar intradermal sebanyak 0,1 mL pada permukaan volar lengan

bawah. Pembacaan dilakukan setelah 48-72 jam sesudah innjeksi. Dikatakan positif

bila indurasi ≥10 mm pada anakimunokompeten. Sedangkan pada anak

imunodefisiensi seperti pada KEP berat dan infeksi HIV diameter indurasi ≥5 cm

sudah dikatakan positif.9,11

• Deteksi : Mycobacterium complex


17

• Hanya untuk diagnosis anak < 5 tahun

• Digunakan bersama sistem skoring

• kurang spesifik : (+) palsu pada imunisasi BCG

• kurang sensitive : (-) palsu pada malnutrisi

• Tidak bisa mendeteksi TB aktif

Gambar 2.6 Tes Tuberculin.11

2.7.5 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.

Pemeriksaan lain atas indikasi dapat berupa foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan.

Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-

macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB

aktif:9

  Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior

  lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

  Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan


18

  opak berawan atau nodular

  Bayangan bercak milier

  Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

  Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

  Kalsifikasi atau fibrotik

  Kompleks ranke

  Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

2.7.6 Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya

waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.

Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi

kuman tuberkulosis secara lebih cepat.9

1. Polymerase Chain Reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,

termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini

adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,

kendati masih memerluka ketelitian dalam pelaksanaannya.9

2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :6,9

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon

humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam

teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup

lama.6.9

b. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini

menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat


19

yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum

penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM

dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul

perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.6,9

c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang

terjadi.9

d. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji

serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT

tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik

yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38

kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada

membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)

dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 μl diteteskan ke

bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila

serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan

berikatan dengan antigen danmembentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan

positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis

antigen pada membran.9

Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para

klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi

yang terdeteksi. Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan

untuk diagnosis.9

3. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode

radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian

menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
20

dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk

membantu menegakkan diagnosis.9

4. Pemeriksaan Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan

pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi

hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan

kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan

dan glukosa rendah.9

5. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan

trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka,

biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat

pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus).

Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama

pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila

pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan

hasil berupa granuloma dengan perkejuan.9

BAB III

KESIMPULAN
21

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan

banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang

dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries).

Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai

kedaruratan dunia (global emergency).

Dengan mengetahui berbagai hal terkait penyakit tuberkulosis ini seperti

definisi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaanya

diharapkan dapat membantu mengurangi jumlah kasus dan risiko penularan yang

ada saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar, Abbas, Aster. 2014. Robbin And Cotran Pathologic Basis of Disease.

9th Ed. Elsevier. Philadepia


22

2. Adigun,Singh. Tuberculosis. National Library of Medicine (2022).

(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/).

3. WHO. Global Tuberculosis Report. 2022. https://www.who.int/teams/global-

tuberculosis-programme/tb-reports/global-tuberculosis-report-2022

4. Laporan Nasional Kementerian Kesehatan RI. RISKESDAS. Badan

Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. 2018

5. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter

Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta. 2017.

6. Powers AC. Harrison Endocrinology. In: Jameson JL, editor. Diabetes

Mellitus. 2. United States: The McGraw-Hill Companies; 2010.

7. Rieder S, Morse S, Mietzner T. Jawet’z Melnigh & Adelberg Medical

Microbiology. 28th Ed. McGraw-Hill Education. 2019.

8. Permenkes 67 tahun 2016. Penanggulangan Tuberkulosis. 2016

9. Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Diagnosis Dan

Penatalaksaan Tuberculosis Di Indonesia. 2015.

10. Harvey. R, Connelisen C, Fisher D. Microbiology. Lipincott”s Ilustrated

Review.3rd ed. philadelphia. 2013.

11. Karen J. Nelsom ilmu kesehatan anak esensial. Edisi 6. Singapura: Saunder

Elsevier. 2014.

Anda mungkin juga menyukai