Anda di halaman 1dari 11

Nama : ALEXSANDRO NICOLAY PONTOAN

NIM : 211011010013

Program Studi/Jurusan : Kimia

“ SUKU PAMONA YANG MENDIAMI BUMI SINTUWU MAROSO ( KABUPATEN

POSO ) ”

1. Sejarah Suku Pamona

Ahli etnografi Belanda klasik seperti Kruyt dan ahli bahasa Adriani menyebut orang

Pamona sebagai orang Toraja Poso-Tojo atau Toraja Bare’e dan menggolongkannya sebagai

orang Toraja Timur. Nama Pamona dipakai oleh para peneliti asal Sulawesi Tengah sejak tahun

1970-an sebagai pengganti sebutan Toraja Poso atau Toraja Bare’e. Suku bangsa ini mendiami

Kabupaten Poso di Provinsi Sulawesi Tengah yakni di Kecamatan Poso Pesisir, Una-Una,

Wales, Lage, Pamona Utara, Pamona Selatan, Ampana Kota, Ampana Barone, Ulubongka dan

Tojo. Jumlah populasinya sekitar 125.000 jiwa.

Kennedy “1935” membagi orang Pamona “Toraja Timur” ke dalam empat kelompok.

Kelompok pertama berdiam di sekitar Teluk Tomini dan leher jazirah Timur Sulawesi Tengah,

terdiri dari beberapa sub-suku bangsa seperti Orang Lalaeo, Ra’u, Poso dan Wana. Kelompok

kedua berdiam di sekitar Danau Poso yakni sub-suku bangsa Pebato, Lage, Kadambuku, Unda’e,

Payapi, Lamusa, Longken, Buyu, Pu’umboto, Wotu dan Bancea. Kelompok ketiga mendiami

bagian lembah Sungai La’a sebelah hulu dan bagian timur Danau Poso yaitu sub-suku bangsa

Palende, Kalae, Tanandoa, Pada, Pakambia, dan Pu’umnana. Kelompok keempat ialah mereka

yang mendiami bagian hulu Sungai Kalaena dan bagian selatan Danau Poso yaitu sub-suku

bangsa Lampu, Tawi, Laiwono dan Lembo.

2. Asal-Usul Kehidupan Suku Pamona


Asal kata Pamona diambil dari nama bukit bernama Pamona di Tentena, suatu desa di

pesisir utara danau Poso. Bukit tersebut dinamai Pamona karena banyak ditumbuhi pohon

Pamona. Di atas bukit tersebut dibangun sebuah istana kerajaan. Raja yang berkuasa di daerah

tersebut diberi nama Raha Pamona, sesuai dengan nama bukit yang ditumbuhi banyak pohon

Pamona. Pohon ini juga tumbuh di sekitar istana raja. Lama-lama kerajaan ini besar hingga

meliputi negeri yang berada di sekitar danau Poso. Nenek Moyang Suku Pamona berasal dari

dataran Salu Moge (luwu Timur). Karena berada di atas gunung yang jauh dari pusat

pemerintahan, sehingga mereka diturunkan oleh Macoa Bawalipu mendekati pusat

pemerintahan, yaitu di sekitaran wilayah Mangkutana (luwu Timur).

Suku ini menggunakan Bahasa Pamona dalam komunikasinya. Bahasa ini merupakan

rumpun dari bahasa Malayo-Polinesia dan turun ke bahasa Kaili-Pamona. Bahasa Pamona hanya

memiliki ragam lisan saja, tidak memiliki ragam tulisan atau aksara. Tahun 1912 bahasa Pamona

pernah diteliti, dan bahasa ini kemudian disebut dengan bahasa Bare’e. dari hasil penelitian

tersebut, bahasa Pamona sekelompok dengan bahasa Napu, Besoa, dan Ledoni. Penuturan

Bahasa Pamona dipakai oleh sebagian besar suku yang mendiami daerah Poso.

Di Poso Provinsi Sulawesi Tengah, terdapat berbagai macam suku. Namun suku yang

mendominasi wilayah Poso adalah suku Pamona. Makanya, kadang suku Pamona disebut juga

dengan suku Poso atau orang Poso. Padahal suku Poso tidak ada, yang ada hanyalah wilayah

Poso yang didiami oleh sebagian besar suku Pamona. Suku Pamona sebagian besar menganut

agama Kristen. Agama ini masuk daerah sekitar 100 tahun yang lalu dan sampai sekarang

diterima sebagai agama rakyat. Saat ini semua gereja-gereja yang sealiran dengan gereja ini

bernaung dibawah naungan organisasi Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang berpusat di

Tentena, kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.


Seperti halnya dengan suku-suku lain seperti Batak, Toraja dan lainnya, suku Pamona

juga menggunakan marga untuk mengikat kekerabatan satu darah. Misalnya marga Torau,

Awundapu, Banumbu, Bali’e, Baloga, Belala, Betalino, Beto, Botilangi, Bulinde, Bungkundapu,

Bungu, Buntinge, Dike, Dongalemba, Gilirante, Gimbaro, Gugu, Gundo, Kampindo, Kambodji,

Kalembiro, Kalengke, Karape, Karebungu, Kayori, Kayupa, dan masih banyak lagi.

Suku Pamona memiliki pakaian adat yang sangat unik. Sebutan pakaian adat suku asli

Poso adalah Tuana Mahile. Pakaian adat asli Pamona terbuat dari kulit kayu yang di sebut

dengan Kaliken. Tidak sembarang kulit kayu untuk membuat pakaian adat tersebut, mereka

mengambilnya dari pohon-pohon yang berada di sekitar pegunungan dan masih sangat alami.

Pakaian tersebut hanya bisa digunakan pada saat pernikahan dan penyambutan tamu karena hasil

tekstil pakaian tersebut mudah rusak jika terkena air. Namun, seiring dengan berjalannya waktu

pakaian tersebut sudah hampir punah karena untuk pembuatan baju adat tersebut sangat lama.

Sehingga sekarang di gunakan pakaian adat yang terbuat dari kain khusus dan di hiasi dengan

manik-manik yang berwarna-warni.

Tarian adat tradisional Poso yang sangat terkenal yaitu tarian dero. Tarian ini merupakan

tarian suku Pamona. Tarian ini melambangkan sebuah ungkapan sukacita masyarakat Poso

terutama suku Pamona. Tarian ini di laksanakan di tempat yang luas karena seluruh peserta yang

melakukan tarian ini masyarakat itu sendiri tanpa memandang status sosial, umur dan gender.

Tarian ini merupakan tarian massal dan melibatkan seluruh masyarakat. Tarian ini sangat

sederhana dan mudah untuk di pelajari.

Hanya berdampingan dan bergandeng tangan kemudian melakukan hentakan sekali ke

kiri kemudian dua kali ke kanan dan mengikuti alunan lagu yang nyanyikan oleh penari dero.
Alat musik yang di gunakan untuk mengiringi tarian tersebut adalah ganda (seperti gendang) dan

nggongi (gong). Tarian ini sering di lakukan saat acara pernikahan dan acara besar adat lainnya.

3. Bahasa Suku Pamona

Ahli etnolinguistik seperti Adriani mengelompokkan orang Pamona ke dalam kelompok

berbahasa bare’e “ingkar, tidak atau tak” kemudian bahasa mereka lebih dikenal sebagai bahasa

Pamona. Berikut ini merupakan contoh dari Bahasa Suku Pamona beserta arti/terjemahannya

BAHASA PAMONA BAHASA INDONESIA BAHASA INGGRIS

Ja’a Jahat Evil, Bad


Akar Kata
Monco Benar True

Maja’a Rusak, Jahat Spoilt, Damage


Awalan
Kaja’a Kejahatan Crime, Wickedness

Ja’andaya Kemarahan, kerugiannya The anger, The loss

Ja’anya Sayangnya Sadly

Ja’asa Alangkah How


Akhiran
Ja’ati Jahatnya, Dirusaki Evil, Destroyed

Moncoro Bersiaga Alert

Moncou Terayun Swung

Sayangnya ( untuk barang How wasted, What a


Kakaja’ati
yang rusak ) waste
Imbuhan
Sesungguhnya,
Kamonconya Indeed, Actually
Sebenarnya
Ja’a-ja’a Buruk Bad, not good
Sisipan
Monco-monco Sungguh-sungguh Earnest

Ada juga beberapa kata-kata akar yang diklasifikasikan sebagai kata-kata inventif (seperti

contoh sebelumnya yang merupakan bagian dari kata-kata inventif namun tidak diklasifikasikan

sebagai kata-kata inventif) dengan hanya perubahan posisi abjad, sehingga menciptakan makna

lain. Sebagai contoh:

BAHASA PAMONA BAHASA INDONESIA BAHASA INGGRIS

Soe Ayun Swing

Soa Kosong Empty

Sue Mencontoh Imitate

Sia Sobek Torn

Sou, Sau Turunkan Lower down

Sua Masuk Enter

Seo Sobek (karena lapuk) Worn out

Bahasa Pamona termasuk unik karena memiliki banyak fase suku kata yang bisa diputar

untuk membentuk arti yang berbeda, misalnya:

BAHASA PAMONA BAHASA INDONESIA BAHASA INGGRIS

Mekaju Mencari kayu bakar Finding firewood

Mokuja Sedang berbuat apa? What are you doing?

Makuja Bertanya mengenai jenis Inquiring the gender of a


kelamin bayi yang baru lahir newborn baby

Bunyi teriakan riuh seperti


Makijo Sound of a primate shouting
suara monyet

Koyo Usung Stretcher

Kuya Jahe Ginger

Usungan yang terbuat dari A sort of stretcher made of


Kayu
pelepah rumbia sago palm leaves

Simpul tali berkali-kali pada Weaving of knots into a form


Koyu
suatu rentang tali of a rope

Lio Wajah Face

Lou Ayun badan kebawah Swinging downwards

Berada di tempat yang lebih


Lau Located at lower lands
rendah

Lua Muntah Vomit

Loe Jinjing Tote

Liu Lewat Late

4. Mata Pencaharian Suku Pamona

Mata pencaharian utama masyarakat ini ialah pertanian di ladang tebang bakar dan

berpindah, walaupun sebagian sudah ada pula yang bercocok tanam menetap di sawah dan

kebun. Tanaman utamanya ialah padi, disamping jagung, sayur-mayur dan palawija. Pada masa

sekarang mereka semakin tertarik kepada pertanian menetap, terutama sejak diperkenalkannya
tanaman komoditi seperti cengkeh dan kopi. Sebagian anggota masyarakatnya masih memiliki

mata pencaharian sebagai peramu hasil hutan dan berburu binatang liar.

5. Kekerabatan Suku Pamona

Prinsip hubungan kekerabatan orang Pamona pada dasarnya bilateral, pasangan keluarga

baru biasanya tinggal di lingkungan rumah pihak isteri, sampai mereka mempunyai anak pertama

dan sudah merasa sanggup untuk berdiri sendiri.

6. Agama Dan Kepercayaan Suku Pamona

Pada masa sekarang orang Pamona sudah memeluk agama Islam atau Kristen. Sistem

kepercayaan asli mereka bersifat animisme dan mempercayai adanya dewa-dewa “pue” yang

mempengaruhi alam dan kehidupan. Tokoh dewa yang paling mereka segani ialah Pue

N’Palaburu yaitu dewa pencipta alam yang berdiam di tempat matahari terbit dan terbenam,

karena itu juga dikenal sebagai Dewa Matahari.

Tokoh dewa yang sering dimintai pertolongan dalam pengobatan penyakit karena

gangguan roh jahat ialah Pue Ni Songi. Dewa yang sering pula dihubungi untuk berbagai

upacara keagamaan ialah Wurake. Selain dewa-dewa kekuatan adikodrati lain mereka anggap

berasal dari roh-roh nenek moyang.

Kekuatan makhluk gaib itu hanya bisa dihubungi dengan perantaraan para syaman. Roh

para leluhur perlu diberi sesajian dalam setiap tahap proses perputaran lingkaran hidup, serta

untuk meminta perlindungan agar jangan diganggu oleh makhluk jadi-jadian yang disebut tau

mepongko.

7. Kebudayaan Suku Pamona


 Musik

Secara tradisional, suku Pamona memiliki gaya musik dalam bentuk kata yang

diucapkan. Salah satu contoh dari gaya musik yang sering dinyanyikan di antara rakyat desa

pada tahun 1940-an

 Tarian

Tarian Dero, atau modero merupakan tarian populer di kalangan Suku Pamona. Tarian ini

diadakan pada pesta-pesta rakyat. Biasanya dilakukan oleh orang-orang muda. Tarian melingkar

dilakukan dengan saling bergandengan tangan, sambil berbalas pantun diringi musik ceria.

Beberapa daerah di Palu melarang kegiatan tarian dero atau modero karena sering menjadi

pemicu perkelahian antar pemuda yang saling berebut perhatian gadis-gadis. Tarian Dero,

dibedakan atas tiga macam gerakan dan langkah kaki sesuai dengan ritme musik. Yang pertama

disebut dengan ende ntonggola, melangkahkan kaki kekanan dua langkah, selangkah ke belakang

dan seterusnya berulang.

Ditarikan saat menyambut bulan purnama, di mana waktu mulai persiapan lahan

menunggu waktu bercocok. Waktu bercocok tanam adalah saat bulan mulai gelap. Gerakan tari

yang berikutnya disebut dengan ende ngkoyoe atau ende ntoroli, yaitu dua langkah kekanan dan

selangkah kekiri. Gerakan ini dilakukan saat mengantar panen, perayaan hari besar atau pesta.

Gerakan tari yang terakhir disebut ende ada (adat), yang ditampilkan untuk penyambutan hari-

hari adat atau perayaan.

Gerakannya sama dengan ende ntoroli, perbedannya terletak pada tangan para penari

yang tidak bergandengan atau berpegangan. Tarian Dero juga berfungsi sebagai sarana hubungan

sepasang kekasih di depan umum, kecuali untuk tari Raego yang agak kental dengan budaya dan

tidak terkait dengan hubungan sepasang kekasih.


 Sosial

Orang-orang Pamona hidup dalam permukiman memanjang yang tersebar di puncak

bukit sepanjang lembah Sungai Poso yang dibentengi dari serangan musuh. Kehidupan sehari-

hari dijalani dengan cara kepemimpinan bersama melalui konsensus yang mengizinkan

Kabosenya—seorang pemimpin suku atau komunitas, bertindak sebagai wakil untuk

bernegosiasi dengan komunitas lain, memimpin perang antarsuku, ekspedisi berburu kepala dan

penangkapan budak, mengatur perayaan suku, dan kegiatan lainnya. Unjuk hegemoni seperti

perebutan wilayah, perburuan budak dan kulit kepala, persaingan dagang dan sejenisnya memicu

rivalitas dan semakin memperlebar jarak antarsuku yang terlibat. Permukiman di puncak bukit

pun semakin sukar untuk diserang karena dibentengi dengan kuat.

Sistem pertanian yang dilakukan orang-orang Pamona pada masa lampau adalah

perladangan berpindah. Beras dan jagung adalah tanaman produksi utama dalam sistem ini dan

para petani Pamona biasanya memperdagangkan hasil hutan seperti damar kepada para pedagang

Tionghoa atau Muslim di pesisir pantai. Hasil dagang digunakan untuk memperoleh pakaian,

gula, perhiasan, senjata, dan barang lainnya. Pakaian adalah barang yang umumnya dijadikan

saran tukar-menukar antar suku.

8. Adat Istiadat Suku Pamona

Tradisi yang paling sering dijumpai pada suku Pamona ialah tradisi Katiana , yaitu

upacara selamatan kandungan pada masa hamil yang pertama seorang ibu. Upacara Katiana ini

biasanya dilakukan apabila kandungan itu sudah berumur 6 atau 7 bulan, saat kandungan dalam

perut sang ibu sudah mulai membesar. Maksud penyelenggaraan upacara Katiana ini adalah

untuk memohon keselamatan ibu, rumah tangga, dan khususnya keselamatan bayi di dalam
kandungan. Dengan upacara ini, bayi di dalam kandungan diharapkan dapat tumbuh subur,

sempurna, dan tidak banyak mengganggu kesehatan sang ibu. Secara psikologis, upacara ini

memberikan pegangan bagi sang ibu dan seluruh sanak kerabat agar tetap tabah dan kuat

menghadapi hal-hal yang cukup kritis dalam kurun waktu 9 bulan masa kehamilan.

Lalu tradisi “ Padungku ” yaitu,ucapan syukur setelah panen.Setelah panen masyarakat

Pamona selalu mengadakan ucapan syukur atas berkat kesuksesan yang di berikan Tuhan Yesus.

Meskipun masyarakat Pamona sebagian besar bukan petani tetapi harus mengadakan ucapan

syukur tersebut dan ucapan syukur tersebut di laksanakan di gereja dan setelah ibadah ucapan

syukur setiap orang bisa berkunjung satu sama lain. Tanpa pengecualian kepada siapa saja akan

berkunjung karena acara tersebut di buat setahun sekali. Makanannya enak-enak kalau acara

besar seperti ini.

Selanjutnya adat perkawinan yang di gunakan untuk mengatur mas kawin yang di

tanggung oleh mempelai laki-laki yang akan di serahkan kepada orang tua mempelai perempuan,

mas kawin tersebut sering di sebut dengan “Sampapitu”. Nah, dalam melaksanakan adat

perkawinan tersebut masih ada sampai sekarang tradisi gotong royong atau membantu dalam

perkawinan yang biasanya di sebut dengan “Posintuwu”. Bantuan yang di berikan berupa

bahan-bahan makanan, tenaga, uang dan sebagainya. Wujud bantuan seperti itu atau Posintuwu

akan terus ada karena setiap orang yang sudah di beri Posintuwu akan membalasnya di kemudian

hari jika pemberi suatu hari mengadakan pernikahan.

Ada lagi upacara pemindahan mayat yang disebut dengan Ndatabe. Jenazah tersebut

disimpan pada tambea (tempat penyimpanan jenazah) sampai menjadi tulang belulang yang

bersih dan letaknya agak jauh terpisah dari penduduk. Bila jenazah tersebut tinggal tulang

belulang, diadakan upacara Mompemate (memindahkan tulang belutang tersebut ke gua-gua).


Itulah penjelasan mengenai Keberadaan Suku Pamona di Kabupaten Poso, Provinsi

Sulawesi Tengah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penilai, Terima

Kasih, dan Salam Sehat

Anda mungkin juga menyukai