Anda di halaman 1dari 15

Nama : ALEXSANDRO NICOLAY PONTOAN

NIM : 211011010013

Program Studi/Jurusan : Kimia

“ GAMBARAN DAERAH KABUPATEN POSO ”

1. Sejarah Singkat Kabupaten Poso

Pada mulanya penduduk yang mendiami daerah Poso berada di bawah kekuasaan

Pemerintah Raja-Raja yang terdiri dari Raja Poso, Raja Napu, Raja Mori, Raja Tojo, Raja Una

Una dan Raja Bungku yang satu sama lain tidak ada hubungannya.

Keenam wilayah kerajaan tersebut di bawah pengaruh tiga kerajaan, yakni: Wilayah

Bagian Selatan tunduk kepada Kerajaan Luwu yang berkedudukan di Palopo, sedangkan

Wilayah Bagian Utara tunduk di bawah pengaruh Raja Sigi yang berkedudukan di Sigi (Daerah

Kabupaten Donggala) dan khusus wilayah bagian Timur, yakni daerah Bungku termasuk daerah

kepulauan tunduk kepada Raja Ternate.

Sejak tahun 1880 Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Bagian Utara mulai menguasai

Sulawesi Tengah dan secara berangsur-angsur berusaha untuk melepaskan pengaruh Raja Luwu

dan Raja Sigi di daerah Poso.

 Masa Pendudukan Belanda

Pada 1918, seluruh wilayah Sulawesi Tengah dalam lingkungan Kabupaten Poso yang

ketika itu telah dikuasai oleh Hindia Belanda dan mulailah disusun pemerintah sipil. Kemudian

oleh Pemerintah Belanda wilayah Poso dalam tahun 1905-1918 terbagi dalam dua kekuasaan

pemerintah, sebagian masuk wilayah Keresidenan Manado, yakni Onderafdeeling (kewedanan)

Kolonodale dan Bungku, sedangkan kedudukan raja-raja dan wilayah kekuasaanya tetap

dipertahankan dengan sebutan Self Bestuure-Gabieden (wilayah kerajaan) berpegang pada


peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda yang disebut Self Bestuure atau Peraturan

Adat Kerajaan (hukum adat).

Pada 1919 seluruh wilayah Poso digabungkan dialihkan dalam wilayah Keresidenan

Manado di mana Sulawesi tengah terbagi dalam dua wilayah yang disebut Afdeeling, yaitu:

Afdeeling Donggala dengan ibu kotanya Donggala dan Afdeeling Poso dengan ibu kotanya kota

Poso yang dipimpin oleh masing-masing Asisten Residen.

Sejak 2 Desember 1948, Daerah Otonom Sulawesi Tengah terbentuk, meliputi Afdeeling

Donggala dan Afdeeling Poso dengan ibu kotanya Poso yang terdiri dari tiga wilayah Onder

Afdeeling Chef atau lazimnya disebut pada waktu itu Kontroleur atau Hoofd Van Poltselyk

Bestuure (HPB).

 Distrik Sulawesi Tengah

Ketiga Onder Afdeeling ini meliputi beberapa Landschap dan terbagi dengan beberapa

distrik, yakni:

 Onder Afdeeling Poso, meliputi: Landschap Poso Lage berkedudukan di Poso,

Landschap Lore berkedudukan di Wanga, Landschap Tojo berkedudukan di Ampana,

Landschap Una-una berkedudukan di Ampana.

 Onder Afdeeling Bungku dan Mori, meliputi: Landschap Bungku berkedudukan di

Bungku, Landschap Mori berkedudukan di Mori.

 Onder Afdeeling Luwuk, meliputi: Landschap Banggai berkedudukan di Luwuk.

 Onder Afdeeling Donggala.

 Onder Afdeeling Palu.

 Onder Afdeeling Toli Toli.

 Onder Afdeeling Parigi.


Pada tahun 1949, setelah realisasi pembentukan Daerah Otonom Sulawesi Tengah disusul

dengan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Sulawesi Tengah. Pembentukan Daerah

Otonom Sulawesi Tengah merupakan tindak lanjut dari hasil Muktamar Raja-Raja se-Sulawesi

Tengah pada tanggal 13-14 Oktober 1948 di Parigi yang mencetuskan suara rakyat se-Sulawesi

Tengah agar dalam lingkungan Pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT). Sul-Teng dapat

berdiri sendiri dan ditetapkan bapak Rajawali Pusadan Ketua Dewan Raja-Raja sebagai Kepala

Daerah Otonom Sulawesi Tengah.

 Daerah Otonom

Selanjutnya, dengan melalui beberapa tahapan, Sulawesi Tengah melalui Dewan

Perwakilan Rakyat Sulawesi Tengah yang dipimpin oleh A.Y. Binol pada tahun 1952

dikeluarkan PP No. 33 Tahun 1952 tentang pembentukan Daerah Otonom Sulawesi Tengah yang

terdiri dari Onder Afdeeling Poso, Luwuk Banggai dan Kolonodale dengan ibu kotanya Poso dan

daerah Otonom Donggala meliputi Onder Afdeeling Donggala, Palu, Parigi dan Toli Toli dengan

ibu kotanya Palu.

Pada tahun 1959 berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959 Daerah Otonom Poso dipecah

menjadi dua daerah kabupaten, yakni Kabupaten Poso dengan ibu kotanya Poso dan Kabupaten

Banggai dengan ibu kotanya Luwuk.

2. Geografi Kabupaten Poso

Batas Wilayah

Utara Teluk Tomini dan Kabupaten Parigi Moutong

Timur Kabupaten Tojo Una-Una dan Kabupaten

Morowali Utara

Selatan Provinsi Sulawesi Selatan


Barat Kabupaten Sigi

3. Demografi Kabupaten Poso

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Poso 2020, penduduknya berjumlah

256.393 jiwa, dengan kepadatan 36,05 jiwa/km². Penduduk kabupaten Poso terdiri dari

bermacam suku bangsa, sehingga termasuk sebagai kabupaten yang multikultural di Indonesia.

Penduduknya juga cukup beragam dalam keagamaan. Data dari Kementerian Agama tahun 2020,

sekitar 60,80% ( 151.261 jiwa ) memeluk agama Kristen, dimana Protestan 59,45% ( 147.899

jiwa ) dan Katolik 1,35% ( 3.362 jiwa ). Kemudian Islam berjumlah 33,60% ( 83.597 jiwa ),

kemudian Hindu 5,60% ( 13.937 jiwa ) dan sebagian kecil beragama Buddha tidak sampai 0,01%

( 4 jiwa ).

Suku Bangsa di Kabupaten Poso pun beragam. Suku asli asal Poso, yaitu: Suku Pamona,

Suku Wana, Suku Napu, dan Suku Bada. Sedangkan Suku Pendatang/Bukan Suku Asli Poso,

yaitu : Suku Bugis, Suku Jawa, Suku Minahasa, Suku Tionghoa, dll

4. Tradisi PADUNGKU ( Pengucapan Syukur ) di Kabupaten Poso

Jika di Provinsi Sulawesi Utara, ada Hari Raya Pengucapan Syukur, maka di Poso pun

ada hari raya seperti itu, yaitu Padungku. Padungku hanya dirayakan 1 kali dalam 1 tahun.

Padungku sebenarnya berasal dari bahasa Pamona yang berarti semua sudah rapi, sudah

tertib,sudah tuntas. Hal ini disimbolkan dengan dua hal: pertama, padi sudah tersimpan di

lumbung. Kedua, alat pembajak sudah dibersihkan dan ditempatkan di bawah rumah (kolong

rumah). Ketika kedua hal tersebut sudah dilakukan oleh seluruh petani di satu desa maka

diadakan pesta bersama yang disebut mo padungku.


Dalam mo padungku, semua petani mengolah padi yang mereka panen dan simpan,

terutama padi pertama yang dipanen dan disimpan di lumbung. Hasil olahan itu dimakan

bersama-sama dengan seluruh warga desa melalui molimbu. Molimbu adalah kegiatan makan

bersama dimana seluruh penduduk membawa makanan masing-masing dari rumah mereka dan

saling membagikan makanan untuk dimakan bersama-sama di Lobo atau baruga desa (balai

desa). Nasi bambu adalah nasi khas yang menjadi olahan wajib saat Padungku.

Jika masa Padungku datang, maka seluruh warga desa sejak seminggu sebelum masa itu

akan sibuk mempersiapkan diri, mulai dari mencari dedaunan, bambu, kayu api, mempersiapkan

beras terbaik termasuk menghubungi sanak saudara di wilayah lain untuk datang berramai-ramai.

Malam sebelum hari Padungku, seluruh desa akan dikepun asap pembakaran nasi bambu

dimana-mana, juga teriakan gembira bersahut-sahutan, para pria dan wanita berkumpul di

rumah-rumah bernyanyi-nyanyi sambil menyiapkan makanan untuk keesokan harinya.

Saat Padungku tiba, jalanan di desa juga kota akan ramai melebihi ramainya pada masa

hari raya keagamaan. Motor, mobil hilir mudik juga yang berjalan memenuhi desa. Setiap rumah

pasti dikunjungi, setiap rumah dipenuhi keluarga dari jauh, setiap rumah penuh gelak tawa,

nyanyian dan gurauan diselingi tari-tarian. Di seluruh isi desa. Yang ada adalah kekeluargaan.

Muslim, Kristen, Hindu, semuanya.Ini pesta syukur atas panen yang dihasilkan, atas kerja yang

dicapai oleh para petani. Petani? Ternyata bukan hanya petani, namun oleh semua orang Poso

yang merayakannya. Demikian makna Padungku saat ini.

Pada malam hari di desa dimana diadakan Padungku akan dibuat tarian bersama, yaitu

dero. Dero adalah Tarian melingkar dilakukan dengan saling bergandengan tangan, sambil

berbalas pantun diringi musik ceria. Biasanya, dero dilakukan di rumah-rumah tertentu atau

diadakan bersama di balai desa dengan menggunakan alat musik yang sudah disewa (tentang
perubahan Dero akan dibahas dilain waktu). Singkatnya, Padungku menggambarkan pesta

setelah panen raya yang bisa diadakan seluruh warga di desa, dimana seluruh warga dari desa-

desa lain bisa berkunjung dan memenuhi rumah-rumah untuk bersilahturahmi dan makan

bersama.

Jadi, jika mendengar kata Padungku. Imajinasi masyarakat Poso langsung terkait pada

hari raya pasca panen dan nasi bambu yang menjadi makanan khas Padungku. Hanya saja,

makna ucapan syukur pasca panen, dimana tanah telah memberikan hasil untuk dimakan dan

karenanya tanah harus selalu dijaga, dan dilindungi agar mendapatkan nilai perjuangannya dan

terutama hasil panen yang melimpah. Karena setelah Hari Raya Padungku, para Petani akan

kembali Bertani di Ladang dan menunggu panen pada Tahun selanjutnya.

Namun, Padungku saat ini menjadi berbeda maknanya dan berbeda nuansanya. Padungku

diadopsi oleh gereja menjadi pesta ucapan syukur yang tidak saja bagi petani namun juga bagi

semua jenis pekerjaan lain. Sejak tahun 2000an praktis tidak lagi diselenggarakan Molimbu

( makan bersama di Kebun ), sebaliknya pesta panen raya dilakukan di rumah masing-masing

penduduk.

5. Konflik atau Masalah yang terjadi Kabupaten Poso

 Penjelasan

Dalam keunikan budaya atau adat istiadat Masyarakat Poso pasti tidak terlepas dari

konflik ataupun permasalahan. Ada cukup banyak konflik yang terjadi di Kabupaten Poso,

terutama Terorisme. Permasalahan tentang terorisme di Poso, hampir setiap tahun terdengar.

Beberapa contoh kasus terorisme di Poso, adalah sebagai berikut :

 Kerusuhan Poso yang terjadi Pada Perayaan Natal Kristen ( 25 Desember 1998 – 20

Desember 2000 )
Kerusuhan Poso atau konflik komunal Poso, adalah sebutan bagi serangkaian kerusuhan

yang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia. Peristiwa ini awalnya bermula dari

bentrokan kecil antarkelompok pemuda sebelum berkembang menjadi kerusuhan bernuansa

agama. Beberapa faktor berkontribusi terhadap pecahnya kekerasan, termasuk persaingan

ekonomi antara penduduk asli Poso yang mayoritas beragama Kristen dengan para pendatang

seperti pedagang-pedagang Bugis dan transmigran dari Jawa yang memeluk Islam,

ketidakstabilan politik dan ekonomi menyusul jatuhnya Orde Baru, persaingan antarpejabat

pemerintah daerah mengenai posisi birokrasi, dan pembagian kekuasaan tingkat kabupaten

antara pihak Kristen dan Islam yang tidak seimbang. Situasi dan kondisi yang tidak stabil,

dikombinasikan dengan penegakan hukum yang lemah, menciptakan lingkungan yang

menjanjikan untuk terjadinya kekerasan.

Kerusuhan ini umumnya terbagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama berlangsung

pada bulan Desember 1998, kemudian berlanjut ke tahap kedua yang terjadi pada bulan April

2000, dan yang terbesar terjadi pada bulan Mei hingga Juni 2000. Tahap pertama dan kedua

berawal dari serangkaian bentrokan antara kelompok pemuda Islam dan Kristen. Tahap ketiga

yang terjadi pada bulan Mei 2000, secara luas dianggap sebagai periode kekerasan terburuk

dalam hal kerusakan dan jumlah korban. Tahap tersebut merupakan ajang balas dendam oleh

pihak Kristen setelah dua tahap sebelumnya yang sebagian besar didominasi oleh serangan dari

pihak Muslim, dan berlangsung sampai bulan Juli 2000. Tahap ketiga ini memuncak dalam

sebuah peristiwa pembantaian di sebuah pesantren yang terjadi di Desa Sintuwulemba yang

mayoritas penduduknya Islam. Dalam tahap ketiga ini, ratusan orang jatuh menjadi korban,

umumnya dari pihak Muslim.


Pada tanggal 20 Desember 2001, Deklarasi Malino ditandatangani antara kedua belah

pihak yang bertikai di Malino, Sulawesi Selatan, dan diinisiasi oleh Jusuf Kalla. Meski

dampaknya tidak begitu terlihat, kesepakatan tersebut sedikitnya mampu mengurangi kekerasan

frontal secara bertahap, dan angka kriminal mulai menurun dalam kurun waktu beberapa tahun

sesudah kerusuhan.

 Pengeboman Pasar Tentena ( 28 Mei 2005 )

Pengeboman pasar Tentena 2005 terjadi pada tanggal 28 Mei 2005 di Tentena,

Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia. Dua alat peledak improvisasi, yang diatur untuk

meledak dalam jangka waktu 15 menit, diledakkan pada pagi hari di sebuah pasar di pusat kota

Tentena, menewaskan 22 orang dan melukai setidaknya 40 lainnya. Korban tewas termasuk

seorang pendeta Kristen dan seorang anak laki-laki berusia 3 tahun. Beberapa militan Islam

kemudian dikenai dan dijatuhi hukuman penjara pada tahun 2007 dan 2010 karena peran mereka

dalam mengorganisir pengeboman tersebut, di antara serangan lainnya di wilayah Poso.

Ledakan bom tersebut dikaitkan dengan konflik sektarian antara Muslim dan Kristen di

Poso yang menewaskan setidaknya 577 orang dan menyebabkan 86.000 lainnya mengungsi

dalam periode tiga tahun sebelum gencatan senjata yang disponsori pemerintah disepakati pada

bulan Desember 2001. Mereka yang dihukum karena kejahatan yang berkaitan dengan konflik

menyebut bahwa ini adalah upaya balas dendam atas kekejaman sebelumnya yang dilakukan

terhadap komunitas Muslim di Poso. Pengeboman ini dilakukan tepat pada hari peringatan lima

tahun pembantaian 165 orang Muslim di desa Sintuwulemba, Kabupaten Poso.

Perangkat bom pertama diledakkan sekitar pukul 08.15 pagi. Menurut para saksi, banyak

orang yang datang untuk membantu mereka yang terluka dalam ledakan pertama, terbunuh oleh

ledakan kedua yang lebih besar yang menyebabkan kawah setinggi 3 kaki. Ledakan tersebut
meratakan stan-stan makanan dan juga merusak sebuah bank, sebuah gereja Kristen dan sebuah

kantor polisi di pusat kota Tentena. Kapolres Poso mengumumkan bom lain yang belum meledak

kemudian ditemukan di luar sebuah gereja di dekatnya.

The Jakarta Post pada awalnya melaporkan 27 orang tewas dalam serangan tersebut,

merujuk pada informasi yang diberikan oleh relawan di Rumah Sakit Umum Sinar Kasih

Tentena, namun jumlah korban direvisi dan turun menjadi 22. Seorang dokter gigi yang menjadi

relawan di rumah sakit yang sama menyatakan bahwa sekitar 57 warga yang terluka telah

dirawat di rumah sakit, dan menggambarkan bahwa "banyak orang menderita luka di organ

dalam mereka," dan memperkirakan sekitar 20 penduduk setempat telah terluka parah.

Melalui pengadilan yang dilaksanakan untuk seorang tokoh agama —Eko Budi Wardoyo

— yang dihukum karena membiayai serangan tersebut, kemudian diketahui bahwa empat militan

telah dibagi menjadi dua kelompok untuk menanam perangkat bom di dalam daging dan bagian

produksi di pasar kota yang didominasi Kristen ini. Ardin Djanatu dan Amril Ngiode membawa

dan menanam satu bom. Sedangkan rekan mereka Syaiful Anam, menanam bom lain di dekatnya

- di depan pasar - dan penghitung waktu untuk kedua perangkat bom diatur untuk meledak

dengan jangka waktu 15 menit.

Ngiode menjelaskan bahwa bom tersebut dibuat dari TNT ( Trinitrotoluena ) dan

belerang, dengan sejumlah besar besi ditambahkan untuk menciptakan pecahan peluru. Satu

senjata telah disembunyikan di dalam kotak kardus dan dikirim ke pasar dengan membawa

kantong plastik hitam yang disamarkan dengan sayuran. Ngiode juga menjelaskan ke pengadilan

bahwa target mereka pada awalnya adalah sebuah sekolah Katolik yang bersebelahan dengan

pasar Tentena, namun selama survei mereka, para tersangka teroris mendapati bahwa pasar lebih

ramai dan padat.


 Pengeboman disamping Pos Polisi Kasintuwu, Poso Kota Utara ( 22 Oktober 2012 )

Ledakan Bom di belakang Pos Lantas SMAKER, Kelurahan Kasintuwu, Kecamatan Poso

Kota, Pada Senin (22/10/2012) sekitar pukul 06.15. Peristiwa itu mengakibatkan seorang anggota

Lalu Lintas Polres Poso bernama Briptu Rusliadi mengalami luka ringan pada tangan kiri dan

luka robek pada ibu jari tangan sebelah kanan.

Tak hanya itu, korban juga mengalami luka robek pada bagian bokong sebelah kanan.

Selain Rusliadi, sekuriti BRI atas nama Akbar (21) juga ikut menjadi korban akibat ledakan

tersebut. Akbar mengalami luka robek pada lengan sebelah kanan dan bagian paha sebelah

kanan. Kedua korban saat ini dirawat di Rumah Sakit Poso.

Luka yang dialami korban diduga akibat terkena serpihan gotri yang ada di dalam bom

tersebut. Peristiwa ledakan itu berawal ketika Akbar sedang melintas di dekat Pos Polisi

SMAKER, lalu tiba-tiba ia mendengar suara ledakan kecil dari balik belakang pos tersebut.

Mendengar ada ledakan, ia kemudian melihat lokasi ledakan yang ada di samping pos bagian

belakang sebelah kiri. Dan, saat itu juga ia melihat jendela kaca pos hancur dan ditemukan

sebuah handphone merek Samsung.

Kemudian, selang beberapa menit setelah ledakan pertama, terjadi ledakan susulan yang

mengakibatkan Akbar dan anggota Lantas yang berada di lokasi mengalami luka-luka. Sejumlah

warga yang mengetahui kejadian itu langsung menyelamatkan korban dan membawanya ke

rumah sakit.

Tim Gegana dan Tim Identifikasi Polda Sulteng sudah berada di lokasi kejadian untuk

melakukan penyisiran dan memeriksa serpihan dan bahan-bahan peledak di pos polisi tersebut.

 Bom Polres Poso 2013 ( 3 Juni 2013 )


Bom Polres Poso 2013 terjadi pada tanggal 3 Juni 2013 di Poso, Kabupaten Poso,

Sulawesi Tengah, Indonesia. Ledakan bom terjadi pada pukul 08.03 WITA di antara pos jaga

dan masjid Mapolres Poso. Ledakan bom terjadi dua kali, membuat tubuh pelaku dan motor yang

dikendarainya hancur. Ledakan ini menewaskan pelaku, dan melukai 1 orang pekerja bangunan.

Pada pukul 8:03 WITA, seseorang yang tidak dikenal mulai memasuki wilayah Mapolres

Poso dengan menggunakan sepeda motor bermerek Yamaha Jupiter. Ia sempat ditegur oleh

petugas, tetapi terus melintasi pos penjagaan. Tidak lama kemudian, terdengar ledakan kecil dan

diikuti dengan ledakan besar yang menghancurkan tubuh orang tersebut. Seorang pekerja

bangunan yang kebetulan berada tidak terlalu jauh dari TKP, mengalami luka-luka. Pelaku

diduga menargetkan kerumunan polisi yang sedang berkumpul sehabis apel pagi di Mapolres

tersebut. Namun, sebelum mencapai targetnya, ia sudah meledakkan bom yang menempel di

badannya.

Polisi menyelidiki tipe bom yang digunakan pelaku, dan hasil temuan awal mengungkap

ditemukannya serpihan tupperware. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Irjen. Pol.

Suhardi Alius, menyebutkan bahwa tidak ada kerusakan berarti pada bagian wajah pelaku

sehingga proses identifikasi pelaku diharapkan bisa segera dilakukan. Menurut Kepala Biro

Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen. Pol. Boy Rafli Amar, jenazah pelaku diberangkatkan

melalui jalur darat menuju ke Rumah Sakit Bhayangkara Palu, sekitar pukul 13.00 WITA. Pada

saat yang sama, Mabes Polri mengirimkan tim ahli DNA ke Palu untuk membantu mengungkap

identitas pelaku bom bunuh diri.

Sehari setelah ledakan, Polres Poso merilis foto wajah pelaku bom bunuh diri. Foto itu

kemudian ditempelkan di tempat-tempat umum serta Polsek di seluruh Kabupaten Poso dengan

harapan agar masyarakat dapat memberikan informasi atau setidaknya mengetahui identitas
pelaku. Pada tanggal 12 Juni 2013, muncul dugaan bahwa identitas pelaku adalah seorang warga

dari Desa Labuan, Kecamatan Lage bernama Wawan. Dugaan ini muncul karena adanya

beberapa pihak yang mengklaim sebagai orang tua dan anak Wawan. Mereka menyampaikan

bahwa Wawan dalam beberapa hari terakhir tidak pernah pulang, dan bahwa ia memiliki ciri-ciri

yang sama dengan sketsa wajah yang dirilis oleh kepolisian beberapa hari sebelumnya. Mereka

kemudian melakukan proses tes DNA, meskipun klaim ini tidak terbukti.

Pada tanggal 18 Juni 2013, Mabes Polri berhasil mengidentifikasi identitas pelaku. Ia

bernama Zaenul Arifin alias Arif Petak, asal Lamongan, Jawa Timur. Kepala Bagian Penerangan

Umum Polri Kombes. Pol. Agus Rianto menyebutkan bahwa identitasnya diketahui setelah hasil

tes DNA dinyatakan cocok dengan ibu kandungnya, Jumaroh. Sebelumnya, ada beberapa

keluarga yang menyatakan bahwa mereka memiliki hubungan dengan pelaku. Hasil tes DNA

untuk mereka terbukti negatif, dan hanya Jumaroh yang dinyatakan positif dan terbukti sebagai

ibu kandung Arif. Jenazah Arif dimakamkan pada tanggal 25 Juni 2013 di Kelurahan Blimbing,

Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, dengan pengawalan ketat oleh aparat kepolisian.

Pada tanggal 10 dan 11 Desember 2014, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri

menangkap dua orang yang diduga terkait dengan kasus bom bunuh diri Zaenul Arifin alias Arif

Petak di Polres Poso pada pertengahan 2013. Kombes. Pol. Agus Rianto menjelaskan bahwa

kedua terduga teroris yang dimaksud adalah Ahmad Wahyono alias Yono Adem dan Farid

Ma'ruf alias Farid Tinombo. Mereka berdua diduga berperan sebagai perakit bom dan pemasok

logistik kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso di pegunungan Poso Pesisir

bersaudara.

 Penembakan Seorang Aparat Polisi di PolRes Poso yang dilakukan oleh Teroris ( 15

April 2020 )
Penyerangan dua anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan

Ali Kalora terhadap personel kepolisian di Poso, Sulawesi Tengah, terjadi pada Rabu

(15/4/2020). Kedua pelaku sempat menyambangi bank tempat anggota kepolisian tersebut

bertugas. Namun, keduanya meninggalkan bank tersebut karena polisi yang dicari tidak ada.

Sebelumnya itu sudah ada pelaku tersebut datang ke bank itu mencari anggota. Ternyata tidak

ada dua OTK (orang tidak dikenal) ini kemudian kembali, keluar dari lokasi bank. Kedua pelaku

kembali memasuki area bank dengan berboncengan di sepeda motor. Salah satu pelaku

melepaskan tembakan dari arah belakang polisi yang baru membuka helmnya itu. Kemudian dua

orang itu (pelaku) ini datang dengan menggunakan motor juga dan langsung menembak anggota

dari belakang. Yang terkena adalah di dada sebelah kanan. Anggota kepolisian tersebut sempat

dipukul pelaku. Pelaku, kata dia, juga mencoba merebut senjata anggota. Setelah itu, ada teriakan

anggota yang lain akhirnya pelaku lari. Beberapa jam setelah kejadian, kedua pelaku ditangkap.

Namun, polisi melumpuhkan keduanya hinggga tewas karena mencoba melawan. Mereka

tertangkap dan masih melakukan perlawanan sehingga pihak kepolisian melumpuhkan hingga

mereka meninggal dunia.

Kedua pelaku diketahui terdiri dari Muis Fahron alias Abdullah dan Ali alias Darwin

Gobel. Kedua anggota kelompok MIT tersebut sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Kini, polisi yang menderita luka tembak tersebut sedang menjalani perawatan. Menurut

keterangan pihak kepolisian, kondisinya stabil.

 Simpulan dan Pencegahan

Itulah penjelasan mengenai konflik yang terjadi di Poso. Masalah-masalah seperti itulah

yang membuat Bangsa Indonesia mudah terpecah-belah dan hidup dalam rasa ketakutan karena

ancaman terus-menerus datang, akibatnya Ketahanan Nasional Indonesia menjadi berkurang


dan Integrasi Nasional Bangsa Indonesia tidak dapat tercapai. Maka dari itu, diperlukan

kesadaran dari masyarakat Indonesia untuk Bersatu dan Berdamai dengan sesamanya. Berikut ini

beberapa contoh Tindakan yang dapat dilakukan agar tidak terlibat dalam kasus konflik, ( seperti

Terorisme, Pengeboman, dll ) :

1) Mengenali Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTek ) Dengan Baik Dan Benar

2) Memahami Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTek ) Dengan Baik Dan Benar

3) Meminimalisir Kesenjangan Sosial

4) Menjaga Persatuan Dan Kesatuan

5) Mendukung Aksi Perdamaian

6) Berperan Aktif Dalam Melaporkan Kasus Terorisme ke Pihak yang Berwenang/Berwajib

7) Meningkatkan Pemahaman Akan Hidup Kebersamaan

8) Menyaring Informasi Yang Didapatkan

9) Ikut Aktif Mensosialisasikan Tentang Bahaya dari Terorisme

6. Penutup

Itulah penjelasan mengenai Gambaran Daerah Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi

Tengah. Mohon Maaf bila terdapat kesalahan penulisan kata/kalimat dalam Makalah ini. Akhir

kata, Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penilai, Terima Kasih, dan

Salam Sehat

7. Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Poso

http://www.mosintuwu.com/2010/09/22/padungku-hari-raya-panen-di-poso/

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Poso

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_pasar_Tentena_2005
https://m.tribunnews.com/regional/2012/10/22/kronologi-dua-ledakan-bom-di-pos-polisi-poso

https://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Polres_Poso_2013

https://nasional.kompas.com/read/2020/04/15/20371431/begini-kronologi-dua-teroris-tembak-

polisi-di-poso-versi-polri?page=all

https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2019/10/31/9-cara-mencegah-radikalisme-dan-terorisme-3/

Anda mungkin juga menyukai