Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Asal usul nama kota Palu adalah kata Topalu'e yang artinya Tanah yang terangkat
karena dahulu, mengutip cerita rakyat, nenek moyang suku kaili yang mendiami dataran
tinggi Kota Palu lah yang menggagaskan sebutan tersebut kepada tanah kaili ini, menurut
cerita nenek moyang yang melihat proses turun nya air laut dan daratan yang naik ke
permukaan sehingga disebutlah ToPaluE, karena terjadi gempa dan pergeseran
lempeng (palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan
membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu. Setelah diteliti daerah ini
awalnya memang merupakan lautan, hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya jenis
batuan karang di daerah-daerah di kota palu, bukti yang masih dapat dilihat sampai
sekarang yaitu adanya batu karang berukuran 70cm di sebuah bukit yang di gali dan
sekarang menjadi bagian dari Jln. Soekarno-Hatta. Seolah di pertontonkan, batu karang
tersebut di biarkan menonjol di perpotongan bukit yang terletak tidak jauh dari Kampus
Universitas Tadulako.
Istilah lain juga menyebutkan bahwa kata asal usul nama Kota Palu berasal dari
bahasa kaili VOLO yang berarti bambu yang tumbuh dari daerah Tawaeli sampai di daerah
sigi. Bambu sangat erat kaitannya dengan masyarakat suku Kaili, ini dikarenakan
ketergantungan masyarakat Kaili dalam penggunaan bambu sebagai kebutuhan sehari-hari
mereka. baik itu dijadikan Bahan makanan (Rebung), Bahan bangunan seperti dinding,
tikar, dll. Atau perlengkapan sehari hari, juga permainan Tilako, serta alat musik Lalove.
Kota Palu sebagai salah satu daerah otonom di Provinsi Sulawesi Tengah awalnya
merupakan salah satu wilayah administratif Kabupaten Donggala dengan sebuah Kota
Administratif sampai menjadi daerah kota yang berdiri sendiri yang berhak mengatur dan
mengurus urusan rumah tangganya.
Sebelum Kota Palu sebagai daerah otonom dan masih merupakan bagian dari
Kabupaten Donggala mengalami pasang surut system pemerintahan mulai dari berlakunya
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan terakhir Undang Undang Nomor 22 Tahun
1999.
Pada awalnya Kota Palu merupakan sebuah kota kecil yang menjadi pusat Kerajaan
Palu pada masa penjajahan Belanda. Kerajaan Palu menjadi bagian dari wilayah
kekuasaan (Onder Afdeling Palu) yang membawahi 3 (tiga) Landscape, yaitu :

Landscape Palu : terdiri dari distrik Palu Timur, Palu Tengah, dan Palu Barat.
Landscape Kulawi
Landscape Sigi Dolo
Sekitar tahun 1942 saat perang dunia ke-II, Kota Donggala sebagai Ibukota Afdeling
Donggala dihancurkan oleh pasukan sekutu maupun Jepang sehingga pusat pemerintahan
pada tahun 1950 dialihkan ke Kota Palu yang berdasarkan Undang Undang Nomor 4
Tahun 1950 menjadi wilayah Daerah Sulawesi Tengah yang berkedudukan di Kabupaten
Poso. Kota Palu kemudian berkembang setelah dibentuknya Residen Koordinator
Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang membuat status Kota Palu menjadi Ibukota
Keresidenan.
Dengan terbentuknya Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang Undang Nomor
13 Tahun 1964, Kota Palu telah memberi arti dan peran yang lebih baik dengan menjadi
Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Mengingat besarnya peran Kota Palu
di dalam bidang pemerintahan dan pembangunan, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1978 Kota Palu ditetapkan sebagai kota administrative. Dalam
perkembangannya, berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 1994 Kota Palu
ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Palu.

BAB II
PEMBAHASAN

2. Kota Palu Di Tinjau Dari Aspek Fisik


Pada awalnya, penduduk asli lembah Palu, bermukim To-kaili sebagai suatu
kelompok etnik yang mendiami Kawasan lembah Palu. Penduduk lembah Palu terdiri
atas beberapa Sub-etnik yang menurut petugas Belanda dalam Nota Van toelichting
betreffende de zelfbesturende landscappen Paloe, Dolo, Sigi, Beromaroe (1912)
bahwa :
1. To-ri Palu
2. To-ri Sigi
3. To-ri Biromaru
4. To-ri Dolo
Menurut petunjuk yang di ketemukan permukiman awal ke empat kelompok kaum
ini yaitu, To-ri Palu yang bermukim di sisi muara sunngai Palu, To-ri Biromaru dan Tori Sigi bermukim di bagian selatan To-ri Palu (sebelah kanan aliran sungai Palu), dan
To-ri Dolo bermukim di bagian kiri Aliran sungai Palu (berseberangan dengan
pemukiman To-ri Biromaru dan To-ri Sigi.
Keterangan petunjuk ini membuktikan bahwa dari segi aspek fisik permukiman awal
suku kaili sangat berkaitan dengan elemen fisik lingkungan yaitu sumber air dimana
masyarakat tersebut berdiam diri menjadikan salah satu faktor lembah palu sebagai
cikal bakal sebagai Kota.

3. Kota Palu Di Tinjau Dari Aspek Fungsi


Dari segi fungsi kota Palu terbentuk dari pengalihan kekuasaan Sekitar tahun
1942 saat perang dunia ke-II, Kota Donggala sebagai Ibukota Afdeling Donggala
dihancurkan oleh pasukan sekutu maupun Jepang sehingga pusat pemerintahan pada

tahun 1950 dialihkan ke Kota Palu yang berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun
1950 menjadi wilayah Daerah Sulawesi Tengah yang berkedudukan di Kabupaten
Poso. Kota Palu kemudian berkembang setelah dibentuknya Residen Koordinator
Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang membuat status Kota Palu yang berfungsi menjadi
Ibukota Keresidenan.
Dengan terbentuknya Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang Undang
Nomor 13 Tahun 1964, Kota Palu telah memberi arti dan peran yang lebih baik dengan
menjadi Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah.
Mengingat besarnya peran Kota Palu di dalam bidang pemerintahan dan
pembangunan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978 Kota Palu
ditetapkan sebagai kota administratif. Dalam perkembangannya, berdasarkan Undang
Undang Nomor 4 Tahun 1994 Kota Palu ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya
Palu dan dimekarkan pula Kabiupaten Buol, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan
Kabupaten Morowali berdasarkan Undang Undang Nomor 51 Tahun 1999 kemudian
dimekarkan pula Kabupaten Parigi Moutong dan terakhir Kabupaten Tojo Una Una.
Jadi, hingga kini jumlah kabupaten/kota se-Provinsi Sulawesi Tengah berjumlah 10,
dengan 1 kota dan 9 kabupaten.
Ketika Indonesia merdeka telah banyak melahirkan daerah besar maupun kecil
yaitu Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Olehnya itu,
masyarakat lembah Kaili hanya menjadi daerah supraja berjuang untuk menjadi daerah
kabupaten sendiri. Melalui proses perjuangan itulah, maka pada tahun 1951 Kabupaten
Donggala berdiri sendiri pecahan dari Kabupaten Poso, Donggala.
Dengan demikian, Kabupaten Poso merupakan Kota paling tertua di wilayah
Provinsi Sulawesi Tengah. Namun yang sangat disayangkan, Kabupaten Poso dilanda
konflik horizontal yang berkpanjangan sehingga memporak-porandakkan daerah itu,
Kabupaten Donggala adalah yang pertama pisah dengan Kabupaten Poso. Mulanya
ibukotanya di Donggala, namun Kota Donggala terdapat banyak rawa akibat bom
tentara sekutu dan tentara Jepang, sehingga disepakati untuk dipindahkan sementara di
Palu. Demikian keterangan Bapak Laduddin (Ambo Dau).
4. Kota Palu Di Tinjau Dari Aspek Normatif
Pada zaman awal islam masuk ke Kota Palu (abad ke-XVII), terdapat sebuah nama
yang tidak asing bagi masyarakat kota palu yaitu I Pue Njidi atau Parasila, yang
kemudian disebut Paramula. Tokoh ini dikaitkan dengan pemerintahan kerajaan palu di

zaman berikutnya. Hubungan antara keduanya merupakan sebuah proses Sakralisasi


Trah Dinasti di kerajaan Palu, bahkan masih ada hingga sekarang. Pada masa
pendudukan pemerintah Hindia Belanda hingga awal kemerdekaan, kita mengenal
nama Yodjokodi, Parampasi, Janggola, Tjacjo Ijazah, (Raja-raja terakhir) dikota palu.
Kemudian ada nama Ponulele, Djavar Lapasere, R. M. Pusadan, dan masih banyak lagi.
Mereka merupakan tokoh-tokoh di dunia pemerintahan, baik di zaman Kolonial
maupun di zaman kemerdekaan. Dari darah mereka lahirlah sederet tokoh politik dan
Birokrasi di zman Orde Baru sampai zaman Orde Reformasi sekarang.
Palu sebagaimana yang kita kenal memiliki komunitas-komunitas Tradisional.
Komunitas Tradisional tersebut seperti Komunitas Boyaoge, Komunitas Maesa,
Komunitas Pogego, Komunitas Lere, Komunitas Besusu, Komunitas Lolu, Komunitas
Tatanga dsb. Nama-nama inilah yang mengindikasikan adanya kerajaan-kerajaan kecil
di lembah palu. Kerajaan-kerajaan dipalu meninggalkan Tradisi kekuasaan yang disebut
Patanggota termaksud di Taveli. Yang dimaksudkan adalah :
1.
2.
3.
4.

Ponggawa (Mengetahui Pemerintahan)


Pabicara (Yang memberikan Penerangan)
Baligau (Penghubung dengan wilayah luar)
Galara (Yang memberikan hukuman bagi yang bersalah)

Pada pembagian kampung dipalu yang maksud pada bagian Patanggota adalah
Kampung Baru, Siranindi, Lere, dan Besusu.
Namun, Palu sebagai kota baru terbentuk pada tahun 1950-an dimana palu baru
disentuh oleh perlakuan sistem kekuasaan NKRI, sebelumnya dikuasai Belanda namun
kekuasaan Belanda berada di kota donggala. Membaca Statistik tahun 1961, desa yang
dianggap sebagai desa urban baru mencapai 8 desa yakni : Talise, Besusu, Lolu/Maesa,
Tatura, Ujuna/Banja, Kamonji, Baru,dan Lere. Dengan jumlah penduduk 16.977 jiwa
dengan pembagian laki-laki sejumlah 8.925 jiwa sedangkan Perempuan 8.052 jiwa.
Jadi, dari jumlah penduduk yang demikian, penduduk kota Palu yang aneh yakni :
Jumlah Perempuan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah Laki-laki. Hal ini berarti
kota Palu adalah kota Migran.
Kebudayaan di Kota palu, terbentuk dari berbagai budaya yang masuk ke lembah Palu
kecuali budaya suku kaili. Akulturasi budaya terbentuk dari :
Gerak perpindahan (migrasi) penduduk pada masa pra sejarah yang masuk secara
bertahap ke Sulawesi Tengah.
Persebara Agama Islam dan Kristen di Kalangan penduduk Sulawesi Tengah.

Pengaruh dan Peranan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai bangsa


yang merdeka dan berdaulat.

Daftar Bacaan

Sejarah Kebudayaan To-Kaili (Orang Kaili) oleh Prof. Dr. H. A.Mattulada


Sejarah Tanah Kaili dan Perkembangannya oleh H. Abd. Muis Thair
Kerajaan dan Dewan Adat di Tanah Kaili Sulawesi Tengah oleh Dr. Suaib Djavar M.S.i
Palu Kota Dua Wajah oleh Muh. Nur Sangadji

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kota Palu adalah Kota yang terbentuk dari faktor-faktor fisik, fungsi nya, serta
normatif yang berlaku pada kawasan lembah palu. Kondisi geografis kota palu, dimana
terdapat sumber air merupakan magnet bagi terbentuknya kehidupan yang berlangsung lama,
dan mendukung kehidupan bercocok tanam, budaya dan norma-norma di lembah palu setelah
melewati masa masa kehidupan nomaden yang di lakukan orang orang megalitikum yang
datang di lembah palu sebelumnya. Setelah terbentuknya sebuah permukiman yang terdiri
dari etnis-etnis yang beragam, lembah palu tempat suku kaili bermukim di pimpin oleh rajaraja yang mengatur budaya, dan norma-norma sebuah kelompok masyarakat pada kawasan di
lembah palu. Setelah kedaulatan indonesia, kota palu terbentuk berdasarkan keputusan
administratif pemerintah indonesia, dan diakui sebagai sebuah wilayah dengan fungsi sebagai
kota Palu dan ibukota provinsi Sulawesi Tengah.

Anda mungkin juga menyukai