Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Latar belakang

Historiografi mengenai sejarah lokal di indonesia, masih banyak menyimpan objek

kajian yang belum terungkap hingga sekrang. penelitian sejarah lokal tidak hanya

memperkaya khasanah sejarah nasional, namun juga memperdalam ilmu pengetahuan kita

tentang dinamika sosiokultural dari masyarakat Indonesia yang majemuk. Sejarah lokal

biasanya menyangkut asal-usul pertumbuhan dan perkembangan serta kemunduran dari

kelompok masyarakat lokal, termasuk berbagai etnis kultural yang ada di dalamnya. Sejarah

lokal juga mempunyai ruang lingkup yang terbatas dan biasanya dikaitkan dengan unsur

wilayah. Meskipun cendrung memiliki ruang lingkup wilayah yang relatif sempit, akan tetapi

tidak menjadi ukuran sebab sering kali wilayah yang sempit dan kecil lebih penting

sejarahnya dibandingkan dengan daerah lain yang lebih luas.1

Mencoba menyusun dan merangkai sebuah peristiwa yang telah terjadi agar dapat

dikisahkan kembali itu berarti seperti kita hidup kembali pada zamanya. mencoba

merekonstruksi peristiwa, kejadian mengumpulkan data-data yang saling bersangkutan dan

mencoba menafsirkan lalu menuliskan sehingga menjadi sebuah kisah atau cerita. Disinilah

sesungguhnya kesulitan yang besar bagi penulis sejarah. Banyak peristiwa yang tidak teratur

dan apalagi tidak terdokumentasikan secara baik. lebih-lebih lagi menulis sejarah yang akan

ditulis berasal dari zaman sebelum mengenal tulis baca.

Ada sebuah pepatah mengatakan mengenai proses penelitian sejarah yang terdapat dalam

buku Dinamika Masyarakat Adat Tanjung Jabung Barat. Yang berbunyi “mengupas dan

melihat kembali sejarah ibarat membangkitkan barang yang terendam, menghidupkan

ranting nan mati, menjemput barang nan tinggal, mengumpulkan barang nan berserak, bak

1
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal Indonesia, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. 1985), hlm. 18.
emas pulang ketambang, bak belut pulang kelumpur, tanah pulang ke jati, pendek tangan dak

terjangkau, singkat kaki dak telangkah, nak betanyo kawan lah pergi, nak belajar guru lah

mati, nak ngaji guru lah hilang.

Sebelum terbentuknya Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), di wilayah

Nusantara sudah terdapat pemerintahan-pemerintahan otonom dengan berbagai bentuk.

Bahkan, beberapa kerajaan besar pernah berdiri di wilayah Nusantara sebelum kemudian

pernah dikuasai oleh penjajah Belanda. mekipun kerajaan-kerajan besar di Nusantara telah

runtuh, bentuk bentuk pemerintahan adat traadisional di berbagai daerah masih terus

bertahan, walaupun terus mengalami dinamika karena campur tangan pemerintahan Hindia

Belanda. secara umum satuan adat tradisional ini diposisikan sebagai satuan pemerintahan

terkecil dalam pembagian wilayah oleh Hindia Belada.

Selanjutnya, dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa dalam teritori Negara

Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landschappen dan volkgemeenschappen,

seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan

sebagainya. Pemerintahan di daerah-daerah itu diakui memiliki susunan asli sehingga

dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Bahkan, keberagaman bernegara dalam

NKRI sudah menjadi hal yang sama-sama dipahami oleh seluruh elemen bangsa sehingga

dikukuhkan dalam semboyan negara “Bhinneka Tunggal Ika”.2

Semangat pelaksanaan otonomi daerah kemudian dikuatkan dalam berbagai undang-

undang tentang pemerintahan daerah sejak tahun 1945 hingga UU No. 5 tahun 1974 tentang

Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, bentuk-bentuk pemerintahan adattradisional tersebut

tetap hidup setelah Indonesia merdeka sebagai satuan pemerintahan terkecil dalam struktur

pembagian wilayah daerah NKRI.

2
Harun, Hermanto., Irma Sangala Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat Melayu Islam Jambi:
Studi Kasus Kabupaten Bungo. Hal 81. Vol. 21, no 1, 2013.
Semangat otonomi-desentralisasi yang telah secara tegas disebutkan dalam undang-

undang kemudian dilanggar oleh Pemerintah Orde Baru dengan mengeluarkan UU No. 5

tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Melalui undang-undang ini, pemerintah

menyeragamkan bentuk pemerintahan terkecil di seluruh daerah di Indonesia dengan bentuk

Desa. Dengan kata lain, bentuk-bentuk pemerintahan adat-tradisional yang hidup selama ini

tidak diakui lagi.

Tahun 1855, saat Sultan Thaha naik tahta. semua perjanjian yang dilakukan oleh para

sultan terdahulu antara pihak kesultanan Jambi dan pihak Belanda, dibatalkan begitu saja,

tanpa ada kompromi dan kesepakan. akibatnya memancing kemarahan di pihak Belanda dan

Istana Pilih sebagai tempat pusat pemerintahan Melayu Jambi diserang dan di bumi

hanguskan oleh Belanda. namun sultan dan para pengikutnya berhasil selamat dan

memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah hulu Sungai Batang Hari. Sampai wapatnya

Sultan Thaha pada tahun 1904, saat pertempuran di Tanah Garo Sungai Bengkal.

Pada saat yang bersamaan daerah hilir Jambi Dikuasai Pihak Belanda dan mengangkat

sultan bayang. Yaitu mengangkat sultan sebagai simbol pemimpin dari sistim asli Melayu

Jambi Namun tidak memiliki kekuasaan apalagi kekuatan hanya sebagai sultan di bawah

genggaman Belanda. hanya sebagai boneka Kolonial yang harus patuh terhadap pemerintah

Belanda.

Kesultanan Melayu Jambi benar-benar berakhir pada tahun 1901 daerah Jambi

dimasukannya ke dalam Residen Palembang. Keresidenan Palembang bersama dengan

sembilan lainnya yang berada di wilayah atau pulau Sumatera menjadi bagian wilayah

Provinsi Sumatera (satu Provinsi), kemudian Provinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga

Provinsi yaitu, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari Keresidenan Aceh, Sumatera Timur

(Medan), dan Tapanuli. Provinsi Sumatera Tengah terdiri dari Keresidenan Sumatra Barat
(Bukit Tinggi), Riau, dan Jambi. Dan Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari Keresidenan

Palembang, Bengkulu, Lampung, dan Bangka Belitung. Pasca pemekaran Sumatera menjadi

tiga Provinsi, selanjutnya, Jabatan Keresidenan Palembangpun berganti statusnya menjadi

Gubernur Sumetera Selatan3. Dan pada tahun 1906 babak baru bagi Jambi karenan Jambi di

jadikan Keresidenan tersendiri dan dinyatakan bagian dari wilayah Belanda. babak era baru

ini dibuat peraturan-peraturan baru dan diadakan perubahan struktur diatas tingkat dusun.

Ini berdampak dan diberlakukan di seluruh daerah Jambi terutama bangsa XII. Bangsa

XII merupakan daerah dimana para keluarga orang terdekat sultan diberi masing-masing

tugas untuk melaksanakan roda pemerintahan kerajaan Melayu Jambi. Diantaranya VII dan

IX Koto, Petajin, Maro Sebo, Jebus, Air Hitam, Awin, Penangan, Miji, Penokawan Tengah,

Mestong, Pamalen, dan Pemayung. Disetiap daerah di pimpin oleh kepala Kalbu atau Bangsa.

namun ketika struktur pemerintahan diubah maka sistim secara Kesultananpun dirubah

menjadi Keresidenan dan Berdampak ke daerah pedalaman Jambi. Terutama Maro Sebo

sebagai salah Satu dari XII Bangsa yang menjalankan pemerintahan kesultanan Melayu

Jambi.

Masyarakat Desa Muara Jambi berasal dari kembangan masyarakat Marga Maro Sebo

yang telah lama hidup dan berkembang di wialayah ini. Namun tercatat pada awal abad ke-19

Muara Jambi terdapat 25 rumah dengan jumlah penduduk sekitar 200 orang. 4 Perkembangan

Kehidupan Masyarakat Maro Sebo pada awalnya berkembang di beberapa wilayah kampung,

antara lain: Kunangan, Talang Duku, Tebat Patah, Kemingking Dalam, Kemingkimg Luar,

Teluk Jambu, Dusun Mudo, Sekumbung Dan Muara Jambi.dalam Struktur pemerintahan

wilayah tersebut persatuan adat Margo Maro Sebo Yaitu dipimpin oleh Persirah.

Kepemimpinan Adat Margo Maro Sebo berpusat di kampung Muara Jambi.

3
A. R. Panji, Kemas., Sri Suriana “Sejarah Keresidenan Palembang “. Jurnal Sejarah. Hal 3.
4
DR. Lindayanti DKK, Jambi Dalam sejarah 1500-1942, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Proviinsi Jambi 2013.
Hlm 20.
Desa Muara Jambi Adalah desa yang kaya akan sejarah. cerita tentang Kolonialisme

karena adanya campur tangan Belanda dalam sistim pemerintahan tradisional dari kepala adat

menjadi Persira dan bangunan rumah persirah pertama sekitar abad 1930an yang dibangun

oleh Belanda serta Sekolah Rakyat yang dibuat oleh Belanda.

pada saat ini desa Muara Jambi terbagi dalam dua Dusun yakni Dusun Sungai Jambi dan

Dusun Danau Kelari (UUD No 5. Tahun 1979). Dibawah pimpinan Persirah, Desa Muara

Jambi termasuk kedalam Marga Maro Sebo (maju serbu) Dengan Moto “Kedemangan Wiro

santed”. Sistem marga ini memiliki sistem pemerintahan yang sangat berbeda dengan

pemerintahan yang didasarkan undang-undang yang di keluarkan oleh pemerintah

pusatTahun 1979. Dalam sistem pemerintahan lokal (marga) desa-desa di Jambi. Otoritas

lokal lebih berdasarkan pada adat dan musyawarah. Ini sangat berbeda dengan konsepsi

nasional

Semenjak dikeluarkannya Undang-Undang No.05 Tahun 1979tentang pemerintahan

desa, Seluruh sistem adminitrasi dan pemerintah di desa di seluruh Indonesia mengacu

kepada Undang-Undang tersebut. Pada masa sebelum undang-undang ini dikeluarkan sistem

administrasi dan sistem pemerintahan di desa-desawilayah Indonesia sangat beragam yang

dilatarbelakangi oleh adat dan peraturan di masing-masing wilayah.5

Berdasarkan uraian di atas, maka secara keseluruhan penting dari ada suatu upaya untuk

mengungkapkan dan mengkaji suatu pristiwa bersejarah, agar kita dapat mengambil

pengetahuan dan makna dari berbagai peristiwa sejarah yang telah terjadi sebagai bekal untuk

menuju masa yang akan datang. Melalui pemhaman seperti tersebut, maka penulis mencoba

mengkaji “Perubahan Sistem Pemerintahan di Daerah Maro Sebo: Dari Sistem Marga

Ke Sistem Pemerintahan Desa Muara Jambi 1933 – 1979”.

5
Sugianto Dakung, dkk., Sistem Kepemimpinan di Dalam masyarakat Pedesaan Daerah Sumatera Selatan
(Sumatera Selatan : Departemen Pendidikan dan kebudayaan 1986 ) hml., 1
Rumusan Masalah

Dalam hal tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini dapat disebutkan sebagai

berikut:

 Bagaimana keadaan masyarakat di Desa Muara Jambi pada masa sistem Marga

berlangsung dan bagai mana sistem Marga itu Berjalan?

 Bagaimana bentuk serta Stuktur kepemimpinan pada masa Marga Maro Sebo?

 Perubahanapa yang terjadi setelah diterapkan UU No. 5 Tahun 1979 ?

Ruang Lingkup Penelitian

Sejarah adalah suatu peristiwa atau catatan kehidupan manusia pada masa lampau yang

merupakan sumber pendorong bagi kehidupan manusia yang akan datang. Hal ini, berkaitan

dengan pernyataan yang menyatakan bahwa jejak historis yaitu jejak yang memiliki dan

mengandung informasi tentang kejadian-kejadian yang bersejarah sehingga dapat digunakan

sebagai bahan penyusunan dalam kejadian dan disusun sebagai cerita atau kisah.

Peter Burke dalam History and Social Teheory menyatakn bahwa, Sejarah lebih baik

didefenisikan sebagai suatu studi tentang manusia dan semua pluralitasnya yang menekankan

pada perbedaan-perbedaan dalam tempat dan rentang waktu tertentu. Dan tentunya dalm

penelitian sejarah itu dibutuhkan pendekatan-pendekatan ataupun pandangan tertentu dalam

penelitiaanya.6

Dengan demiikian setiap peristiwa yang ditulis oleh para sejrawan dan menceritakan

sejarah itu sendiri dalam artian bahwa zaman memiliki masa dan memori sendiri. Oleh
6
Peter Burke, History and Social Theory, Amerika Serikat 1993 oleh Colonel University Press. Hlm 2.
karenan itu , maka suatu peristiwa kejadian masa lalu akan ada istilahnya rengkarnasi bakalan

ada terulang kembali dengan caranya sendiri. Manusia dalam hal ini hanya mampu

merekontruksi dan mengulanginnya kembali dalam sebuah tulisan ataupun deskripsi sejarah.

oleh karenan itu, dalam upaya mencapai penyusunan kejadian-kejadian sejarah menjadi

sebuah penelitian dalam berbentuk Skripsi, saya selaku penulis berusaha membatsi masalah

penelitian dengan batasan yang di ambil adalah perubahan sistem marga ke sistem desa

dengan mengamati perubahan perubahan yang telah terjadi dalam usaha belanda untuk

menakhlukan dan menjalankan pemerintahannya terutama pada tahun 1930an dengan adanya

arsip berupah surat keterangan sebagai di pilihnya warga setempat menjadi Persirah untuk

wilyah Marga Maro Sebo.

Secara priodenisasi, batasan-batasan temporal dari penelitian ini, dimulai dari Tahun

1900 hingga tahun 1979. Berdasarkan pertimbangan dan kajian yang telah dilakukan bahwa,

pada tahun 1900 sistim pemerintahan di Desa Muara Jambi masih bersifat tradisional (marga)

namun Kesultanan Melayu Jambi berakhir pada tahun 1901 sewaktu daerah Jambi dimasukan

kedalam keresidenan palembang. Kemudian 1906 Jambi dibawah keresidenan sendiri dan

secara resmi menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda dan dimulai dengan membuat

peraturan peraturan Baru dan diadakanlah berbagai perubahan struktur pemerintahan diatas

tingkatan Dusun.7

Tujuan dan Mamfaat Penelitian

A. Tujuan

 Untuk menambah dan memperkaya Khasana penulisan tentang pemerintahan desa

di Jambi.
7
DR. Lindayanti DKK, Jambi Dalam sejarah 1500-1942, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Proviinsi Jambi 2013.
Hlm 7.
 Untuk mengetahui perkembangan Pemerintahan Desa Muara Jambi berdasarkan

surat atau arsip dari keputusan Keresidenan Jambi pada tahun 1933 tentang

pengangkatan Persirah di Marga Maro Sebo.

 Berusaha menceritakan perubahan yang sesuai dengan UUD No. 5 tahun 1979

B. Mamfaat Penelitian

 Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di Jurusan Ilmu

Sejrah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

 Penelitian ini saya harap bisa menjadai bahan masukan bagi sejarah lokal, hingga

bermamfaaat menambah sarana informasi kesejarahan untuk wilayah Provinsi

Jambi yang hingga saat ini masih kurangnya penelitian terhadap Sejarah Desa.

 Dengan adanya tulisan ini. Penulis berharap tulisan ini dapat menjadi bahan acuan

bagi desa-desa yang saat ini mungkin memiliki kesamaan adat dan budaya

khusuanya di wilayah Jambi .

Tinjauan Pustaka

Ada beberapa sumber sebagai bahan rujukan dan perbandingan dalam skripsi ini.

Skripsi yang pernah ditulis adalah Sistim Birokrasi Desa Muaro Jambi 1933-2009, yang

ditulis oleh Abdul Hafiz,8 skripsi ini banyak membantu untuk memberikan gambaran kepada

penulis tentang keadaan Desa Muara jambi dahulu. Bagaimana masa pemerinthan Pesira

Marga Maro Sebo itu Berlangsung.

8
Abdul Hafiz, Skripsi:” sistem birokrasi kolonial Desa Muara Jambi 1933-2009” (Jambi: UNBARI, 2017).
untuk memahami bagai mana situasi politik dan kebijakan yang dilakukan oleh pihak

pemerintahan Hindia Belanda di Jambi. DR.Lindayanti Dkk dalam buku berjudul Jambi

Dalam Sejarah 1500-1942, masa pemerintahan antara 1901-1942 merupakan masa

pemerintahan belanda yang seutuhnya dan Menyeluruh di wilayah Jambi. Karenan pada masa

sebelumnya hanya sebebatas perjanjian dangang palagi pada awal tahun 1615 hanya sebatas

perijian dagang kepada pihak Belnda yang diizikan oleh Sultan Abdul Kadir.

pada tahun 1833 terjadinya perang antara Sultan Dan pihak belanda di Sungai Baung

yang mana antara kedua belah pihak membuat kesepakatan berupa perjanjian yang mana

pihak belanda diberikan kebebasan memungut pajak atas kegiatan ekspor inpor atas

memonopoli jual beli garam. Namun disaat pemerintahan Sultan Thaha Saifuddin naiktahta

beliau membatalkan semua perjanjian terhadap pihak Belanda. dan berakibat penyerangan

Tanah Pilih oleh Belanda dan mampu membumi hanguskannya sehingga sultan

memindahkan pemerintahannya ke hulu Sungai Batang Hari. Dan berakhir pertempuran di

Tanah Garo Sungai Bengkal yang menyababkan wafatnya Sultan Thaha. Kesultanan Melayu

Jambi berakhir pada tahun 1901 sewaktu daerah jambi dimasukan kedalam keresidenan

palembang. Kemudian 1906 Jambi dibawah keresidenan diri dan secara resmi menjadi bagian

dari wilayah Hindia Belanda dan dimulai dengan membuat peraturan peraturan Baru dan

diadakanlah berbagai perubahan struktur pemerintahan diatas tingkatan Dusun.9

Buku yang memiliki jumlah halaman 238 ini merupakan kajian yang sangat

bermbermamfaat dalam memperoleh data tentang perubahan sistimpemerintahan Tradisional

yang di terapkan langsung oleh pemerintahan Kolonial Belanda kepada masyarakat Jambi

Terutama Desa Muara Jambi. Dan penelitian ini penulis sajikan secara mendalam serta sesuai

dengan fakta yang ditemukan dan mudah dipahami. Karena, disajikan dengan bahasa yang

9
DR. Lindayanti DKK, Jambi Dalam sejarah 1500-1942, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Proviinsi Jambi 2013.
Hlm 7.
sederhana dan penjelasan yang sangat jelas karena arsip yang ditemukan berbahasa belanda

dan sudah dikaji serta diartikan baik secara bahasa maupun secara pristiwa. Sehingga dapat

membantu dalam memberikan informasi untuk mendukung tulisan ini.

Referensi selanjutnya adalah tulisan dari H. Adanhuri Mukhti dan Gaman Sakti, S.S.

yang berjudul Sejarah Kabupaten Tebo yang ditulis pada Januari 2008. Tulisan ini sangat

menginspirasi bagi para wilayah lain untuk menulis dan mengetahui bagai mana sejarah

daerahnya masing-masing. Digambarkan sejarah Kabupaten Tebo secara keseluruhan dari

mulai dari masa Prasejarah, Hindu Budha, masa kerajaan serta kesultannan, dan juga hingga

masa berkembangnya Kabupaten tebo pada saat setelah kemerdekaan. Ini merupakan sumber

yang berharga bagi penulis untuk mendapatkan data serta bukti tentang sistim pemerintahan

Jambi pada masa-kemasanya.

Bertolak dari ketentuan adat khusus tentang struktur pemerintahan kerajaan maupun

Kesultanan Jambi, sebagai mana dikatakan berjenjang naik bertanggo turun. Serta tata

kesultanan Jambi menurut A. Mukty Nasruddin dalam bukunya Jambi Dalam Sejarah

nusantara, menjelaskan bahwa tata Kesultanan Jambi berdasarkan atas kerajaan bersendi

Adat, Adad bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah. Sedangkan strukturnya berjenjang

naik bertanggo turun. Dan yang menyangkut hak rakyat, dikatakan Raja adil Raja disembah,

Raja Lalim Raja di senggah. Itulah gambaraan dari sistim pemerintahan Jambi Pada masa

kesultanan.10

Yang terakhir iyalah, buku yang berjudul “Sumatran Sultanate and Colonial Stade:

Jambi and The Rise Of Ducth Imperialism, 1820-1907” yang ditulis oleh Elsbeth Locher-

Scholten. Tulisan ini telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, dan dipublikasikan

tahun 2008 diterbitkan oleh Banana dan KITLV, publikasi pertama Jannuari 1994. Dengan

jumlah halaman kurang lebih 377, buku ini telah menjadi salah satu bahan acuan bagi
10
H. Adanhuri Mukhti, Gaman Sakti, s.s. Sejarah Kabupaten tebo, Muara tebo. Hlm 28
penuulis untuk melihat hubungan antara Batavia dan Kesultanan Jambi. Pada masa-masa

awal. Sebagai bahan pengantar menuju Keresidenan Jambi 1906.

Imperialisme Belanda di Indonesia sudah di kaji banyak sudut pandang, meskipun

demikian salah satu yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial adalah pendekatan terhadap

Kesultanan lokal selama priode yang panjang. Dan buku ini menerangkan praktek Kolonial

dalam beberapa kurun waktu dan mengeksplorasi hubungan Batavia dan Kesultanan Jambi

pada priode awal dengan kurun waktu 1830 – 1907, dengan epilog puncak pembahasan pada

1907-49.

Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangaka berpikir yang dapat digunakan

sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah, Biasanya kerangka penelitian ini

menggunakan berbagai macam teori ataupun berbagai macam landasan penjelasan. Adapun

kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut :

Tulisan-tulisan para ahli tentang berbagai aspek sejarah dan kehidupan dariberpuluh suku

bangsa dan daerah di Indonesia banyak sekali. Pengertian desa dalamkehidupan sehari-hari

atau secara umum sering diistilahkan dengan kampung, yaitusuatu daerah yang letaknya jauh

dari keramaian kota, yang dihuni sekelompokmasyarakat dimana sebagian besar mata

pencahariannya dalam bidang pertanian.Sedangkan secara administratif, desa adalah daerah

yang terdiri atas satu atau lebihdusun yang digabungkan sehingga menjadi suatu daerah yang

berdiri sendiridan berhak mengatur rumah tangganya sendiri.


Sebagai daerah otonom, desa memiliki tiga unsur penting yang satu sama

lainnyamerupakan satu kesatuan. Daerah terdiri dari tanah-tanah produktif dan non produktif

serta penggunaannya,lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografi

setempat.Penduduk meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran dan mata

pencaharianpenduduk.Tata kehidupan meliputi pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan

pergaulan warga desa.

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayahyang berwenang

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentinganmasyarakat setempat

berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atauhak tradisional yang diakui dan

dihormati dalam sistem pemerintahan NegaraKesatuan Republik Indonesia Desa suatu .


wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatukesatuan masyarakat termasuk

didalamnya kesatuan masyarakat hukum yangmempunyai organisasi pemerintahan terendah

langsung dibawah camat danberhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam

ikatan NegaraKesatuan Republik Indonesia.Pembentukan desa ditetapkan dengan peraturan

daerah kabupaten/kotadengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal usul, adat

istiadat,kondisi sosial budaya masyarakat desa, serta kemampuan dan potensi desa.Di desa

dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagaimitra kerja pemerintahan desa

dalam memberdayakan masyarakat desa denganberpedoman pada peraturan Perundang-

Undangan.11

Kuntowijoyo menjelaskan dalam bukunya Metodologi Sejarah tentang permasalahan desa-

desa sebagai sebuah satuan sosial, teritorial, dan administratif. Dari contoh-contoh yang

diberikan sudut pandang dalam mendefiniskan apa itu desa memang porsinya sangat dominan

11
C.S.T Kansil, Christine, Pemerintahan Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2004), cet. ke-3, hlm. 58
di daerah pulau Jawa, tentu didaerah lainnya fenomena yang berbeda sangat mungkin terjadi.

Penggalian lewat masalah-masalah seperti sistem pemerintahan desa, pasar desa, lembaga

keagamaan, sistem sosial desa belum tergarap secara baikYang menjadi catatan penting, desa

terlalu banyak berubah akhir-akhir ini, masuknya modal, teknologi, adaptasi unsur-unsur

baru, dan tentunya proses asimilasi dan akulturasi perlahan menjadikan desa makin

kehilangan maknanya. Sebelum makna tersebut benar-benar hilang, sejarawan memegang

peranan penting untuk menuliskan “pedesaan”. Apa lagi anak-anak muda, sering lupa dan

enggan untuk balik ke desa, mungkin yang membaca termasuk salah satunya.12

Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode Sejarah Murni adapun

metode ini tediri dari empat tahapan Heuristik, Kritik, Intepreptasi dan Historiografi.

Heurisik alah tahapan penelusuran. Dalam tahap ini dilakukan usaha pencarian dan

penemuan sumber-sumber yang relevan dengan perubahan Pesirah dalam hal tersebut akan

di nilai dari beberapa sumber tertulis. Arsip-arsip yang tersimpan dan SK Pesirah yang

tersimapan di rumah mantan kepala Desa Muara Jambi Ibrahim AR (1982-2009).

Kritik dalam hal berikut ini, dilakukan usaha penyeleksian dan penelitian terhadap desa

yang didapat dari sumber-sumber sebelumnya. Demi mendapatkan pakta sejarah desa yang di

peroleh akan di uji dikeritik dari dua segi, segi pertama adlah segi eksternal yang bertujauan

untuk menguji ke aslian sumber-sumber tersebut, dan yang kedua diuji ke kredibilitas

sumber-sumber tersebut.

12
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah edisi ke dua, (yogyakarta:PT. Tiara Wacana 2003), hal 73
Intepreptasi atau penapsiran dalam tahap ini didapakan analisias dan sintensis, analisis

di lakukan untuk mengurai data yang didapat dari tahap sebelumnya. Dari penganalisisan

data tersebuat akan munculah fakta, dan siantesis berguna untuk mengabungkan fakta yang

telah di temukann tersebut. Dari pakta inilah dapat di lakukan penapsiran.

Hasil dari ke tiga tahap tersebut disusun karya tulis di baidang sejarah. Tahap penelitian

ilmiah yang sisebut dengan Historiografi. Tahap ini merukan tahap terakhir dalam penelitian

sejarah.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang sesuai dengan yang di inginkan, maka perlu

diadakan pembahasan mengenai isi dari apa yang penulis lakukan. Adapun pembahasan

tersebut adalah sebagi berikut:

Dalam Bab I dijelaskan tentang pendahuluan latar belakang mengapa penulis mengambil

judul skripsi yang diajukan. Dan juga terdapat penjelasan tentang batasan masalah dan

rumusan masalah. Dalam batasan masalah, penulis menjelaskan mengapa periode tersebut

dipilih dan juga pada daerah yang dipilih. Rumusan masalah merupakan penjelasan tentang

permasalahan yang akan dikaji di dalam tulisan ini. Metode penelitian menjelaskan

bagaimana metode yang dilakukan oleh penulis disaat melakukan penelitianya.

Bab II menjelaskan tentang keadaan wilayah Desa Muara Jambi, menjelaskan bagai

mana keadaan sosial budaya masyarakat setempat, dan jumlah penduduk masyarakat itu

sendiri.

Bab III Pemerintahan Marga Maro Sebo. Menjelaskan bagaimana sistem pemerintahan

pada zaman marga ini berlangsung sehingga kita bisa mengetahui perangkat atau struktur
pemerintahannya mulai dari tingkat atas sampai bawah serta kita bisa mengetahui juga apa

seja peran mereka dalam pemerinthan marga tersebu.

Bab IV Dalam bab ini juga akan dijelaskan bagaimana sistem pemerintahan desa berjalan

sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 dan bagai mana Pemerinthan

Desa berjalan sesudah Dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1979.

Bab V berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari pokok-pokok permasalahan dan

pertanyaan penelitian pada Bab I. Bab ini penting karena merupakan jawaban atas masalah

yang terjadi sebelum dan sesudahnya dikeluarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979.

Demikian sistematika penulisan ini dilakukan dalam upaya menjawab bagai mana Sejarah

Pemerintahan Desa Muara Jambi.

Anda mungkin juga menyukai