TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Menganalisis dampak dan perkembangan kolonialisme dan imperialisme dalam bidang politik
pemerintahan dan ekonomi
2. Menganalisis dampak dan perkembangan kolonialisme dan imperialisme dalam bidang sosila
budaya dn pendidikan
RINGKASAN MATERI
Awal abad ke-20, politik kolonial memasuki babak baru. Dimulailah era Politik
Etis yang dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander W.F. Idenburg yang
kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1909-1916). Ada tiga
program Politik Etis, yaitu irigasi, edukasi, dan trasmigrasi. Adanya Politik Etis
membawa pengaruh besar terhadap perubahan arah kebijakan politik negeri
Belanda atas negeri jajahan. Pada era itu pula muncul simbol baru yaitu
“kemajuan”. Dunia mulai bergerak dan berbagai kehidupan pun mulai
mengalami perubahan. Pembangunan infrastruktur mulai diperhatikan dengan
adanya jalur kereta api Jawa-Madura. Di Batavia lambang kemajuan
ditunjukkan dengan adanya trem listrik yang mulai beroperasi pada awal
masa itu. Dalam bidang pertanian pemerintah kolonial memberikan
perhatiannya pada bidang pemenuhan kebutuhan pangan dengan
membangun irigasi. Di samping itu, pemerintah juga melakukan emigrasi
sebagai tenaga kerja murah di perkebunan-perkebunan daerah di Sumatera.
Hal yang sangat penting untuk mendukung simbol kemajuan itu maka dalam
era Politik Etis ini dikembangkan program pendidikan. Pendidikan ini ternyata
tidak hanya untuk orang-orang Belanda tetapi juga diperuntukkan kepada
kaum pribumi, tetapi dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Suasana dan
simbol kemajuan melalui program pendidikan ini juga didukung oleh adanya
surat-surat R.A. Kartini kepada sahabatnya Ny. R.M. Abendanon di Belanda,
yang merupakan inspirasi bagi kaum etis pada saat itu. Semangat era etis
adalah kemajuan menuju modernitas. Perluasan pendidikan gaya Barat
adalah tanda resmi dari bentuk Politik Etis itu. Pendidikan itu tidak saja
menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan oleh negara, tetapi juga pada
sektor swasta Belanda. Dalam bidang pendidikan meskipun dampaknya
sangat kecil kepada penduduk pribumi, tetapi membawa dampak pada
tumbuhnya sekolahsekolah. Pada tahun 1900, tercatat sebanyak 169
Eurepese Lagree School (ELS) di seluruh Hindia Belanda. Dari sekolah ini
murid-murid dapat melanjutkan pelajaran ke STOVIA (School tot Opleiding
van Indische Artsen) ke Batavia atau Hoogeree Burgelijk School (HBS). Di
samping itu juga dikenal sekolah OSVIA (sekolah calon pegawai) yang
berjumlah enam buah Untuk memperluas program pendidikan maka
keberadaan sekolah guru sangat diperlukan. Dikembangkan sekolah guru.
Sebenarnya Sekolah Guru atau Kweekkschool sudah dibuka pada tahun
1852 di Solo. Berkembanglah pendidikan di Indonesia sejak jenjang
pendidikan dasar seperti Hollands Inlandse School (HIS) kemudian Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Untuk kelanjutan pendidikannya
kemudian dibuka sekolah menengah yang disebut Algemene Middelbare
School (AMS), juga ada sekolah Hogere Burger School (HBS).
Kemudian khusus untuk kaum pribumi disediakan “Sekolah Kelas Satu” yang
murid-muridnya berasal dari anak-anak golongan atas yang nanti akan
menjadi pegawai, dan kemudian rakyat pada umumnya disediakan “Sekolah
Kelas Dua” yang di Jawa dikenal dengan “Sekolah Ongko Loro”. Bagi para
pemuda aktifis banyak yang bersekolah di School tot Opleiding van Indische
Artsen (STOVIA) yang berpusat di Batavia. Sekolah ini sering disebut dengan
“Sekolah Dokter Jawa” Dari sekolah ini lahir beberapa tokoh pergerakan
kebangsaan. Memang harus diakui, meskipun penduduk pribumi yang dapat
bersekolah sangat sedikit, namun keberadaan sekolah itu telah
menumbuhkan kesadaran di kalangan pribumi akan pentingnya pendidikan.
Hal ini mempercepat proses modernisasi dan munculnya kaum terpelajar
yang akan membawa pada kesadaran nasionalisme. Munculnya kaum
terpelajar itu mendorong munculnya surat kabar, seperti, Pewarta Priyayi
yang dikelola oleh R.M Tjokroadikoesoemo.Juga koran-koran lain, seperti
Surat kabar De Preanger Bode (1885) di Bandung, Deli Courant (1884) di
Sumatera Timur, Makassarsche Courant (1902) di Sulawesi, Bromartani
(1855) di Surakarta, Bintang Hindia (1902) yang dikelola oleh Abdul Rivai,
membawa pencerahan di kalangan pribumi.
Dari berbagai informasi yang ada di surat kabar inilah lambat laun kesadaran
akan pentingnya persamaan, kemerdekaan terus menyebar ke kalangan
terpelajar di seluruh wilayah Hindia Belanda. Berkat informasi yang
berkembang inilah kaum terpelajar terus melakukan dialog dan berdebat
tentang masa depan tanah kelahirannya sehingga kesadaran pentingnya
kemerdekaan terus berkembang dari waktu ke waktu yang puncaknya adalah
adanya kesadaran untuk menjadi satu tanah air, satu bangsa, dan satu
bahasa adalah Indonesia pada 28 Oktober 1928.
------------------------------ SEJARAH INDONESIA --------------------------------