Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DAMPAK PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN


IMPERIALISME

Disusun oleh:

Kelompok 4

Nama : Audria Arneva Bayu Putri(6)

Dhea May Syavana(8)

Imelda Cahya Kurniari(14)

Katrina Putri Arnety(15)

Niwanayra Tuty Wibowo(24)

Putri Alifia(25)

Kelas : XI MIPA 8

SMA NEGERI 1 GUBUG

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul
“Dampak Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata


pelajaran Sejarah Indonesia. Kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak


kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha
Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Gubug, Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................ii

Daftar Isi..........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................2

A. Dampak Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme di


Bidang Politik dan Struktur Pemerintah.......................................2
B. Dampak Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme di
Bidang Ekonomi...........................................................................6

BAB III PENUTUP...........................................................................9

A. Kesimpulan.......................................................................9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah VOC dibubarkan, terjadilah perubahan penting dalam sistem


pemerintahan di tanah Hindia Belanda. Pembaruan sistem pemerintahan ini
terutama dilakukan oleh Daendels. Namun sistem pemerintahan yang baru
itu dapat dilembagakan dan dilaksanakan secara nyata pada zaman
pemerintahan Raffles. Sistem pemerintahan yang baru itu bersifat dualistis,
yakni ada pemerintahan Eropa dan ada pemerintahan pribumi (sekalipun
harus tunduk pada penguasa Eropa). Di samping itu, sebenarnya ada
kelompok Timur Asing yang kedudukannya setara dengan pribumi. Dalam
hal ini para pangreh praja direpresentasikan dalam pemerintahan pribumi.
Namun penguasa kolonial sangat menentukan sistem pergantian kekuasaan
pemerintahan pribumi.

Sementara itu sejak pemerintahan Daendels, pembaruan di bidang


pendidikan di Hindia Belanda juga mulai dilakukan. Awalnya hanya
ditujukan untuk kepentingan tertentu dan kalangan tertentu. Namun sejak
Politik Etis bergulir, para bumiputra Hindia Belanda pun turut mengenyam
pendidikan ala barat. Pada masa selanjutnya, hal ini menjadi bumerang bagi
Belanda karena pendidikan tersebut justru melahirkan elite lokal yang
menaruh perhatian besar pada semangat nasionalisme.

Penjajahan Barat memiliki implikasi terhadap perkembangan


kehidupan bangsa Indonesia. Di samping perkembangan pendidikan
persekolahan (pendidikan modern) juga menggerakkan semangat
nasionalisme. Munculnya semangat nasionalisme dan cinta tanah air,
sebenarnya sudah muncul setelah Indonesia ini dijajah dan digerogoti oleh
kekuatan kolonialisme dan imperialisme. Timbullah berbagai bentuk
perlawanan dan pergerakan kebangsaan. Hal ini terjadi karena kondisi sosial

1
ekonomi rakyat yang semakin memprihatinkan akibat dari penindasan kaum
penjajah, kekejaman kolonialisme dan imperialisme Eropa.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dampak Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang


Politik dan Struktur Pemerintahan

Dalam bidang politik, para penguasa penjajahan Barat terutama


Belanda melakukan kebijakan yang sangat ketat dan cenderung menindas.
Pemerintah kolonial menjalankan politik memecah belah atau devide et
impera. Tidak hanya politik memecah belah, tetapi juga disertai dengan tipu
muslihat yang cenderung menghalalkan segala cara sehingga melanggar
norma-norma kemanusiaan. Misalnya pura-pura mengajak perundingan
damai tetapi malah ditangkap (penangkapan Pangeran Diponegoro), pura-
pura diajak berunding tetapi malah dibunuh (pembunuhan Sultan
Khaerun/Hairun). Secara politik martabat rakyat Indonesia jatuh dan
menjadi tidak berdaulat. Rakyat Indonesia juga menjadi kelompok
masyarakat kelas tiga setelah kelompok orang-orang barat (penjajah) dan
kelompok orang-orang timur asing.

Berangkat dari politik memecah belah dan praktik-praktik tipu


muslihat itu, kekuatan kolonial Belanda terus memperluas wilayah
kekuasaannya. Penguasa kolonial juga selalu campur tangan dalam
pergantian kekuasaan di lingkungan kerajaan/pemerintahan pribumi.
Penguasa-penguasa pribumi/lokal dan rakyatnya kemudian menjadi
bawahan penjajah. Hal ini dapat menimbulkan sikap rendah diri di kalangan
rakyat. Beberapa penguasa pribumi mulai tidak memperhatikan rakyatnya.

2
Perlu disadari bahwa masa sebelum penjajahan dan sebelum terjadi
intervensi politik para penguasa kolonial, berkembang sistem kerajaan.
Kerajaan ini berkembang sendiri-sendiri di berbagai daerah. Tetapi seperti
telah disinggung di depan bahwa pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Daendels, telah dilakukan pembaruan bidang politik dan
administrasi pemerintahan. Daendels telah membagi wilayah kekuasaan
kolonial Belanda di Indonesia/Hindia Belanda di Jawa dibagi menjadi
sembilan prefektur dan terbagi dalam 30 regentschap (kabupaten). Setiap
prefektur diangkat seorang pejabat kepala pemerintahan yang disebut
dengan prefek. Seorang pejabat prefek ini diangkat dari orang Eropa.
Kemudian setiap regentschap/kabupaten dikepalai oleh seorang regent atau
bupati yang berasal dari kaum pribumi. Namun, status bupati sampai dengan
camat (yang disebut priayi) sepenuhnya menjadi pegawai negeri
(binnenland bestuur) baru terwujud setelah diterapkannya sistem Tanam
Paksa pada pertengahan 1850-an.

Setiap bupati ini merupakan pegawai pemerintah yang digaji.


Dengan demikian, para bupati ini telah kehilangan hak jabatan yang
diwariskan secara turun temurun. Setiap prefek diberikan kekuasaan yang
besar dan ditugasi untuk memperketat pengawasan administratif dan
keuangan terhadap para penguasa pribumi. Ruang gerak para penguasa
pribumi semakin sempit. Kewibawaan yang berusaha diciptakannyapun
menjadi semu.

Dalam struktur pemerintahan dikenal adanya pemerintahan tertinggi,


semacam pemerintahan pusat. Sebagai penguasa tertinggi adalah gubernur
jenderal. Di tingkat pusat ini juga ada lembaga yang disebut dengan Raad van
Indie, tetapi perannya cenderung sebagai dewan penasihat. Dalam
pelaksanaan pemerintahan juga dikenal adanya departemen-departemen
untuk mengatur pemerintahan secara umum. Beberapa departemen hasil
reorganisasi tahun 1866, antara lain ada Departemen Dalam Negeri;

3
Departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan; Departemen Pekerjaan
Umum; Departemen Keuangan; Departemen Urusan Perang; kemudian
dibentuk Departemen Kehakiman (1870); Departemen Pertanian (1904),
yang disempurnakan menjadi Departemen Pertanian, Industri dan
Perdagangan (1911).

Sementara itu, dalam pelaksanaan pemerintahan dalam negeri, sangat


jelas adanya dualisme pemerintahan. Ada pemerintahan Eropa (Europees
bestuur) dan pemerintahan pribumi (Inlands bestuur). Di lingkungan
pemerintahan Eropa ini, terdapat pejabat wilayah yang paling tinggi yakni
residen. Ia memimpin wilayah keresidenan. Di seluruh Jawa-Madura terbagi
menjadi 20 keresidenan. Begitu juga di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan
pulau-pulau bagian timur juga dibagi dalam wilayah keresidenan-
keresidenan, tetapi jumlahnya relatif kecil. Di bawah residen ada pejabat
asisten residen. Asisten residen ini mengepalai suatu wilayah bagian dari
keresidenan yang dinamakan afdeling. Di bawah asisten residen masih ada
pejabat yang disebut kontrolir (controleur). Ia memimpin wilayah yang
dinamakan controle-afdeling.

Selanjutnya yang terkait dengan pemerintahan pribumi, para


pejabatnya semua dijabat oleh priayi pribumi. Jenjang tertinggi dalam
pemerintahan pribumi adalah seorang regent atau bupati. Ia memimpin
sebuah wilayah kabupaten. Seorang bupati ini dibantu oleh seorang pejabat
yakni patih. Satu wilayah kabupaten umumnya terbagi menjadi beberapa
distrik yang dipimpin oleh seorang wedana. Setiap distrik kemudian terbagi
menjadi onderdistrik yang dikepalai seorang asisten wedana atau sekarang
camat. Unit paling bawah kemudian ada desa-desa.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles di Hindia


Belanda, ia mereformasi pemerintahan pada saat itu. Raffles yang
berpandangan liberal mulai menghapus ikatan feodal dalam masyarakat Jawa.

4
Masyarakat Jawa yang sudah terbiasa hidup dalam adat-istiadat dan ikatan
feodal yang kuat dipaksa untuk mengikuti sistem birokrasi baru. Karena itu,
dari para penguasa pribumi seperti raja, bupati, hingga kepala desa harus
mengikuti sistem pemerintahan dan birokrasi yang baru. Dalam hal ini
pemerintah pusat dapat langsung berhubungan dengan rakyat tanpa perantara
penguasa lokal. Sebenarnya pekerjaan ini sudah diawali oleh Daendels,
sehingga Raffles tinggal melanjutkan saja. Pembaruan yang dilakukan
Raffles juga menyangkut struktur pemerintahan dan peradilan.

Pada masa pemerintahan Raffles, bupati sebagai penguasa lokal harus


dijauhkan dari otonomi yang menguntungkan diri sendiri. Seorang bupati
diangkat sebagai pegawai pemerintah di bawah seorang residen. W. Daendels
memberikan istilah itu dengan prefek atau landrost. Raffles kemudian
membagi Jawa menjadi 16 keresidenan. Tiap keresidenan dikepalai oleh
seorang residen dan dibantu oleh beberapa asisten residen. Pembaruan yang
dilakukan Raffles ini bertujuan untuk melakukan transformasi sistem
pemerintahan Jawa, yaitu menggantikan sistem tradisional Jawa yang bersifat
patrimonial menuju sistem pemerintahan modern yang rasional.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sistem pemerintahan


Raffles diperbaiki kembali. Di samping itu untuk menyatukan seluruh
wilayah Hindia Belanda yang masih berbentuk kerajaan-kerajaan, pemerintah
Kolonial Belanda melakukan politik pasifikasi kewilayahan di Aceh,
Sumatera Barat, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku, dan
Papua. Penyatuan seluruh wilayah Hindia Belanda ini baru berhasil sekitar
tahun 1905. Bersatunya Hindia Belanda ini dikenal dengan Pax Neerlandica
masa setelah itu, wilayah Hindia Belanda telah stabil di bawah kekuasaan
Hindia Belanda. Wilayah inilah setelah proklamasi menjadi wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

5
6
B. Dampak Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme di Bidang
Ekonomi

Pada masa pemerintahan Daendels, perubahan sistem pemerintahan


telah membawa pada perubahan sistem perekonomian tradisional. Dalam
sistem modern, tanah-tanah milik raja berubah statusnya menjadi tanah milik
pemerintah kolonial. Dalam masa pemerintahan kolonial, mencari uang dan
mengumpulkan kekayaan menjadi tujuan utama. Uang dan kekayaan mereka
kumpulkan untuk membiayai keperluan pemerintahan yang sedang
berlangsung saat itu. Untuk mendapatkan uang pemerintah kolonial
memperolehnya dari penjual hasil bumi dari para petani berupa pajak. Petani
pun harus menjual hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan.

Panarukan, dibuka pada masa Daendels memerintah Hindia Belanda.


Jalan itu dibangun hampir di seluruh Pulau Jawa sebagai sarana pertahanan
untuk menghadapi Inggris. Jalan yang dibangun itu menembus sebagian
hutan dan gunung untuk menghindari rawa-rawa antara Jakarta dan Cirebon.
Pembangunan jalan itu terkait dengan masalah politik yang sedang menimpa
pemerintah, seperti masalah keuangan, ancaman Inggris, pemberontakan
Banten dan Cirebon, serta banyak musuh-musuh Daendels. Tindakan
Daendels ini mendapat pujian dari menteri penjajahan. Karena dengan
pembangunan jalan itu maka akan mengurangi pengeluaran pemerintahan.

Pembangunan jalan sepanjang 1.000 km itu dilakukan dengan kerja


rodi. Meskipun dibangun dengan kerja rodi, jalan itu berguna untuk
memakmurkan pedalaman Jawa sebagai konsekuensi yang teratur. Menurut
Daendels, jalan itu membawa keuntungan bagi penduduk setempat dengan
semakin ramainya perdagangan. Meskipun jalan pos ini membawa
perkembangan daerah yang dilaluinya, namun kritik pedas kepada Daendels
dilontarkan karena pembangunan jalan itu telah merenggut ribuan nyawa
manusia.

7
Pada masa Raffles terjadi perubahan sistem kepemilikan tanah dari
tanah raja dan penguasa lokal ke pemerintah. Ini berarti pemerintah
mempunyai kewenangan untuk menyewakan tanah. Perubahan dari sistem
kepemilikan tanah inilah yang menyebabkan pula terjadinya perubahan
hubungan antara raja dan kawulanya, yaitu dari patron-client menjadi
hubungan-hubungan yang bersifat komersial. Adanya penyewaan tanah ini
berarti pemerintah mendapatkan pajak tanah, dan kas pemerintah pun terisi.

Dengan demikian pelaku ekonomi adalah pihak swasta. Sistem ini


telah membuka kemerdekaan ekonomi yang didukung oleh kepastian hukum
usaha. Perdagangan bebas pun mulai dilakukan. Dalam kaitannya dengan ini,
bila perdagangan bebas dilakukan maka kemakmuran rakyat akan tumbuh
dengan sendirinya. Sejak itulah sistem kegiatan ekonomi uang di desa-desa
Jawa dan daerah lain di Hindia Belanda yang telah lamadikenal dengan sistem
ekonomi swadaya berubah menjadi sistem ekonomi komersial.

Setelah pemerintah Raffles berakhir, diganti dengan pemerintahan


Hindia Belanda ekonomi uang terus berkembang, dan kegiatan perdagangan
pun semakin luas. Perkembangan ini didukung oleh perkembangan di bidang
perbankan. Sejak tahun 1828 era perbankan modern masuk ke Hindia
Belanda. Pada masa itu De Javasche Bank, didirikan di Batavia pada tanggal
24 Januari 1828. Kemudian menyusul berdiri bank-bank lainnya seperti
Nederlands Handels Maatschappij, De Nationale Handels Bank dan
Escompto Bank. Selain itu juga berkembang bank-bank lain yang berasal dari
Inggris, Australia, dan Cina. Bahkan juga ada juga bank milik pribumi yaitu
Bank Desa, Lumbung Desa.

Dampak lain dari pemerintahan kolonial adalah munculnya kota-kota


baru yang ditandai dengan adanya jaringan transportasi berupa jalur-jalur
kereta api dari Jakarta ke Bogor, dan kereta api di Pulau Jawa dan lain
sebagainya. Pada tahun 1840, muncul penyelidikan tentang pembangun jalur

8
kereta api yang menghubungkan dari Surabaya lewat Solo ke Yogyakarta
hingga ke Priyangan. Pada September 1895, Jaringan kereta api Semarang-
Cirebon terbangun. Jaringan kereta api juga dibangun di Sumatera.
Perusahaan Zuid Sumatera Staatsramwegen membangun jaringan di
Lampung sepanjang 62 km dan Palembang sepanjang 152 km yang telah
beroperasi 1917. Di Sumatera Barat, sejak 1833 telah dibangun kereta api,
begitu juga di Aceh. Di samping itu, jalur transportasi darat membawa banyak
perkembangan dalam bidang perekonomian.

Munculnya pelabuhan-pelabuhan membawa pengaruh pada


perkembangan perdagangan. Terbentuknya jaringan kereta api yang
terhubung ke pelabuhan-pelabuhan sehingga pelabuhan-pelabuhan di Hindia
Belanda mulai tersambung pula, karena didukung munculnya angkutan kapal
laut.

Perkembangan ekonomi juga didukung oleh munculnya kemajuan


komunikasi dan transportasi. Pada 1746, kantor pos pertama didirikan di
Batavia. Hal ini mengalami kemajuan lagi setelah Daendels membangun jalan
pos yang menghubungkan di wilayah Pulau Jawa. Terhubungnya jaringan
kereta api dan jalan pos telah mempercepat pengiriman surat lewat pos,
sehingga informasi semakin berkembang cepat. Di Sumatera pelayanan pos
dilakukan dengan mobil, misalnya di Palembang, Pantai Timur Sumatera dan
Aceh. Pelayanan telegrap dimulai sejak 1855, sehingga informasi semakin
cepat sampai. Sistem ekonomi kapitalis mulai bangkit dengan ditandai oleh
masyarakat Indonesia yang mulai mengenal beberapa jenis tanaman
perkebunan yang menjadi bahan ekspor di pasar dunia.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia tidak dapat


dilepaskan dengan peristiwa-peristiwa di Eropa pada abad ke-8 sampai
dengan abad ke 13. Dan perubahan-perubahan di Eropa membawa pengaruh
terhadap dunia timur. Perubahan tersebut di antaranya adalah adanya
reformasi Gereja (abad 16-17), Gerakan Merkantilisme, Revolusi
Perancis(1789), Revolusi Industri(1780).

Secara umum, kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan


bangsa Barat di Indonesia didasari oleh beberapa hal, yaitu mencari
kekayaan sebanyak banyaknya (gold), menyebarkan paham atau agama
mereka (gospel), dan mencari kejayaan dan kedaulatan (glory).

10
DAFTAR PUSTAKA
Internet:
Decequeen Putri Setiadi. (17 Agustus 2020). Makalah dampak
perkembangan kolonialisme dan imperialisme. Doc.lalacomputer.com.
Diakses pada 7 Agustus pada pukul 15.29, melalui
https://doc.lalacomputer.com/makalah-dampak-perkembangan-
kolonialisme-dan-imperialisme/
Anau. (2018, April 16). Makalah Dampak Kolonialisme Bidang
Ekonomi Politik. Id.scribd.com. Diakses pada 21 Agustus 2022 pada pukul
18.29, melalui https://id.scribd.com/document/376489998/Makalah-
Dampak-Kolonoliasme-Bidamg-Ekonomi-Politik

11

Anda mungkin juga menyukai