Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH BANGSA EROPA DI KEHIDUPAN INDONESIA

Kelompok 1

BIDANG POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Banyak perubahan yang terjadi di masyarakat Indonesia setelah kedatangan bangsa


Eropa. Pada bidang politik terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan kerajaan.
Sebelum kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, sistem pemerintahan, struktur
birokrasi, dan sistem hukum yang berlaku adalah sistem “pemerintahan tradisional”
yang berbentuk kesultanan atau kerajaan.

Struktur birokrasi teratas dipegang oleh sultan atau raja, kemudian dibantu oleh
orang-orang terdekat (keluarga sultan/raja), penasehat kerajaan, patih, menteri, dan
panglima. Mereka itu kebanyakan berasal dari golongan ningrat atau kerajaan. Sistem
tersebut merupakan bentuk birokrasi yang menuntut ketaatan penuh dari rakyat
kepada pemimpinnya (raja/sultan dan para pembantunya).

Sejak Kolonial menanamkan kekuasaannya di Indonesia, kekuasaan pribumi


tradisional yang berada dibawah seorang raja atau sultan sedikit demi sedikit mulai
dihapus dan akhirnya hilang sama sekali. Kekuasaan mulai berganti kepada tangan
Kolonial. Raja-raja diangkat dan diberhentikan berdasarkan kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintahan Kolonial. Setiap penguasa lokal yang diangkat dan
diberhentikan oleh Kolonial pada dasarnya telah terikat oleh kontrak politik yang
menyatakan bahwa daerah yang mereka kuasai harus diakui sebagai bagian dari
kekuasaan Kolonial Belanda

Begitu pula dengan para Bupati dan Lurah, mereka dijadikan sebagai pegawai
negeri yang mendapat gaji dan harus taat terhadap setiap kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintahan Kolonial. Dalam kondisi yang demikianlah, wibawa seorang raja,
sultan, bupati, dan juga lurah menjadi merosot di mata rakyat. Mereka dipandang
lemah dan tidak mempunyai kekuatan sehingga mereka menjalankan pemerintahan
sesuai dengan keinginan pemerintah Kolonial. Menurut bangsa Eropa, para penguasa
pribumi tidak bisa memerintah yang pantas memerintah itu adalah bangsa Eropa.

Struktur masyarakat berubah setelah sistem baru diterapkan oleh kolonialis Eropa
tersebut. Pada kerajaan, posisinya sebagai lembaga yang paling tinggi harus tunduk
pada pemerintahan kolonial yang sedang berkuasa. Dengan demikian, kedudukan dan
kewibawaan raja digeser oleh penguasa baru, yaitu bangsa Eropa.

Abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20, Indonesia sudah dikuasai


pemerintahan kolonial Belanda. Oleh karena itu, sistem pemerintahan yang dijalankan
adalah sistem pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Kekuasaan tertinggi dipegang
dan diatur oleh pemerintahan Kerajaan Belanda.
Namun demikian, dalam hal-hal tertentu Pemerintah Hindia Belanda banyak
menggunakan jasa pihak pribumi. Dalam pelaksanaan struktur pemerintahan dari atas
ke bawah, Belanda membentuk bentuk pemerintah, yaitu:

1. Pemerintahan zelfbestuur, yaitu kerajaan yang berada di luar struktur


pemerintahan kolonial.

2. Pemerintahan yang dipegang oleh orangorang Belanda di dalam negara jajahan


disebut dengan Binenland Bestuur (BB), antara lain Gubernur Jenderal, Residen,
Asisten Residen, dan Controleur

3. Pemerintahan yang dipegang oleh kaum pribumi yang dinamakan dengan


Pangreh Praja (PP). Pejabat yang duduk dalam PP adalah Bupati, Patih, Wedana,
dan Asisten Wedana

Pada masa pemerintahan kolonial, kekuasaan-kekuasaan kerajaan di Nusantara


menurun karena adanya intervensi dari pemerintah kolonial, lewat devide et
impera (politik adu domba). Melalui devide et impera, pemerintah kolonial Belanda
berhasil memengaruhi penguasa-penguasa di daerah untuk tunduk terhadap
kekuasaannya.

Berhasil membuat penguasa daerah tunduk, berarti juga dapat “mengatur”


beberapa kebijakan baru, seperti:

1. membagi wilayah Hindia Belanda khususnya Jawa menjadi 9 prefektur dan


30 regentschap.
2. Tiap prefektur dipimpin oleh prefek yang merupakan orang Eropa sedangkan
tiap regentschap (kabupaten) dipimpin bupati yang berasal dari orang pribumi
bangsawan.
3. Prefektur dan regent berada di bawah Gubernur Jenderal yang berkedudukan
sebagai pemimpin tertinggi pemerintah kolonial Belanda.
4. Gubernur Jenderal dibantu oleh enam departemen yaitu kehakiman, keuangan,
dalam negeri, kebudayaan dan kepercayaan, ekonomi serta kesejahteraan rakyat.
5. Perubahan dalam politik pemerintahan kembali terjadi akibat kebijakan
politik Pax Nederlanica di akhir abad 19 menuju awal abad 20.

Pax Nederlanica adalah perubahan sistem pemerintahan dari administrasi tradisional


ke sistem administrasi modern. Sistem ini diterapkan untuk menggantikan posisi
penting pemerintah daerah ke tangan pemerintah Belanda dengan cara mengangkat
dan menggaji pegawai yang menduduki jabatan struktur birokrasi. Dalam sistem
tersebut jabatan tertinggi yang bisa dipegang oleh masyarakat pribumi adalah
bupati dan di bawahnya terdapat wedana dan patih.
Selain itu, sistem pemerintahan di Indonesia sekarang merupakan warisan dari
penerapan ajaran Trias Politica yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Dalam badan yudikatif di struktur tersebut, pemerintahan kolonial Belanda membagi
badan peradilan menjadi tiga macam berdasarkan golongan masyarakat di Hindia-
Belanda. Badan peradilan tersebut terdiri dari peradilan untuk orang Eropa, peradilan
orang Timur Asing, dan peradilan orang pribumi. Dalam badan legislatif, pemerintah
kolonial Belanda membentuk Volksraad atau Dewan Rakyat pada tahun 1918.

Kelompok 2

BIDANG EKONOMI

1. Munculnya Mata Uang

Diperkenalkannya uang kertas dan logam mendorong munculnya perbankan


modern di Hindia-Belanda. Salah satunya adalah de Javasche Bank, bank
modern di Hindia-Belanda yang muncul pertama kali dan didirikan di Batavia
pada tahun 1828.

2. Menurunnya Penghasilan PengusahaPribumi


Pemerintah kolonial yang berkuasa berkuasa membuat para pengusaha pribumi
menjadi aparatur pemerintah kolonial dan tidak lagi mendapatkan penghasilan
dan upeti seperti sebelumnya. Pendapatan mereka diganti dengan gaji menurut
ketentuan pemerintah kolonial, akibatnya penghasilan mereka menurun drastis
dari sebelumnya. Sampai saat ini pun kadangkala Eropa tetap menjadi kunci
permainan dagang dunia, karena Eropa telah menyatukan diri dalam Uni Eropa.

3. Dirugikannya Petani
Pada zaman itu, petani memang disuruh untuk menanam komoditas Belanda
yang diupah dengan harga yang sangat murah sehingga petani semakin miskin.
Dan juga para petani dibebani kewajiban untuk mengolah sebagian tanahnya
untuk ditanami dengan tanaman-tanaman eskpor dan masih harus
menyumbangkan tenaganya secara paksa kepada pemerintah kolonial. Hal
inilah yang mengakibatkan runtuhnya perekonomian rakyat. Namun setelah
adanya politik etis, Belanda membuatkan saluran irigasi untuk pengairan sawah.
Dampaknya bagi saat ini adalah kita mendapatkan transfer teknologi pertanian
yang lebih modern dari Eropa.

4. Menurunnya Taraf Hidup Masyarakat Indonesia

5. Meningkatnya Infrastruktur

Keberadaan infrastruktur jalan didukung oleh jaringan transportasi khususnya kereta


api yang muncul dan berkembang pada masa Sistem Tanam Paksa. Jaringan kereta api
muncul dan berkembang di Hindia-Belanda sebagai sarana pengantaran hasil
perkebunan yang ada di Hindia Belanda serta transportasi masyarakat. Munculnya
sistem transportasi ini merupakan dampak kedatangan Bangsa Eropa bagi Indonesia
yang masih bisa kamu gunakan hingga hari ini. Contohnya adalah jalan raya pos Anyer-
Panarukan

kelompok 3

BIDANG SOSIAL

Dampak Bangsa Spanyol Terhadap Indonesia

ㆍ Terjadi penyebarkan ajaran agama Katolik dan Pengendalian kelompok pribumi

ㆍ Populasi pribumi yang kian berkurang akibat peperangan

ㆍ Terjadi diskriminasi rasial dimana masyarakat Indonesia dibagi menjadi tiga golongan
berdasarkan keturunan dan asal usulnya

ㆍ Terjadi pungutan pungatan pajak yang memberatkan, serta bentuk bentuk pemerasan dan

Penindasan.

Dampak Kedatangan Portugis Terhadap Indonesia


ㆍ Lahirnya seni gitar balad keroncong

ㆍ Terdapat sejumlah kata Bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa Portugis yang pernah
menjadi Lingua franca di samping Bahasa Melayu

ㆍ Penyebaran agama Kristen Katolik Roma oleh missionaris-missionaris bangsa Portugal

ㆍ Banyak keluarga di Indonesia Timur yang berasal dari Bahasa Portugis seperti Da Siliva

Da Lopez, Da Costa, dan lainnya.

ㆍ Berdirinya pemukiman-pemukiman Orang: Orang Portugis seperti di Kampung


Tugu,Koja.Jakarta.Dampak Kedatangan Portugis

Dampak Kedatangan BelandaTerhadap Indonesia

ㆍ Adanya diskriminasi rasial dengan menggolongkan penduduk di Indonesia Terbagi menjadi


tiga golongan, yaitu :

a. Golongan Eropa (bangsa Belanda dan Eropa lain,Amerika, dan Jepang yang dimasukkan ke
golongan Eropa karen kuatnya pengaruh kekaisaran Jepang saat itu.

b. Colongan Timur Asing (Cina, India, Arab)

c. Colongan pribumni (suku-suku asli Indonesia seperti Jawa. Sunda. Batak, Ambon, dll.

ㆍ Penyederhanaan bahkan penghilangan tradisi seperti upacara dan tata cara di lingkungan
istana, misalnya seperti dilakukan oleh Cubernur Jenderal Daendels yang menghilangkan tata
cara menghadap kepada raja dan Masuknya agama Kristen di Indonesia

Kelompok 4

BIDANG BUDAYA

1. Budaya Indis
Seputar pengaruh budaya Belanda, Djoko Sukiman menjelaskan terbitnya kebudayaan Indis.
Indis adalah kebudayaan campuran antara budaya Belanda dengan Pribumi. Indis terutama
berkembang di pulau Jawa antara abad ke-18 hingga 19. Kebudayaan Indis dapat diidentifikasi
pada pelacakan pengaruh budaya Belanda atas tujuh unsur budaya universal (yang awalnya
dimiliki kalangan pribumi) yaitu bahasa, peralatan dan perlengkapan hidup manusia,
matapencarian hidup dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan
dan religi. Namun, praktek budaya Indis lebih dialami masyarakat pribumi di Jawa, khususnya
kalangan menengah ke atas. . Wujud kebudayaan yang dominan dipengaruhi gaya Indis adalah
bentuk bangunan atau arsitektur, dimana bangunan ini pada mulanya lebih cenderung
dipengaruhi gaya arsitektur Belanda. Salah satunya adalah Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)
Mojowarno, dimana GKJW Mojowarno merupakan salah satu gereja tertua di Jawa Timur yang
masih mempertahankan keaslian arsitektur dan interior sejak 130 tahun yang lalu.

2. Pemakaian Guling
Dalam buku Jejak Langkah (1985) karya Pramoedya Ananta Toer, tertulis percakapan
mahasiswa STOVIA yang membicarakan kehidupan Eropa mengenai guling. Tertulis bahwa
guling tidak ditemukan di negara-negara lain di dunia, sampai orang-orang Belanda dan Eropa
lainnya datang ke Indonesia. Guling pada zaman itu diibaratkan sebagai teman atau
pendamping tidur. Karena banyak penjajah yang datang tidak dengan istri atau pasangannya.
Sebagai penggantinya orang Belanda membuat guling dengan panjang menyerupai manusia
dan terletak di atas tempat tidur. Guling saat itu diberi nama Dutch wife. guling lahir dari
kebudayan Indisch abad ke-18 dengan percampuran budaya Eropa, Indonesia, dan China.
Guling tersebut biasanya hanya digunakan oleh kalangan atas atau orang kaya. Keberadaan
guling ini cukup menarik perhatian bagi orang-orang yang baru datang ke Indonesia. Salah
satunya sejarawan dari Amerika Serikat, Abbot yang datang ke Indonesia. Ketika dia datang
dan akan menginap di salah satu rumah Belanda, dia menemukan guling di atas ranjang.
Dalam tulisannya yang berjudul A Jaunt in Java (1857), dia mengatakan bahwa dengan adanya
guling di bawah kaki atau tangan mencegah kontak terlalu hangat di kasur.

Selain itu kenyamanan dalam iklim tropis sangat cocok dengan adanya guling. Satu guling
yang diisi dengan kapas lebih baik dibandingkan guling yang lainnya.

Kelompok 5

BIDANG PENDIDIKAN

Masuknya bangsa Eropa ke Nusantara juga membawa pengaruh besar dalam bidang
pendidikan. Pendidikan dari Eropa pertama kali masuk ke Nusantara bersamaan dengan
masuknya agama Kristen Katolik. Kala itu dibangun sekolah yang mengajarkan ajaran agama
Katolik untuk para pribumi dari daerah Timur Indonesia di sekitar daerah Maluku.

Pendidikan mulai dianggap penting saat kebijakan Politik Etis dilakukan oleh pemerintah
kolonial. Perhatian pemerintah kolonial Belanda terhadap pendidikan dikarenakan guna
memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor-sektor swasta dan pemerintahan.

Sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah menganut sistem pendidikan barat dan hanya bisa
dimasuki oleh kalangan bangsawan.
Tingkatan Sekolah Masa Pemerintahan Hindia Belanda

- Sekolah Satu (ongosiji/eerste klasse) : sekolah untuk anak-anak priyayi dengan


pelajaran Bahasa Belanda

- Sekolah Dua (ongkoloro/tweede klasse) : sekolah untuk rakyat kebanyakan tanpa


pelajaran Bahasa Belanda

- Hollandscsche Indlandsche School (HIS) : diperuntukkan untuk Belanda dan pribumi

- Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) : hanya bisa dimasuki oleh golongan priyayi
atau bangsawan

- Algemeene Middlebare School (AMS) : setara dengan SMA bertujuan untuk


menyiapkan murid ke perguruan tinggi

Pendidikan selanjutnya yang dibentuk pemerintah kolonial Belanda adalah sekolah-sekolah


kejuruan seperti sekolah calon pegawai negeri sipil yaitu OSVIA (Opleidingschool voor Inlandsche
Ambtenaren). Ada pula dua sekolah kejuruan medis selevel dengan tingkat universitas
yaitu School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), dan Nederland Indische
Artssenschool (NIAS). STOVIA didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda untuk
melahirkan dokter-dokter demi mengatasi berbagai penyakit berbahaya di wilayah jajahannya.
Sekolah ini didirikan untuk mendidik masyarakat pribumi, sehingga setelah mengenyam
pendidikan di STOVIA mereka mendapat gelar “Dokter Jawa”. STOVIA, akhirnya menjadi
cikal bakal berdirinya Universitas Indonesia dan Fakultas Kedokteran UI.

Kemudian muncul kembali pendidikan tingkat universitas Technische Hoogeschool (THS, Sekolah


Tinggi Teknik). Melalui sekolah-sekolah bergaya pendidikan barat yang didirikan oleh
pemerintah kolonial Belanda nantinya melahirkan golongan elite baru dalam masyarakat
Indonesia. Golongan elite baru inilah yang membawa perubahan dalam perjuangan bangsa
Indonesia mencapai kemerdekaan.

kelompok 6

BIDANG KESEHATAN
Sebelum era penjajahan dan masuknya ilmu kesehatan Barat, masyarakat Indonesia
telah mengenal cara-cara pengobatan tradisional yang disebut pengobatan asli atau pengobatan
tradisional. Pengobatan ini menggunakan unsur-unsur “spiritual” disamping obat-obatan
yang berupa dedaunan, akar-akar, kulit kayu dan lain-lain yang dianggap memiliki
khasiat untuk menyembuhkan penyakit.

Dalam zaman penjajahan Belanda, ilmu kedokteran dari Eropa dibawa ke Indonesia
oleh dokter-dokter yang didatangkan untuk melayani kesehatan anggota militer Belanda pada
saat itu. Kesehatan untuk para tentara pada saat itu adalah hal yang sangat penting dan yang
utama, karena kesehatan militer mempengaruhi kekuatan dan kebugaran tentara yang pada
saat itu merupakan kekuatan utama dalam mengokohkan kekuasaan di Indonesia.

Selain itu, Belanda mulai memperhatikan kesehatan para petani pribumi dan
membuat kebijakan-kebijakan yang bertujuan meningkatkan kesehatan terhadap orang Eropa
maupun pribumi. Belanda juga sempat mendirikan sekolah kesehatan yang bernama “Dochter
Java School” yang nantinya berkembang menjadi sekolah STOVIA.

Sekolah ini juga mengajarkan berbagai metode penyembuhan penyakit seperti malaria,
cacar, dll dan juga dengan teknik pengobatan yang lebih modern dari masyarakat Indonesia
sebelumnya yang memakai teknik pengobatan yang lebih tradisional.

A. Hubungan Pemerintah Dengan Sistem Kesehatan di Indonesia

Berbagai sarana dan prasarana kesehatan di Indonesia yang ada sekarang adalah hasil
pengembangan pemikiran Bangsa Eropa yang pernah tinggal di Indonesia.

Ketika masa Pemerintahan Hindia Belanda, pengobatan menjadi hal yang sangat
dipertimbangkan oleh pemerintah, terbukti dengan banyak dibangunnya fasilitas kesehatan
dan juga banyak dibuatnya peraturan oleh Pemerintah mengenai kesehatan tersebut.
Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan untuk masyarakat dibangun di kota-kota besar,
seperti di Batavia yang dibangun banyak fasilitas kesehatan karena menjadi basis Pemerintahan
Hindia Belanda.

Tidak hanya fasilitas kesehatan untuk bangsa Eropa, Pemerintah Hindia Belanda pun
membangun fasilitas untuk orang-orang Tiongkok yang tinggal di Batavia karena dianggap
sebagai komunitas masyarakat yang sama besarnya dengan Bangsa Eropa.

Memasuki abad ke-19 masyarakat pribumi masih menggunakan kepercayaan


tradisional nenek moyang dalam proses penyembuhan penyakit mereka. Hal itulah yang
menyebabkan penggunaan rumah sakit sebagai sarana kesehatan hanya digunakan oleh bangsa
Barat yang sudah berfikir rasional.

Ketika rumah sakit pertama Pemerintah Hindia Belanda dibangun, masyarakat pribumi
pada masa itu tidak bisa dengan bebas menggunakan fasilitas kesehatan yang ada, hal itu
dikarenakan kebijakan Pemerintah Hindia Belanda mengkhususkan penggunaan rumah sakit
untuk bangsa Barat di Indonesia.
Masyarakat Pribumi yang bisa menikmati fasilitas tersebut hanyalah mereka yang
berasal dari kalangan menak atau bangsawan. Para elit masyarakat tersebut dapat melakukan
kegiatan kesehatan ke rumah sakit tersebut dikarenakan mereka mempunyai hubungan dengan
Pemerintah Hindia Belanda, seperti para bupati ataupun para bangasawan lainnya yang bisa
dengan mudah menikmati fasilitas yang ada untuk kegiatan kesehatan mereka.

Sejak awal abad ke-20 perhatian Pemerintah Hindia Belanda meningkat di bidang
kesehatan terutama dalam hal pengontrolan penyakit epidemik, seperti kolera dan pes.
Pemerintah lebih meng-intensif-kan kegiatannya dalam bidang kesehatan, seperti perbaikan
fasilitas-fasilitas di rumah sakit, penambahan tenaga kesehatan ahli, serta penelitian mengenai
berbagai macam penyakit yang mungkin akan menyerang masyarakat.

B. Pulmonologi dan ikatan dokter paru indonesia

Diawal abad 19, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit rakyat diseluruh
Indonesia. Penanggulangan penyakit paru, khususnya tuberculosis paru menjadi penting.
Pemerintah Hindia Belanda membentuk suatu perkumpulan, dinamakan Centrale Vereeniging
voor Tuberculose Bestrijding (CVT). Dalam tahun 1933 perkumpulan ini diubah menjadi
yayasan, yaitu Stiching Centrale Vereeniging tot Bestrijding der Tuberculose (SCVT) yang
diresmikan oleh Ny. de Jonge. Dokter Van der Plaats adalah dokter ahli radiologi
(Rontgenoloog) pertama yang memimpin SCVT. Mulai saat itulah mulai pemberantasan
tuberkulosis paru di Indonesia secara besar-besaran.

Sejak tahun 1937 SCVT telah mempunyai sebuah klinik di Medan yang berbentuk
rumah sakit, yang dikenal sebagai Koningin Emma Kliniek yang dilengkapi dengan Biro
Konsultasi. Hal tersebut merupakan kemajuan dibidang pengobatan tuberkulosis saat itu. Pada
Jaman Belanda Longatrs yang berkebangsaan Indonesia sudah ada antara lain Prof. JC. Kapitan,
Dr. Agus dan Prof. HR. Suroso.

Pada jaman kemerdekaan tahun 1945, Ika Daigaku diambil alih oleh pemeritah Republik
Indonesia dan diganti namanya menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran Republik Indonesia.
Kemudian perguruan tersebut dipencar di Jakarta , Solo, Klaten dan Malang untuk persiapan
agresi Belanda. Pada tanggal 8 September 1973 diadakan rapat Panitia Pembentukan
Perkumpulan untuk Dokter Ahli Paru yang diprakarsai oleh Dr. Rasmin Rasjid. Saat itulah
dibentuk IDPI (Ikatan Dokter Paru Indonesia).

Nama Pulmonologi untuk ilmu penyakit paru diterima dengan resmi oleh Ikatan Dokter
Paru Indonesia pada tahun 1973.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) yang semula bernama Ikatan Dokter Paru
Indonesia (IDPI) yang didirikan pada tahun 1973 adalah organisasi profesi yang menghimpun
seluruh dokter spesialis paru di Indonesia. Sejak berdirinya sudah menyelenggarakan kongres
13 (tiga belas) kali sampai dengan tahun 2012.

C. Reformasi Rumah Sakit Jiwa


Menurut Broere, ada perbedaan mendasar perihal layanan kesehatan jiwa sebelum dan
sesudah paruh kedua abad ke-19. Selain rumah sakit militer, bangsal-bangsal rawat bagi
penderita gangguan jiwa yang sudah ada sejak 1830-an semata-mata dipergunakan untuk
memperoleh uang.

“Sebelum tahun 1860-an tidak ada layanan kesehatan jiwa lain yang secara khusus
dikelola pemerintah. Ruang rawat pagi penderita gangguan jiwa hanya terdapat di beberapa
rumah sakit swasta, salah satunya rumah sakit Cina,” tutur Broere.

Sementara itu, orang-orang pribumi di pedesaan lebih banyak menggunakan jasa


dukun. Seiring waktu, pengobatan dukun dinilai tidak efektif oleh pemerintah kolonial karena
kondisi pasien tak kunjung membaik. Pada akhirnya banyak penderita gangguan jiwa dari
kalangan pribumi yang dibiarkan berkeliaran, mengamuk, dan berakhir di pemasungan.

Kondisi tersebut menimbulkan penilaian negatif dari orang-orang Eropa yang semakin
banyak mendiami Hindia Belanda di pengujung abad ke-19. Tak hanya itu, pemerintah kolonial
juga khawatir orang-orang Eropa sewaktu-waktu dapat dibunuh oleh penderita gangguan jiwa
dari kalangan petani atau buruh perkebunan yang mengamuk lantaran dipaksa bekerja. Maka
timbullah tekad untuk "memberadabkan" kaum pribumi melalui layanan kesehatan jiwa yang
layak.

Pendapat Broere didukung catatan Thong mengenai laporan dari kantor karesiden di
Batavia dan Semarang yang menunjukkan ada peningkatan penderita gangguan jiwa sejak
1862. Selain itu, Thong juga mencatat bahwa hanya dalam kurun 10 tahun penderita gangguan
jiwa yang ditampung di rumah sakit Cina di Batavia melonjak dari 123 menjadi 921 orang.

Untuk menanggulangi krisis kejiwaan masyarakat Hindia Belanda, pemerintah


mengutus dua orang dokter Belanda guna melakukan penelitian. Mereka adalah A.M. Smit dan
F.H. Bauer. Melalui serangkaian sensus, Smit dan Bauer mencoba memperkirakan jumlah
penderita gangguan jiwa dari kalangan pribumi di Jawa. Menurut laporan yang dikeluarkan
pada 1868, terdapat sekitar 550 orang penderita yang diperlakukan dengan cara menyedihkan,
ada yang ditelantarkan dan ada yang dipasung.

Selain melakukan penelitian, Smit juga pernah dikirim ke Utrecht, Belanda untuk
mempelajari cara-cara perawatan penderita gangguan jiwa yang dapat diterapkan di Hindia
Belanda. Sementara Bauer mendapat tugas lain mempelajari adat istiadat masyarakat pribumi
agar dapat menemukan metode penanganan khusus.

Data-data yang dihimpun Smit dan Bauer, catat Thong, lantas dijadikan acuan
Pemerintah Kolonial untuk membangun fasilitas khusus penderita gangguan jiwa yang
pertama di Jawa.

Berdasarkan Surat Keputusan Kerajaan Belanda tanggal 30 Desember 1865 No.100 dan
keputusan Gubernur Jenderal Pieter Mijer tanggal 13 Mei 1867, dibangunlah rumah sakit jiwa
yang pertama di Buitenzorg (Bogor) pada 1882 dengan Bauer sebagai direktur pertama.

Selanjutnya, sepanjang 1889 hingga awal abad ke-20, rumah sakit jiwa terus
bermunculan di Hindia Belanda. Selain Jawa, pemerintah juga membangun fasilitas serupa di
Sabang, Makassar, Manado, Medan, Padang, Bali dan beberapa daerah di Kalimantan.
Kelompok 7

BIDANG RELIGI

Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia membawa dampak dalam bidang sosial


ataupun ekonomi. Salah satu dampak dalam bidang sosial adalah munculnya
masyarakat yang menganut agama Katolik dan Kristen Protestan. Kedatangan
Portugis yang membawa semangat 3G memengaruhi penyebaran agama Kristen dan
Katolik di Indonesia.

Salah satu penyebar agama Katolik di Indonesia yang terkenal adalah Fransiscus
Xaverius, seorang misionaris dari Portugis, di Maluku pada tahun 1546-1547. Di
samping penyebaran agama Katolik, agama Kristen Protestan juga turut tersebar di
Indonesia.

Penyebaran agama Kristen Protestan mulai terjadi pada masa pemerintahan Gubernur
Jendral Raffles. Penyebaran agama ini dilakukan oleh Nederlands Zendeling
Genootschap (NZG), yaitu organisasi yang menyebarkan agama Kristen Protestan
berdasarkan Alkitab. Beberapa tokoh yang tergabung dalam NZG yang terkenal adalah
Ludwig Ingwer Nommensen dan Sebastian Qanckaarts.
Agama Katolik banyak di peluk di Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Nusa
Tenggara Timur, yang banyak mengalami kontak dengan Spanyol dan Portugis.
Sebagai negara Protestan, Belanda juga berperan dalam penyebaran agama ini di
Indonesia melalui aktifitas Zending atau misionaris agama Kristen.

Kelompok 8

BIDANG KESENIAN

Salah satu peninggalan bangsa Portugis yang kini menjadi kesenian tradisional Indonesia
adalah musik keroncong. Musik keroncong adalah seni musik yang menggunakan instrumen
musik dawai, flute dan vocal. Awal mula musik keroncong berasal dari seni musik Fado, yang
merupakan seni musik yang berasal dari Portugis. Seni musik ini diperkenalkan oleh para
pelaut dan budak kapal niaga bangsa Portugis sejak abad ke 16.

 Alat musik banyak berasal dari eropa (piano, biola, dll), baju : gaun (dipakai orang
eropa), nyanyi : lagu2 sering diisi dengan selingan bahasa asing
 Bangunan yang menjadi peninggalan bangsa eropa ketika menjajah Indonesia :

a. lawing sewu (semarang)

b. gereja katedral (Jakarta)

c. museum fatahillah (Jakarta)

d. gereja blenduk (semarang)

e. Gedung bank Indonesia (cirebon)

f. Gedung balaikota lama (medan)

g. Istana kepresidenan RI (bogor)

 Alat musik

a. Tanjidor : Tanjidor adalah kesenian tradisional khas warga Betawi yang menggunakan 
beberapa alat musik antara lain terompet, klarinet, trombone, piston, saxofon, drum, dan
simbal. Musik ini mendapat pengaruh yang kuat dari musik-musik Eropa. Tanjidor lahir pada
masa penjajahan Hindia Belanda. Kata “tanjidor” berasal dari bahasa Portugis yaitu “tangedor”
yang berarti “alat-alat music berdawai”. Pada zaman sekarang, musik sering digunakan untuk
mengantar pengantin atau dalam acara pawai daerah.

b. Keroncong : Keroncong berasal dari music Portugis yang dikenal sebagai fado yang
diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke
Nusantara tepatnya di Maluku. Alat-alat musik yang digunakan dalam music keroncong
diantaranya seperti biola, ukulele, sertaselo dan perkusi. Seiring perkembangan zaman, music
keroncong juga turut mengalami evolusi di tiap masanya. Periode keroncong bias terbagi atas
empat masa yaitu masa keroncong tempo doeloe, abadi, modern dan millennium.

 Untuk lagu Pop, keturunan Indo dari grup duo vokal Blue Diamond cukup terkenal.
Blue Diamond adalah dua vokalis dengan gaya mirip Everly Brothers. Mereka adalah Riem dan
Ruud de Wolff. Konon, dua bersaudara yang hijrah ke Belanda bersama orangtua mereka ini,
adalah Belanda Depok yang lahir di sekitar Jakarta. Mereka sukses membawakan ulang lagu
Ramona. Lagu itu masuk ke peringkat ke-72 di tangga lagu Billboard Hot 100 Amerika di tahun
1960. Di Belanda rekaman lagu mereka sukses terjual 250 ribu keping di Belanda dan 1 juta
keping di Jerman.
 Dalam bidang seni film, percampuran seni teater budaya Indis dan budaya lokal
merupakan sejarah awal perfilman di Nusantara. Film pertama yang dibuat di Bandung pada
tahun 1928 yang mengambil mitologi Sunda yng berjudul Loetoeng Kasaroeng. Film ini
diproduksi Java Film Company, perusahaan milik gabungan seorang Belanda (Heuveldrop)
dengan seorang Jerman (Kruger). Dua tahun selanjutnya, perusahaan ini memproduksi film
yang diadopsi dari cerita panggung komedi stambul Lily van Java, Si Tjonat, Resia Borobudur,
Nyai Dasima, Melati van Agam, dan sebagainya yang juga diproduksi ke film.

 Musik campur sari adalah penggabungan beberapa jenis musik tradisional Indonesia
(terutama musik jawa) dengan jenis musik modern yang sedikit kebaratan. Jadi alat musik yang
digunakan pun adalah campuran antara alat musik tradisional, seperti gamelan dengan alat-
alat musik barat, seperti gitar, keyboard, bas, dan lain sebagainya.

 Hasil karya seni lukis pada masa Hindia Belanda. Pelukis pelukisnya kebanyakan
adalah orang Belanda. Dari para pelukis Belanda yang terbanyak melukis seni bangunan gaya
Indis anatara lain adalah J. Rach yang banyak melukis bangunan kota dan benteng, serta rumah
orang-orang terkemuka di Batavia dan kota-kota pantai di Jawa.

Kelompok 9

BIDANG HUKUM
Hukum bagi suatu negara memiliki peran yang sangat penting, tidak terkecuali bagi Indonesia.
Meskipun Indonesia telah menjadi sebuah negara berdaulat dan memiliki kapabilitas yang
seluas-luasnya untuk menentukan self-determination-nya sendiri, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa pengaruh-pengaruh pemerintah kolonial Belanda masih dapat dirasakan
dalam berbagai sistem-sistem yang ada dalam aspek-aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pengaruh pemerintah kolonial Belanda bahkan masih dapat dirasakan dalam salah
satu aspek fundamental, yaitu hukum.

Pemerintah kolonial Belanda mencanangkan politik etis pada abad ke-20. politik etis atau
politik balas budi merupakan suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial
bertanggung jawab secara moral bagi kesejahteraan rakyat pribumi. Munculnya pemikiran
tersebut merupakan kritik terhadap politik tanam paksa yang menyengsarakan rakyat pribumi.
Politik etis yang dipelopori oleh van Deventer dan Pieter Brooshooft telah membuka mata
pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi. Pada tanggal 17
September 1901, Ratu Wilhelmina menegaskan dalam pidato pembukaan parlemen Belanda
bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan utang budi kepada rakyat
pribumi di Hindia Belanda.

 Hukum Belanda masih sangat memengaruhi sistem sistem hukum Indonesia. Pasal-
pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH-Pidana) dan Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUH-Perdata) Indonesia, misalnya masih mewarisi pasal-
pasal dari kitab hukum Belanda.
 perpaduan hukum negara yg bersumber dari hukum adat dan hukum agama. alasanya
karena saat itu hukum di indonesia masih mentolerir kebijakan belanda
 Berlakunya Hukum Sipil di Indonesia, Hukum pidana dan perdata yang berlaku di
Indonesia diturunkan dari Hukum Sipil dari Eropa. Pada masa gubernur jenderal
Hermann Wilhelm Daendels, diterapkan Code Napoleon, aturan Hukum Sipil yang
berasal dari Perancis. Hukum ini sampai sekarang masih menjadi dasar peradilan
Indonesia di bidang perdata dan pidana
 Berlakunya pembagian wilayah dengan provinsi dan kabupaten, Pada masa Belanda,
pemerintahan dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh gubernur dan
residentie (karesidenan) berbangsa Belanda serta regenschap (kabupaten) yang
dipimpin bangsawan asli Indonesia. Sistem pemerintahan provinsi dan kabupaten ini
sampai saat ini masih dipakai di Indonesia.
 Kebijakan raja mulai pudar
 Hukum adat berubah menjadi sistem hukum barat modern
 Pegawai pemerintah yang sifatnya keturunan tidak lagi berlaku
 Siapa saja bisa menjadi bagian pemerintahan
 Pusat pemerintahan berada di pulau Jawa

Daniel Lev yang kolonial Belanda. Bahkan pada realitanya, sebuah aspek fundamental seperti
hukum, yang menyangkut segala peraturan dan norma yang berlaku di Indonesia, pun masih
tetap saja tidak dapat terlepas dari pengaruh yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial
Belanda. Hal ini kembali lagi tidak terlepas dari penanaman ideologi-ideologi pemerintah
kolonial terhadap para elit dan cendekiawan bangsa sehingga terbawa hingga saat ini. Serta
meskipun pada penerapan aspek pluralisme terdapat kebijakan hukum adat, namun di era
pemerintahan kolonial Belanda, hukum adat dikenal sebagai aspek yang mengganggu
kelancaran dalam penguasaan Belanda di Indonesia. Oleh karenanya, pemerintah kolonial
Belanda secara tidak langsung mencegah adanya campur tangan hukum adat dalam
pemerintahan. Namun karena sifat dari hukum adat lokal yang tidak mudah diubah, maka
pemerintah kolonial Belanda mencoba mengkolaborasikan sistem hukum adat yang ada di
Indonesia dengan sistem hukum kolonial yang dimiliki oleh pemerintah kolonial itu sendiri
demi mempertahankan kekuasaan dan antusias koloni.menganggap bahwa hukum yang
terdapat di Indonesia hingga saat ini tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh masa pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai