2. Bidang Budaya
Perubahan pola hidup masyarakat Indonesia juga terpengaruh dengan adanya budaya
dan pola budaya hidup orang Barat di tengah-tengah budaya tradisional. Selain itu,
praktik kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat, terutama bangsa belanda
menyebabkan beberapa faktor,yaitu sebagai berikut.
a. Merosotnya pengaruh dan peran politik penguasa pribumi, menyebabkan mereka
mengalihkan perhatiannya ke bidang seni budaya. Contohnya Paku Buwono V
memerintahkan disusunya serat Centhini, yaitu tentang pengetahuan mistik Jawa.
Kemudian pujangga Krator Surakarta, Raden Ngabehi Ronggowasito menulis karya-
karya berbentuk prosa. Karyanya yang cukup terkenal berjudul Pustakaraja Purwa (buku
tentang raja-raja pada zaman kuno).Selain itu,Mangkunegara IV menulis kitab
Wedatama.Paku Alam dan Hamengkubuwono V mendorong dan melindungi Budaya di
istana kerajaan.
b. Melemahnya ikatan tradisi dalam kehidupan pribumi sebagai akibat penyederhanaan
upacara dan tata cara yang berlaku di istana kerajaan.
c. Runtuhnya kewibawaan tradisional penguasa pribumi akibat tindakan pemerintah
Belanda yang menghapus kedudukan mereka secara adat dan menjadikan mereka sebagai
pegawai pemerintah.
3. Bidang Politik
Pengaruh kekuasaan Belanda semakin kuat karena intervensi yang intensif dalam
masalah-masalah istana, seperti pergantian tahta, pengangkatan pejabat-pejabat kerajaan,
ataupun partisipasinya dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah kerajaan. Dengan
demikian, dalam bidang politik penguasa-penguasa pribumi makin tergantung pada
kekuasaan asing, sehingga kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah
istana makin menipis. Di samping itu, aneksasi wilayah yang dilakukan oleh penguasa
asing mengakibatkan semakin menyempitnya wilayah kekuasaan pribumi. Penghasilan
yang berupa lungguh, upeti atau hasil bumi; semakin berkurang dan bahkan hilang, sebab
kedudukannya telah berganti sebagai alat pemerintah Belanda.
Dalam bidang politik dari kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat di Indonesia
menyebabkan semakin hilangnya kekuasaan Politik dan para penguasa Indonesia yang
beralih ke tangan Belanda (Aluna : 2016). Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa faktor
sebagai berikut.
a. Penerapan sistem indirect rule (sistem pemerintahan tidak langsung) yaitu dengan
memanfaatkan penguasa-penguasa tradisional, seperti bupati dan raja yang memerintah
atas nama VOC.
b. Munculnya berbagai perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Hindia Belanda.
c. Belanda sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan politik kerajaan karena
intervensinya.
d. Bupati menjadi alat kekuasaaan pemerintahan kolonial. Mereka menjadi pegawai
pemerintahan kolonial yang diber gaji. Padahal menurut adat penguasa tradisional
tersebut mendapat upeti dari rakyat.
e. Semakin merosotnya dan bergantungnya kekuasaan raja kepada kekuasaan asing. Bahkan
sebagian diambil alih atau di bawah kekuasaan kolonial.
4. Bidang Ekonomi
Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di bidang ekonomi yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial bangsa Barat terhadap rakyat di Indonesia membawa dampak,
diantaranya sebagai berikut.
a. Monopoli dan penguasaan suatu daerah (koloni) oleh penjajah menyebabkan terjadinya
situasi yang tidak sehat dalam hal perdagangan.
b. Perekonomian bergeser dari pertanian pangan menjadi industri perkebunan
c. Praktik monopoli perdagangan yang diterapkan oleh voc mengakibatkan mundurnya
perdagangan di nusantara dari kancah perdagangan internasional
d. Dalam mengeksploitasi tanah jajahan voc memanfaatkan para penguasa tradisional
(menerapkan sistem indirect rule) dalam penyerahan wajib hasil bumi dan pemungutan
(pajak hasil bumi)
e. Penerapan sistem tanam paksa menyebabkan rakyat indonesia mengenal jenis tanaman
baru
f. Munculnya pedagang-pedagang perantara dalam perdagangan internasionalyang
dipegang oleh orang timur asing.sedangkan bangsa indonesia hanya sebagai pengecer
g. Munculnya kota-kota baru di sekitar perusahaan-perusahaan belanda.
h. Dikenalnya sistem ekonomi uang bagi masyarakat Indonesia. Salah satu dampaknya
adalah dikenalnya sistem utang. Sedangkan dalam pengerjaan lahan pertanian, penduduk
memulai mengenal pinjaman modal. Namun,mereka harus mengembalikan uang dengan
sistem bunga yang memperparah perekonomian.
5. Bidang Pendidikan
Usaha – usaha yang dilakukan oleh kolonial Belanda dalam bidang pendidikan tidak
lain adalah untuk keuntungan pemerintahan Belanda, yaitu menghasilkan pegawai
administrasi Belanda yg murah, terampil, dan terdidik. Selain itu Pemerintah Belanda
menyusun kurikulum pendidikannya sendiri, akibatnya perkembangan pendidikan dan
pengajaran di Indonesia sampai abad ke – 19 menunjukkan kecenderungan Politik dan
Kebudayaan. Tidak semua masyarakat mendapatkan pendidikan, masyarakat yang
mempunyai jabatan lah yang dapat merasakan pendidikan, seperti keturunan raja,
keturunan bangsawan, pengusaha kaya, dan yang lainnya.
Para Pahlawan kita lah yang mengajarkan pendidikan kepada rakyat - rakyat jelata,
dengan tujuan agar masyarakat Indonesia tidak lagi dibodoh – bodohi oleh para kolonial
Belanda. Dampak penjajahan bangsa Barat di bidang pendidikan, antara lain :
a. Munculnya golongan - golongan terpelajar di Indonesia.
b. Bangsa Indonesia bisa membaca dan menulis sehingga dapat menjadi tenaga – tenaga
kerja di perusahaan Belanda.
c. Bangsa Indonesia menjadi tahu perkembangan yang terjadi di dunia luar.
B. PERLAWANAN MENENTANG REJIM BELANDA ABAD KE -19
1. Perang Paderi
Perang Padri diawali dengan konflik antara Kaum Padri dengan Kaum Adat terkait
pemurnian agama Islam di Sumatera Barat. Kaum Adat masih sering melakukan
kebiasaan yang bertentangan dengan Islam, seperti berjudi dan mabuk-mabukan. Kaum
Padri yang terdiri dari para ulama menasihati Kaum Adat untuk menghentikan kebiasaan
tersebut, Kaum Adat menolaknya, sehingga terjadi perang yang berlangsung tahun 1803
– 1821. Perang diakhiri dengan kekalahan Kaum Adat.
Kondisi tersebut lalu dimanfaatkan Belanda untuk bekerja sama dengan Kaum Adat
guna melawan Kaum Padri. Belanda memang bertujuan untuk menguasai wilayah
Sumatera Barat. Salah satu tokoh pemimpin Kaum Padri adalah Tuanku Imam Bonjol.
Fase perang ini berlangsung tahun 1821 – 1838. Tuanku Imam Bonjol lalu mengajak
Kaum Adat agar menyadari tipuan Belanda dan akhirnya bersatu melawan Belanda.
Perang diakhiri dengan kekalahan di pihak Padri dan Adat karena militer Belanda yang
cukup kuat.
2. Perang Pattimura
Pada 1817, Belanda juga berusaha menguasai Maluku dengan monopoli perdagangan.
Rakyat Maluku yang dipimpin Thomas Matulessy (Pattimura) menolaknya dan
melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pertempuran sengit terjadi di benteng
Duurstede, Saparua. Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran, rakyat Maluku
terdesak. Perlawanan rakyat Maluku melemah akibat tertangkapnya Pattimura dan
Martha Christina Tiahahu.
3. Perang Diponegoro
Perang Diponegoro adalah perang terbesar yang dialami Belanda. Perlawanan ini
dipimpin Pangeran Diponegoro yang didukung pihak istana, kaum ulama, dan rakyat
Yogyakarta. Perang ini terjadi karena Belanda memasang patok-patok jalan yang melalui
makam leluhur Pangeran Diponegoro. Perang ini terjadi tahun 1825 – 1830. Pada tahun
1827, Belanda memakai siasat perang bernama Benteng Stelsel, yaitu setiap daerah yang
dikuasai didirikan benteng untuk mengawasi daerah sekitarnya. Antara satu benteng dan
benteng lainnya dihubungkan pasukan gerak cepat, sehingga ruang gerak pasukan
Diponegoro dipersempit.
Benteng Stelsel belum mampu mematahkan serangan pasukan Diponegoro. Belanda
akhirnya menggunakan tipu muslihat dengan cara mengajak berunding Pangeran
Diponegoro, padahal sebenarnya itu berupa penangkapan. Setelah penangkapan, gerak
pasukan Diponegoro mulai melemah. Belanda dapat memenangkan perang tersebut,
namun dengan kerugian yang besar karena perang tersebut menguras biaya dan tenaga
yang banyak.
4. Perang Jagaraga Bali
Perang ini terjadi akibat protes Belanda terhadap Hak Tawan Karang, yaitu aturan
yang memberik hak kepada kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas kapal asing beserta
muatannya yang terdampar di Bali. Protes ini tidak membuat Bali menghapuskan Hak
Tawan Karang, sehingga perang puputan (habis-habisan) antara kerajaan-kerajaan Bali
yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik dengan Belanda terjadi. Belanda berhasil menguasai
Bali karena kekuatan militer yang lebih unggul.
5. Perang Banjar
Perang ini dilatarbelakangi oleh Belanda yang ingin menguasai kekayaan alam
Banjar, serta keikut-campuran Belanda dalam urusan kesultanan. Akibatnya, rakyat yang
dipimpin Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari melakukan perlawanan terhadap
Belanda sekitar tahun 1859. Serangkaian pertempuran terus terjadi hingga Belanda
menambahkan kekuatan militernya. Pasukan Pangeran Hidayatullah kalah, karena
pasukan Belanda lebih unggul dari segi jumlah pasukan, keterampilan perang
pasukannya, dan peralatan perangnya. Perlawanan rakyat Banjar mulai melemah ketika
Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke Pulau Jawa, sementara itu Pangeran
Antasari masih melakukan perlawanan secara gerilya hingga ia wafat.
6. Perang Aceh
Perang Aceh dilatarbelakangi Traktat Sumatra (1871) yang menyebutkan bahwa
Belanda bebas meluaskan wilayah di Sumatera termasuk Aceh. Hal ini ditentang Teuku
Cik Ditiro, Cut Mutia, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan Panglima Polim. Belanda
mendapatkan perlawanan sengit dari rakyat Aceh. Rakyat Aceh berperang dengan jihad,
sehingga semangatnya untuk melawan Belanda sangat kuat.
Untuk menghadapinya, Belanda mengutus Snouck Hurgronje untuk meneliti budaya
dan karakter rakyat Aceh. Ia menyarankan agar pemerintah Belanda menggempur
pertahanan Aceh bertubi-tubi agar mental rakyat semakin terkikis, dan memecahbelah
rakyat Aceh menjadi beberapa kelompok.
7. Perang
Perlawanan rakyat Batak dipimpin Sisingamangaraja XII. Latar belakang perlawanan
ini adalah bangsa Belanda berusaha menguasai seluruh tanah Batak dan disertai dengan
penyebaran agama Kristen. Sisingamangaraja XII masih melawan Belanda sampai akhir
abad ke-19. Namun, gerak pasukan Sisingamangaraja XII semakin menyempit. Pada
akhirnya, Sisingamangaraja XII wafat ditembak serdadu Marsose, dan Belanda
menguasai tanah Batak.
C. NASIONALISME ABAD KE-20
1. Latar Belakang Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia
Sebelum tahun 1900 bangsa Indonesia telah memberikan reaksi dan perlawanan
terhadap penjajah Belanda, tetapi perlawanan tersebut masih bersifat lokal atau
kedaerahan. Beberapa sifat perlawanan sebelum tahun 1900 atau sebelum pergerakan
nasional muncul dan berkembang:
Perlawanan bersifat kedaerahan atau lokal.
Perlawanan bersifat negatif, perlawanan belum terjangkau oleh kekuasaan penjajah
dan masih mencari perlindungan dengan ilmu gaib.
Perlawanan bersifat irasionil, maksudnya masih mengandalkan kekuatan seorang
pemimpin yang karismatik (mempunyai kesaktian).
Perlawanan bersifat follow-up, artinya tidak ada tindak lanjut apabila seorang
pemimpin berhasil ditawan.
a. Faktor Internal
Penderitaan rakyat akibat adanya penjajahan.
Perkembangan komunikasi antar pulau
Perkembangan bahasa Indonesia
Terinspirasi dengan kejayaan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit
Perkembangan pendidikan di Indonesia
Perkembangan sekolah kebangsaan
b. Faktor Ekternal
Masuknya ide-ide Barat lewat Pendidikan
Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905
Perjuangan Bangsa lain
Berkembangnya Liberalisme, Demokrasi dan Nasionalisme
Perkembangan Gerakan Nasional negara tetangga
Sejak menginjakkan kakinya di bumi Indonesia pada tahun 1956, penjajah Belanda
kurang memperhatikan kesejahteraan golongan pribumi (orang-orang Indonesia). Mereka
terus mengeruk kekayaan alam dan menindas rakyat Indonesia, tanpa mau
memperhatikan nasib rakyat itu sendiri. Pada akhir abad ke-19, C.Th.van Deventer
mengkritik keadaan itu melalui salah satu karangannya yang berjudul Utang Budi. C.Th
van Deventer antara lain menyetakan bahwa kemakmuran Belanda diperoleh berkat kerja
dan jasa orang Indonesia. Oleh sebab itu, bangsa Belanda sebagai bangsa yang maju dan
bermoral harus membayar utang budi kepada bangsa Indonesia. Caranya adalah dengan
menjalankan Politik Balas Budi atau dikenal dengan sebutan Politik Etis. Politik Etis
yang diuslkan oleh C.Th van Deventer berisi tentang perbaikanperbaikan dalam bidang
irigasi (pengairan), transmigrasi (perpindahan), dan edukasi (pendidikan). Akan tetapi
pelaksanaannya tidak terlepas dari kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Politik Etis
sebenarnya merupakan bentuk penjajahan kebudayaan yang halus sekali. Program
edukasi itu sendiri sebenarnya merupakan pelaksanaan dari Politik Asosiasi yang berarti
penggantian kebudayaan asli tanah jajahan dengan kebudayaan penjajah.
Walaupun menyimpang dari tujuan semula, beberapa pelaksanaan dari Politik Etis
telah membawa pengaruh yang baik. Misalnya, dengan didirikannya sekolahsekolah
untuk golongan pribumi. Tujuannya adalah untuk memperoleh tenaga baru pegawai
rendah yang bersedia digaji lebih murah dari pada tenaga bangsa-bangsa Belanda.
Banyaknya penduduk pribumi yang bersekolah telah menghasilkan kaum cerdik pandai
dikalangan penduduk pribumi. Kaum cerdik pandai inilah yang mempelopori kesadaran
kebangsaan, yaitu suatu kesadaran tentang perlunya persatuan dan kesatuan bangsa.
Peristiwa timbulnya kesadaran berbangsa disebut Kebangkitan Nasional Indonesia. Kaum
cerdik pandai ini pula yang mempelopori dan memimpin pergerakan nasional pada awal
abad ke-20.
a. Budi Utomo (BU)
Pada awal abad ke-20 sudah banyak mahasiswa di kota-kota besar terutama di
Pulau Jawa. Sekolah kedokteran bernama STOVIA (School tot Opleideing van
Inlandsche Aartsen) terdapat di Jakarta. Para tokoh mahasiswa kedokteran sepakat untuk
memperjuangkan nasib rakyat Indonesia dengan memajukan pendidikan rakyat.
Pada tanggal 20 Mei 1908 sebuah organisasi bernama Budi Utomo dibentuk di
Jakarta. Ketua Budi Utomo adalah dr Sutomo, dan tonggak berdirinya Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908 dikenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Tokoh lain pendiri
Budi Utomo adalah Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan R.T. Ario Tirtokusumo.
Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya
adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai
yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang
mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka
sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan
kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka
mencapai kehidupan rakyat yang layak.
Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran berikut.
Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja,
tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah
saja.
Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah
gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang
menderita.
Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan.
Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari
keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban.
Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin lambannya Budi Utomo :
Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada
penduduk umumnya.
Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda daripada kepentingan rakyat
Indonesia.
Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menyebabkan kaum
terpelajar tersisih. Ketika meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai
terjun dalam bidang politik.
Pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya
(Parindra). Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur dari arena politik.
SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S.
Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang
berpusat di Semarang. Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi
Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai
Sarekat Islam Indonesia (PSII). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama
menjadi Sarekat Rakyat (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia
(PKI).
Pada tahun 1913 terdapat persiapan pelaksanaan perayaan 100 tahun pembebasan
Belanda dari kekuasaan Perancis. Belanda meminta rakyat Indonesia untuk turut
memperingati hari tersebut. Para tokoh Indische Partij menentang rencana tersebut.
Masuk konsep “Hindia Bebas” dari Belanda, dalam pembentukan negara Hindia
yang diperintah oleh rakyatnya sendiri. Perasaan anti-kolonialisme semakin menonjol
setelah ada seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang kebebasan dalam
menentukan nasib sendiri pada negara-negara terjajah (The Right of Self Determination).
PKI terus berupaya mendapatkan pengaruh dalam masyarakat. Salah satu upaya
yang ditempuhnya adalah melakukan infiltrasi dalam tubuh Sarekat Islam. Organisasi
PKI makin kuat ketika pada bulan Februari 1923 Darsono kembali dari Moskow.
Ditambah dengan tokoh-tokoh Alimin dan Musso, maka peranan politik PKI semakin
luas.
PKI telah mengorbankan ribuan orang yang termakan hasutan untuk ikut serta
dalam pemberontakan. Dampak buruk lainnya yang menimpa para pejuang pergerakan di
tanah air adalah berupa pengekangan dan penindasan yang luar biasa dari pemerintah
Belanda sehingga sama sekali tidak punya ruang gerak. Walaupun PKI dinyatakan
sebagai partai terlarang tetapi secara ilegal mereka masih melakukan kegiatan politiknya.
Semaun, Darsono, dan Alimin meneruskan propaganda untuk tetap memperjuangkan aksi
revolusioner di Indonesia.
Lahirnya PNI juga dilatarbelakangi oleh situasi sosio politik yang kompleks.
Pemberontakan PKI pada tahun 1926 membangkitkan semangatuntuk menyusun
kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Rapat pendirian partai ini
dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr.
Budiarto, dan Mr. Soenarjo. Pada awal berdirinya, PNI berkembang sangat pesat karena
didorong oleh faktor-faktor berikut.
Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI
menggunakan tiga asas yaitu self help (berjuang dengan usaha sendiri) dan nonmendiancy,
sikapnya terhadap pemerintah juga antipati dan nonkooperasi. Dasar perjuangannya adalah
marhaenisme.
Pembentukan organisasi PPPKI sebagai ide persatuan sejak awal mengandung benih-
benih kelemahan dan keretakan. Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan
keretakan tersebut.
Sejak awal berdirinya Partindo memiliki banyak anggota dan terjun dalam aksi-
aksi politik menuju Indonesia Merdeka. Dasar Partindo sama dengan PNI yaitu nasional.
Tujuannya adalah mencapai Indonesia merdeka. Asasnya pun juga sama yaitu self help
dan nonkooperasi.
Partindo semakin kuat setelah Ir. Soekarno bergabung ke dalamnya pada tahun
1932, setelah dibebaskan dari penjara. Namun, karena kegiatan-kegiatannya yang sangat
radikal menyebabkan pemerintah melakukan pengawasan yang cukup ketat. Karena tidak
bisa berkembang, maka tahun 1936 Partindo bubar.
Sikapnya terhadap pemerintah tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi,
jadi luwes. Tokoh-tokoh Parindra yang terkenal dalam membela kepentingan rakyat di
volksraad adalah Moh. Husni Thamrin.
1. Kegagalan petisi Sutarjo. Petisi ini berisi permohonan agar diadakan musyawarah antara
wakil-wakil Indonesia dan Belanda. Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia diberi
pemerintahan yang berdiri sendiri.
2. Kepentingan internasional akibat timbulnya fasisme.
3. Sikap pemerintah yang kurang memerhatikan kepentingan bangsa Indonesia.
l. Organisasi Keagamaan
Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern yang didirikan di Yogyakarta
pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah berarti umat
Muhammad atau pengikut Muhammad. Dengan nama ini memiliki harapan dapat
mencontoh segala jejak perjuangan dan pengabdian Nabi Muhammad.
Di samping Muhammadiyah, gerakan keagamaan lain yang memiliki andil bagi
kemajuan bangsa antara lain, berikut ini.
Di samping gerakan para pemuda, kaum wanita juga tidak mau ketinggalan.
Pergerakan wanita dipelopori oleh R.A.Kartini dari Jepara dengan mendirikan Sekolah
Kartini. Perkumpulan wanita yang didirikan sebelum tahun 1920 antara lain Putri
Mardika yang didirikan atas bantuan Budi Utomo. Perkumpulan ini bertujuan untuk
memajukan pengajaran terhadap anak-anak perempuan dengan cara memberi penerangan
dan bantuan dana, mempertinggi sikap yang merdeka, dan melenyapkan tindakan malu-
malu yang melampaui batas.
Di samping R.A.Kartini dan Dewi Sartika, masih terdapat seorang tokoh wanita
yaitu Ibu Maria Walanda Maramis dari Minahasa. Beliau mendirikan perkumpulan yang
bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) pada tahun 1917. PIKAT
dalam kegiatannya mendirikan Sekolah Kepandaian Putri.
1. Kongres Pemuda I
Pada 30 April sampai 2 Mei 1926 diadakan rapat yang dihadiri oleh seluruh
organisasi pemuda di Jakarta. Rapat ini dikenal dengan Kongres Pemuda Pertama. Kongres
ini diketuai oleh M. Tabrani. Kongres ini bertujuan untuk membentuk suatu organisasi
pemuda tunggal agar dapat mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam kongres
ini, beberapa tokoh pemuda menjadi pembicara dan menyampaikan gagasannya antara lain:
Kongres Pemuda I akhirnya ditutup tanggal 2 Mei 1926 dan menghasilkan beberapa
keputusan seperti mengakui cita-cita persatuan serta mendorong penggunaan bahasa
persatuan yaitu bahasa Indonesia yang digagas oleh Muh. Yamin. Dari kongres ini juga
terbentuk organisasi baru yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi-organisasi
Indonesia. Organisasi yang bergabung di antaranya adalah Jong Java, Jong Celebes, Jong
Minahasa, Sekar Rukun, dan Jong Sumateranen Bond. Penyatuan organisasi ini dikenal
dengan suatu organisasi baru yang bernama Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) pada
tanggal 15 Agustus 1926. Tidak berhenti sampai di situ, pada September 1926 dibentuk juga
organisasi Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Organisasi ini diketuai oleh
Soegondo Djojopuspito..
2. Kongres Pemuda II
Ikrar dalam Kongres Pemuda II tersebut merupakan puncak dari persatuan golongan
pemuda pada masa pergerakan nasional. Ikrar tersebut disampaikan pada tanggal 28 Oktober,
sehingga itu ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda. Selain menghasilkan Sumpah
Pemuda, Kongres Pemuda II juga menetapkan bendera Merah Putih sebagai bendera
Indonesia.
Setelah kongres tersebut, bukan berarti perjuangan para pemuda ini berhenti. Pada
tanggal 25-29 Desember 1928, lahirlah organisasi Indonesia Muda. Indonesia Muda
merupakan fusi dari beberapa organisasi di antaranya adalah Jong Java, Jong Celebes,
Perhimpunan Indonesia dan Pemuda Sumatera. Kemudian gedung Indonesische Clubgebouw
sekarang dikenal dengan Museum Sumpah Pemuda.