LATAR BELAKANG
Kota merupakan hasil produk manusia dan budaya yang sangat beragam
yang lakukan oleh individu-individu yang bermukim dan beraktvitas didalamnya.
Menurut Mumford dalam Damayanti (2011), kota sangat spesifik terhadap
budaya, tidak ada dua kota pun yang sama persis, meskipun memiliki latar
belakang yang serupa. Namun penilaian karakteristik sebuah kota relatif dianggap
lebih mudah karena bentuk fisik lebih mudah terlihat dan terasa dibandingkan
dengan aspek sosial budaya.
Terdapat hubungan yang sangat erat antara masyarakat terhadap ruang
sebagai wadah kegiatan. Kota sebagai tempat terpusatnya kegiatan masyarakat,
akan senantiasa berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya, sesuai
perkembangan kuantitas dan kualitas masyarakat. Hal tersebut merupakan
indikator dinamika serta kondisi pembangunan masyarakat kota tersebut berserta
wilayah di sekitarnya.
Perkembangan dan pertumbuhan kota secara spesifik diperoleh gambaran
mengenai hal-hal yang menyangkut proses perkembangan dan pertumbuhan
kota, faktor-faktor penggerak perkembangan dan pertumbuhan kota, dan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipakai didalam usaha pengarahan dan
penyusunan arah dan besarnya perkembangan dan pertumbuhan kota. Untuk
mengetahui perkembangan dan pertumbuhan kota diperlukan adanya peta
mental (mental map) dapat diartikan sebagai pengetahuan seseorang terhadap
lingkungan disekitarnya sehingga dapat diketahui suatu identitas suatu kota.
Berdasarkan sejarah, Kota Palu awalnya adalah sebuah “Kota Baru” yang
letaknya di muara sungai. Dr. Kruyt menguraikan bahwa Palu sebenarnya tempat
baru dihuni orang (De Aste Toradja’s van Midden Celebes). Awal mula
pembentukan kota Palu berasal dari penduduk Desa Bontolevo di Pegunungan
Ulayo. Setelah pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai
di Boya Pogego sekarang ini.
Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kesatuan empat kampung,
yaitu : Besusu, Tanggabanggo (Siranindi) sekarang bernama Kamonji, Panggovia
Sri Wulandari |1
Mental Mapping Kota Palu
Sri Wulandari |2
Mental Mapping Kota Palu
Residen Koordinator Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang menempatkan Kota Palu
sebagai Ibukota Keresidenan.
Pertumbuhan Kota Palu setelah Indonesia merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah Belanda kemudian Jepang pada tahun 1945 semakin lama
semakin meningkat. Dimana hasrat masyarakat untuk lebih maju dari masa
penjajahan dengan tekat membangun masing-masing daerahnya. Berkat usaha
makin tersusun roda pemerintahannya dari pusat sampai ke daerah-daerah. Maka
terbentuklah daerah Swatantra tingkat II Donggala sesuai peraturan pemerintah
Nomor 23 Tahun 1952 yang selanjutnya melahirkan Kota Administratif Palu yang
berbentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978.
Berangsur-angsur susunan ketatanegaraan RI diperbaiki oleh pemerintah
pusat disesuaikannya dengan keinginan rakyat di daerah-daerah melalui
pemecahan dan penggabungan untuk pengembangan daerah, kemudian
dihapuslah pemerintahan Swapraja dengan keluarnya peraturan yang antara lain
adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 dan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1959 serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 Tentang Terbentuknya
Dati I Propinsi Sulteng dengan Ibukota Palu.
Dasar hukum pembentukan wilayah Kota Administratif Palu yang dibentuk
tanggal 27 September 1978 atas Dasar Asas Dekontrasi sesuai Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Kota Palu
sebagai Ibukota Propinsi Dati I Sulawesi Tengah sekaligus ibukota Kabupaten Dati
II Donggala dan juga sebagai ibukota pemerintahan wilayah Kota Administratif
Palu. Palu merupakan kota kesepuluh yang ditetapkan pemerintah menjadi kota
administratif.
Sebagai latar belakang pertumbuhan Kota Palu dalam perkembangannya
tidak dapat dilepaskan dari hasrat keinginan rakyat di daerah ini dalam pencetusan
pembentukan Pemerintahan wilayah kota untuk Kota Palu dimulai sejak adanya
Keputusan DPRD Tingkat I Sulteng di Poso Tahun 1964. Atas dasar keputusan
tersebut maka diambil langkah-langkah positif oleh Pemerintah Daerah Tingkat I
Sulawesi Tengah dan Pemerintah Dati II Donggala guna mempersiapkan segala
Sri Wulandari |3
Mental Mapping Kota Palu
sesuatu yang ada kaitannya dengan kemungkinan Kota Palu sebagai Kota
Administratif. Usaha ini diperkuat dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Sulteng
Nomor 225/Ditpem/1974 dengan membentuk Panitia Peneliti kemungkinan Kota
Palu dijadikan Kota Administratif, maka pemerintah pusat telah berkenan
menyetujui Kota Palu dijadikan Kota Administratif dengan dua kecamatan yaitu
Palu Barat dan Palu Timur.
Berdasarkan landasan hukum tersebut maka pemerintah Kota
Administratif Palu memulai kegiatan menyelenggarakan pemerintahan di wilayah
berdasarkan fungsi sebagai berikut :
a) Meningkatkan dan menyesuaikan penyelenggaraan pemerintah dengan
perkembangan kehidupan politik dan budaya perkotaan.
b) Membina dan mengarahkan pembangunan sesuai dengan perkembangan
sosial ekonomi dan fisik perkotaan.
c) Mendukung dan merangsang secara timbal balik pembangunan wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah pada umumnya dan Kabupaten Dati
II Donggala.
Hal ini berarti pemerintah wilayah Kota Administratif Palu
menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi bidang pemerintahan, pembinaan
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya perkotaan dan pengarahan
pembangunan ekonomi, sosial dan fisik perkotaan.
Selanjutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1994, terjadi
perubahan status dari Kota Administratif Palu menjadi Kotamadya Palu yang
sekarang menjadi Kota Palu yang terbagi menjadi 8 kecamatan, yaitu Kecamatan
Palu Timur, Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Palu
Utara, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Tatanga, Kecamatan Mantikulore dan
Kecamatan Tawaeli.
Kota Palu terletak memanjang dari timur ke barat disebelah utara garis
katulistiwa dalam koordinat 0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Luas wilayahnya
395,06 km2 dan terletak di Teluk Palu dengan dikelilingi pegunungan dan sungai
membelah ditengah kota. Kota Palu terletak pada ketinggian 0 – 2500 m dari
Sri Wulandari |4
Mental Mapping Kota Palu
Sri Wulandari |5
Mental Mapping Kota Palu
Sri Wulandari |6
Mental Mapping Kota Palu
Sri Wulandari |7
Mental Mapping Kota Palu
Sri Wulandari |8
Mental Mapping Kota Palu
jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan
sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik jika memiliki identitas
yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun dan lain-lain), serta ada
penampakan yang kuat (misalnya fasade, pohon, dan lain-lain), atau belokan
yang jelas.
Yang menjadi paths di Kota Palu adalah Jalan Prof. Yamin terdapat Lapangan
Vatulemo, Jalan Sultan Hasanuddin 1 terdapat Gedung Juang dan Taman
Nasional, Jalan DR. Moh. Hatta terdapat Taman Gor, Jalan Cumi-cumi terdapat
Pantai Taman Ria dan Masjid Arkam Babu Rahman (masjid terapung), Jalan
Rajamoili terdapat Anjungan Pantai Talise, dan Jalan Cut Mutia terdapat Pusat
Rekreasi Masyarakat dan Kawasan Penggaraman.
2. Edges merupakan batas yang memiliki identitas yang kuat karena tampak
visualnya yang jelas dan fungsi batasnya yang jelas untuk membagi atau
menyatukan dapat berupa suatu desain, sungai, gunung, dan sebagainya.
Yang menjadi edges di Kota Palu adalah Sungai Palu, yang membelah wilayah
kota bagian timur dan barat.
3. Districs merupakan kawasan bagian kota yang mempunyai karakter atau
aktivitas khusus yang mudah dikenali oleh pengamatnya yang memiliki bentuk
dan pola, wujud, ciri dan karakteristik yang berbeda dengan kawasan
sekitarnya, misalnya kawasan perdagangan, kawasan permukiman, daerah
pinggiran kota, daerah pusat kota, dan sebagainya.
Yang menjadi districs di Kota Palu adalah kawasan pertokoan dan kawasan
penggaraman.
4. Nodes merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau
aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain,
misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota
secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar taman, square, dan
sebagainya.
Yang menjadi nodes di Kota Palu yang merupakan persimpangan lalu lintas
adalah patung kuda yang merupakan perempatan antara Jalan Rajamoili, Jalan
Sri Wulandari |9
Mental Mapping Kota Palu
Undata, Jalan Raden Saleh, dan Jalan Cut Mutia. Kemudian nodes yang kedua
adalah Taman Nasional yang berbentuk lingkaran yang juga merupakan
persimpangan lalu lintas antara Jalan Sultan Hasanuddin I, Jalan Mawar, Jalan
Jend. Gatot Subroto, Jalan Wolter Monginsidi, dan Jalan Sulawesi. Selanjutnya
nodes yang ketiga adalah bundaran Hasanuddin yang juga merupakan
persimpangan lalu lintas antara Jalan Sultan Hasanuddin I, Jalan Togean, Jalan
Sultan Hasanuddin dan Jalan Jend. Sudirman. Nodes persimpangan lalu lintas
berikutnya adalah bundaran STQ antara Jalan Soekarno-Hatta dengan Jalan
Jabal Nur. Nodes yang lainnya adalah Taman Gor, Pasar Tua dan Jembatan Palu
IV.
5. Landmark merupakan simbol yang menarik secara visual dengan sifat
penempatan yang menarik perhatian dan mempunyai bentuk yang unik serta
terdapat perbedaan skala dalam lingkungannya. Beberapa landmark
mempunyai arti di daerah kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu, sedangkan
landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa dilihat dari
mana saja. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena
membantu orang mengenali suatu daerah dan juga titik yang menjadi ciri suatu
kawasan. Misalnya sungai, gunung, pantai, gedung, patung, tugu, jembatan,
jalan layang, dan sebagainya.
Yang menjadi landmark Kota Palu yang alami adalah berupa bentang alam,
yaitu Sungai Palu, Gunung Gawalise, dan Teluk Palu. Sedangkan landmark yang
buatan, yaitu Jembatan Palu IV, Masjid Arkam Babu Rahman, Anjungan Pantai
Talise, Patung Kuda dan Monumen Nosarara Nosabatutu.
Sri Wulandari | 10
Mental Mapping Kota Palu
U Monumen
Nosarara
Nosabatutu
Kampung
Nelayan
Bundaran
Kawasan STQ
Penggaraman
Pusat Rekreasi
Masyarakat
Pantai
Taman
Ria Masjid terapung
Jembatan Anjungan Patung
Palu IV Pantai Kuda
Talise
Sri Wulandari | 11
Mental Mapping Kota Palu
Sri Wulandari | 12
Mental Mapping Kota Palu
Sri Wulandari | 13
Mental Mapping Kota Palu
Sri Wulandari | 14
Mental Mapping Kota Palu
KESIMPULAN
Peta mental merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi citra suatu
kota yaitu dengan mendeskripsikan bagian atau tempat yang paling mudah
dikenali atau memiliki ciri khas tersendiri. Berdasarkan peta mental dari
narasumber didapatkan 20 tempat yang paling menonjol dan memiliki ciri khas
yang ada di Kota Palu. Sedangkan berdasarkan elemen pembentuk citra kota, peta
mental yang didapatkan adalah tempat-tempat yang berhubungan dengan peta
mental sebelumnya. Dengan demikian peta mental berdasarkan persepsi
masyarakat saling berkaitan terhadap elemen pembentuk citra kota.
Setiap orang dapat dengan mudah membuat peta mentalnya sendiri.
Namun kedetailan peta mental tersebut sangat bergantung pada pada setiap
orang dan seberapa sering orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya. Faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan
kegemaran juga cenderung memiliki pengaruh kuat dalam mempersepsikan suatu
kota.
Sri Wulandari | 15
Mental Mapping Kota Palu
DAFTAR PUSTAKA
Lynch, Kevin. 1960. The Image Of City. The M.I.T. Press. Cambridge.
Mulyati, Ahda dan Junaeny, Fitria. 2009. Pusat Pertokoan Dengan Konsep
Pedestrian Mall di Kota Palu. Jurnal Ruang Vol. 1 (1), 21-26.
Rifai. 2011. Analisis Perkembangan Fisik Kota Palu dengan Citra Landsat. Jurnal
Ruang Vol. 3 (1), 45-54.
Yunus, Hadi S. 1994. Teori dan Model Struktur Keruangan Kota. Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Maada. Yogyakarta.
Zand, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Kanisius. Yogyakarta.
Internert Source
________. 2010. Sejarah Kota Palu I Sulawesi Tengah. [Online]. Tersedia di :
http://indo-one.blogspot.com/2010/07/sejarah-kota-palu-sulwesi-tengah.html.
[01 Desember 2014].
________. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.66 Tahun 2011. [Online].
Tersedia di : http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id
/72/name/sulawesi-tengah/detail/7271/kota-palu. [01 Desember 2014].
Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah. 2011. Sejarah Singkat Sulawesi Tengah.
[Online]. Tersedia di : http://sulteng.go.id./pub3/index.php?option=com
content&view=article&id=46&Itemid=53. [01 Desember 2014].
Damayanti, Rully. 2011. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Persepsi Kota Surabaya.
[Online]. Tersedia di : http://rullydamayanti.wordpress.com/. [01 Desember 2014]
Palu, Soal. 2014. Taman Edukasi Perdamaian Nusantara, Hanya Sekedar Simbol?.
[Online]. Tersedia di : http://www.infopalu.com/2014/05/taman-edukasi-
perdamaian-nusantara-hanya-sekedar-simbol/. [01 Desember 2014].
Rumudiati, Ninik. 2009. Peta Mental Wilayah. [Online]. Tersedia di :
http://ninikr.blogspot.com/2009/05/peta-mental-wilayah.html. [01 Desember
2014].