Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah dan Budaya Banten II
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Eva Syarifah Wardah, S.Ag., M, Hum.
1. Erfandi 191350042
2. Naufal Fawwaz Dzaki 191350048
3. Arsa Fadilah 191350049
4. Muhammad Farhan Alibasyah 191350061
5. Muhammad Hikmatullah 191350068
2020
A. Pendahuluan
1
https://biroumum.bantenprov.go.id/berdirinya-banten
1
Pemerintahan harian (BPH). Badan Legislatif adalah DPRD Gotong Royong
dengan Gubernur sebagai Ketua. Berdasarkan ketentuan, DPRD Gotong
Royong terdiri dari 75 kursi, namun tiga kursi tidak diisi karena partai-partai
politik yang akan memduduki tiga kursi tidak diakui oleh pemerintah,
sehingga jumlahnya hanya 72 orang.2
2
1. Kabupaten Banten Lor (utara) yang dipimpin oleh Bupati Pangeran
Suramenggala.
2. Kabupaten Banten Kulon (barat) yang dipimpin oleh Bupati Tubagus
Hayudin.
3. Kabupaten Banten Tengah yang dipimpin oleh Bupati Tubagus
Ramlan.
4. Kabupaten Banten Kidul (Selatan) yang dipimpin oleh Bupati
Tumenggung Suradilaga.4
4
Tim Penyusun, Kota dan Kabupaten Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Balai Kajian Sejarah
dan Nilai Tradisional Bandung), 2006, P. 65
5
Nina Herlina Lubis dkk, Sejarah Kabupaten Lebak, (Lebak: Pemerintah Daerah Kabupaten
Lebak), 2006, P. 149 – 151
6
Tim Penyusun, Kota dan Kabupaten Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Balai Kajian Sejarah
dan Nilai Tradisional Bandung), 2006, P. 66
7
Djoko Marihandono dan Harto Juwono, Banten Sumber Potensi Heroisme Di Nusantara,
(Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten), 2014, P. 32
3
Belanda dihapuskan dan diganti dengan jabatan Gubernur Jenderal Hindia
Belanda yang dipercayakan kepada Van der Cappellen.
Pada tahun 1854, di wilayah Banten terjadi lagi perubahan wilayah, yaitu
Banten yang tadinya dibagi menjadi tiga kabupaten, kemudian dibagi menjadi
lagi menjadi empat kabupaten :
4
pokoknya, undang-undang desentralisasi bertujuan untuk membuka
kemungkinan adanya gemeenschappen, yaitu daerah yang mempunyai
pemerintahan dan hak mengurus rumah tangganya sendiri.10
10
Juliadi dkk., Ragam Budaya Pusaka Banten, (Serang: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Serang), 2005, P. 161
11
Nina Herlina Lubis dkk, Sejarah Kabupaten Lebak, (Lebak: Pemerintah Daerah Kabupaten
Lebak), 2006, P. 152
5
Dalam pertemuan di rumah wakil rasiden itu terdapat perwakilan dari
golongan ulama, pemuda, jawara, wanita, dan perwakilan dari Kabupaten
Pandeglang serta Lebak. Golongan ulama diwakili oleh K.H. Tb. Achmad
Chatib, K.H. Sjam’un, dan Kiyai Rafiudin. Golongan permuda diwakili oleh
Ali Mangkoe, Bachtiar Rivai, Nafsirin Hardi, dan Tachril. Golongan jawara
diwakili oleh Soeleman Goenoengsari, Kamid, Mardan, dan Sjarif. Golongan
wanita antara lain Sri Sahoeli, Maemoenah, Roemsiah. Dalam pertemuan
tersebut mereka membahas masalah pembagian tugas dan kesempatan itu pula
para kaum pemuda mendesak agar K.H. Tb. Achmad Chatib menjadi residen
yang menangani bidang administratif dan pemerintahan sipil di Karesidenan
Banten, sedangkan urusan militer diurusi langsung oleh K.H. Sjam’un.
Pemerintah pusat akhirnya menerima usulan tersebut dan tidak mempunyai
pilihan selain mengabulkan tokoh masyarakat Banten itu sehingga pada
tanggal 2 September 1945 melalui radiogram, K.H. Tb. Achmad Chatib resmi
diangkat menjadi kepala Kerasidenan Banten. 12
Dalam versi lain dikatakan bahwa kekalahan Jepang pada tahun 1945
kepada sekutu menjadi faktor melemahnya kekuatan Jepang di Indonesia yang
menyebabkan Vacuum Of Power sehingga Indonesia dapat memproklamirkan
kemerdekaannya. Berita tentang kekalahan Jepang dan disusul dengan
proklamasi kemerdekaan Indonesia, baru dapat disebarluaskan kepada
penduduk kota Serang pada tahun 20 Agustus 1945 oleh Pandu Kartawiguna,
Ibnu Parna, Abdul Muluk dan Ajiz. Mereka adalah pemuda yang berasal dari
Jakarta yang diutus oleh Chaerul Saleh untuk menyiarkan berita proklamasi
kemerdekaan ke daerah Banten. Chaerul Saleh pun mengamanatkan agar para
tokoh pemuda di Serang segera merebut kekuasaan dari penguasa militer di
Jepang. Maka pada tanggal 22 Agustus 1945 beberapa pemuda, di antaranya
pemudi Sri Sahuli (pegawai kantor sosial pemerintahan Jepang) berani
memprakarsai penurunan bendera Jepang yang ada di Hotel Vos, Serang
12
Nina Herlina Lubis dkk, Sejarah Kabupaten Lebak, (Lebak: Pemerintah Daerah Kabupaten
Lebak), 2006, P. 153 – 154
6
(sekarang kantor Kodim Serang). Peristiwa ini disusul dengan penurunan
bendera di kantor – kantor pemerintahan Jepang lainnya keesokan harinya.13
13
Juliadi dkk., Ragam Budaya Pusaka Banten, (Serang: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Serang), 2005, P. 168
14
Istilah ini dipakai untuk menyebutkan orang Jepang sipil, karena mereka sering menggunakan
lencana berupa bunga sakura pada kemejanya
15
Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Saudara
Serang), 2011, P. 247
16
Mansyur Muhyidin, Banten Menuju Masa Depan, (Cilegon: CV. Semoga Jaya), 1999, P. 378
7
Marjoeni Warganegara, mantan Dirut PT. Krakatau Steel yang banyak
berperan dalam menata dan membangun Kota Baja Cilegon, menyatakan
bahwa Provinsi Banten harus direalisasikan. Beliau berkata bahwa
sesungguhnya masyarakat Banten yakin bahwa daerahnya layak menjadi
provinsi, baik Sumber Daya Alam (SDA), luas daerah, jumlah penduduk
maupun Sumber Daya Manusia (SDM) Banten, sangat memenuhi syarat untuk
berdirinya sebuah provinsi, yaitu Provinsi Banten. Dengan kata lain,
masyarakat Banten merindukan ingin menjadi tuan di daerahnya sendiri.17
17
Mansyur Muhyidin, Banten Menuju Masa Depan, (Cilegon: CV. Semoga Jaya), 1999, P. 365
18
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
184
8
Kembalinya bentuk negara ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan perkembangan yang penting dan bersejarah bagi Jawa Barat
yaitu dengan dibentuknya Provinsi Jawa Barat berdasarkan Undang –
Undang No. 11 tahun 1950. Berdasarkan undang – undang ini, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No. 22
tahun 1948 tentang pemerintah daerah. Kerasidenan Banten merupakan
wilayah Provinsi Jawa Barat, di samping Kerasidenan Jakarta,
Kerasidenan Bogor, Kerasidenan Priangan, Kerasidenan Cirebon.
19
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
184 – 185
20
Puncak tertinggi ; Tingkatan tertinggi
9
Keinginan ini muncul berkaitan dengan diberikannya status Daerah
Istimewa Yogyakarta dan munculnya tuntutan yang sama dari Aceh.
Masyarakat Banten merasa bahwa Banten juga memiliki keistimewaan,
yaitu tidak pernah menyerah kepada Belanda, pernah berdiri sendiri karena
diblokade Belanda sampai mengeluarkan mata uang sendiri pada tahun
1949. Hanya saja keinginan ini tidak dapat tanggapan serius.21
21
https://biroumum.bantenprov.go.id/berdirinya-banten
22
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
185 – 186
10
pemimpin militer dari segenap teritorium, wakil – waki; partai dan
organisasi, serta tokoh – tokoh pemerintah dari pusat dan daerah.
Meskipun telah diadakan kedua musyawarah tersebut, namun tetap tidak
dapat menyelesaikan masalah kedaerahan dan tentara, malahan keadaan
menjadi semakin buruk. Bahkan pada tanggal 30 November 1957 terjadi
percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno, ketika ia menghadiri
pesta ulang tahun ke – 15 Perguruan Cikini. Nasution menuduh Zulkifli
Lubis sebagai orang yang mendalangi percobaan pembunuhan itu.23 Selain
upaya pembunuhan tersebut, pada tanggal 15 Februari 1958 di Sumatera
diumumkan suatu pemerintahan baru yang lepas dari pemerintahan di
Jakarta bernama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Sjafruddin Prawiranegara
sebagai perdana menterinya. 2 hari kemudian Permesta di Sulawesi
bergabung dengan PRRI. Kedua gerakan separatis itu kemudian
diselesaikan secara militer oleh Pemerintah Pusat.24
11
Wirjono Prodjodikoro), anggota Dewan Nasional, KSAD, KSAL, KSAU,
Kepala Polisi Negara, anggota korps diplomatik, dan massa yang
berkumpul di depan halaman Istana Negara, Presiden Soekarno
mengumpulkan dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945, yang
berdasarkan atas hukum darurat tata negara, dan untuk menyelamatkan
Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.25
25
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
187
12
kepemimpinannya. Adapun jumlah anggota DPR tersebut ialah 261
orang.26
13
dibentuk atas dasar Penpres No. 5 tahun 1960. Bentuk pemerintahan
tersebut berlangsung sejak tanggal 10 Desember 1960 dan tersusun atas
badan eksekutif dan badan legislatif. Badan eksekutif terdiri dari gubernur
dengan dibantu oleh anggota Badan Pemerintahan Harian (BPH). Badan
legislatif adalah DPRD Gotong Royong dengan gubernur sebagai ketua.
Berdasarkan ketentuan, DPRD Gotong Royong terdiri dari 75 kursi,
namun 3 kursi tidak diisi karena politik – politik yang akan menduduki
ketiga kursi itu tidak diakui oleh pemerintah, sehingga jumlahnya hanya
tinggal 72 orang. Ketiga partai politik yang kemudian tidak diakui
pemerintah itu adalah PRIM, PRN, dan Partai Buruh. Komposisi anggota
DPRD Gotong Royong terdiri dari wakil partai politik dan wakil golongan
karya.29
3. Langkah Awal
Tokoh-tokoh yang datang bukan hanya dari Banten, tetapi juga dari
daerah Jasinga-Bogor. Setelah acara halal-bilhalal usai, dilanjutkan dengan
rapat. Dalam rapat itulah untuk pertama kalinya dicetuskan gagasan
tentang perlunya keresidenan Banten menjadi propinsi sendiri. Gagasan itu
kemudian diwujudkan dengan membentuk panitia “Pembentukan Provinsi
Banten (PPB). Panitia ini diketuai oleh Bupati Serang sendiri dengan
pengurus yang mewakili partai-partai yang ada. Pada mulanya, unsur
partai Komunis Indonesia (PKI) tidak bersedia ikut, tetapi karena poros
29
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
189
30
Tubagus Najib, Kebangkitan Kembali Banten Dari Masa Ke Masa, (Serang: Sengpho Utama),
2008, P. 185
14
nasakom (Nasional, agama, komunis) dijadikan acuan politik nasional,
Panitia Provinsi Banten menawarkan unsur PKI untuk dduduk dalam
kepanitiaan. Akhirnya terbentuk Panitia Provinsi Banten dengan susunan
sebagai berikut :
31
https://biroumum.bantenprov.go.id/berdirinya-banten
32
Tubagus Najib, Kebangkitan Kembali Banten Dari Masa Ke Masa, (Serang: Sengpho Utama),
2008, P. 185 – 186
15
Gentur Mu’min, mantan wartawan Harian Duta Masyarakat yang
terbit di Jakarta antara tahun 1964-1971, menceritakan bahwa sebenarnya
pada tahun 1965 itu Banten “hampir resmi menjadi Provinsi”. Namun,
karena terjadi peristiwa G-30-S, hal itu tidak terlaksana. Ia menjelaskan
bahwa panitia Provinsi banten telah mengadakan pertemuan dengan tim
DPR-GR-RI, yang tidak dingat lagi oleh sumber tersebut tanggal dan
harinya, hanya disebutkan pertemuan itu terjadi tahun 1965, bertempat di
rumah H. Tb. Kaking (bendahara Panitia Provinsi Banten). Hadir dalam
pertemuan tersebut adalah H. M. Gogo Rafiudin Sandjadirdja (Bupati
Serang saat itu), H. Ayip Dzuhri (Anggota DPR-GR RI), dan beberapa
tokoh masyarakat Banten, yang datang dari Jakarta dan Bandung. 34
Selanjutnya tim dari DPR- GR- RI itu ber-kunjung ke Jambi, Bengkulu,
dan Lampung, yang sama seperti Banten, ingin memisahkan diri dari
Provinsi induknya untuk menjadi Provinsi sendiri. Dalam pertemuan itu,
Ketua Tim DPR – GR – RI menyampaikan bahwa saat ia tidur di gedung
Negara Kerasidenan Banten, ia bermimpi didatangi para leluhur Banten,
yang datang mengucapkan selamat kepadanya dan ia yakin bahwa arwah
Sultan Banten seakan – akan berpesan setuju agar tuntutan Banten menjadi
provinsi segera diproses. Mendagri Mayjen Sumarno, sudah menyiapkan
RUU Provinsi untuk daerah yang ingin menjadi provinsi sendiri tersebut
dan telah masuk ke DPR – GR – RI. Menurut H. Gentur Mu’min, itu
berarti tidak lama lagi keempat daerah tersebut akan menjadi provinsi
sendiri.35
16
terpampang di jalan protokol di samping Gedung Islamic Centre sekarang.
Namun, roda sejarah berbicara lain. Maksud DN Aidit tidak kesampaian di
Banten, karena kemudian meletus Peristiwa G – 30 – S. Markas CDB PKI
pun hancur diamuk massa KAPPI dan KAMI Konsulat Serang.36
Ikhtiar pertama, tahun 1963 – 1964 gagal, lalu dilanjutkan pada ikhtiar
kedua tahun 1967 – 1970 juga gagal, bahkan setelah itu, ruang gerak
ikhtiar berikutnya diperketat bahkan tuduhan sebagai gerakan komunis.
Dan tuduhan berikutnya sebagai ekstrim kiri dan kanan. Putra – putra
Banten terus berikhtiar dari masa Orde Lama hingga Orde Baru, dan pada
masa Reformasi ikhtiar tersebut menghasilkan sebuah hasil, yaitu
berdirinya Banten menjadi Provinsi. Pada masa B.J. Habibie telah
menyambut pembentukan tersebut dan masa K.H. Abdurrahman Wahid
yang secara legal formal disahkan.37
17
Sesuai dengan “Skenario”, dinihari tanggal 1 Oktober 1965
dilancarkan operasi penculikan terhadap para anggota Dewan Jenderal.
Hampi bersamaan dengan dilancarkannya operasi penculikan, dilakukan
pulan operasi perebutan gedung – gedung vital. Satu di antara gedung vital
yang menjadi target penguasaan adalah gedung RRI Pusat di Jakarta.
Setelah berhasil dikuasai, tepat pukul 07.20 WIB tanggal 1 Oktober 1965,
melalui RRI disiarkanlah pengumuman tentang adanya sebuah gerakan
yang bernama “Gerakan 30 September” di bawah komandan, Letkol
Untung, yang juga merupakan komandan Batalyon I Resimen
Cakrabirawa. Pengumuman yang sama kemudian diulang lagi pukul 08.15
WIB. Dalam penjelasannya, Komando Gerakan 30 September mengatakan
bahwa gerakan tersebut semata – mata merupakan gerakan dalam tubuh
angkatan darat yang ditujukan kepada Dewan Jenderal, yang kini anggota
– anggotanya telah ditangkap, sedangkan Presiden Soekarno dalam
keadaan selamat.38
38
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
191
18
1966, tertuang dalam Keputusan Presiden No. 1/3/1966, yang
ditandatangani Letjen Soeharto atas nama Presiden Republik Indonesia.39
5. Peluang Baru
19
Afrika. Operasi Bhakti Siliwangi Korem Banten dilaksanakan di bawah
Danrem Kolonel Senior Anwar Padmawijaya. Tokoh inilah yang menjadi
Danrem pertama dan yang terlama membangun infrastruktur
perekonomian Banten, seperti membangun gedung pertemuan umum
Serang, merehabilitasi Pelabuhan Karangantu, merenovasi Masjid Agung
Banten, dan juga melakukan pembangunan gedung IAIN Sunan Gunung
Djati cabang Serang (Kini STAIN Maulana Hasanuddin), Bendungan
Cicurug Malingping, Pemandian Batu Kuwung, dan lain – lain.
41
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
194
20
karet, kelapa, cengkih, lada, panili, melinjo (Banten daerah penghasil
emping yang penting) dan buah – buahan. Perikanan laut juga sangat
signifikan karena 75% daerah Banten dikelilingi laut. SDA yang juga
menjanjikan ialah pertambangan, berupa tambang emas di Cikotok, biji
besi di Cipurut, bahan semen di Anyar, belerang di Walantaka dan
Padarincang, bahan memiliki aset pariwisata, pantai yang indah, cagar
alam Ujung Kulon, dan peninggalan sejarah dan kebudayaan yang pernah
mengalami kejayaan pada masa lalu. Direncanakan pula bahwa Provinsi
Banten nanti akan terdiri dari 7 kabupaten, yaitu Serang, Pandeglang,
Lebak, Ujung Kulon, Cilangkahan, Tangerang, dan Jasinga, serta 2 kota
praja yaitu Kotapraja Banten dan Kotapraja Cilegon dengan jumlah
penduduk pada tahun 1967 sekitar 4 juta orang.42
Uwes Qorny menyatakan bahwa pada tahun 1968, ketika itu menjadi
Ketua Dewan Pimpinan KAPPI Daerah Jawa Barat merencanakan akan
menyelenggarakan rapat pimpinan KAPPI se – Jawa Barat di Serang. Ia
42
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
194
43
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
195
21
didatangi 3 orang utusan KAPPI Pusat yang terdiri dari unsur IPNU (Partai
NU), IPM (Muhammadiyah), SEPMI (PSII). Mereka menyatakan tentang
acara rapat apakah akan membahas isu Provinsi Banten. Pertanyaan itu
mengundang keheranan di benak Uwes, mengingat masalah Provinsi
Banten tidak terpikirkan untuk dibawa ke dalam rapat. KAPPI yang
berskala nasional sehingga ia balik bertanya kepada para utusan itu apa
latar belakang pertanyaan itu. Mereka membuka kartu, bahwa mereka
membawa pesan Brigjen Ali Moertopo, Aspri (Asisten Pribadi) Politik
Presiden Soeharto, yang sangat berpengaruh serta Komandan Opsus
(Operasi Khusus). Secara persuasif Brigjen Ali Moertopo menyampaikan
pesan demi keutuhan KAPPI dan tidak memecah belah KAPPI Banten dan
KAPPI Priangan. Kemudian, pada tahun 1970, Gubernur Jawa Barat
melalui Direktorat Khusus Provinsi Jawa Barat Kolonel Abdullah
Prawirakusumah, bersama para tokoh masyarakat dan mahasiswa Banten
di Bandung melakukan penggalangan pendekatan dengan segenap
komponen di Banten.44
44
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
196
22
melepas Banten dan Pemerintah Pusat tidak memberikan lampu hijau.
Sementara itu rekomendasi DPR – GR Tk. 1 Jawa Barat menyerahkan
sepenuhnya kepada Pusat. 45
45
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
196 – 197
46
Harian Merdeka
23
6. Lahirnya Orde Reformasi
24
mahasiswa yang menjadi korban kekerasan serta tercatat pula sejumlah
aparat yang menjadi korban aksi demonstrasi. Beberapa peristiwa
bentrokan antara aparat keamanan dan para mahasiswa terjadi pula pada
bulan Mei, di Bandung dan Bogor. Aksi – aksi demontrasi mahasiswa
yang pada awalnya bersifat sporadis, berskala kecil, dan hanya
berlangsung di dalam kampus masing – masing, dalam waktu relative
singkat segera berubah menjadi aksi – aksi demonstrasi yang sistematis,
berskala besar,m dan berlangsung hingga ke luar kampus. Aksi mahasiswa
ini juga tidak lagi terpusat di ibu kota negara saja tetapi meluas ke kota –
kota besar lainnya, baik di Jawa maupun luar Jawa.
25
untuk menjawab tuntutan mahasiswa, sebuah perkembangan istimewa
terjadi di luar istana. Ribuan mahasiswa secara bergelombang sejak
tanggal 18 Mei 1998 mulai memasuki gedung MPR/DPR.
7. Merebut Peluang
50
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
201
51
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
201
26
merealisasikan keinginannya. Sehari setelah Soeharto lengser, ribuan
masyarakat Banten dipimpin H. Embay Mulya Syarif dan sejumlah tokoh
muda Banten, mendatangi Senayan untuk menyatakan dukungan kepada
B. J. Habibie. Ketika dilakukan Sidang Istimewa pada tanggal 10
November 1998, pemerintah memutuskan diadakannya Pengamanan
Swakarsa (Pamswakarsa) untuk mengamankan jalannya sidang. Sekali
lagi, rombongan warga Banten datang untuk ikut menjadi Pamswakarsa.52
52
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
202
27
partai yang sedang kampanye menjelang pemilu. Misalnya saja Partai
MKGR, dalam kampanye di Pandeglang jelas – jelas menyatakan sangat
mendukung keinginan masyarakat Banten tersebut. Partai Bulan Bintan
(PBB) yang juga melakukan kampanye di Pandeglang, menyatakan hal
yang sama. Bahkan Partai Amanat Nasional (PAN) berani kampanye :
“PAN menang, Provinsi Banten Jadi”.53
28
yang menghasilkan Panitia Musyawarah Masyarakat Banten dengan
ketuanya Agus Najiullah Ibrahim didampingi Aenk Chaerudin dan Udin
Saparudin. Beberapa pengusaha Banten diminta memberikan kontribusi
untuk pembiayaan musyawarah.
29
orang tokoh Banten, antara lain H. Uwes Qarny, Uu Mangkusasmita,
Djajuli Mangkusubrata, Gunawan, Sofyan Ichsan, dan lain – lain.55
Senin, 4 Oktober 2000. Sejak pukul 07.00 pagi belasan ribu rakyat
Banten tumpah ruah di halaman dan di dalam gedung DPR – RI Senayan,
Jakarta. Aneka jenis sarana transportasi, mulai dari kendaraan pribadi, bus
umum, hingga truk – truk pengangkat barang, secara bergelombang datang
dari pelosok – pelosok daerah. Mengenakan macam – macam atribut,
termasuk serombongan orang berpakaian hitam – hitam ala suku Baduy,
kaum laki – laki hingga ibu rumah tangga dengan bayi di gendongan, siap
melakukan pesta kemenangan. Pada hari itu, usaha panjang rakyat Banten
sejak tahun 60 an untuk menjadikan wilayahnya sebagai sebuah provinsi
akan disetujui oleh DPR – RI. Sidang Paripurna DPR telah resmi
menyetujui RUU tentang Pembentukan Provinsi Banten untuk disahkan
55
Nina Herlina Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, (Jakarta: LP3ES Indonesia), 2004, P.
205
30
menjadi UU. Segala tabuh – tabuhan, mulai dari gendang para pemain
debus hingga angklung pusaka masyarakat Baduy, menyulap halaman
DPR yang biasanya menjadi “arena pameran” mobil – mobil mewah milik
para wakil rakyat menjadi ajang pesta rakyat. Provinsi Banten diresmikan
pembentukannya oleh Menteri Dalam Negeri Soerjadi Sudirdja pada 18
November 2000. UU tentang Pembentukan Provinsi Banten sendiri
ditandangani Presiden RI pada 17 Oktober 2000.56
Pada masa Orde Baru masih bisa mempermainkan wacana kata – kata
masyarakat yang pada praktiknya adalah masyarakat tertentu, tetapi pada
masa Reformasi tidak bisa lagi mempermainkan wacana, karena
masyarakat telah memiliki landasan hukumnya, yaitu Undang – Undanng
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang – Undang No.
25 tentang pertimbangan Keuangan Negara. lalu PP No. 25 Tahun 2000
tentang Kewenagan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah
Otonom dan PP No. 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas
Pembantu.57
56
Ace Suhaedi Madsupi, Potret Banten, (Banten: Paguyuban Rakyat Banten), 2014, P. 52 – 53
57
Tubagus Najib, Kebangkitan Kembali Banten Dari Masa Ke Masa, (Serang: Sengpho Utama),
2008, P. 186
31
pandang antroplogi sangat penting dalam menunjang nation and
charachter building suatu bangsa, atau setiap suku bangsa.
10. Kesimpulan
1. Banten menjadi sebuah kerasidenan dan memiliki sebuah wilayah yang
setingkat dengan kabupaten. Banyak kebijakan yang dilakukan oleh
Inggris salah satunya yang dilakukan oleh Thomas Stamford Raffles
yaitu mengubah Banten menjadi kerasidenan dan membagi beberapa
kabupaten dan Van Der Cappellen (asal Belanda) mengubah pula
tatanan pemerintahan yang telah dibentuk oleh Raffles dan
menerapkan sistem desentralisasi.
2. Terdapat beberapa tokoh dari Banten sendiri yang berinisiatif untuk
menggagas sebuah ide untuk diajukan ke pihak yang berwajib yaitu
58
Tubagus Najib, Wawasan Kebantenan, (Serang: Sengpho Utama), 2014, P. 51 – 55
32
usulan tentang Banten untuk memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat
alias Banten ingin menjadi Provinsi tersendiri.
3. Adanya suatu argumentasi mengapa Banten layak untuk menjadi
sebuah provinsi tersendiri. Salah satu alasannya yaitu karena Banten
ini memiliki SDM dan SDA yang cukup. Selain itu, Banten juga
menjadi sebuah wilayah yang sangat menentang kehadiran kolonial
Barat di nusantara ini. Banyak terjadi perlawanan atau pertumpahan
darah di tanah Banten. Hal itu pun kemudian dipertegas oleh Menteri
Dalam Negeri ketika para motor pendiri Provinsi Banten mengajukan
usul, bahwa Menteri Dalam Negeri secara diplomasi menegaskan
kalau sebelumnya memang sudah ada rencana untuk pembentukan
Banten sebagai Provinsi karena Pemerintah atau negara merasa
berhutang budi kepada Banten.
4. Terbentuknya Provinsi Banten berkat dukungan dari rakyat Banten
sendiri. Peresmian tersebut diawali dengan disahkannya RUU pada
Sidang Paripurna pada tanggal 4 Oktober 2000 yang kemudian disusul
dengan ditandatangani UU Pembentukan Provinsi Banten pada tanggal
17 Oktober 2000 oleh presiden dan disusul dengan peresmian oleh
Menteri Dalam Negeri pada tanggal 18 November 2000.
33
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Tim Penyusun. 2006. Kota dan Kabupaten Dalam Lintasan Sejarah. Bandung:
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung
Lubis, Nina Herlina dkk. 2006. Sejarah Kabupaten Lebak. Lebak: Pemerintah
Daerah Kabupaten Lebak
Lubis, Nina Herlina. 2004 Banten Dalam Pergumulan Sejarah. Jakarta: LP3ES
Indonesia
Marihandono, Djoko dan Harto Juwono. 2014. Banten Sumber Potensi Heroisme
Di Nusantara. Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten
Juliadi dkk. 2005. Ragam Budaya Pusaka Banten. Serang: Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Serang
Michrob, Halwany dan Mudjahid Chudari. 2011. Catatan Masa Lalu Banten.
Serang: Saudara Serang
Muhyidin, Mansyur. 1999. Banten Menuju Masa Depan. Cilegon: CV. Semoga
Jaya
Najib, Tubagus. 2008. Kebangkitan Kembali Banten Dari Masa Ke Masa. Serang:
Sengpho Utama
Madsupi, Ace Suhaedi. 2014. Potret Banten. Banten: Paguyuban Rakyat Banten
Internet :
https://biroumum.bantenprov.go.id/berdirinya-banten
34