Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH KERAJAAN TANAH JAWA MASA KEJAYAAN TAHUN

1889-1946
PROPOSAL PENELITIAN SEJARAH

Disusun Untuk memenuhi Salah Satu Tugas Sejarah

Oleh :
HELGA ADYATMA WIRAJAYA
MUHAMMAD YUSUF
INDAH CUT MUTIA DEWI
SHAFIRA AULIA HERMAWAN

X-2
SMA NEGERI 01 NGUTER
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................i
ISI PROPOSAL
A. Latar Belakang Masalah....................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan Penelitian..............................................................................2
D. Manfaat Hasil Penelitian...................................................................3
E. Tinjauan Pustaka..............................................................................3
BAB 2 KERAJAAN TANAH JAWA
A. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Tanah Jawa...............................4
B. Sistem Pemerintahan.........................................................................5
BAB 3 PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian..............................................................................9
B. Fokus Penelitian................................................................................9
C. Teknik Pengumpulan Data.................................................................9
D. Teknik Pengumpulan Data...............................................................10
E. Teknik Data.....................................................................................10
F. Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................11
DAFTAR SUMBER................................................................................12

i
A. Latar Belakang Masalah
Datangnya bangsa Belanda ke Simalungun memberikan dampak besar pada kerajaan-
kerajaan yang ada di Simalungun, khususnya kerajaan Tanah Jawa. Tanah Jawa merupakan
salah satu kerajaan di Simalungun. Arifin Alamsyah Sinaga yang merupakan turunan
langsung dari Tuan Jintar Sinaga raja Tanah Jawa menjelaskan bahwa pada awalnya nama
Tanah Jawa adalah “Panatap Daoh kemudian Tahtak Daoh, kemudian Tanah jawa sehingga
bisa menatap jauh karena tanahnya datar Versi lain menyebutkan bahwa berasal dari
kampung Urat Samosir, terkenal dengan nama Nadihoyong. Nadihoyong memiliki 3
keturunan yaitu, yang sulung bernama Muharaja, mengembara kedaerah Simalungun dan
membentuk perkampungan bernama Limbong, yang kemudian berganti nama menjadi
Dolog Panribuan dan sekarang daerah tersebut dinamakan Kecamatan Dolog Panribuan.
Pada suatu ketika Muharaja dibawa menghadap raja Sitanggang untuk menjelaskan dari
mana asal keturunannya, Muharaja menerangkan dirinya adalah seorang pengembara Raja
Sitanggang menerima dirinya sebagai penduduk didaerahnya dan ditugaskan untuk menjadi
penyedia minuman untuk raja Sitanggang.
Dari nama Tanah Jawa menimbulkan dugaan bahwa di sini pada masa lalu menjadi
tempat tinggal koloni orang Jawa Hindu. Mungkin saja bahwa imigrasi Minangkabau dari
tempat ini telah terjadi, pada masa dominasi Jawa atas Sumatera Selatan dan Tengah (Ahad
XIV dan XV). Dalam memori residen Bengkulu L.C.Wesenk disebutkan, pada tahun 1365
“Koloni orang Melayu Hindu dan orang Jawa minimal membentang sampai arus hilir (arah 2
kilometer di timur laut terletak patung Budha di dalam hutan seperti Avalokiteswara Roco),
dan ke arus hulu sampai Pulu Punjung”
Tanah Jawa yang mungkin paling subur dan produktif dari semua daerah ini dan
merupakan daerah paling luas di seluruh Simalungun. Di sini jalan niaga membentang dari
Labuhan Ruku melalui Pasar Maligas, Pamatang Tanah Jawa, Girsang dan Simpangan Bolon
sampai Aji Bata (yang terletak di danau Toba). Tideman berdasarkan penelitiannya
menyebutkan bahwa di Tanah Jawa pada masa lalu menjadi tempat tinggal koloni orang
Jawa Hindu. Muharaja pendiri Tanah Jawa Maligas, Pamatang Tanah Jawa, Girsang dan
Simpangan Bolon.
Hak-hak kepemilikan tanah terutama di Kerajaan Tanah Jawa dimiliki oleh para kepala
yang ternyata merupakan pemilik tanah liar, bahkan semua tanah. Di sana bila sawah dibuka
dan kampung dibangun, hak milik lahan itu dilimpahkan kepada penduduk: para kepala
kampung dan penduduk kampung.
Semua yang dimiliki kampung seperti kebun dengan buahnya menjadi satu dan tidak
lagi termasuk milik daerah; ini menjadi hak milik kampung, dan hanya bisa kembali dimiliki
raja apabila telah sengaja ditinggalkan. Jika ini ditinggalkan maka seluruh lahan termasuk
tanaman di atasnya menjadi hak milik raja.

1.
Apabila tanah liar memadai, setiap penduduk kampung bisa menggunakan tanah itu
semaunya; selain itu dia harus menyerahkan 1/10 hasil panennya kepada raja. Di daerah
Toba kondisinya berbeda. Di sini seluruh tanah termasuk milik marga induk; namun para
kepala memiliki kekuasaan atas tanah liar dan tidak berpenghuni. Mereka sering memberi
pertimbangan kepada para kepala bawahan dengan kawulanya dalam kasus penyerahan hak
tanah, juga dalam pemberian sebagian panen, namun mereka tidak diwajibkan seperti para
kepala Simalungun.
Bisa diduga pada masa lalu bahwa tanah dimiliki oleh marga yang berkuasa. Jadi
untuk seluruh warga tanah dimiliki secara komunal. Dengan pembagian desa dan
kemunculan semakin banyak kompleks kampung (kampung induk dengan pemukimannya di
sini dianggap sebagai suatu kompleks), suatu pembagian lahan muncul sehingga setiap
kompleks memiliki tanahnya sendiri. Sebaliknya semakin banyak kekuasaan tunggal kepala
urung yang berkembang. Raja yang memiliki semakin banyak hak yang terutama dianggap
sebagai penguasa dan pemilik semua tanah liar. Dan akhirnya atas lahan-lahan yang telah
dibuka, di samping hak pembuka, bisa disebutkan adanya hak waris turun-temurun.
Aspek spasial dan ruang lingkup dari penelitian ini adalah pada tahun 1889 sampai
dengan tahun 1946. Peneliti tertarik mengkaji pada rentang waktu tersebut karena secara
lengkap belum ada penelitian tentang Kerajaan Tanah Jawa, meski demikian dalam beberapa
buku ada disinggung mengenai kerajaan Tanah Jawa, tetapi bagaimana bentuk
pemerintahannya, hak tanah, perkembangan masyarakat dan sampai runtuhnya kerajaan
Tanah Jawa pada tahun 1946 belum banyak disinggung. Berdasarkan hal tersebut perlu saya
teliti dalam penelitian skripsi untuk melengkapi kekurangan itu.
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini diberi judul “Kerajaan Tanah Jawa
1889-1946”. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana kerajaan Tanah Jawa sebelum
masuknya bangsa kolonial, setelah masuknya bangsa kolonial, permasalahan mengenai hak
Tanah, kebiasaan penduduk, sampai Revolusi sosial tahun 1946.
B. Rumusan Masalah
Penjabaran permasalahan yang akan di kaji dalam penelitian ini akan dipandu melalui
pertanyaan-pertanyaan utama sebagai berikut:
1. Bagaimana Latar belakang berdirinya Kerajaan Tanah Jawa.
2. Bagaimana sistem pemerintahan di Kerajaan Tanah Jawa.
3. Bagaimana sistem kepemilikan tanah di Kerajaan Tanah Jawa,
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi
peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mendeskripsikan latar belakang terbentuknya Kerajaan Tanah Jawa.
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana sistem pemerintahan dan peraturan di
kerajaan Tanah Jawa.
3. Untuk mendeskripsikan mengenai hak-hak tanah di Kerajaan Tanah Jawa
2.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperbanyak penelitian sejarah lokal
2. Sebagai informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui seperti apa kerajaan
Tanah Jawa sebelum dan sesudah runtuhnya kerajaan Tanah Jawa.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi penelitian berikutnya yang akan
meneliti tentang kerajaan Tanah Jawa.
E. Tinjauan Pustaka
Pembahasan pengaruh Kerajaan Tanah Jawa hanyak disinggung di beberapa buku
dan skripsi. Namun belum ada buku yang membahas penuh tentang kerajaan Tanah Jawa
seperti, sistem pemerintahan dan sistem kepemilikan tanah. Buku-buku yang ada saat ini
hanya menyinggung secara umum tentang kerajaan Tanah Jawa.
Budi Agustono dkk, Sejarah Emis Simalungun. (2012). Buku ini menjelaskan secara
umum mengenai sejarah kerajaan Tanah Jawa serta kerajaan-kerajaan lain di Simalungun
pada masa Prakolonial Belanda, sampai pasca Kolonial. Dalam buku itu dijelaskan latar
belakang historis kerajaan yang ada disimalungun, gambaran umum tentang suku, agama di
Simalungun pada masa Kolonial Belanda dan akhir dari kerajaan di Simalungun.
P.A.L.E van Dijk. Laporan Controleur Toba Mengenai Simalungun Daerah Tanjung
Kasau. Tanah Jawa dan Stantar dalam TBG terjemahan oleh Tim Penulisan Sejarah
Simalungun tahun 1894. Van Dijk menggambarkan secara umum daerah Simalungun, letak
daerah, letak perkampungan, penduduk. Situasi pertanian, peternakan, perdagangan,
bahasa, tulisan, agama serta politik pada masa kolonial sampai runtuhnya kerajaan
Simalungun akibat revolusi pada tahun 1946.
Tuan Bandar Alam Purba Tambak. Sejarah Simalungun (1982), menjelaskan tentang
kerajaan-kerajaan yang ada di Simalungun, sistem pemerintahan, letak geografis, silsilah
kerajaan-kerajaan di Simalungun. Buku ini juga menjelaskan tentang beberapa versi
mengenai asal-usul kerajaan di Simalungun. Sejarah kerajaan Simalungun yang diceritakan
oleh buku ini masih terdapat unsur-unsur cerita rakyat dalam penulisannya.
P.A.L.E van Dijk dalam “Nota Penjelasan mengenai daerah Siantar Pane Tanah Jawa
dan Raya di Simalungun” yang dimuat TBG tahun 1909. Laporan ini menjelaskan tentang
sistem kepemilikan tanah di Tanah Jawa masa kolonial. Gambaran perjalanan, kunjungan
peristiwa dalam perjalanan komisi ke tanah batak pendampingnya terdiri atas beberapa
kepala dari Onderafdeling Toba (wilayah pantai barat Sumatra).
Semua buku-buku tersebut diatas relevan dengan pokok bahasan dalam skripsi ini.
Khususnya pada pembahasan tentang latar belakang sejarah berdirinya kerajaan di Tanah
Jawa, sistem kepemilikan tanah dan sistem pemerintahannya.

3.
BAB II
KERAJAAN TANAH JAWA

A. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Tanah Jawa


Ada 2 versi tentang asal usul berdirinya Kerajaan Tanah Jawa;

1.) Menurut pendiri dari kerajaan Tanah Jawa yang berasal dari kampung Urat
Samosir, terkenal dengan nama Nadihoyong. Nadihoyong memiliki 3
keturunan yaitu, yang sulung bernama Muharaja, mengembara kedaerah
Simalungun dan membentuk perkampungan bernama Limbong, yang
kemudian berganti nama menjadi Dolog Panribuan dan sekarang daerah
tersebut dinamakan Kecamatan Dolog Panribuan. Pada suatu ketika Muharaja
dibawa menghadap raja Sitanggang untuk menjelaskan dari mana asal
keturunannya. Muharaja menerangkan dirinya adalah seorang pengembara.
Raja Sitanggang menerima dirinya sebagai penduduk didaerahnya dan
ditugaskan untuk menjadi penyedia minuman untuk raja Sitanggang Dari
nama Tanoh Jawa menimbulkan dugaan bahwa di sini pada masa lalu.
Menjadi tempat tinggal koloni orang Jawa Hindu. Mungkin saja bahwa
imigrasi Minangkabau dari tempat ini telah terjadi, pada masa dominasi Jawa
atas Sumatera Selatan dan Tengah (Abad XIV dan XV). Dalam memori residen
Bengkulu L.C.Wesenk disebutkan, pada tahun 1365 “Koloni orang Melayu
Hindu dan orang Jawa minimal membentang sampai arus hilir (arah 2
kilometer di timur laut terletak patung Budha di dalam hutan seperti
Avalokiteswara Roco), dan ke arus hulu sampai Pulu Punjung”!
2.) Menurut P. Moolenburgh asal usul berdirinya Kerajaan Tanah Jawa berasal
dari seorang putra raja Jawa berangkat ke suatu daerah asing untuk
mendirikan sebuah kerajaan di sana. Dia membawa serta segenggam tanah
dari tanah asalnya bersama sebuah kendi (yang terbuat dari buah labu) berisi
air dari sungai. Pertama-tama dia berangkat ke Minangkabau dan dari sana,
didampingi dengan orang Melayu berangkat semakin ke utara dan akhirnya
mereka tiba di Urat, sebuah kampung dipantai selatan semenanjung Samosir.
Setelah kembali mengelilingi danau tiba-tiba di Hataran (Hataran Jawa
sekarang) di Kerajaan Sitonggang dan dari sana berangkat ke ibukota raja, di
mana pendampingnya orang Melayu, kembali dalam pengembaraannya
(betapa). Setibanya di ibukota dia memerciki tanah yang dibawahnya dan
duduk di atasnya, memegang air kendi di tangannya. Ketika raja mendengar
tentang orang asing yang datang, bersama pengiringnya pergi menemuinya
dan bertanya kepadanya apa yang bisa dia lakukan di daerahnya. Orang Jawa
itu menjawab: “tanah tempatku duduk adalah tanahku, air ini adalah airku.
Raja yang tidak memahami berkata begitu saja: jadi pergilah ke mana
engkau suka, kemudian jadilah raja di tempatku. Penyelesainya adalah
sederhana orang Jawa itu menjadi raja dan tanah itu kemudian disebut
Tanah Jawa,”
4.
Dari 2 versi tentang asal usul berdirinya Kerajaan Tanah Jawa diatas dapat
disimpulkan bahwa, Nadihoyong seorang pengembara yang berasal dari kampung Urat
Samosir mengembara kedaerah Simalungun dan membentuk perkampungan bernama
Limbong yang menjadi asal usul Kerajaan Tanah Jawa dan pada saat itu Raja Sitanggang
mempersilahkan Nadihoyong menjadi seorang raja didaerahnya dan meminta sebuah marga
yaitu Sinaga Surat.

B. SISTEM PEMERINTAHAN TANAH JAWA

Kerajaan Tanah Jawa dikepalai oleh seorang Raja sebagai kepala pemerintahannya. Di
bawah Raja ada tingkatan-tingkatan sesuai strata atau pangkat pada struktur pemerintahan
yaitu:

 Perbapaan
Parbapaan artinya seorang yang dituakan oleh masyarakat, tempat bertanya hal-
hal yang diperlukan tentang ilmu yang terkandung pada alam semesta, karena
kebijaksanaannya parbapaan terkadang menjadi pemimpin upacara adat serta
penasihat raja.

 Partuanon
Partuanon adalah orang yang memimpin pada satu distrik di salah satu kerajaan,
partuanon memiliki gelar tuan yang diberikan langsung oleh Raja.

 Pangulu
Pangulu merupakan orang yang membantu urusan dari tuan, bisanya dalam satu
distrik memiliki beberapa pangulu yang memimpin sebuah Nagori

 Gamot
Gamot merupakan pimpinan dari sebuah huta mempunyai tugas membantu
melaksanakan tugas Pangulu dalam wilayah kerjanya dan bertanggungjawab
kepada Pangulu.
Untuk melaksanakan tugas pemerintahan umum, maka seorang Raja dihantu oleh
sebuah dewan yang dinamakan Harajaan yaitu semacam kabinet yang terdiridari para
pembesar negeri atau orang-orang besar kerajaan. Mereka diberikan gelar yang bervariasi
menurut Kerajaan yang bersangkutan, seperti;
1. Tuan Dolog Panribuan
2. Tuan Jorang Hataran
3. Tuan Bosar Maligas,
5.

Dibantu oleh:
4. Tuan Marjandi Asih
5. Tuan Partendahan
6. Tuan Batangiou
7. Sidasuhut
8. Tuan Porti-Girsang
9. Tuan Sidaha Pintu
10. Tuan Sipangan Bolon
11. Tuan Sibaganding
12. Tuan Panahatan

Selanjutnya pada tingkat Parbapaan dan Pangulu ada juga Harajaan (dewan) sesuai
dengan unsur-unsur yang ada di wilayahnya masing-masing, urusan adat- istiadat langsung
di pimpin oleh Raja dibantu oleh Partuha Maujana serta Guru/Datu.
Dalam urusan pertahanan. Raja sebagai Raja Gohara dibantu oleh seorang Panglima,
urusan pemilihan puanglima kerajaan dipilih langsung oleh raja, pemilihan puanglima
berdasarkan orang yang berjasa atas pertahanan kerajaan dan memiliki pengalaman dalam
urusan peperangan maupun menjaga pertahanan kerajaan. Urusan peradilian juga dipimpin
langsung oleh Raja sebagai hakim tertinggi dibantu oleh Harajaan. Sebagian wewenang Raja
didelegasikan kepada Perbapaan dan Pangulu, pada tingkat pertama dan tugas banding pada
perkara-perkara kecil dan urusan perkara adat. Dalam bidang peradilan ini dikenal 3 jenis
badan peradilan atau kerapatan yaitu:
1.) Kerapatan Balei
Pada tiap-tiap kantor diangkat seorang kepala kantor yang dinamakan
“penghulu balai” yang memimpin Persidangandi kerapatan Balei dan
bertindak juga selaku jaksa (penuntut Umum) dalam perkara pidana pada
Pengadilan Swapraja tingkat “kerapatan urung”. Yaitu pelanggaran denda di
antara 20-60 gulden dan ancaman Tingkat Landschap (Kerajaan) melalui
Kerapatan Urung yang langsung diketuai oleh Raja (Kepala Landschap)
dibantu oleh Pangulu Balei dan beberapa Gamot Harajaan.

2.) Kerapatan Urung


Pada tahun 1917 gedung Kantor para Kepala Landschap (Raja) di Simalungun
dibangun dan pada setiap kantor diangkat seorang Pangulu Balei (Kepala
Kantor) yang sekaligus merangkap sebagai jaksa pada tingkat Kerapatan
Urung.
6.
3.) Kerapatan Nabolon
Pengadilan Tertinggi di Onder Afdeeling Simalungun disebut Kerapatan Na
Bolon yang langsung diketuai oleh Controleur dan anggotanya adalah ke 7
Raja-raja Simalungun. Tugasnya ialah untuk menyelesaikan perkara atau
sengketa di antara Raja-raja Simalungun. Tetapi hakikatnya kepada Badan
tersebut dibebankan juga tugas-tugas pelaksanaan pengaturan otonomi dan
medebewind (tugas perbantuan).

Dengan berakhirnya perlawanan rakyat Simalungun menentang


kolonialisme Belanda, maka pemerintahan Raja-raja mengalami perubahan.
Perubahan itu sudah mulai terasa sejak tahun 1889 ketika pengaruh Belanda
melalui Controleur Batubara mulai merembes ke Kerajaan Tanah Jawa,
Siantar dan Panei. Begitu pula melalui pengaruh Controleur Belanda V.C...
Westenberg yang berkedudukan di Bangun Purba (Deli Serdang) sejak tahun
1904 mulai mempengaruhi Kerajaan Tanah Jawa. Dolog Silou, Silimakuta.
Purba dan Raya.

Pada tahun 1906 berdasarkan Gubernement Besluit tanggal 12


Desember 1906 No. 22 Staatsblad No. 531 oleh Pemerintah Hindia Belanda
dibentuklah Afdeling Simalungun en de Karolanden (Simalungun dan Tanah
Karo) yang dikepalai oleh Asisten Residen Belanda yang pertama bernama
V.C.J. Westenberg bekas Controleur Tanah Karo. Mula-mula Asisten Residen
ini berkedudukan di Seribudolog akan tetapi guna memperlancar pelaksanaan
dari pada surat keputusan Pemerintah Hindia Belanda tersebut, maka buat
sementara Westenberg pada tahun 1905-1907 ia tetap tinggal di Pardagangan
Tomuan (Bandar) dan pada tahun 1907 kedudukan Controleur dari Seribu
Dolog dipindahkan ke Pematang Siantar Berkat pengaruh yang kuat dari
Westenberg di Simalungun (istrinya orang Simalungun marga Purba Tambak),
maka Raja-raja di Simalungun bersedia menanda tangani :

Korte Verklaring (Perjanjian Pendek), pelaksanaannya adalah sebagai


berikut:
a. Kerajaan Panei, Raya dan Silima Kuta tanggal 4 September 1907.
b. Kerajaan Purba pada tanggal 5 September 1907.
c. Kerajaan Tanoh Jawa pada tanggal 6 September 1907,
d. Kerajaan Dolog Silou pada tanggal 10 September 1907.
e. Kerajaan Siantar pada tanggal 16 September 1907”

Namun realisasi penyatuan Simalungun dan Tanah Karo dalam satu


Afdeling baru terlaksana pada tahun 1909 dimana Controleur Tanah Karo
berkedudukan di Kaban Jahe dan Controleur Simalungun berkedudukan di
Pematang Siantar.
7.
Pada tahun 1910 semua yang berstatus jabolon (budak) di Simalungun
telah dibebaskan atas perintah dari Pemerintah Hindia Belanda, maka tahun
ini terkenal dengan Tahun Penghapusan Perbudakan di Simalungun. Untuk
memperkuat kedudukan dan pertahanan Belanda pada tahun 1910 ini
didirikanlah Markas Tentara Belanda di Seribu Dolog. Akan tetapi kemudian
pada tahun 1911 markas ini dipindahkan ke Sidikalang di Dairi.

Pada tahun 1912 kedudukan Asisten Residen Simalungun dan Tanah


Karo dipindahkan dari Seribu Dolog ke Pematang Siantar. Sesudah penanda
tanganan Korte Verklaring tahun 1907, sistem pemerintahan di Simalungun
sudah berubah, dari Kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri berubah menjadi
Swapraja yang disebut Landschap berada dalam Onder Afdeling Simalungun
di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Dengan adanya perubahan tersebut
maka peranan Harajaan (Dewan Kerajaan) tidak lagi, karena semua kekuasaan
telah dipusatkan pada Raja sebagai Kepala Landschap.

Kemudian dengan Gubernement Besluit tahun 1914 No. 24 ditetapkan


hak- hak dan wewenang Raja-raja Simalungun termasuk Peradilan
Swapraja/Landraad sebagai pengganti Kerapatan atau Harungguan, tetapi
baru mulai berlaku pada tahun 1917. Pada tahun 1917 gedung Kantor para
Kepala Landschap (Raja) di Simalungun dibangun dan pada setiap kantor
diangkat seorang Penghulu Balci (Kepala Kantor) yang sekaligus merangkap
sebagai jaksa pada tingkat Kerapatan Urung Sedangkan hirarki dan tingkat-
tingkat peradilan yang ada di Simalungun waktu itu adalah sebagai berikut:
 Tingkat Huta (Kampung) tugas peradilan dipegang oleh Kepala
Kepala Kampung (Pengulu) dibantu oleh beberapa orang pengetua
(Parhuta Maujana).

 Tingkat Perbapaan (gabungan beberapa kampung) peradilan


diadakan melalui Kerapatan Balei yang diketuai oleh Parbapaan dan
anggota-anggotanya adalah para Penghulu yang ada wilayahnya.

 Tingkat Landschap (Kerajaan) melalui Kerapatan Urung yang


langsung diketuai oleh Raja (Kepala Landschap) dibantu oleh Penghulu
Balei dan beberapa Gamot Harajaan.

 Pengadilan Tertinggi di Onder Afdeeling Simalungun disebut


Kerapatan Na Bolon yang langsung diketuai oleh Controleur dan
anggotanya adalah ke 7 Raja-raja Simalungun. Tugasnya ialah untuk
menyelesaikan perkara atau sengketa diantara Raja-raja Simalungun.
Tetapi hakikatnya kepada Badan tersebut dibebankan juga tugas-tugas
pelaksanaan pengaturan otonomi dan medebewind (tugas perbantuan).

8.
Controleur mempunyai tugas ganda, yaitu sebagai Zelfbestuur kepada
pemerintah di daerahnya dan sebagai Voorzitter (hakim). Dalam sistem Swapraja
ini Raja-raja merasa kuasanya dikukuhkan, akan tetapi mereka tidak sadar bahwa
mereka telah menjadi alat kolonial. Sebagai bukti, raja-raja ditugaskan memungut
belasting (pajak) dan bagi rakyat yang tidak mampu membayar pajak dipaksa
untuk melaksanakan pekerjaan Rodi (kerja paksa).

BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

a. Metode Penelitian
Penelitian yang saya lakukan adalah sebuah penelitian sejarah yang
menekankan pada aspek manusia, temporal, dan spasial. Oleh karena itu penelitian
ini akan menggunakan metode sejarah. Yang dimaksud dengan metode sejarah
adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa
lampau. Metode sejarah berisi tahapan yang harus dilalui untuk menghasilkan
sebuah tulisan sejarah. Ada beberapa tahapan yaitu Intepretasi, Kritik, Heuristik dan
Historiografi.
b. Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang peneliti lakukan dalam studi “Sejarah Kerajaan Tanah
Jawa Masa Kejayaan Tahun 1889-1946” Adalah peranan yang mendeskripsikan latar
belakang terbentuknya Kerajaan Tanah Jawa, sistem pemerintahan di Kerajaan Tanah
Jawa, sistem kepemilikan tanah di Kerajaan Tanah Jawa.
c. Langkah-langkah penelitian
Langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam studi ini antara lain:
1. Memilih Masalah
Penulis memilih masalah untuk dijadikan topik proposal, dengan
mempertimbangkan apakah masalah tersebut sesuai dengan bahan kajian sejarah dan
mempertimbangkan juga apakah sumber-sumber yang akan digunakan mudah
didapatkan atau tidak
2. Studi Pendahuluan
Sesudah penulis menentukan masalah yang akan dijadikan penulisan proposal,
maka penulis melakukan studi pendahuluan dengan mengunjungi perpustakaan atau
mempelajari beberapa sumber yang sudah didapatkan.

9.

3. Merumuskan Masalah
Setelah penulis mendapatkan gambaran permasalahan yang akan diteliti, maka
penulis menentukan beberapa permasalahan dalam bentuk pertanyaan.
4. Menentukan Anggapan Dasar
Penulis menentukan beberapa anggapan dasar yang akan dijadikan titik tolak
penulisan proposal
5. Menentukan Variabel dan Sumber Data
Penulis menentukan variabel judul proposal
6. Menentukan dan Menyiapkan Instrumen
Penulis menentukan dan menyiapkan instrumen penelitian, yakni buku sumber
yang berhubungan dengan judul
7. Mengumpulkan Data
Penulis mengumpulkan data yang diperlukan dari sumber atau buku-buku yang
dibaca dan browsing dari internet.
8. Menganalisis Data
Penulis melakukan analisis terhadap data-data yang sudah terkumpul
9. Menarik Kesimpulan

Penulis menarik kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang sudah


dirumuskan bab pendahuluan.
10. Menyusun Laporan

Kegiatan penelitian menuntut agar hasilnya disusun, ditulis dalam bentuk laporan
penelitian agar hasil dan prosedurnya diketahui orang lain, sehingga kebenaran pekerjaan
penelitian tersebut dapat teruji.

d. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam untuk mendapatkan data-data
dalam penelitian adalah Studi Literatur. Teknik ini disebut juga sebagai studi pustaka,
yakni penelusuran data melalui kepustakaan yang memuat teori-teori karya ilmiah soft
copy dan Hard copy. Contoh sumber studi literatur adalah buku, tugas perkuliahan,
makalah, dan jurnal Online.
e. Teknik Data
Teknik analisis data merupakan proses pemeriksaan dan penataan data karena
data yang dikumpulkan merupakan data kasar. Tujuan analisis data adalah agar data
kasar dapat diorganisir dan ditampilkan sehingga pada akhirnya dapat ditarik
kesimpulan. Proses teknik analis data terdiri dari:
10.
1. Pemeriksaan data
Pemeriksaan data adalah proses memeriksa data yang telah diperoleh untuk
dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Langkah ini bertujuan untuk
menentukan apakah data yang diperoleh dalam penelitian tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan, memenuhi kriteria penelitian atau tidak.
2. Seleksi data
Seleksi data dilakukan dengan cara memilah dan memilih data yang telah
diperoleh dalam penelitian dan mengklarifikasi kesesuaian data dengan pokok masalah
yang akan dibahas penulis.
3. Analisis data
Untuk menunjang tercapainya suatu gagasan yang dituangkan dalam tujuan
penelitian, maka dipandang perlu adanya data-data yang relevan dan mampu menjawab
permasalahan-permasalahan pada pertanyaan- pertanyaan yang terdapat dalam
penelitian.
f. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Sesuai dengan yang telah direncanakan, penelitian ini saya lakukan dalam tempo satu
minggu yaitu pada bulan September 2023
2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah, dan mengumpulkan data melalui browsing internet
11.
Daftar Sumber
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang kami lakukan yaitu
melakukan studi literatur. Penulisan meliputi hasil literatur dan referensi dari
beberapa sumber meliputi hasil penelitian sebelumnya, jurnal ilmiah, artikel
ilmiah, serta laporan studi.
12.

Anda mungkin juga menyukai