PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
2022
DAFTAR ISI
kota banyak dilakukan oleh sejarawan. Namun ketertarikan mereka hanya kepada
kota-kota besar. Dengan demikian, kajian mengenai kota-kota kecil masih jarang
ditemukan. Hal ini bisa terjadi karena dua hal. Pertama, kota-kota kecil dianggap
gambaran mengenai kota-kota kecil dapat menggambarkan secara lebih utuh kajian
sejarawan tidak terlalu tertarik pada kajian kota-kota kecil. Namun demikian,
Kota Subang1 adalah salah satu kota kecil di Indonesia yang cukup menarik
untuk dikaji. Selain untuk menggambarkan secara lebih utuh kajian mengenai kota-
kota di Indonesia, juga untuk menunjukkan peran Kota Subang dalam sejarah
nasional karena kejadian-kejadian historis pada tingkat lokal merupakan dimensi dari
1
Penyebutan daerah sebagai sebuah kota seringkali mengarah kepada daerah otonom yang dipimpin
oleh seorang walikota. Namun demikian, menurut penilaian Purnawan Basundoro (2012: 100), ibu
kota kabupaten dapat juga disebut sebagai kota. Ia menyebutnya dengan sebutan kota kabupaten.
Dengan demikian, Kota Subang merupakan kota dari Kabupaten Subang.
1
2
sejarah nasional (Kartodirdjo, 2014: 47). Untuk itu, pengkajian lebih mendalam
awal abad ke-19, Kabupaten Subang menjadi tanah partikelir bernama Pamanoekan
dengan batas-batas yang jelas. Batas-batas wilayah Subang pada saat itu terefleksikan
pada batas-batas wilayah Subang hari ini yang disebut sebagai Kabupaten Subang
(Effendhie, 1990:1).
tidak terjadi bersamaan dengan penentuan status Subang sebagai tanah pertikelir yang
2
Nama Subang sekarang digunakan untuk menunjukkan dua wilayah administratif. Pertama, Subang
sebagai kabupaten. Kedua Subang sebagai ibu kota kabupaten atau Kota Subang. Untuk
memudahkan pengkajian maka digunakan nama Kota Subang sebagai wilayah penelitian. Sementara
itu, penyebutan Subang tanpa diawali kata kota merujuk pada wilayah administratif pertama atau
yang disebut dengan Kabupaten Subang.
3
Pada awalnya, daerah Subang bukan merupakan daerah otonom. Ia dikenal sebagai daerah
Karawang saja. Namun, perubahan terjadi pada daerah itu ketika Raffles menjual sebagian tanah
jajahan. Penjualan tersebut dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, kondisi keuangan pemerintah
jajahan saat itu yang semakin hari kian memburuk. Kedua, masuknya kepentingan-kepentingan
pribadi dari para pebisnis Eropa yang kemudian mendesak Raffles untuk menjual sebagian tanahnya
(Effendhie, 1998: 160).
3
Machmoed Effendhie (1998: 95), pada 1850 tuan tanah4 Peter William
Selain itu, ia juga menjadikan desa tersebut sebagai pusat administrasi tanah partikelir
P en T. Dalam waktu yang bersamaan, P.W. Hofland mengganti nama desa tersebut
menjadi Subang. Masih menurutnya, nama Subang yang dipilih oleh Hofland
berdasarkan pada kesukaannya pada orang-orang di sana yang berasal dari desa
Subang di Kuningan. Mereka dipandang oleh P.W. Hofland sebagai orang yang rajin
Meskipun benar Distrik Subang dipilih oleh P.W. Hofland menjadi pusat
beberapa hal. Pertama, letak Desa Tengeragoeng berdasarkan peta tertua sampai yang
paling muda berada di Segalaherang. Tidak pernah sekalipun ditemukan nama desa
itu di wilayah Kota Subang yang saat itu bernama Distrik Subang/Distrik Ciherang.
Kedua, peta awal abad ke-19 menginformasikan bahwa nama Subang telah dikenal
sebagai nama distrik. Oleh karena itu, penelitian berkenaan dengan itu sangat menarik
pada pertengahan abad ke-19 menunjukkan bahwa Kota Subang merupakan kota
4
Tuan tanah di Jawa memiliki hak pertuanan yang mana ia bukan merupakan wakil pemerintah, tetapi
ia mendapat pelimpahan hak-hak kenegaraan dari Pemerintah Hindia-Belanda. Oleh karena itu, tuan
tanah berhak untuk memilih daerah pusat pemerintahan. Lebih jauh, pengangkatan demang pun
dapat dipilih oleh tuan tanah. Hal ini seolah menimbulkan kesan bahwa Subang yang dimiliki oleh
tuan tanah merupakan miniatur dari sebuah “negara” atau dalam bahasa Machmoed adalah negara
dalam negara (Effendhie, 1998: 12).
4
kolonial karena dibangun oleh orang Belanda. Selain itu, adanya konsentrasi
kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang dipegang oleh penjajah memperkuat
statusnya sebagai kota kolonial. Sebagaimana disebutkan oleh Basundoro bahwa ciri
utama dari kota kolonial yaitu yang merancang dan membangun kota tersebut adalah
kebutuhan dan selera mereka yang berasal dari Eropa (Basundoro, 2012:8).
aktivitas di dalamnya tidak dapat dilepaskan dari hal-hal yang berkaitan dengan
antara Kota Subang dan perkebunan menjadi suatu pertanda bagi kita untuk sampai
kepada pemikiran bahwa mengkaji Kota Subang tentu tidak lepas dari mengkaji
perkebunan.
memang tidak akan lepas dari segala aktivitas yang berkaitan dengan perkebunan.
5
Perkebunan di Indonesia merupakan kepanjangan dari sistem kapitalisme agraris Barat yang
diperkenalkan melalui sistem perekonomian kolonial. Pada awal perkembangannya, sistem
perkebunan merupakan suatu hal yang baru bagi masyarakat Indonesia karena sebelumnya
masyarakat sudah mengenal sistem kebun. Perbedaan keduanya terletak pada orientasinya. Yang
disebutkan pertama lebih berorientasi ke pasar. Sementara yang disebutkan belakangan hanya
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup (Kartodirdjo & Suryo, 1991: 3).
5
Akan tetapi, faktor-faktor di luar perkebunan pun tidak dapat diabaikan. Mulai dari
strategis tidaknya letak geografis suatu daerah, hubungan antar daerah yang mudah
dan lancar serta faktor-faktor politik juga ikut andil dalam menciptakan pertumbuhan
dan perkembangan itu yang pada akhirnya menyebabkan mobilitas sosial baik
sana. Salah satu perubahan mendasar adalah perubahan jumlah penduduk. Sebelum
Kota Subang ditetapkan sebagai pusat administrasi yaitu pada 1845, jumlah
penduduk Kota Subang 8.051 orang. Setelah menjadi pusat administrasi, jumlahnya
meningkat tajam pada 1867 yaitu 16.158 orang (Bleeker, 1869:481). Perubahan juga
terjadi dalam berbagai bidang selama kurun waktu 1850-1968, baik dalam bidang
setelah Indonesia merdeka tentu sangat mempengaruhi peranan dan kedudukan tuan
tanah beserta para “pendukungnya” di Kota Subang, meskipun tuan tanah memiliki
hak pertuanan atas tanahnya. Selain itu, pengangkatan seorang demang yang dipilih
oleh tuan tanah diperkirakan menimbulkan mobilitas sosial baik vertikal maupun
horisontal.
Selain menjadi petani dan buruh perkebunan, diperkirakan ada juga sebagian
politik etis6 mulai berlaku. Selain itu, peran orang Cina dalam kehidupan sosial-
ekonomi masyarakat Kota Subang tidak dapat diabaikan. Sejak dahulu, orang Cina
diperkirakan tidak jauh dengan anggapan yang sudah melekat dalam dirinya tersebut.
yang sedikit berbeda dengan masyarakat luar Kota Subang. Kota Subang seolah
seperti “air payau” yang mempertemukan dua kebudayaan dari utara dan selatan.
suku Jawa pada umumnya dan mereka menggunakan Bahasa Jawa.7 Sementara itu
Sunda dan budayanya lebih dekat dengan budaya Sunda Priangan. Heterogenitas
penduduk itu ditambah dengan hadirnya orang-orang Eropa yang sejak 1850 mulai
6
Tiga prinsip politik etis adalah edukasi, imigrasi, dan irigasi. Sejak politik etis diberlakukan, banyak
pribumi yang mengenyam pendidikan meskipun terbatas pada kalangan elite saja. Banyak dari
mereka kemudian bisa membaca, menulis dan menghitung. Dampaknya, mereka dapat bersaing
dengan orang-orang Eropa untuk mengisi posisi yang mana membutuhkan keahlian khusus seperti
juru tulis dan yang lainnya (Ricklefs, 2011: 228-236).
7
Hal ini sering dikaitkan dengan terdapatnya tentara Mataram yang tidak kembali ke daerah asalnya
setelah gagal melakukan pengusiran VOC dari Batavia. Mereka malah menetap di Subang bagian
utara (Asdi, dkk, 1980: 26).
7
menghuni daerah ini. Tentu saja, kedatangan mereka disertai dengan budaya Eropa
lebih jauh dan menyajikannya dalam penelitian ini bagaimana kemudian hal-hal
tentu bukan tanpa tujuan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
positif bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat Subang dan bagi mereka yang
berkepentingan dengan informasi tentang Kota Subang, khususnya pada abad ke-19
yang terjadi sehingga dalam penelitian ini dibahas perkembangan Kota Subang dari
awal perkembangannya sebagai desa sampai menjadi sebuah kota dengan segala
perubahan yang terjadi didalamnya, baik yang disebabkan oleh perubahan dalam
bidang sosial, ekonomi, politik,maupun budaya. Panggung Sejarah Kota Subang yang
telah diuraikan menggambarkan apa yang dibahas dalam penelitian ini, sehingga
dipenulis tertarik dan memberi judul Kota Subang dari 1850 sampai 1968.
B. Rumusan Masalah
kemerdekaan.
8
C. Batasan Penelitian
Untuk memudahkan pengkajian, penelitian ini akan dibatasi pada dua hal. Pertama,
batasan temporal dan kedua batasan spasial. Batasan temporal penelitian ini cukup panjang,
yaitu dari 1850 sampai dengan 1968. Namun, cakupan waktu tersebut tidaklah secara langsung
menunjuk suatu periodesasi. Sebab, dalam perkembangan sejarah tidak ada permulaan ataupun
akhir. Tidak jarang studi ini bergerak maju ataupun mundur melewati batas waktu yang
ditetapkan. Selain itu, pada1850 diambil sebagai awal penelitian yang didasarkan pada
penetapan daerah yang disebut Kota Subang sebagai pusat administrasi. Sementara periode
sebelum tahun itu hanya dijadikan sebagai background saja. Kemudian pada1968 dijadikan
sebagai batasan akhir temporal penelitian ini yang didasarkan pada tahun itu merupakan tahun
di mana Kota Subang diresmikan oleh pemerintah sebagai ibu kota kabupaten.
Kedua, batasan spasial yang dikaji dalam penelitian ini adalah daerah yang secara
administratif disebut dengan Ibu Kota Kabupaten Subang (Kota Subang). Adapun Kota Subang
sebagai aspek spasial yang dipilih selain karena unsur interested topic, penulis juga bertujuan
untuk melengkapi karya tulis mengenai kota-kota di Indonesia. Sementara itu, aspek temporal
yang dipilih memang cukup panjang namun dengan rentang waktu tersebut diharapkan dapat
manageable dan obtainable topic mendukung penulis untuk merekonstruksi sejarah Kota
D. Tinjauan Pustaka
Menurut hemat penulis, belum ada yang secara spesifik menulis tentang
sejarah Kota Subang. Namun demikian, terdapat beberapa buku yang telah lebih awal
menulis mengenai sejarah Subang, namun dalam ruang lingkup yang disebut sebagai
kabupaten. Melalui buku-buku tersebut penulis dapat mengetahui sejauh mana buku-
buku itu membahas mengenai Subang. Lebih jauh, dengan menguraikan secara umum
9
isi dari buku-buku itu maka aspek orisinilitas dari tesis ini dapat tergambarkan.
Landen (1912) dengan jumlah 109 halaman. Karya dari Broersma ini merupakan
kumpulan artikel yang berasal dari Java Bode dari 20 Oktober sampai dengan 13
Desember 1910. Buku ini berisi tentang perkembangan tanah partikelir Pamanoekan
en Tjiassem-Landen sejak berdiri sampai masa tuan tanah P.W. Hofland. Disebutkan
bahwa tuan tanah pertama adalah J. Sharpnel dan Muntinghe. Kemudian kepemilikan
beralih ke tangan P.W. Hofland. Pada masa ia menjadi tuan tanah di Subang
perkembangan tanah partikelir ini berkembang lebih pesat lagi. Buku ini juga
membahas aspek-aspek teknis seperti penyewaan tanah, irigasi, budidaya padi dan
tanaman lainnya, serta penerapan cuke dan tenaga kerja. Lebih jauh, pengadaan
sarana transportasi untuk mengangkut hasil komoditas perkebunan pun dibahas dalam
buku ini. Pembahasan dalam buku ini bersifat umum dengan menonjolkan aspek-
perkembangan Kota Subang dan masyarakat yang tinggal di sana tidak ditonjolkan.
dalam buku ini merupakan pokok pembahasan dalam tesis ini. Selain itu, pokok
Sementara tesis yang akan ditulis hanya mencakup Kota Subang sebagai pusat
pemerintahan.
1
Kedua, buku yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Subang pada 1980
yang berjudul 5 April 1948 Hari jadi kabupaten Subang dengan Latar Belakang
Sejarahnya. Buku ini memiliki jumlah halaman sebanyak 121 halaman. Buku ini
membahas mengenai sejarah Kabupaten Subang dari mulai masa prasejarah sampai
diceritakan secara umum saja, maka dapat dikatakan setiap pembahasan dalam buku
Sementara itu, tesis ini akan membahas lebih dalam beberapabagian dari
Subang mulai dari tahun 1850 sampai dengan tahun 1968 saja yang meliputi masa
Hindia Belanda, Jepang, dan Indonesia. Masa-masa sebelum tahun 1850 hanya akan
digambarkan secara umum saja atau dapat dikatakan hanya sebagai background.
Dalam aspek spasial pun tentu berbeda. Buku ini mencakup Kabupaten Subang,
sementara tesis yang akan ditulis hanya mencakup ruang lingkup yang disebut Kota
Subang saja.
Ketiga, Laporan dari Machmud Effendie yang berjudul Dari Tanah Partikelir
1900-1968. Laporan ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor
pada tahun 1990. Laporan setebal 45 halaman ini cukup singkat. Pembahasan dalam
Tjiasemlanden. Dalam periodesasi yang telah ditetapkan tersebut, yaitu pada 1900-
1
tanah merdeka atau dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Laporan ini juga memberikan
dengan jelas, sehingga penulis dapat melihat perbedaan batas-batas itu dengan
Kabupaten Subang dan Kota Subang khususnya. Melihat rentang waktu yang diambil
antara laporan dan tesis ini jelas berbeda. Kemudian fokus perhatian yang terdapat
dalam laporan ini pun berbeda dengan tesis ini. Jika laporan ini lebih terfokus pada
nasionalisasi perkebunan, maka tesis ini lebih terfokus kepada sejarahKota Subang
beserta masyarakatnya.
di Tanah Partikelir Pamanukan dan Ciasem 1813-1910 (1998). Tesis tersebut ditulis
oleh Machmoed Effendhie dan memiliki jumlah halaman sebanyak 165. Pembahasan
yang terdapat dalam tesis tersebut berisi mengenai pertumbuhan dan perkembangan
dengan tahun 1910 yang ditandai dengan berakhirnya masa keluarga P.W. Hofland
sebagai tuan tanah di Subang. Dalam tesis ini bahkan dijelaskan proses penjualan
tanah persil 3 dan 4 yang merupakan wilayah Kabupaten Subang saat ini secara rinci.
Hal yang paling disorot oleh Machmoed adalah dinamika sosial ekonomi masyarakat
Kabupaten Subang saat itu. Kemudian Machmoed juga sampai pada simpulan bahwa
Kabupaten Subang merupakan miniatur “negara” yang terdapat dalam negara. Hal ini
didasarkan atas hak-hak yang dimiliki tuan tanah layaknya pemerintah negara. Ia juga
1
sampai pada suatu kesimpulan mengenai tindakan Raffles saat itu yang menjual
oleh Raffles terkait penjualan tanah tidak semata-mata untuk mengatasi krisis yang
kepentingan pribadi para kapitalis Eropa yang ingin mengambil keuntungan dari
Tesis dari Machmoed tersebut dalam aspek spasial dan temporal berbeda
dengan tesis penulis. Machmoed mengambil rentang waktu 1813-1910 untuk aspek
mengambil Kota Subang saja yang mana merupakan bagian dari Kabupaten Subang.
dari segi sosial-ekonominya yang mana pada akhirnya nanti informasi tersebut akan
sangat berguna bagi penulis karena kondisi sosial-ekonomi pun akan dibahas penulis
pada tesis ini. Namun demikian, dinamika sosial-ekonomipada ruang Kota Subang
Kelima yaitu buku Sejarah Kabupaten Subang yang ditulis oleh Kusma dkk.
Buku ini diterbitkan pada tahun 2007 dengan tebal halaman mencapai 117 halaman.
Buku ini sebenarnya hasil revisi dari tim peneliti sejarah Subang terhadap buku yang
sudah terbit lebih dahulu yaitu buku karya Armin Asdi dkk dengan judul 5 April 1948
Hari Jadi Kabupaten Subang dengan Latar Belakang Sejarahnya. Substansinya pun
1
tidak banyak berubah antara kedua buku itu. Perbedaannya hanya terletak pada
penambahan materi pada zaman pra sejarah saja serta perincian ulang dengan
memberikan subbab-subbab. Jika pada buku pertama uraian dalam salah satu bab
hanya mencakup tiga subbab, maka pada buku yang telah direvisi memiliki lebih dari
tiga subbab. Meskipun adanya penambahan subbab, namun tidak ada penambahan
materi isinya. Hal ini nampak pada jumlah halaman yang relatif sama diantara bab
pada buku pertama dan bab pada buku kedua. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
inti dari buku ini sama persis dengan buku pendahulunya yaitu membahas sejarah
Subang dari masa prasejarah sampai masa pergerakan nasional secara ringkas. Atas
dasar itu perbedaan antara buku dengan tesis ini serupa dengan perbedaan antara tesis
ini dengan buku pertama dengan judul 5 April 1948, Hari jadi Kabupaten Subang
Keenam, pada 2008, Yayasan Buku Anak Desa (YBAD) menerbitkan buku
yang berjudul Subang Dalam Dimensi Jaman dengan tebal halaman mencapai 147
halaman. Buku ini tidak jauh berbeda dengan buku yang diterbitkan oleh Pemerintah
Kabupaten Subang, baik yang terbit pada 1980 maupun revisinya yang terbit
belakangan. Buku ini hanya berisi ringkasan sejarah Subang tiap periode. Periode
yang ditetapkan dalam buku ini sangat panjang yaitu dari masa prasejarah sampai
masa reformasi. Lebih jauh, buku ini juga membahas mengenai kemunduran
Subang. Pembahasan dalam buku ini hampir serupa dengan dua buku sebelumnya
1
terlihat baik dari aspek spasial maupun temporalnya. Jika buku ini mencakup periode
dari pra sejarah sampai dengan masa reformasi maka aspek temporal tesis yang dikaji
hanya tahun 1850 sampai dengan 1968. Sementara itu dari aspek spasialnya, buku ini
mencakup Kabupaten Subang, sedangkan tesis ini hanya akan membahas Kota
Subang saja.
Ketujuh, pada 2013 Iim Imadudin menulis sebuah karya dalam bentuk tesis
dengan judul Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh di Tanah Partikelir Pamanukan dan
Ciasem. Tesis ini memiliki jumlah halaman mencapai 259 halaman. Menurut IIm
yang mereka terima tidak sepadan dengan keringat yang dikeluarkannya. Menurutnya
juga, buruh di sana menempati stratifikasi pekerjaan terendah. Mereka juga tidak
perlawanan dari mereka. Informasi yang diberikan dalam tesis ini cukup bermanfaat
sebagai buruh. Skup temporal dalam karya ini mencakup 1910-1969. Tentu berbeda
dengan tesis yang akan ditulis dengan skup temporal tahun 1850-1968. Kemudian
fokus dari karya Iim ini lebih kepada kehidupan buruh. Sementara masyarakat umum
yang tidak bekerja sebagai buruh tidak dibahas dalam tesis Iim. Tesis ini akan
membahas masyarakat Kota Subang secara keseluruhan dan tidak memfokuskan diri
1
budayanya juga.
Terakhir, pada 2017, Nina Herlina Lubis membuat buku tentang Subang.
Seperti literatur sebelumnya. Buku ini lebih memfokuskan diri pada ruang lingkup
yang disebut Kabupaten. Selain itu, periode yang diambil buku ini sangat panjang.
Dimulai dari masa pra sejarah sampai dengan tahun 2017. Dengan demikian, terlihat
dengan jelas perbedaan antara buku ini dengan tesis penulis. Melalui buku ini, penulis
maka penulisan mengenai sejarah Kota Subang belum pernah ditulis. Karya-karya
Kabupaten. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan terhindar
dari plagiarism.
E. Kerangka Konseptual
Dewasa ini, studi sejarah tidak hanya terbatas pada pengkajian yang sifatnya
informatif saja, tetapi juga berusaha untuk melacak berbagai asal mula, sebab-sebab,
kondisional dan kontekstual serta perubahannya. Untuk dapat menjelaskan itu semua
1
maka diperlukan adanya alat analitis yang tajam dan mampu mengekstrapolasikan
pendekatan apa yang dipakai. Kemudian segimana yang dipakai untuk memandang
suatu peristiwa, dimensi siapa yang diperhatikan, dan unsur-unsur apa saja yang
Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu sosial. Selain itu, penelitian ini
tidak hanya bersifat narasi sejarah saja, tetapi juga bersifat analitis dengan meminjam
konsep dan teori dari ilmu sosial. Pendekatan semacam ini dilakukan karena lebih
tidaknya melewati tiga fase dalam sejarah. Dimulai dari daerah yang masih berupa
hunian biasa,9 kemudian berkembang menjadi desa, dan menjadi kota. Namun
demikian, perubahan dari desa menjadi kota tidak akan terjadi jika desa tersebut
8
Menurut Bergel dalam Basundoro (2012: 1), Kota pada awalnya adalah sebuah desa yang
mengalami perkembangan terus-menerus sehingga menjadi sebuah kota. Desa-desa akan berubah
menjadi kota kecil, kota kecil akan berubah menjadi kota besar, kota besar akan berubah menjadi
metropolis, dan metropolis akan berubah menjadi megalopolis.
9
Yang dimaksud dengan hunian biasa adalah sebuah pemukiman yang tidak diketahui secara jelas
status administrasinya. Lebih jauh ke belakang, hunian biasa ini dapat berupa pemukiman sementara
seperti yang dilakukan manusia masa lalu yang selalu berpindah-pindah atau nomaden.
1
bukan merupakan pusat administrasi, pusat perdagangan, pusat industri, dan pusat
pertambangan. Dengan perkataan lain, tidak semua desa dapat menjadi kota apabila
tidak memenuhi syarat-syarat tadi (Rahardjo, 1983: 9; Margana& Nursam, 2010: 37).
sebuah desa biasa dengan jumlah penduduk yang tidak banyak. Namun,
perkembangan daerah itu mulai nampak setelah 1850. Desa tersebut kemudian dipilih
oleh tuan tanah yaitu P.W. Hofland untuk dijadikan pusat administrasi tanah
abad ke-20, Subang mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan segala
infrastruktur yang dimiliki kota seperti saluran listrik, saluran irigasi, akses jalan raya
dari dan ke Subang sebagai pusatnya, gedung-gedung perkantoran dan yang lainnya.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Bergel bahwa Subang berawal dari
sebuah hunian biasa kemudian menjadi desa dan menjadi kota. Selain itu, melalui
pengertian yang disebut oleh Rahardjo dapat dijelaskan bahwa Subang mengalami
perkembangan dari desa menjadi sebuah kota karena statusnya sebagai pusat
administrasi P en T.
pada masyarakat Kota Subang. Istilah perubahan sosial sebenarnya memiliki makna
lebih dari satu (taksa). Istilah itu terkadang diartikan dalam arti yang sempit yaitu
1
mengacu kepada perubahan dalam struktur sosial. Akan tetapi, istilah itu juga dapat
dipakai dalam arti yang lebih luas. Artinya perubahan itu tidak hanya mengacu
kepada struktur sosial saja, tetapi juga mencakup organisasi politik, ekonomi, dan
budaya (Burke, 2015: 212). Perubahan sosial dalam pengertian ini juga dinyatakan
keseluruhan dalam perspektif sejarah sosial, maka proses itu merupakan perubahan
penjelasan yang sifatnya analitis mengenai perjalanan sejarah Kota Subang dapat
dikatakan mengikuti kerangka konsep perubahan sosial dalam arti yang luas.
Karena Kota Subang dikembangkan secara masif oleh orang asing, maka
digunakan teori perubahan sosial dari Wertheim. Menurut Wertheim dalam Sofianto
(1997: 16), perubahan sosial yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh adanya
interaksi sosial dengan peradaban barat, terutama bangsa Belanda. Dengan demikian,
untuk mengamati gejala perubahan sosial yang terjadi di Kota Subang difokuskan
kepada interaksi sosial yang terjadi antara penduduk pribumi dengan orang asing baik
urbanisasi, konflik antar pribumi, konflik pribumi dengan asing juga turut
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah.
Metode sejarah terdiri dari empat tahap yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan
histriografi. Tahapan pertama dalam metode sejarah adalah heuristik. Pada tahapan
penulis mendapatkan buku seperti buku Lim Twan Djie dengan judul Perdagangan
penulis mendapatkan sejumlah buku seperti, Robert Van Niel dengan judul Sistem
Tanam Paksa di Jawa. Kemudian karya dari Kunto Sofianto dengan judul Garoet
serta Pendekatan Ilmu Sosial dalam metodologi Sejarah. Suhartono dengan judul
Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, Max Weber dengan judul The City,Helius
Sjamsuddin dengan judul Metodologi Sejarah, dan Phil Astrid, Pengantar Sosiologi
Perpustakaan Daerah Jawa Barat dan Perpustakaan Yayasan Akatiga di daerah Dago.
Pertama, karya dari Armin Asdi dengan judul Hari Jadi Kabupaten Subang dengan
Latar Belakang Sejarahnya. Kemudian karya dari Teguh Meinanda dengan judul
Merdeka.
pustaka di luar Kota Bandung, yaitu Jakarta. Penulis mengunjungi Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI) di Jalan Ampera Raya No.7 Jakarta Selatan. Di sana
Jakarta Pusat. Di sana penulis memperoleh beberapa sumber primer juga mengenai
Subang, terutama peta Subang awal abad ke-19. Peta dari Grote Atlas de Verenigde
Company adalah peta yang berhasil didapatkan oleh penulis. Selain peta itu, penulis
diperoleh di ANRI.
2
Yogyakarta adalah kota berikutnya yang menjadi tempat studi pustaka yang
(UGM) dan Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) di Jalan Sosio-Humaniora
Daerah Kabupaten Subang di Jalan Dewi Sartika No. 2 Subang. Kemudian Dinas
Subang di Jalan Jend Ahmad Yani No. 11 Subang. Serta Perpustakaan Daerah
Subang di Jalan Kartawigenda No. 2 Subang. Hal ini dimaksudkan untuk menelusuri
tersebut, penulis juga mengunjungi alun-alun Kota Subang. Hal ini dimaksudkan
untuk melihat struktur Kota Subang agar dapat mengidentifikasi ciri-ciri Kota
Subang, apakah merupakan kota tradisional, kota kolonial atau kota pasca kolonial.
Lebih lanjut, penulis juga mengunjungi beberapa situs di Subang seperti situs
mendapat gambaran tentang Subang pada masa lalu yang terefleksikan pada masa
kini terlepas dari adanya perubahan-perubahan yang disebabkan oleh berbagai faktor.
2
Tahapan kedua yaitu tahapan kritik. Tahap ini perlu dilakukan oleh penulis agar
penulis tidak menerima begitu saja sumber-sumber yang telah diperoleh melalui
proses heuristik. Ada dua hal yang dilakukan penulis pada tahapan ini, yaitu menguji
otentisitas atau keaslian sumber secara bentuk dengan menguji material kertas atau
bahan, tanggal, dan tinta yang terdapat di dalam teks. (Kuntowijoyo, 2013: 77). Pada
tahapan kritik eksternal ini penulis melihat sekilas secara fisik sumber yang telah
diperoleh karena pada tahapan ini sangat rentan terhadap penipuan dan kepalsuan.
Almanak, Verslag, Memorie van Overgave. Bahan kertas yang dipakai oleh sumber-
sumber tersebut sebagian sudah mulai rapuh. Bahkan sebagian sudah sangat rapuh
sehingga ada yang dilapisi dengan alat tertentu agar kerusakan yang ditimbulkan
tidak lebih parah. Hal itu menunjukkan bahwa umur dari kertas tersebut cukup tua.
Setelah disesuaikan dengan tanggal yang tertera pada sumber yaitu abad ke-19, maka
dapat dikatakan jenis kertas yang dipakai sesuai dengan tanggal sumber tersebut
yang dipakai apakah informasi yang diberikan dapat dipercaya atau tidak. Salah satu
bentuk kritik internal adalah kedekatan saksi dengan peristiwa dilihat dari segi waktu.
Semakin dekat masa hidup saksi dengan peristiwa itu terjadi maka kesaksian yang
diberikan semakin dapat dipercaya (Herlina, 2015: 32). Sumber-sumber yang telah
didapatkan kemudian dilihat dari segi waktu agar kesaksian yang diberikan
mendekati obyektif. Misalnya, ketika akan menjelaskan tentang siapa yang menjadi
pejabat pribumi (demang) di Kota Subang pada 1900, maka laporan dari Regeerings
Almanakpada tahun yang sama lebih kredibel daripada laporan dari sumber lain pada
antara sumber yang satu dengan sumber yang lain. Sumber-sumber yang telah penulis
mengenai Subang di waktu yang bersamaan ketika arsip pemerintah itu dibuat.
penduduk di sana. Kemudian tulisan Tjakraprawira pada 1930 tentang keadaan Kota
Subang. Selain itu, penulis juga mengkoroborasikannya dengan tradisi lisan yang
kebenaran.
2
fakta sejarah yang diperlukan untuk menyusun sejarah Kota Subang dalam rentang
waktu yang cukup panjang yaitu 118 tahun (1850-1968). Fakta-fakta sejarah itu
kemudian dianalisis dengan menggunakan bantuan dari ilmu-ilmu lain yang erat
hubungannya dengan ilmu sejarah, terutama ilmu politik, sosiologi, dan antropologi.
Terakhir adalah tahap historiografi. Pada tahapan ini, penulis menulis kisah
yang komprehensif tentang Kota Subang dalam kurun waktu 118 tahun (1850-1968).
Penulis menuliskan kisah tersebut sesuai dengan kerangka out line dan tujuan yang
telah dibuat.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini penulis membaginya ke dalam lima bab. Bab
pertama Pendahuluan berisi pengantar yang merupakan pengenalan dari tesis ini. Bab
dua sampai bab empat merupakan isi dari penelitian yang berisi informasi tentang
sejarah Kota Subang. Pada bab lima disampaikan simpulan dari hasil penelitian.
Bab pertama, Pendahuluan yang merupakan pengantar dalam penulisan tesis ini
berisi tujuh subbab. Subbab pertama berjudul Latar Belakang Penelitian berisi alasan
mengapa penulis memilih objek kajian Kota Subang serta batasannya. Kedua
yang dikaji dalam tesis ini. Tujuan Penelitian adalah judul dalam subbab ketiga berisi
uraian metode yang digunakan dalam penelitian ini. Kemudian subbab kelima
2
berjudul Tinjauan Pustaka yang memaparkan beberapa karya mengenai Subang yang
telah ada sebelumnya. Bagaimana kaitan serta perbedaan karya tersebut dengan tesis
ini. Subbab keenam Kerangka Pemikiran Teoretis yang menjelaskan teori apa yang
dipakai dalam tesis ini dan apa kegunaanya dalam mengupas permasalahan yang
Penulisan pemaparan singkat mengenai isi tesis yang diperinci lewat susunan bab.
Pada bab kedua berjudul Kota Subang sampai dengan Tahun 1850. Pada
bab ini akan dijelaskan secara umum perkembangan Subang sebelum menjadi pusat
administrasi. Secara substansi, maka pembahasan dalam bab ini akan menjelaskan
mengenai latar belakang terbentuknya Kota Subang. Subbab ini diawali dengan
menjelaskan asal muasal nama Subang yang didasarkan pada dua hal, yaitu mitos dan
fakta. Bagian ini akan dibahasdalam subbab Toponimi Subang. Demografi adalah
subbab kedua yang terdapat dalam bab II. Pada subbab ini berisi penjelasan tentang
keadaan umum penduduk Subang. Subbab ini berisi penjelasan mengenai keadaan
(1850-1942). Dalam bab ini terdiri dari empat buah subbab. Mengawali subbab
pertama dalam bab ini diberi judul dengan Demografi. Subbab ini berisi tentang
penduduk Kota Subang yang terdiri dari penduduk pribumi dan penduduk asing.
Untuk penduduk asing, berdasarkan data yang tersedia maka terbatas pada orang
Eropa dan orang Cina. Berkaitan dengan perkembangan wilayah Kota Subang dari
waktu ke waktu akan di bahas pada subbab yang berjudul Politik dan Administrasi
pemerintahan. Pada subbab ini juga akan dibahas tentang hal-hal yang berkaitan
dengan aktivitas politik masyarakat Kota Subang. Subbab berikutnya yaitu Dinamika
Sosial-Ekonomi. Subbab ini berisi uraian tentang berbagai kegiatan ekonomi yang
2
dibahas juga dalam subbab III. Penulisan subbab itu perlu ditulis karena dapat
menunjukkan adanya suatu hidup bersama yang menandakan adanya interaksi antar
individu di Kota Subang. Bab ini memiliki periode yang cukup panjang daripada bab-
bab yang lainnya. Maka secara kuantitas merupakan bab yang memeiliki jumlah
halaman paling banyak. Lebih jauh, bab ini juga merupakan bab yang akan merubah
Kota Subang setelah adanya pergantian kekuasaan dari Pemerintah Hindia Belanda
merdeka, juga dibahas dalam bab ini. Pergantian itu tentu membawa dampak yang
cukup besar pula bagi Kota Subang dan masyarakatnya karena telah terbebas dari
masa penjajahan. Atas dasar itu, pergantian kekuasaan dari Belanda ke Jepang dan
besar pada Kota Subang dan masyarakatnya dalam berbagai aspek. Maka pada bab ini
Terakhir yaitu Bab kelima. Bab ini berjudul Simpulan. Dalam bab ini tidak
terdapat subbab. Akan tetapi, di dalamnya tidak hanya berisi simpulan hasil penelitian
saja. Di dalamnya terdapat juga saran dari penulis kepada khalayak yang mana berisi
saran untuk penelitian yang akan datang, agar apa yang kurang dalam penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
Semua sumber baik buku, jurnal, arsip yang di kutip di dalam in note dan foot note.
2
LAMPIRAN
FOTO
PETA
DSB
2
OUTLINE
BAB I PENDAHULUAN
2.3 Demografi
3.1 Demografi
3.4.1 Pendidikan
3
4.1 Demografi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN