Anda di halaman 1dari 5

Nama : Yesica Tumim Siburian

NIM : 119230089
Kelas : RA

1. Mencari contoh topinimi di dadaeah kalian 3 saja, alasan dan faktor nya kenapa
dinamakan ?
Jawab :
a. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ,pemberian nama tersebut dikarenakan kata
“Tirtayasa” merupakan gelar yang diberikan kepada raja Banten, yakni Abul Fath
Abdul Fattah (1651 – 1672). Pemberian gelar dengan nama Sultan Ageng
Tirtayasa kepada Abul Fath Abdul Fattah, berkaitan dengan perannya
merencanakan dan melaksanakan pembangunan di bidang pertanian dan
pengairan.
b. Kota Serang ,pemberian nama tersebut dikarenakan kata “Serang” berasal dari
bahasa Sunda yang berarti sawah. Pada masa Kesultanan Banten, ibukota
pemerintahan berada di Banten Lama, tepatnya di Teluk Banten, di pesisir pantai
Laut Jawa. Saat itu, kota Serang merupakan wilayah persawahan yang
dikembangkan oleh Maulana Yusuf, beliau adalah Sultan Banten yang kedua
(1570 – 1580).
c. Provinsi Banten, memiliki beberapa arti yang berbeda-beda Salah satunya adalah
“katiban inten” yang berarti kejatuhan intan. Asal kata “katiban inten” ini
dilatarbelakangi oleh sejarah Banten yang semula masyarakatnya menyembah
berhala, kemudian memeluk agama Budha. Setelah Islam masuk ke Banten,
masyarakat mulai mengenal dan memeluk agama Islam. Masyarakat Banten yang
memeluk Islam inilah yang digambarkan seolah-olah kejatuhan intan.
2. Kajian terkait proses penamaan ibukota negara kita
Jawab :
Jakarta sebagai ibu kota tentunya memiliki permasalahan seperti provinsi pada
kota lainnya, tetapi Jakarta memiliki nilai lebih karena dikarenakan sebagai Ibu Kota
Negara. Pembangunan ekonomi antara Pulau Jawa dengan dengan pulau lainnya
memang tidak seimbang, pembangunan di Pulau Jawa lebih tinggi dari pada di pulau
lainnya di Indonesia.
Dalam UU 29/2007 tentang Pemprov DKI Jakarta disebutkan bahwa Provinsi
DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan (pasal 5). Hal ini bermakna bahwa Jakarta sebagai
ibukota NKRI bukan hanya berarti memiliki hak dan kewenangan khusus saja tetapi
juga kewajiban dan tanggung jawab. Karena kekhususannya tadi, maka terdapat
kewajiban Pemprov DKI kepada Presiden RI (pasal 26 ayat 7).
Ibu kota juga harus diselamatkan dari ancaman akibat salah kelola Kota
Jakarta yang semakin parah. Kesalahan pengelolaan ini termasuk ketidakmampuan
pemerintah di masa lalu mengantisipasi dampak ancaman alam yang semakin
meningkat. Perubahan iklim yang ditandai kenaikan permukaan air laut, ternayata
diiringi pula oleh bertambahnya penurunan muka tanah akibat pembangunan kota
yang eksploitatif terhadap tanah dan sumberdaya air. Pesatnya pertambahan
bangunan-bangunan gedung pusat bisnis dan perkantoran telah diikuti oleh
penyedotan air tanah secara besar-besar. Akibatnya, banjir semakin menjadi ancaman
serius bagi sebagian wilayah Kota Jakarta, meskipun Proyek Banjir Kanal Timur telah
dioperasikan.
Pada saat yang sama, konsentrasi industri di Jawa itu juga terus menyusutkan
lahan-lahan pertanian di Jawa yang merupakan lahan pertanian paling subur di
Indonesia. Pihak Badan Pusat Statistik melaporkan (tanggal 1 Juli 2010) bahwa setiap
tahun terjadi penyusutan lahan pertanian di Jawa seluas 27 juta hektar. Dari kondisi
ini saja, telah terjadi sejumlah langkah-langkah paradoks dalam pembangunan yang
dicanangkan, seperti membangun ketahanan pangan, pembangunan berwawasan
lingkungan, pembangunan hemat energi, pembangunan yang merata dan berkeadilan
dan sebagainya. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan, meskipun akan memakan biaya
sekitar Rp Rp 50 hingga Rp 100 triliun, tidak dikeluarkan sekaligus. Pembiayaan
dilakukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun (visi Indonesia 2033:2010), dengan
rata-rata Rp 10 Triliun pertahun.
Alasan umum pemindahan ibukota adalah pertimbangan sosial ekonomi,
pertimbangan politik, dan pertimbangan geografis. Indonesia mempertimbangkan
ketiga faktor tersebut dalam analisis untuk memindahkan ibukotanya, tidak hanya
analisis di dalam negeri, namun juga analisis dari pengalaman negara lain di dunia
yang sudah memindahkan ibukotanya. Pengalaman dari berbagai negara yang telah
memindahkan ibukotanya akan memberikan masukan dan pertimbangan yang
sekiranya dapat digunakan sebagai bahan analisis yang lebih tepat untuk mengkaji
masalah di Indonesia. Wacana pemindahan Ibu Kota ada sejak Pemerintahan
Soekarno, Orde Lama, bahkan telah mendatangkan ahli perencana kota dari Rusia
untuk mendesain Kota Palangka Raya sebagai calon Ibu Kota RI. Kondisi tersebut
melatarbelakangi tata bangunan Kota Palangkaraya tampak rapi, jalan dominan lurus,
rumah-rumah di tepi jalan dibuat masuk ke dalam, sehingga bila sewaktu-waktu jalan
dilebarkan, pemerintah tidak perlu menggusur warga, apalagi lahan yang tersedia
masih mencukupi.
Dalam konteks upaya nation b.ilding, pemindahan ibu kota ke Kalimantan
juga akan menghasilkan tonggak nasionalisme baru Indonesia, karena penempatan Ibu
Kota di titik tengah nusantara itu bisa menjadi simbol kebersamaan antara berbagai
bagian Indonesia, simbol untuk berbagi, yang akan mendorong semua warga negara
merasa lebih memiliki Indonesia. Kalimantan di sekitar bagian selatan agak ke timur,
adalah titik tengah nusantara diantara rentang Sabang-Merauke dan rentang Miangas
dan Pulau Rote.
3. Perkembangan toponimi
Toponim dapat digunakan untuk mempelajari aspek budaya setempat sehingga
sangat diperlukan untuk melestarikan warisan budaya bangsa. Bahasa yang digunakan
dalam penamaan geografis menunjukkan kekayaan budaya suatu bangsa. Dari segi
bahasa, penamaan suatu daerah itu bersifat arbitrer, tetapi walaupun manasuka selalu
ada makna dibalik nama tempat tersebut. Di dalam sistem toponimi tersebut terdapat
nilai-nilai kehidupan atau filosofis yang menjadi ciri khas bahasa dan masyarakat
daerah.Namun demikian, istilah toponimi memang populer dikaitkan dengan bidang
ilmu geografi, yaitu untuk bahasan ilmiah tentang nama, asal-usul, arti dari suatu
tempat atau wilayah, serta bagian lain dari permukaan bumi, baik yang bersifat alami
(seperti sungai) maupun yang bersifat buatan (seperti kota). Hal tersebut berkembang
seiring dengan perkembangan peta, karena toponimi sangat diperlukan dalam upaya
pemetaan suatu wilayah.

Dengan bergesernya nilai-nilai kehidupan dan kebudayaan masyarakat umumnya,


perlu adanya upaya agar pergeseran tersebut tidak lantas mematikan kehidupan
budaya masyarakat. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pemakaian bahasa daerah,
misalnya, dalam penamaan (toponimi) tradisional tempat oleh masyarakatnya,
tergeser oleh istilah modern. Tidak sedikit tempat keramaian maupun permukiman di
Pandeglang diberi nama dengan menggunakan istilah asing, misalnya Pantos
(Pandeglang Town Square), Gunung Karang Town House, Cluster Palm One
residence, Perum Saruni Indah Residence, Perum Kadupingan Village, dan lainnya.

Sistem penamaan tempat adalah tata cara atau aturan memberikan nama tempat
pada waktu tertentu. Di dalam istilah lain disebut “toponimi”. Dilihat dari asal-usul
kata atau etimologisnya, kata toponimi berasal dari bahasa Yunani topoi =“tempat‟
dan onoma = “nama‟. Jadi, secara harfiah toponimi bermakna “nama tempat‟. Dalam
hal ini, toponimi diartikan sebagai pemberian nama-nama tempat. Dalam kamus
Webster’s New World Dictionary (1991, p.357) “Toponym (a name of a place) (a
name that indicates origin, natural locale etc.” Artinya toponim adalah penamaan
tempat yang menunjukkan kealamian suatu lokasi. Kridalaksana (2010,
p.170) )menjelaskan bahwa toponim adalah cabang onomastika yang menyelidiki
nama tempat.
Daftar Pustaka
ESRI. (2011). How Kriging Works. Retrieved from
http://webhelp.esri.com/arcgisdesktop/9.3/

Johnston, K., Ver Hoef, J. M., Krivoruchko, K., & Lucas, N. (2001). Using ArcGIS
Geostatistical Analyst. GIS by ESRI.

NCGIA. (2007). Retrieved from Interpolation Inverse Distance Weighting:


http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/spherekit/inverse.html/

Anda mungkin juga menyukai