Anda di halaman 1dari 11

Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

Jejak-Jejak Sejarah dan Warisan Budaya


di Kabupaten Sijunjung

Nopriyasman*

Abstrak
Artikel ini membicarakan jejak-jejak sejarah dan budaya di daerah Kabupaten
Sijunjung. Fokus bahasan diarahkan pada jejak masa lalu kerajaan dengan segala
dinamika peninggalan sejarah dan praktik budaya yang masih berlangsung hingga
periode kontemporer. Kemudian dibahas pula jejak sejarah di kawasan jalur Kereta
Api Muaro Sijunjung-Pekanbaru, khususnya pekerja romusha, dan terakhir pada
peran dan keterlibatan masyarakat Kabupaten Sjunjung pada masa PDRI.
Penampilan lembaga kerajaan dimaksukan untuk pemertahanan budaya, khususnya
Kerajaan Jambu Lipo; Kisah romusha untuk peningkatan empati sebagai bangsa
Indonesia; maka penampilan jejak PDRI di Kabupaten Sjunjung terutama dalam hal
menangkap nilai kearifan lama, khususnya nagari Sumpur Kudus.

* Dr. Nopriyasman, M.Hum adalah Dosen Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Andalas, Padang. E-mail: nopriyasman@yahoo.com

1|H a lam an
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

1. Pengantar mampu bersanding dengan ekspresi baru


Peristiwa sejarah terjadi dan pada zaman baru. Tulisan ini mencoba
berjalan mengikuti perkembangan zaman, mendiskusikan perlunya mengenal napas
budaya, dan kebutuhan realitas kekinian. kehidupan masa lalu Kabupaten Sijunjung
Realitas kekinian akan menjadi penuh yang telah mempunyai rentang panjang,
makna apabila tidak melupakan kelaluan. sehingga diharapkan dapat menjadi
Peristiwa masa lalu telah menjadi bagian semacam magnit, inspirasi dan titik tolak
yang tak terpisahkan dari perjalanan kehidupan selanjutnya.
daerah ini. Oleh sebab itu dinamika
perjalanan kehidupan yang dialami 2. Jejak-Jejak Masa Lalu : Aneka Warna
masyarakat di Kabupaten Sijunjung,1 Sejarah dan Peninggalan Budaya
meninggalkan sejuta jejak informatif Dalam sejarah penataan
penuh nilai dan makna. Jejak-jejak masa pemerintah sejak kolonial, kawasan
lalu itu ada yang masih abadi dan ada Sijunjung pernah menjadi bagian dari
pula yang masih tersembunyi. Padahal, Afdeeling Tanah Datar (Asnan, 2006; 74).
semua peninggalan masa lalu adalah Ketika kekuasaan Belanda berganti
pusaka. Apakah itu pusaka alam, dengan tentara pendudukan Jepang,
pusaka budaya, atau mengandung varian wilayah Sijunjung termasuk dalam
kesejarahan yang berarti. afdeeling Solok, atau Bunsyu Cho Solok
Realitas kekinian yang terjadi, dengan ibu kotanya Sawahlunto. Daerah
justru berbagai peninggalan kesejarahan ini menjadi sebuah Kabupaten tersendiri
dan budaya seringkali terabaikan di tidak terlepas dari pertimbangan
tengah arus perkembangan globalisasi. kelancaran strategi perjuangan
Fenomena demikian, tidak terkecuali kemerdekaan pada masa revolusi. Hal ini
terjadi juga di daerah Kabupaten dibuktikan dengan keluarnya Surat
Sijunjung. Berangkat dari kesadaran Keputusan Gubernur Militer Daerah
perlunya pelestarian bagi semua tinggalan Sumatera Barat No. 49/GM/Inst, tanggal
masa lalu, maka tema yang diangkat 18 Februari 1949 yang berisi penyatuan
dalam kegiatan Menelusuri Peninggalan Kewedenanan Sijunjung dan Kewedanan
Sejarah dan Budaya di Kabupaten Sawahlunto. SK tersebut menyatakan
Sijunjung ini tentulah menjadi besar bahwa mulai tanggal 18 Februari 1949
artinya. Apalagi mengingat banyak berdirilah Kabupaten Militer
peristiwa sejarah dan budaya berlangsung Sawahlunto/Sijunjung dengan Bupati
di daerah ini. Menjaga dan pertamanya adalah Tan Tuah Bagindo
Melestarikan, dua kata yang kiranya Ratu. Daerah kabupaten ini meliputi
perlu ditindaklanjuti dengan aksi, Kewedanan Sawahlunto, Tanjung
sehingga masa lalu tetap abadi dan Ampalu, Sijunjung, dan Kewedanan
Batanghari (Sungai Dareh). Nama
1
Nama Kabupaten Sijunjung baru Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung tetap
dimulai setelah terjadinya pemekaran bertahan sampai tahun 2004, dan berakhir
kabupaten tahun 2004. Sebelum tahun itu, dengan keluarnya Sk pembentukan
kabupaten ini bernama Kabupaten Kabupaten baru Dharmasraya. Sejak
Sawahlunto/Sijunjung dengan luas daerah terbentuknya Kabupaten Dharmasraya,
630.019 ha atau 6.300,19 km2, namun kini
maka kabupaten ini menjadi Kabupaten
luas ini hanya tersisa 3.130,80 km2. Kalau
dahulu daerahnya merupakan terbesar ketiga, Sijunjung saja.
maka setelah menghasilkan Kabupaten Dalam perjalanan sejarah yang
Dharmasraya menjadi tersempit kedua. panjang itu, terlihat dinamika tindakan
yang bersifat krusial baik yang dilakukan
2|H a lam an
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

oleh individu-individu atau pun menjadikan peninggalan sejarah budaya


kelompok-kelompok, atau bangsa-bangsa sebagai salah satu asset berharga untuk
dalam menemukan jati diri sebagai menunjang pariwisata di daerah. Dalam
komunitas bangsa Indonesia. Gambaran konteks seperti ini, warisan budaya
historis yang terjadi di daerah Sijunjung Kerajaan Jambu Lipo muncul atau
memperlihatkan roman sejarah dimunculkan sebagai andalan
tersendiri yang menggambarkan dinamika memakmurkan negeri.
praktik budaya, kepahlawanan (heroic), Bila dikaitkan dengan gerakan
sejarah penderitaan, atau pun gambaran lintas keraton nusantara, maka era
sejarah berbentuk tragedi. Tiga di antara otonomi daerah sejalan pula dengan
sejuta peninggalan sejarah dan budaya lahirnya wacana kembalinya para Sultan.
tersebut diuraikan lebih lanjut di bawah Menurut Gerry van Klinken, ada 8
ini. keraton yang famornya naik, 10 keraton
sedang bangkit kembali, dan 6 keraton
2.1 Jajak Masa Lalu Kerajaan: yang sedang berupaya melakukan
Pemertahanan Budaya Kerajaan penggalian belakangan ini di Indonesia.
Jambu Lipo Kesultanan Minangkabau disebutkan
Perjalanan historis sebuah diwakili oleh Yang Dipertuan Raja Alam,
lembaga, khususnya yang menyangkut Pagaruyung dan diklasifikasikan sebagai
keluarga, lembaga raja dan kerajaan, institusi raja yang sedang berupaya
sistem hukum, dan lain-lain sering melakukan penggalian kembali warisan
dianalisis berdasarkan pendekatan kerajaaannya (Klinken, dalam Davidson,
struktural-fungsional. Proses sejarah Henley dan Moniaga, 2010; 169).
tidaklah terpisah dari struktur sosial, Gerakan para sultan ini dikenal juga
ekonomi, dan politik. Bagi sejarawan, dengan gerakan komunitarian dalam
yang dilihat sebagai struktur adalah hasil politik lokal. Fenemona kebangkitan raja
proses. Artinya, dunia kini hanya akan tersebut terjadi juga pada Kerajaan Jambu
dimengerti bila mengetahui latar belakang Lipo.
dan proses di belakang struktur itu (Burke, Jambu Lipo sebagai kerajaan
2003; 163-170). Bertolak dari pandangan baru terletak di Kenagarian Lubuk
itu, maka sejarah Jambu Lipo lama dapat Tarok, Kabupaten Sijunjung, yang
dicarikan dari berbagai sumber sejarah, berjarak sekitar 23 km dari kota Sijunjung.
baik melalui metode oral history, maupun Wilayah kerajaannya meliputi lima
melalui berbagai versi written history. puluhan desa, koto, dan atau 12 buah
Gambaran luas Kerajaan Jambu nagari yang tersebar dalam lima
Lipo, khususnya dalam proses kecamatan di dua kabupaten. Beberapa
globalisasi dapat ditelusuri dari berbagai dari wilayah tersebut adalah Lubuk
hasil tingkat dan bentuk ekonomi, serta Tarok, Buluh Kasok, Taratak Baru,
pengaruh kebudayaan global. Secara Timbulun, Pulasan, Sibakur, Langki,
tradisional, gambaran Kerajaan Jambu Lubuk Karak, Silago, LUA, dan Sangir.
Lipo juga terlihat dalam tingkatan Daerah lainnya yang mempunyai kaitan
upacara, keindahan dan keagungan dengan Jambu Lipo adalah Sungai
peninggalan-peninggalan budaya, seni- Kambuik, Tiang Panjang Nan Baririk
seni yang dipagelarkan, serta lingkungan (Bukik Sabalah, Siaur, Sei Langsek,
alam daerah kawasan kerajaannya. Muaro Takung, Lubuk Tarantang, dan
Dewasa ini terjadi perpaduan antara Kenagarian Lalan (Hastuti, 2012; 58).
modernitas dan tradisionalitas, yang Secara politis, kekuasaan kerajaan-
sejalan dengan upaya pemerintah daerah kerajaan di Indonesia dianggap sudah
3|
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

berakhir sejak raja-raja mereka dunia raja dan penghulu (Abdullah, Ed.,
menyatakan diri lebur dalam Negara 1987; 4-7). Raja Alam dengan pusatnya
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Pagaruyung, Raja Adat yang
pada masa revolusi. Blok historis kerajaan berkedudukan di Buo, dan Raja Ibadat
semakin tersaingi pula oleh munculnya yang berkedudukan di Sumpur Kudus
keluarga-keluarga baru yang dari segi mencerminkan kesatuan, dan terjalinnya
tingkatan ekonomi tergolong mampu. keseimbangan hidup di bumi
Kemungkinan besar, hal ini pula yang Minangkabau.
menyebabkan kelompok keturunan raja- Pola integrasi tersebut ternyata
raja di Indonesia akhirnya mengeksiskan diadopsi juga di Jambu Lipo. Dalam
diri dalam organisasi kraton nusantara, tradisi raja-rajanya, Raja Alam diberi
dan tampil dalam ragam peran adat di gelar Bagindo Tan Ameh, Raja Adat
Sumatera Barat. dengan gelar Bagindo Tan Putih, dan
Kemunculan dunia kerajaan Raja Ibadat dengan gelar Bagindo Sutan
sebagai salah satu identitas Minangkabau Majo Indo (Hastuti, 2012; 58). Kerajaan
berkaitan dengan strategi harga diri Harun Jambu Lipo Lubuk Tarok merupakan
Al Rasyid Zein (Gubernur Sumatera Barat salah satu kerajaan Sapiah Balahan
1966-1977) dalam mengangkat kembali (semacam commonwealth) dari Kerajaan
kebudayaan Minangkabau yang Pagaruyung (Thaib dan Riyadh, 2009; 9).
disimbolkan melalui pembangunan Istana Beberapa peran blok historis raja ini telah
Basa Pagaruyung pada tahun 1976. Istana dikisahkan secara tertulis, baik dalam
direpresentasikan sebagai simbol bentuk jurnal, atau pun dalam dunia
menyongsong masa depan Minangkabau maya, website dan blog sejarah. Fenomena
dalam kerangka program penegakan Orde ini menjadikan pengetahuan tentang
Baru di daerah Sumatera Barat, kerajaan mengalami bentuknya yang tetap
khususnya dalam missi pembinaan, dan tertentu.
pemeliharaan, dan pengembangan Peran lembaga raja dan kerajaan
kebudayaan daerah (Nopriyasman, 2011; sebagai pelestari budaya berpengaruh luas
208). Istana dan segala bentuk pada eksistensinya di tengah masyarakat.
peninggalan kerajaan pada akhirnya Kaum kerabat Raja Jambu Lipo pada
menjadi simbol par excellence dari identitas khususnya, dan kerabat Kerajaan
daerah di Indonesia dalam era otonomi, Minangkabau pada umumnya menjadi
sekaligus menjadi bagian dari kembalinya pusat informasi pengetahuan tentang
gerakan komunitarian dalam politik keistanaan, bahkan meluas sampai ke
Indonesia sejak berakhirnya masa Orde bidang agama. Knowledge is power, kata
Baru (Klinken, dalam Davidson, Henley Michel Foucault (Foucault, 2002), karena
dan Moniaga, 2010; 166). pengetahuan yang dimiliki pemegang
Dewasa ini lembaga raja dan otoritas di lingkungan kerajaan (Jambu
kerajaan lebih berfungsi sebagai sumber Lipo) telah menempatkan mereka sebagai
informasi tentang sejarah dan atau pemegang kendali kembali. Apalagi
upacara-upacara yang patut. Adat beraja dalam dunia global, yang juga telah
di Minangkabau, Sumatera Barat diangkat melanda kawasan Kerajaan Jambu Lipo,
sebagai payung yang memersatukan kondisi ini menjadi jalan bagi kerajaan
Minangkabau. Dalam pandangan teori menegakkan power (baca pengaruh)
integrasi, Minangkabau mempunyai pada abad global. Dalam konteks
kemampuan khusus mengintegrasikan hegemoni ideologi dari Gramsci, semua
antara yang lama dengan yang baru, kepentingan politik berpijak pada
antara Islam dengan adat, serta antara lembaga-lembaga sosial, dan raja dengan
4|
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

lembaganya menjadi pemimpin tradisi manjalang rantau,3 dan tradisi yang


hegemonik yang secara terus menerus berlaku di kampuang rajo.4 Begitu juga
mengembangkan persetujuan (konsensus) Rumah Gadang Raja Alam, Raja Adat,
intelektual, religi, moral, cita rasa dan dan Raja Ibadat tidak saja dapat berfungsi
filosofis suatu bangsa (Bocock, 2007; 40). sebagai museum mini penyimpan benda-
Suatu kisah sejarah yang agung, atau benda pusaka, tetapi sekaligus juga dapat
master narrative yang ditampilkan kerajaan difungsikan sebagai corong bagi nilai-nilai
menjadi penarik, pemelihara, pembenar, lokal yang berlaku dalam kehidupan
dan pendukung bagi posisi Jambu Lipo masyarakat. Apabila peran ini dapat terus
sebagai kerajaan budaya dalam wadah dipertahankan blok historis istana
Negara Kesatuan Republik Indonesia kerajaan Jambu Lipo, maka perannya
(NKRI). sebagai pelestari asset budaya dan nilai-
Dengan demikian, meskipun nilai kearifan di lokal Sijunjung tidak
kekuasaan kerajaan ini telah lama hilang mustahil, bahwa salah satu pusatnya
tertelan zaman, namun kini ia bisa berada di Jambu Lipo Lubuk Tarok.
mendapatkan kembali pengaruh melalui
peran adat, agama, budaya, sejarah, dan 2.2 Jejak Masa Lalu Romusha :
pengetahuan. Untuk model peran dengan Kawasan Jalur Kereta Api Muaro
cara halus seperti ini bisa dicontoh dari Sijunjung-Pekanbaru
apa yang telah dilakukan oleh Puri Ubud Kawasan pembangunan jalur
di Bali sejak tahun 1990 (MacRae, dalam kereta api dari Muaro Sijunjung
Putra dan Sancaya, 2005; 8). Proses Pekanbaru meninggalkan sejuta jejak para
pembangunan kerajaan baru Ubud, pekerja, yang dikenal luas dengan istilah
bahkan melibatkan diri dalam bisnis Romusha Logas. Jejak para romusha
pariwisata dengan cara memanfaatkan itu membentang sepanjang kurang lebih
modal yang dimilikinya, seperti economic 220 km yang menghubungkan Pantai
capital, symbolic capital, social capital, dan Barat Sumatera dengan Pantai Timur
cultural capital. Sumatera. Secara administratif
Pemanfaatan modal (capital) pemerintahan Indonesia pada masa
dalam praktik sosial yang dipelopori kemerdekaan, kawasan yang dilalui
Pierre Bourdieu (2010) dalam perjalanan pelintasan kereta api itu berada di wilayah
peranan Kerajaan Jambu Lipo dalam Sumatera Tengah, yaitu 180 km berada
abad modern dimainkan melalui tradisi dalam Provinsi Riau, dan 40 km berada
yang diwariskan, misalnya tradisi bakaua,2 dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat,
khususnya Kabupaten Sijunjung.
Para romusha Jepang tersebar
mulai dari Muaro Sijunjung, Silokek,
2
Bakaua dilaksanakan sekali setahun
3
sebelum turun ke sawah agar sawah yang Kebiasaan kerajaan yang
ditanam memberikan hasil yang melimpah. dilaksanakan sekali tiga tahunan, yaitu berupa
Biasanya waktu upacara setelah Hari Raya perjalanan Raja Ibadat dengan tanda
Idul Fitri. Dalam acara ini terlihat kebesarannya Sokin Soka Daguak. Perjalanan
kekompakan para petani dan kebersamaan mengunjungi rantau ini dilakukan seizin Raja
warga masyarakat. Biasanya dengan Alam mulai dari wilayah Kerajaan Jambu
menyembelih sapi, melibatkan seluruh Lipo sampai rantau yang dua belas.
pimpinan masyarakat (orang empat jenis, (Selanjutnya lihat Hastuti, 2012: 61-62).
4
seperti ninik mamak, imam khatib, cerdik Tempat berkumpulnya rajo tigo selo,
pandai dan manti-dubalang (Hastuti, 2012: 60- dan juga bisa berarti suku dalam Kerajaan jambu
61) Lipo.
5|
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

Durian gadang, Silukah, Pintu Batu, dan tersebut Pembangunan jalur kereta
Pematang Kering. Semua daerah itu api tersebut tidaklah murni berasal dari
berada di Provinsi Sumatera Barat. orang Jepang. Gagasan justru
Kemudian berlanjut ke daerah lintasan dimunculkan oleh J.W. Ijzerman tahun
kereta api yang berada di wilayah Provinsi 1891 yang melakukan ekspedisi untuk
Riau melalui Lubuk Ambacang, mengkaji kemungkinan membuat jalan
Mudikulo, Sarosa, Logas, Muara Lembu, kereta api yang memudahkan
Petai, Kebun Lado, Kotabaru, Sungai perhubungan bagian Barat dengan Timur
Paku, Sungai Bawang, Tanjung Pauh, Sumatera. Ijzerman adalah seorang
Lipat Kain, Kebun Durian, Penghidupan, insinyur kepala Staatspoorwegen yang
Simalinyang, Sungai Pagar, Pantai Raja, berhasil membangun jalan kereta api di
Sungai Pinang, Taratak Buluh, Kubang, Sumatera Barat. Ekspedisi Ijzerman
Marpoyan, Simpang Tiga, Tangkerang, berlangsung mulai tanggal 20 Februari
dan Pekanbaru (Abdullah, 1985; 137). sampai 31 Maret 1891 dengan berjalan
Jeritan, penderitaan, dan kaki bersama rombongannya dari Muaro
keperihan hati romusha seolah-olah terus Kalaban Padang Sibusuk terus
akan terkenang selama jalur-jalur kereta pi menelusuri Batang Kuantan Lubuk
itu tetap lestari. Namun sangat Ambacang, kemudian membelok ke
disayangkan, seiring dengan perjalanan Logas - Tasik Labuh Dayun, langsung
zaman, banyak peninggalan rel kereta api ke Siak Sri Indrapura. Ijzerman berangan
itu keberadaannya telah menghilang, baik kelak pengangkutan batubara Ombilin
karena pencurian, ataupun akibat dilakukan melalui Siak menuju Selat
keterlambatan perhatian pemerintah Malaka. Namun gagasan ini tidak jadi
dalam mengamankan jejak-jejak sejarah terlaksana karena (1) penduduk daerah
kawasan romusha itu. Dalam perspektif yang kurang; (2) kondisi daerah yang
sejarah edukatif, pengangkatan sejarah sulit; (3) biaya besar dan memakan waktu
romusha tentu saja menjadi pembelajaran yang lama, (4) batu bara Ombilin sudah
anak bangsa, sehingga penghargaan mendapat saingan sehingga tidak lagi
terhadap nasionalisme dan kemerdekaan menguntungkan.
bangsa tetap terjaga. Ketika Jepang berkuasa di
Dari catatan sejarah yang pernah Indonesia, arsip ekspedisi Ijzerman
ada, dapat diketahui bahwa pertimbangan tersebut di modifikasi. Jalan lintasan
Jepang membuat jalan kereta Api Muaro Kereta Api dibuat mengikuti tepi bukit
Sijunjung-Pekanbaru terkait langung terus menyusuri bagian timur aliran
dengan (1) letak pulau Sumatera yang sungai Kuantan sampai air terjun Lubuk
strategis, karena menjadi pulau pertama Ambacang, kemudian membelok ke
yang berhadapan langsung dengan kawasan Logas terus ke Pekanbaru. Dari
Samudera Hindia, dan Selat Malaka; (2) kondisi medan yang sulit tersebut dapat
Pulau Sumatera menyimpan banyak dibayangkan kerasnya tantangan kerja
bahan mentah (minyak bumi, batu bara, yang dihadapi para romusha bekerja.
dan emas) yang bisa dimanfaatkan untuk Dalam pelaksanaan pembangunan
keperluan perang; (3) Jepang memerlukan jalan kereta api tersebut, Jepang
jalan darat yang menghubungkan pantai menunjuk perusahaan Obayashi Gumi
Timur dengan Pantai Barat, dalam waktu Kobusyiki Kaisha, Nitchi Matsu Gumi
yang cukup singkat, misalnya untuk Kobusyiki Kaisha, Kazima Gumi Kobusyiki
pengangkutan pasukan, tetapi juga untuk Kaisha, dan Hayashi Gumi Kobusyiki
tambang batu bara Sawahlunto dan hasil Kaisha sebagai pelaksana di lapangan.
pertanian penduduk di sepanjang jalur Perusahaan-perusahaan itu di pimpin oleh
6|
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

para Gunzoku (orang Jepang yang terkena .967 orang berasal dari tawanan perang
wajib militer), dan bertanggung jawab (Indriani, 1992; 47-49).
kepada SARCH (Southern Army Rail Way Syafei Abdullah menyebut ada
Corps), yaitu korps ahli perkeretaapian sekitar 280.000 korban dari 400.000 orang
yang khusus diperbantukan ke tentara yang dipekerjakan Jepang selama tahun-
Jepang untuk membuat jalan kereta api di tahun pembangunan 1943-1945. Jam kerja
wilayah Selatan. Untuk mendukung romusha berlangsung antara pukul 06.30
kelancaran pembangunan, maka Jepang sampai pukul 16.30. Meskipun demikian,
mengerahkan ribuan tenaga kerja (Lihat dalam praktiknya para romusha harus
Indriani, 1992: 29-30). sudah bangun mulai pukul 04.30 dan apel
Berbagai taktik dilakukan Jepang pukul 05.30. Pada tahun 1944, volume
untuk mendapatkan tenaga kerja, mulai waktu kerja malahan ditambah 2 jam
dari cara-cara halus, sampai ke cara-cara pada malam hari. Kondisi ini membuat
licik dan kasar. Cara halus dilakukan tenaga romusha terkuras habis, tambahan
melalui propaganda Jepang yang lagi gizi yang masuk ke dalam tubuh tidak
menempatkan bangsa Indonesia sebagai sebanding dengan kerja yang dilakukan.
saudara dalam lingkungan Belum lagi kondisi daerah yang lembab, di
persemakmuran Asia Timur Raya. Carak tengah hutan lebat menyebabkan mereka
licik dilakukan melalui bujuk rayu sebagai banyak yang jatuh sakit, dan korban yang
prajurit ekonomi Jepang. Jepang juga akhirnya meninggal dunia.
memanfaatkan para kepala desa, dengan Para romusha yang berasal dari
berbagai tipu muslihat lainnya. Dalam penduduk pribumi ditempatkan di bedeng-
perkembangannya, cara-cara paksaan dan bedeng. Ada sekitar 600 bedeng romusha
razia pun akhirnya dilakukan pemerintah pribumi di sepanjang jalur kereta api
Jepang, seperti di bioskop, dan pasar. Di Muaro Sijunjung Pekanbaru (rata-rata 5
daerah pelintasan kereta api Muaro bedeng setiap 2 km), dan 14 kamp
Sijunjung Pekanbaru, masyarakat (kelompok bedeng) bagi tawanan perang
setempat diwajibkan melakukan gotong (Indriani, 1992: 60). Bedeng-bedeng
royong (kinro hosyi) ke daerah yang telah sebagai tempat tinggal ini atapnya amat
ditentukan. Mereka diangkut dengan truk sederhana, terbuat dari daun rumbia,
ke lokasi kerja. ilalang, daun kelapa, dan daun rimba
Rombongan pekerja dari Jawa lebar lainnya. Dinding bedeng juga
diberangkatkan dengan kapal dari berasal dari daun yang sama, bahkan
Tanjung Periuk menuju Teluk Bayur. Ada kebanyakan tidak berdinding sama sekali.
juga melalui Singapura, terus ke Sehingga apabila musim hujan, maka
Pekanbaru. Beberapa tempat tergenang air karena tiris, dan menjadi
penampungan romusha kota Padang becek. Keadaan seperti itu berlangsung
adalah lapangan bola, rumah penjara dari hari ke hari, minggu ke minggu,
Muaro, dan Bioskop. Selama dalam bahkan bulan berganti tahun, sampai
perjalanan mereka berada dalam suasana akhirnya terhenti sampai terwujudkan
mencekam, tidak saja oleh kemungkinan kemerdekaan Republik Indonesia.
serangan tentara Sekutu, tetapi juga Tentu saja di alam kemerdekaan,
karena ketidak pastian nasib mereka harapan akan kehidupan lebih baik
selanjutnya. Diperkirakan ada sekitar menjadi tugas kita bersama, bersama
30.000 orang penduduk pribumi pemimpin bangsa, untuk mewujudkan
dipekerjakan di lintasan jalan kereta api cita-cita kemerdekaan. Menampilkan
Muaro Sijunjung- Pekanbaru dan sekitar 4 kenangan masa lalu romusha tentu saja
tidak untuk bersedih-sedih, tetapi
7|
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

mengambil hikmah, meningkatkan Pemilihan Sumpur Kudus sebagai


empati, sehingga peninggalan sejarah tempat Musyawarah Besar tidak terlepas
yang masih tersisa tidak lagi hilang dari pertimbangan bahwa secara geografi,
percuma. daerah ini berada dalam jarak tempuh
perjalanan yang sama antara pimpinan
2.3 Jejak PDRI: Menangkap Kearifan PDRI yang sedang berada di Bidar Alam,
Lama dari Sumpur Kudus daerah perbatasan Sumatera Barat-Jambi
Kalau saja para pemimpin (sekarang Kabupaten Solok Selatan)
Pemerintah PDRI tidak mau mundur dengan anggota PDRI Rasyid dan
selangkah atas ketidak sefahamannya Sitompul yang sedang berada di
terhadap Pernyataan Roem-Royen hasil KotoTinggi. Sumpur Kudus berada sekitar
rundingan Soekarno-Hatta (dikenal juga 110 kilometer dari Sungai Dareh
dengan kebijaksanaan Bangka), maka (sekarang Kabupaten Dharmasraya), dan
perjuangan kedaulatan Indonesia ada sekitar 14 hari perjalanan antara
diperkirakan terpecah dalam dua tempat Rasyid dan Syafruddin. Di
golongan besar, yaitu golongan samping itu keadaan alam Sumpur Kudus
pendukung Soekarno-Hatta dan golongan yang baik untuk perjuangan, perhubungan
pendukung PDRI. Mengalah demi yang jauh dari kota yang dikuasai
keutuhan perjuangan, kiranya itulah Belanda, dan daerahnya bersifat agraris.
pantulan sikap yang diperlihatkan para Rombongan PDRI yang berangkat
pemimpin PDRI atas kekecewaannya dari Bidar Alam dipimpin oleh Syafruddin
tidak dibawa serta dalam perundingan Prawiranegara berangkat pada tanggal 23
delegasi republik yang dipimpin Mr. Moh. April 1949 mengikuti arus Sungai
Roem dengan delegasi Belanda dipimpin Ombakkubu dan pada tanggal itu juga
oleh Dr. Van Royen. Ternyata sifat mereka sampai di Sungai Dareh. Kepala
negarawan dari pemimpin PDRI, Polisi Umar Syad dan Mr. T.M. Hasan
khususnya Mr. Syafruddin Prawiranegara menyusul sehari kemudian, kemudian
tersebut terjadi di sebuah Nagari yang secara bersama-sama neruskan perjalanan
bernama Sumpur Kudus (Kabupaten ke Sumpur Kudus di Kabupaten
Sijunjung), yang dalam tataran Sawahlunto/Sijunjung (sekarang
pemerintahan tradisi Minangkabau Kabupaten Sijunjung). Sebagian besar
merupakan tempat kedudukan Raja Tigo perjalanan dilakukan dengan jalan kaki,
Selo, yaitu Raja Ibadat.5 Kesepakatan dan bila tidak memungkinkan baru
dalam kesadaran bernegara dan berbangsa dengan perahu. Barang-barang diangkut
itu dicapai dalam Musyawarah Besar dengan pedati atau jeep selagi
PDRI yang diselenggarakan pada tanggal memungkinkan melalui Kiliranjao.
14 Mei 1949 sampai 17 Mei 1949 (Husein, Kamang, Meloro, Sungai Batang,
et.al., 1992: 73). Pintubatu, Padangtarok, Tapus, Durian
gadang, Mangganti dan Calau.
Rombongan ini sampai di Sumpur Kudus
pada tanggal 4 Mei 1949. Pada tanggal itu
5
Rajo tigo selo (raja tiga kedudukan) juga, tiba pula Koordinator Sumatera
tersebut adalah Raja Alam berkedudukan di Tengah Mr. M. Nasroen beserta
Nagari Pagaruyung, Raja Adat di Buo, dan rombongannya dari Lubuk Sikaping
Raja Ibadat di Sumpur Kudus. Ketiga raja ini (Husein, et.al., 1992: 73). Rombongan
mencerminkan terintegrasinya Alam
Mr. S.M. Rasyid (Gubernur Militer
Minangkabau, dan menjadi simbol tetap
terjaganya keutuhan pemerintahan dan suku Sumatera Barat dan Mentri Keamanan
bangsa Minangkabau. PDRI) sampai di Sumpur Kudus pada
8|
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

tanggal 12 Mei 1949. Dengan demikian, ada di dua tempat yaitu di Calau sekitar
sesuai namanya Musyawarah Besar, maka 13 hari (22 April 1949 4 Mei 1949), dan
yang hadir di Sumpur Kudus adalah di Selantai selama 47 hari, yaitu dari
semua anggota PDRI bersama anggota tanggal 4 Mei 1949 19 Juni 1949
Staf, Angkatan Perang dan Kepolisian, (Asnan, et.al., 2006: 206).6
Kepala-Kepala Jawatan, Gubernur Militer Belajar dari perjalanan
Sumatera Tengah dan staf, Koordinator kesejarahan PDRI, setidaknya dapat
Sumatera Tengah dan staf, serta dimaknai pada dua hal, yaitu (1)
pemimpin-pemimpin partai politik yang kesadaran dan penghargaan tetap
tersebar di seluruh Sumatera. terjaganya legitimasi dan kekuasaan
Musyawarah Besar dilangsungkan negara, (2) berfungsinya kepercayaan
di Dusun Silantai, bertempat di rumah (trust) dalam hubungan pemimpin serta
Wali Nagari Perang Silantai. Musyawarah masih kuatnya ikatan kepemimpinan
membahas strategi mengatasi politik dalam masyarakat bangsa. Dua hal inilah
Belanda yang belum dapat dipercaya dan yang menjadi landasan utama bagi
sangat diragukan. Pada umumnya peserta tindakan mengatasi krisis, dan terjadinya
mengecam kebijaksanaan bangsa dan kesatuan tindakan . Syafruddin
menyatakan tidak setuju dengan hasil Prawiranegara sadar bahwa legitimasi
yang dicapai dalam Pernyataan Roem- historis dan kepemimpinan sesungguhnya
Royen dan bersepakat untuk meneruskan berada di tangan Soekarno. Atas
perlawanan terhdap Belanda. Meskipun kesadaran itu pula, meskipun dirasakan
demikian, setelah semua menyampaikan constitutional infringement karena Soekarno-
pemandangan ummnya, akhirnya demi Hatta masih sebagai tawanan melakukan
keutuhan bangsa mereka pun menerima perundingan dengan Belanda, padahal
Roem-Royen Statement tersebut. kekuasaan telah diserahkan ke PDRI,
Syafruddin Prawiranegara pun namun kepercayaan kepada dwi-tunggal,
menyatakan bahwa Untuk mencegah kahirnya mengatasi kepada situasi
perpecahan dan menjaga serta dilematis itu. Atas kepercayaan itu pula
memelihara persatuan, saya akan kesatuan perjuangan dapat terjaga
menyerahkan mandat saya kembali (Abdullah. 2006: 35).
(Husein, et.al., 1992: 76).
Keputusan Sumpur Kudus 3. Penutup
merupakan keputusan bersejarah dalam Menelusuri Jejak Masa Lalu,
perjuangan kemerdekaan Indonesia, tentu saja bukan hanya sekedar
sekaligus mempelanjar perundingan mengingat, namun akan lebih berharga
lanjutan antara Indonesia dengan bila diaplikasikan dalam praktik
Belanda. Bagi masyarakat Sumpur Kudus, kehidupan berbangsa dan bernegara,
hal ini menjadi bukti bantuan dan
kerjasama demi republik. Mereka bahu 6
Instruksi Pemerintah PDRI kepada
membahu mempersiapkan segala sesuatu seluruh Pamongpraja, Jawatan-Jawatan dan
mulai dari penyambutan tamu, Kepolisian, Dewan Pertahanan Daerah (DPD)
menyiapkan perumahan, perbekalan, menyebutkan bahwa kedudukan
makanan. dan keperluan lainnya, Pemerintahan PDRI bersifat mobil (Lihat
sehingga Musyawarah Perjuangan dapat Kementrian Penerangan, 1954). Sedikitnya
berjalan lancar. Bupati Kabupaten ada 5 tempat kedudukan PDRI, yang
sekaligus menjadi tempat komando
Sawahlunto/Sijunjung pada waktu itu
perjuangan, yaitu Sungai Dareh, Bidar Alam,
adalah Tan Tuah Bagindo Ratu. Pos Calau/Sumpur Kudus, Silantai/Sumpur
komando PDRI selama di Sumpur Kudus Kudus, dan Koto Tinggi.
9|
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

sebagaimana ungkapan populer sejarah dan budaya tentu saja menjadi


belajarlah dari sejarah. Dalam konteks sumber pendapatan daerah, dan negara.
ini, suatu peristiwa sejarah dan praktik Keberhasilan menjaga dan
budaya akan menjadi suatu kearifan yang melestarikan peninggalan sejarah dan
bermanfaat dan bisa dipakai dalam budaya tidak terlepas dari pelibatan
menjalankan kehidupan kekinian. masyarakat. Oleh sebab itu, suatu
Penggalian jejak masa lalu sekaligus keharusan kiranya pengelolaan
menjadi bekal lahirnya sebuah peninggalan sejarah dan sumber daya
kebijaksanaan dalam memberikan budaya berbasis masyarakat (community
apresiasi dan sikap terhadap berbagai Based Management). Masyarakat sebagai
peninggalan sejarah dan budaya. salah satu stake holder harus dilibatkan
Penghargaan kepada sejarah dan warisan dalam pengelolaan budaya yang terdapat
budaya tentu saja diharapkan diiringi pula di daerah atau wilayah mereka. Dalam
oleh sikap untuk mencari jalan yang tepat konteks seperti ini, maka pemerintah dan
dalam mengelola dan memelihara jejak instansi yang berwenang lebih banyak
masa lalu, sejuta warisan budaya, pada fungsi fasilitator. Para ahli sejarah,
khususnya di Kabupaten Sijunjung, dan dan arkeologi dapat menjadi (1)
Sumatera Barat (Indonesia) pada penyampai pesan atau informasi yang
umumnya. dimiliki jejak masa lalu kepada
Nilai dan makna yang terkandung masyarakat lokal, (2) penjaja informasi
dari jejak-jejak masa lalu, selain mengenai nilai dan makna historisnya
merupakan jati diri atau identitas, namun kepada masyarakat dan pemerintah, (3)
sesungguhnya ia juga mempunyai nilai dan pemerintah daerah diharapkan dapat
dan makna simbolik, informatif, estetik, pula mengimplementasikannya ke dalam
dan ekonomi. Dewasa ini berbagai tradisi peraturan daerah yang berkaitan dengan
masih hidup di tengah-tengah masyarakat, pelestarian tinggalan sejarah dan budaya.
sejarah lokal, cerita rakyat, dan mitos. Jadi pada prinsipnya semua peninggalan
Tradisi budaya ini, perlu dijaga dan sejarah dan budaya harus diolah secara
dilestarikan karena bagaimana pun semua berkelanjutan, sehingga dapat
itu dapat menjadi penghubung dengan memberikan keuntungan informasi dan
masa lalu, dan untuk kepentingan ekonomi kepada masyarakat lokal. Lebih
kekinian, ia mampu menjadi daya tarik lanjut, kita berharap muncul upaya-upaya
bagi masyarakat atau wisatawan untuk baru menyikapi keberadaan peninggalan
mengunjungi objek bersangkutan. Pada sejarah dan budaya yang tersebar di
gilirannya nilai ekonomis peninggalan Kabupaten Sijunjung.

[]

10 |
Analisis Sejarah Volume 03 Tahun 2013

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, H.M. Syafei. 1985. Korban Pembangunan Jalan Kereta Api Maut Muaro Sijunjung
Pekanbaru Tahun 1943-1945. Pekanbaru: Tanpa Penerbit.
Abdullah, Taufik (Ed.). 1987. Sejarah dan Masyarakat Lintasan Historis Islam di Indonesia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Abdullah Taufik. 2006. PDRI, Kesadaran Sejarah, dan Masa Kini, dalam Gusti Asnan,
Syafrizal, Nopriyasman. 2006. PDRI dalam Sejarah dan Penulisan Sejarah Bangsa.
Padang: Universitas Andalas.
An, Armyn, et.al. 2004. Sejarah Perjuangan Rakyat Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung 1833-
1950. Sijunjung. Inforkom, 2004.
Asnan, Gusti., et.al., 2003. Sejarah Perjuangan Rakyat Kabupaten Solok: 1945-1949. Padang:
DHD Sumatera Barat Pemda Kabupaten Solok.
Asnan, Gusti. 2006. Pemerintahan Sumatera Barat Dari VOC Hingga Reformasi. Yogyakarta:
Citra Pustaka.
Bocock, Robert. 2007. Pengantar Komprehensif untuk Memahami Hegemoni. Yogyakarta:
Jalasutra.
Bourdieu, Pierre. 2010. Aneka Produksi Kultural Sebuah kajian Sosiologi Budaya. Bantul: kreasi
Wacana.
Burke, Peter. 2001. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor.
Foucault, Michel. 2002. Power/Knowledge Wacana Kuasa/Pengetahuan. Yogyakarta: Bentang
Budaya.
Hastuti, Hera. 2012, Jambu Lipo Kerajaan Lama Minangkabau, dalam Jurnal Analisis
Sejarah. Vol. 3 Nomor 1, Maret 20012. Padang: Prodi Ilmu Sejarah Unand.
Husein, Ahmad., et.al. 1992. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau/Riau 1945-
1950. Jilid II. Jakarta: BPSIM.
Indriani. 1992. Romusha Logas: Tenaga Kerja Paksa Pemerintah Jepang Dalam
Pembangunan Jalan Kereta Api Muaro Sijunjung Pekanbaru 1943-1945, Skripsi.
Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas.
Kementrian Penerangan. 1954. Republik Indonesia Propinsi Sumatera Tengah. Jakarta:
Kementrian Penerangan.
Nopriyasman, 2011. Politik Representasi Istana Basa Pagaruyung Sebagai Identitas
Minangkabau di Sumatera Barat. Disertasi Doktor. Denpasar: Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
Thaib, H. Sutan Muhammad Taufiq dan Tuanku Mudo Mangkuto Alam Sutan Ahmad
Riyadh. 2009. Sekilas Tentang Kerajaan Pagaruyung. Batusangkar: Minangkabau
Institut.
Van Klinken, Gerry. 2010. Kembalinya para sultan: Pentas gerakan komunitarian dalam
politik lokal, dalam Jamie S. Davidson, David Henley, Sandra Moniaga
(Penyunting), Adat Dalam Politik Indonesia. Jakarta: KITLV-Pustaka Yayasan Obor
Indonesia.

11 |

Anda mungkin juga menyukai