Tahun 1582 sebagai tahun yang diambil sebagai patokan hari jadi
memang ada sumbernya. Naskah tersebut tidak didukung oleh naskah-naskah
yang lain. Hasil perbandingan naskah-naskah Babad Banyumas, khususnya
teks-teks dari versi Wirjaatmadjan menunjukkan bahwa angka tahun 1582 itu
merupakan hasil penafsiran berantai dari keterangan buku karya sejarawan
Belanda Fruin Mees yang menyatakan bahwa tahun 1582 adalah tahun wafatnya
Sultan Pajang. Dalam dunia pernaskahan Banyumas, karya Patih Purwokerto
Itu, tampaknya, sangat populer di kalangan masyarakat luas, bahkan karya itu
dianggap sebagai babad yang baku.
Persoalan lain adalah tanggal 12 Rabiulawal yang dipakai sebagai
rekayasa karena Soekarno bertumpu pada tradisi keraton jawa, terutama sejak
Demak hingga Mataram yang mewajibkan para adipati dan bupati untuk
menghadap setiap tahunnya tiga Kali ke ibu kota Kerajaan dengan menyerakan
upeti pada bulan Malud , Pasa , dan Besar . Tampaknya, Soekarto memilih
bulan Rabiulawal karena bulan ini termasuk bulan yang penting, yakni
peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW. Jadi, kalau Soekarto memakai
bulan Rabiulawal, maka pemakaian bulan itu terlalu dipaksakan, di samping a
melakukan tindakan yang bersifat anakronistis. Masalah yang paling hakiki
dalam penulisan sejarah adalah didasarkan atas fakta dan fakta itu ditemukan
pada sumber sejarah yang berupa dokumen.
Jika kita memaksakan suatu fakta yang tidak didasarkan sumber
sejarah. Kita sudah melihat bahwa hari jadi 6 April 1582 didasarkan atas fakta
yang palsu karena jika dilacak kembali, maka fakta itu tidak dijumpai pada
sumbernya. Sejarah memang tidak pernah ditulis secara sempurna oleh generasi
manusia manapun karena sejarah adalah masa satu yang sumber dan faktanya
tidak semuanya dapat disadap oleh sejarawan. Tentu sejarah akan selalu ditulis
kembali sebagai suatu karya penyempuraan dari hasil yang diperoleh generasi
penulis terdahulu sehingga sejarah bukanlah sesuatu yang pasti.
Hal itu sangat tergantung oleh keberadaan sumber-sumber sejarah yang
bisa diperoleh. Rupanya, Soekarto tidak memperoleh sumber yang tersimpan
pada juru kunci makam Kalibening. Penelitian yang tergesa-gesa tentu saja
tidak memungkinkan Soekarto untuk membaca teks tersebut. Apalagi teks
tersebut termasuk sulit bacaannya karena banyak tulisannya yang rusak dan
tidak terbaca, bahkan beberapa halaman dimungkinkan telah lenyap.
Setelah dihitung, maka ditemukan Tanggal 27 Ramadhan 978 H dan
setelah dikonversikan dengan tahun Masehi, maka ditemukan tanggal 22
Pebruari 1571 yang. Tanggal tersebut merupakan alternatif kuat untuk
ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyumas sebelum ditemukannya
sumber sejarah yang lain yang lebih kuat.
RELEVANSI SUMPAH PEMUDA DENGAN BUDAYA DAN
KEPEMIMPINAN BANYUMAS