Anda di halaman 1dari 10

PELAKSANAAN TANAM PAKSA MASYARAKAT LAMPUNG TERHADAP

KEMAJUAN HASIL PERTANIAN LADA MASA KESULTANAN BANTEN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

SEJARAH LINGKUNGAN

Dosen Pengampu : Uswatun Hasanah, S.Pd.I, M.Hum

Disusun Oleh :

1. A. Yuda Ath Thoriq 1961020027


2. Arifin 1961020013
3. Elda Harits Fauzan 1961020042
4. Fanni Izzah 1961020040
5. Fina Afifathur 1961020024
6. Husein Ismae 1961020028
7. Indah Parwati 1961020025
8. Rijal Khoirudin 1961020012
9. Siti Maftuhathus S. 1961020008

Kelas / Semester : A/7

SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT.Karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah yang berjudul
“PELAKSANAAN TANAM PAKSA MASYARAKAT LAMPUNG TERHADAP KEMAJUAN HASIL
PERTANIAN LADA MASA KESULTANAN BANTEN”,.Maklah ini disusun agar dapat bermanfaat
sebagai media sumber informasi dan pengetahuan bagi para pembaca.

Ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Lingkungan, teman-teman
dan semua pihak yang telah terlibat dan memberikan bantuan dalam bentuk moril dan materil dalam
proses penyusunan makalah ini, sehingga dapat selesai tepat waktu.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang
bersifat konstruktif sangat dibutuhkan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna serta
digunakan sebagaimana mestinya.

Bandar Lampung, 04 Desember 2022

Penulis
BAB I
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Perdagangan rempah-rempah, khususnya lada, berkembang pesat sejak Portugis
menguasai Malaka pada tahun 1511. Jawa sebagai pusat lada tidak lepas dari perhatian Portugis
di Malaka. Hubungan antara Portugis (Malaka) dengan Sunda mulai ditingkatkan pada 1512.
Jayadewata sebagai penguasa Sunda mengirim utusan yang dipimpin Ratu Samiam kepada
Alfonso d’Albuquerque sebagai wakil Portugis di Malaka. Hubungan intens antara Portugis dan
Sunda berlangsung pada tahun 1522, berupa perjanjian kerja sama pertahanan yang ujung-
ujungnya pada lada. Perjanjian pada 21 Agustus 1522 menyepakati Raja Sunda akan
menyediakan lada sebanyak-banyaknya sebagai penukar barangbarang yang diperlukan.
Portugis pun diizinkan membangun benteng. Raja Sunda akan menghadiahkan 1.000 karung
(sekitar 350 kuintal) lada setiap tahun sejak Portugis membangun benteng. 1
Lampung merupakan salah satu provinsi Indonesia yang terletak di bagian ujung selatan
pulau Sumatera.Kondisi geografis dari Lampung sendiri berada di antara dua pulau besar besar
Indonesia, yaitu pulau Sumatera dan pulau Jawa sehingga menjadi gerbang utama bagi aktivitas
perdagangan antara kedua pulau besar ini.Provinsi Lampung memiliki dua pelabuhan besar
yang menghubungkan aktivitas perdaganganmaritim pulau Sumatera dengan pulau Jawa, yaitu
pelabuhan Bakauheni dan pelabuhan Panjang.Selain itu, Lampung juga berhadapan langsung
dengan salah satu selat penting dan paling aktif yang ada di Indonesia, yakni selat Sunda.
Letak dari provinsi Lampung yang menjadi jalur perdagangan menjadikan wilayah ini
ramai dengan aktivitas ekonomi dan perdagangan.Bukan hanya menjadi jalur aktivitas
perdagangan, Lampung juga menjadi wilayah penghasil komoditi perdagangan karena
kesuburan tanah dari wilayah pedalaman Lampung.Mengingat wilayah pedalaman Lampung
memiliki kesuburan tanah, tidak terlepas dari peran Lampung pada masa lampau sebagai
wilayah pengasil lada terbaik pada masa lampau.Rempah lada merupakan komoditi
perdagangan yang utama dan paling dicari sejak abad XII.2Lampung dapat dikenal oleh dunia
karena pada masa lampau merupakan daerah yang menghasilkan lada yang berkulitas.Jika

1
Nanang Saptono and dkk, “PERKEBUNAN LADA DAN MASYARAKAT DI KAWASAN LAMPUNG TIMUR PADA
MASA KESULTANAN BANTEN,” PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi 10 (2021).
2
Anthony Reid, “Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara 1450-1680”, Jakarta:
Yayasan Obor (1999). Hlm. 5-9.
membahas tentang perdagangan di masa lampau, maka ada satu hal yang tidak bisa dipisahkan
dengan pedagangan yaitu Islamisasi. Selain menjadi wilayah pengasil lada, Lampung juga
merupakan wilayah yang menjadi sasaran Islamisasi bersamaan dengan proses perdagangan.
Mengenai Lampung yang menjadi wilayah penghasil lada, tentunya tidak terlepas dari
pengalaman historis tentang kedekatan dengan Kesultanan Banten pada masa Lampau.Pada
abad XVII-XVIII, Lampung dikenal menjadi wilayah penghasil rempah lada terbaik pada
masanya berkat adanya hubungan perdagangan dengan Kesultanan Banten.Pada masa
kekuasaan Banten, kesultanan melakukan ekspansi dan kontrol yang kuat atas daerah-daerah
penghasil lada, seperti Lampung, Palembang, Bengkulu, dan Jambi.Namun wilayah Lampung
lah yang pada akhirnya tetap berada pada pengawasan Banten dan menjadi sumber pemasokan
Lada terbaik bagi Banten. 3 Lampung juga memiliki peran penting dalam perkembangan
Kesultanan Banten menjadi kesultanan besar yang menguasai perdagangan lada, bahkan pada
tahun 1663 diperkirakan Lampung menyediakan hampir 90% kebutuhan lada bagi Banten.4
Pada abad ke-17 dan abad ke-18, Lampung merupakan vassal Kesultanan Banten. Di
Lampung pada waktu itu terdapat sistem pemerintahan berdasarkan kekerabatan (buay) dan
kewilayahan (marga). Masuknya Banten ke Lampung hingga menguasainya tidak berlangsung
secara ekspansif, tetapi melalui model pertukaran resiprokal. Menurut tradisi orang-orang
Abung, Menak Paduka dan Menak Kemala Bumi pernah datang di Banten untuk minta bantuan
Sultan Hasanuddin dengan mempersembahkan pengakuan kekuasaan tertinggi Banten terhadap
Tulangbawang. Menurut tradisi masyarakat Lampung, pengakuan kekuasaan atas salah satu
penguasa disebut dengan istilah siba. Pada abad ini Banten sebagai pusat lada hampir tidak
dapat memenuhi permintaan dunia. Wilayah Banten di Pulau Jawa tidak dapat memenuhi
kebutuhan lada dunia. Pihak Banten memanfaatkan hubungan dengan Lampung untuk
memenuhi permintaan perdagangan dunia terhadap lada. Situasi sosiopolitik di Lampung
memungkinkan Banten tidak perlu melakukannya dengan mengerahkan kekuatan militer, tetapi
cukup dengan mengeluarkan peraturan. Sebagai wilayah kekuasaan Banten, Lampung berperan
besar dalam memasok kebutuhan lada bagi Banten. Eksploitasi ekonomi dan tata niaga lada
diciptakan Banten terhadap Lampung. Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1662 menerbitkan

3
Iim Imadudin, “PERDAGANGAN LADA DI LAMPUNG DALAM TIGA MASA (1653-1930)”, Balai Pelestarian Nilai
Budaya Jawa Barat Patanjala Vol. 8 No. 3, 2016: 349-364. Hlm. 350.
4
Gregorius Andika Ariwibowo, “SUNGAI TULANG BAWANG DALAM PERDAGANGAN LADA DI LAMPUNG PADA
PERIODE 1684 HINGGA 1914”, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BNPB) Jawa barat Jurbal Nasyarakat & Budaya,
Vol. 19 No. 2, (2017). Hlm. 256.
undang-undang bagi penguasa beserta rakyat Lampung agar taat kepada Banten. Melalui aspek
yuridis inilah Banten memainkan kepentingannya di Lampung.5
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penguasaan Banten terhadap Lampung?
2. Bagaimana penerapan sistem tanam paksa lada di Lampung oleh Banten?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui proses penguasaan Banten terhadap Lampung.
2. Untuk memahami penerapan sistem tanam paksa lada di Lampung oleh Banten.

5
Saptono and dkk, “PERKEBUNAN LADA DAN MASYARAKAT DI KAWASAN LAMPUNG TIMUR PADA MASA
KESULTANAN BANTEN.”
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penguasaan Banten Terhadap Lampung

Letak Banten yang berada di jalur jalan dagang Nusantara di ujung barat Pulau Jawa yang
merupakan bagian jalur jalan dagang Asia dan jalan dagang dunia serta berada di dekat Selat Sunda
menjadikan kedudukannya sangat strategis, didukung dengan berdekatannya dengan daerah ujung
Pulau Sumatera yaitu Lampung membuat kedudukannya semakin menguntungkan, karena daerah
Lampung merupakan penghasil lada terbesar yang ada di Pulau Sumatera.Mengingat kegiatan
perdagangandi Nusantara dan Asia serta kedudukan barang dengan rempah-rempah di pasar
Internasional meningkat seiring dengan berdatangnya para pedagang Eropa ke wilayah ini. Selat Sunda
menjadi pintu masuk utama ke Nusantara bagian timur lewat pantai barat Sumatera bagi pedagang-
pedagang muslim, setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 dan kemudian bagi para
pedagang Eropa yang datang dari arah ujung Selatan Afrika dan Samudera Hindia. Di samping itu,
pelabuhan Banten pun dilalui oleh kapal-kapal dagang yang datang dari arah Barat Laut melalui Selat
Bangka.6

Ramainya pusat pelabuhan yang merangkap sebagai kota dagang dan pusat pemerintahan di
Banten, menyebabkan terjadinya transaksi jual beli komoditi lada dan berbagai jenis barang di pasaran
Banten berkembang pesat. Perdagangan lada menjadikan Kesultanan Banten dapat mencapai zaman
keemasannya selama beberapa abad. Untuk memenuhi serta melengkapi berbagai aktifitas perdagangan
tersebut, Banten telah membangun berbagai sarana seperti pelabuham, pasar, gudang, benteng dan
sebagainya. Kesemuanya itu dilakukan untuk menunjang dan menarik para pedagang. Peningkatan
kegiatan ekonomi yang mendatangkan kemakmuran dan sekaligus kekuatan negara, menyebabkan
Kesultanan Banten setahap demi setahap berupaya mengembangkan kegiatan ekonominya ke daerah
sekitarnya yang dapat menguntungkan perekonomian yang berdekatan dengan Banten. Banten memulai
mengembangkan kegiatan ekonominya ke daerah penghasil lada terbanyak yaitu Lampung, Banten
mulai gencar berhubungan dengan Lampung melalui perdagangan, penyebaran agama Islam dan
terutama penguasaannya demi mendapatkan lada. 7 Di samping itu Banten dan Lampung juga

6
Mulianti and Ali Imron, “TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG PADA TAHUN 1525-1619,” FKIP
UNILA, n.d., 5.
7
Mulianti and Imron, 5.
mempunyai ikatan kekeluargaan yang telah dirintis sejak awal abad XVI oleh Fatahillah melalui
perkawinan. 8 Sehingga lebih memudahkan bagi Banten mempengaruhi Lampung untuk masuk dalam
daerah kekuasaannya.

Dominasi Kesultanan Banten atas Lampung dapat ditelusuri dari situasi internal masyarakat
Lampung. Setelah jatuhnya Kerajaan Tulang Bawang, tidak ada lagi otoritas politik yang berkuasa.
Pemerintah telah berubah dalam bentuk monarki. Pada tahun 1530, Lampung terpecah menjadi
kesatuan daerah (persekutuan hukum adat) yang terdiri dari Keratuan di Puncak yang menguasai
daerah Abung dan Tulang Bawang; Istana Pemanggil menguasai Krui, Ranau, dan Komering; Keratuan
di Pugung menguasai daerah Pugung dan Pubian; dan Keratuan di Balaw memerintah di Teluk Betung.
Ketika Banten menguasai Lampung, Keratuan di Pugung terbagi menjadi Keratuan Maringgai
(Melinting) dan Keratuan Darah Putih (Kalianda). 9

Pada abad ke-17 dan abad ke-18, para penguasa keratuan membentuk pemerintahan
persekutuan adat berdasarkan buay (keturunan) yang dikenal sebagai paksi (buay inti atau satuan
marga) dan marga yang merupakan kesatuan bagian dari buay atau jurai yang berbentuk desa atau
satuan suku.10 Marga atau mego dalam perkembangannya menjadi republik mini yang saling bersaing.
Akibatnya, tidak ada satu pun kepemimpinan yang kuat yang mempersatukan marga-marga tersebut.
Kondisi ini memungkinkan orang luar dengan leluasa menguasai tanah Lampung. Wilayah sepanjang
Sungai Komering dikuasai Palembang, sedangkan Banten menguasai Silebar dan Semangka. 11

Karena persaingan yang sengit antar marga, para pemimpin marga mencari dukungan dari
penguasa yang lebih kuat, dalam hal ini Kesultanan Banten. Mereka menjadikan seba ke Banten
sebagai tanda pengakuan atas kekuasaan Banten. Sultan Banten memberikan berbagai gelar, antara lain
punggawa, pangeran, ngabehi, jenang, dan radin. Selain itu sultan memberikan benda-benda seperti
gada kuri, payung, keris, siger, pepadon, dan lain-lain. 12

Upaya Kesultanan Banten memberikan pengakuan kepada pemimpin-pemimpin kebuayan di


Lampung bukan tanpa alasan, ini dilakukan karena Lampung merupakan penghasil lada terbesar di

8
Bukri et al., Sejarah Daerah Lampung (Lampung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah
Propinsi Lampung, 1998), 45.
9
Nanang Saptono, “MODEL PERTUKARAN LAMPUNG - BANTEN PADA ABAD XVI-XVIII,” ACADEMIA, n.d.
10
Hilman Hasdikusuma, “Masyarakat Dan Adat Budaya Lampung” (Mandar Maju, fisipol, Universitas Gajah
Mada, 1989).
11
ANRI, IkhtisarKeadaanPolitikHindia BelandaTahun 1839-1848.DalamIimImadudin, “PERDAGANGAN LADA
LAMPUNG DALAM TIGA MASA (1653-1930)”, 352.
12
Bukridkk., SEJARAH DAERAH LAMPUNG, 57.
Sumatera. Lampung tidak hanya menghasilkan lada, tetapi juga Lampung mempunyai komoditas lain
seperti damar, rotan dan rempah-rempah yang sangat laku di pasaran Eropa pada saat itu, komoditas
inilah yang sangat mempengaruhi Banten untuk mendapatkan seluruh komponen perdagangan di
Lampung.13 Peran besar Lampung dalam menyediakan lada untuk Banten didukung oleh faktor
lingkungan. Tanah di daerah Lampung banyak mengandung lempung, maka kondisi tanah ini
merupakan media yang sangat cocok bagi tanaman lada. 14

Mengenai hubungan Banten dengan Lampung, juga diceritakan oleh tradisi Orang Abung.
Menak Paduka dan Menak Kemala Bumi pernah datang di Banten untuk mempersembahkan
pengakuan kekuasaan tertinggi atas Tulang Bawang kepada Banten. Oleh Sultan Hasanuddin, Menak
Paduka kemudian diberi gelar Patih Jarumbang dan Menak Kemala Bumi diberi gelar Patih
Prajurit.Kedua tokoh ini kemudian masuk Islam dan selanjutnya melaksanakan Islamisasi di daerah
Lampung.15

B. Sistem Tanam Paksa Lada di Lampung

Sebagai daerah yang dikuasai, Sultan Banten melakukan eksploitasi ekonomi terutama dalam
tata niaga lada di Lampung. Penarikan lada dari Lampung terus digencarkan. Kebijakan ini dilakukan
sultan setelah produksi lada di Banten menurun pada abad ke-17, sedangkan perkebunan lada di
Lampung terus meningkat.16

Pengelolaan budidaya lada di Lampung pada awalnya dilakukan secara manual tradisional.
Meskipun membudidayakan lada membutuhkan waktu yang cukup lama dan pengelolaannya tidak
sederhana, para petani di Lampung tetap membudidayakannya sebagai tujuan utama karena harga
komoditas ini cukup tinggi dan banyak diminati para pembeli internasional. 17 Hasil rata-rata yang di
dapat dari tiap pohon lada berkisar 1-2 kg lada kering dan pohonnya baik dapat meningkatkan menjadi
4 kg. Dalam 100 kg lada kering setelah digiring dapat dihasilkan 33- 36 kg lada hitam. 18

13
Mulianti and Imron, “TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG PADA TAHUN 1525-1619,” 5.
14
Mulianti and Imron, 6.
15
Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten (Djambatan, 1983).
16
Ota Atsushi, Toward a Transborder, Market Oriented Society: Changing Hinterlands of Banten, c. 1760-1800,
2015.DalamIimImadudin, “PERDAGANGAN LADA LAMPUNG DALAM TIGA MASA (1653-1930)”, 352.
17
Mulianti, Ali Imron, and Wakidi, “TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG PADA TAHUN 1525-
1619,” FKIP UNILA, n.d., 6.
18
Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran Dan Tragedi Kota Banten (Solo: Yayasan Kota Kita,
2006).dalamMulianti, dkk “TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN LAMPUNG DENGAN BANTEN…”, 6.
Ukuran dan satuan berat timbangan yang digunakan untuk menimbang lada dahulu
menggunakan istilah yang berbeda-beda. “Dikatakan satu gantang lada mengandung kira-kira 3 pon
menurut timbangan Belanda. Selain itu 1 bahar sama dengan 375 pon” (chijs 1881:58). Namun, tidak
dijelaskan berapa isi lada dalam 1 karung. Hari ini, 1 pon sama dengan kira-kira ½ kg. Jika saja berat
lada dalam satu karung adalah 100 ponatau 50 kg, maka berat lada yang dihasilkan pada masa kejayaan
perdagangan lada adalah 6.600.000 karung lada x 50 kg = 330.000.000. dari hasil perhitungan tersebut
diketahui hasil rata-rata per tahun adalah 330.000.000 kg : 100 tahun = 3.300.000 kg per tahun. 19

Budi daya lada yang ditanam secara tradisional di Lampung menunjukkan bahwa dalam 1
hektar dapat ditanam sekitar 2.000 batang lada. Setiap pohon lada yang baik disertai dengan
pemeliharaan, pengawetan tanah dan pemupukan yang intensifakan mendapatkan total 4 kg lada per
panen. Sehing gadalam 1 hektar menghasilkan 2000 x 4 kg = 8000 kg/hektar.20 Di pedalaman Banten
hanya mendapat setengah dari budidaya lada di Lampung. Budidaya lada di Banten hanya bisa
menghasilkan 2kg lada per pohon, dalam 1 hektar hasilnya 2000 x 2kg = 4000kg/hektar. Luas lahan
yang digunakan Banten 3.300.000 : 4.000 hektar atau sekitar 8.250.000 meter persegi.21

Saat Banten menguasai Lampung, pengelolaan lada sepenuhnya dikuasai oleh Banten, namun
budidaya masih dilakukan dengan cara tradisional Lampung. Banten menerapkan sistem tanam wajib
bagi masyarakat Lampung.22 Sultan mengeluarkan berbagai piagam yang memuat sejumlah peraturan
yang mengikat. Pada tahun 1653 Sultan Ageng mengeluarkan peraturan yang mewajibkan masyarakat
Lampung menanam 500 pohon lada per orang, dan menjualnya kepada pembeli tanpa memandang
kebangsaan. Orang Jawa, Cina, Inggris atau Belanda dapat membeli lada dengan bebas.23 Kemudian
Sultan mengeluarkan Piagam Sukau dengan huruf Lampung dan bahasa Jawa Banten pada tahun 1104
H (1684 M). Piagam tersebut memuat kewenangan Sultan Banten untuk mengangkat dan
memberhentikan kepala daerah. Masyarakat Lampung diwajibkan mengumpulkan lada, terutama yang

19
Mulianti, Imron, and Wakidi, “TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG PADA TAHUN 1525-1619,”
6.
20
Untoro, Kebesaran Dan Tragedi Kota Banten.dalamMulianti, dkk “TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-
LAMPUNG PADA TAHUN 1525-1619”, 6.
21
Mulianti, Imron, and Wakidi, “TINJAUAN HISTORIS HUBUNGAN BANTEN-LAMPUNG PADA TAHUN 1525-1619,”
6.
22
Nanang Saptono, Endang Widyastuti, and Bayu Aryanto, “PERKEBUNAN LADA DAN MASYARAKAT DI
KAWASAN LAMPUNG TIMUR PADA MASA KESULTANAN BANTEN,” PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Arkeologi 10, no. 2 (2021): 200.
23
Untoro, “Perdagangan di KesultananBanten (1522-1684).”
masih kecil dan seluruh abdi dalem wajib menanam 500 pohon lada per orang, termasuk seluruh warga
yang berusia 16 tahun. 24

Sebuah prasasti yang berasal dari Bojong dengan huruf Arab berangka tahun 30 Jumadil Akhir
1102 H (1691 M) memuat peraturan perdagangan lada di Lampung. Penjualan lada harus di bawah
kendali Sultan Banten. Penjualan lada tidak hanya diawasi, bahkan sultan memutuskan kepada siapa
lada dijual. Pelanggaran terhadap kebijakan ini dikenakan sanksi berupa penahanan dan pengusiran.
Ada cukup banyak piagam atau prasasti yang mengatur tata niaga lada, diantaranya prasasti dengan
tahun 1746, 1761 dan 1777.25

Sebagai bentuk penguasaan tata niaga lada, penguasa Banten menempatkan jenjen (jinja mata
ujenang) di Semangka (Kota Agung). Karena hanya mengurusi lada, Jenjen tidak mencampuri urusan
pemerintahan. Dengan kedudukan tersebut, elit lokal Lampung yang tersebar yang disebut "adipati"
tidak secara hierarkis berada di bawah perintah jinjam. 26 Tugas utama Jenjen adalah mengelola
penerimaan lada dari Lampung dan mendistribusikannya ke Bandar Banten. 27 Selanjutnya, Sultan
Banten menugaskan abdi dalem sebagai wakilnya di Tulang Bawang, Sekampung, dan Semangka. 28

24
Iim Imadudin, “PERDAGANGAN LADA DI LAMPUNG DALAM TIGA MASA (1653-1930),” Patanjala 8, no. 3
(2016): 352–53.
25
Imadudin, “Hubungan Lampung-Banten dalamPerspektif Sejarah,” 1476.
26
Andi Syamsu Rijal, “DUA PELABUHAN SATU SELAT: SEJARAH PELABUHAN MERAK DAN PELABUHAN
BAKAUHENI DI SELAT SUNDA 1912-2009” (Tesis, Depok, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi
Sejarah Universitas Indonesia, 2011), 40.
27
Anhar Gonggong, Kartadarmadja, and Muchtaruddin Ibrahim, SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP
IMPERIALISME DAN KOLONIALISME DI DAERAH LAMPUNG (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1993), 20.
28
Gonggong, Kartadarmadja, and Ibrahim, 28.

Anda mungkin juga menyukai