Anda di halaman 1dari 28

1

MAKALAH

“ANALISIS MENGENAI KEGIATAN PENGERUKAN YANG AKAN


DIGUNAKAN UNTUK ALUR PELAYARAN DI PELABUHAN
PENGUMPAN REGIONAL TELADAS”

Disusun Oleh:
Dadang Noor Fithri 2125011015
Restika Putri 2125011016

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
2

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah memberikan segala

rahmatNYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Analisis Mengenai Kegiatan Pengerukan yang Akan Digunakan untuk Alur

Pelayaran di Pelabuhan Pengumpan Regional Teladas” sebagai salah satu

syarat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Pengembangan Wilayah dan

Infrastruktur di Magister Teknik Sipil Universitas Lampung.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi

sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami

menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi

kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Menghindari

Plagiarsime ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, Desember 2021

Tim Penyusun
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

I. PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah....................................................................................2

1.3. Tujuan....................................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3

III. KESIMPULAN...........................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19
1

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau

besar dan kecil. Menurut data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia

tahun 2004 menyebutkan bahwa terdapat sebanyak 17.504 pulau, dan 7.870

diantaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama.

Begitu juga dengan jumlah sungai yang sangat banyak sehingga dapat dikatakan

bahwa wilayah perairan lebih besar dibandingkan dengan wilayah darat.

Pulau dan sungai yang banyak sekali, dan sungai tersebut bermuara ke laut

serta dapat digunakan sebagai pelabuhan. Sungai-sungai yang dimaksud hulunya

di gunung-gunung dan dataran-dataran serta tanah pertanian yang mengalami

penggundulan dan berakibat banyak tanah maupun lumpur-lumpur yang ikut

terbawa pada aliran sungai pada bagian hulunya. Kondisi ini ditambah dengan

adanya proses sedimentasi di muara sungai-sungai yang menyebabkan sungai-

sungai yang bermuara di laut mengalami pendangkalan dan berakibat pula lautnya

menjadi dangkal.

Kondisi pantai yang dangkal ini kurang menguntungkan bagi pelayaran.

Mengingat bahwa antara pulau-pulau di Indonesia masih banyak dihubungkan

dengan perahu maupun kapal-kapal yang bisa singgah pada pelabuhan laut

maupun pelabuhan sungai yang mempunyai kedalaman tertentu, kondisi ini

mengakibatkan moda angkutan air untuk pelayaran maupun transportasi hasil

sumber daya laut khususnya perikanan mengalami hambatan.


2

Sebelum pemekaran Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Kabupaten

Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah terluas (22%) dari

Provinsi Lampung, dan luas wilayahnya ± 4.385,84 Km 2, wilayah ini merupakan

pintu gerbang jalur lintas timur menuju dan keluar Provinsi Lampung yang

berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan,

serta Laut Jawa. Secara historis sungai-sungai yang terdapat di wilayah ini

merupakan denyut nadi perekonomian daerah, seperti Way Tulang Bawang dan

Way Mesuji. Potensi sungai yang ada ini, disamping dipergunakan sebagai

prasarana transportasi, juga digunakan untuk tempat budidaya perikanan dan

sumber pengairan di daerah pertanian.

Sungai Tulang Bawang merupakan sarana yang sangat penting pada masa

perdagangan rempah-rempah di kawasan Asia Tenggara. Wilayah Tulang Bawang

pada periode itu merupakan salah satu pusat perkebunan lada milik Kesultanan

Banten. Penghancuran perkebunan-perkebunan lada di sekitar ibukota Kesultanan

Banten pada masa menjelang akhir keruntuhan kesultanan ini telah menjadikan

wilayah Lampung hingga Palembang sebagai salah satu sentra komoditas lada di

wilayah bagian barat Hindia Belanda. Oleh karena itu, Sungai Tulang Bawang

menjadi sarana penting dalam jalur perdagangan ini. Dalam aspek politik pun

sungai ini memainkan peran penting terutama dalam hubungan antara Banten,

Palembang, Belanda, dan Inggris, terutama pada abad ke-17 hingga pertengahan

abad ke-19. Pemilihan rentang waktu kajian antara periode 1684 hingga 1914

didasari oleh awal penguasaan Tulang Bawang oleh Belanda hingga masa

pembangunan jalur kereta api antara Teluk Betung, Lampung hingga Prabumulih,

Palembang pada tahun 1914 (Perquin, 1921: 54).


3

Keberadaan Sungai Tulang Bawang tidak hanya sebatas dalam fungsinya

sebagai jalur perdagangan lada. Sungai ini juga memiliki fungsi untuk mengairi

perkebunan-perkebunan lada yang berada di sekitar pinggir Sungai Tulang

Bawang. Perkebunan lada pada masa Kesultanan Banten hingga Kolonial

memang berada di sekitar wilayah pinggir sungai. Karena tanaman lada

membutuhkan pasokan air yang sangat besar, maka biasanya perkebunan lada

berada di dekat aliran sungai. Selain itu, dengan posisinya yang berada di dekat

aliran sungai, pada masa panen, lada-lada ini juga mudah untuk didistribusikan

(Ota dalam Mizushima, Bryan Souza, dan Flynn, 2015: 177).

Lada-lada yang berasal dari perkampungan di sekitar Sungai Tulang

Bawang biasanya dikumpulkan di Kota Menggala. Lada-lada yang telah

dikumpulkan ini kemudian dijual kepada para pedagang yang telah memiliki

perjanjian dagang dengan Banten. Distribusi lada dari kampung-kampung yang

berada di sekitar sungai biasanya dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal

kecil dengan diawasi oleh para Ponggawa.

Selain melalui transportasi sungai, distribusi lada dari pedalaman wilayah

lampung, seperti dari wilayah Seputih hingga ke Menggala, juga dapat dilakukan

dengan menggunakan perjalanan darat. Sesampainya di Menggala lada-lada ini

kemudian diperdagangkan ke daerah-daerah di luar Tulang Bawang (Anonim,

1918:38-39; Stibbe, 1919, Deerde Deel: 750).

Atsushi Ota (2006) berpendapat bahwa runtuhnya perdagangan lada di

wilayah Tulang Bawang dan Lampung secara keseluruhan juga disebabkan oleh

wabah cacar yang melanda wilayah ini. Wabah cacar melanda wilayah Lampung
4

pada periode tahun 1775 hingga 1786. Wabah ini menyebar hingga ke wilayah

Tulang Bawang, Bosai, Balambangan, dan Tamis. Ota memperkirakan bahwa

wabah ini disebabkan oleh kekeringan panjang yang berlangsung pada tahun

(1772) yang kemudian dilanjutkan dengan hujan deras yang berlangsung panjang

di tahun (1775 dan 1781). Kedua bencana ini menyebabkan munculnya wabah

dan kelaparan, terutama di wilayah Tulang Bawang (Ota, 2006: 109). Wabah ini

menyebabkan para penduduk harus meninggalkan daerah sekitar bibir sungai

untuk menyingkir ke wilayah-wilayah pedalaman. Berpindahnya para penduduk

untuk menghindari penyebaran wabah cacar ini juga berpengaruh terhadap

ditinggalkannya perkebunan-perkebunan lada di Tulang Bawang.

Perdagangan lada di wilayah Tulang Bawang dan Lampung mengalami

penurunan yang sangat pesat di sepanjang paruh pertama Abad ke-19. Berbagai

peristiwa politik yang terjadi pada sepanjang abad ke-19 di Lampung menjadi

latar belakang hancurnya komoditas dan perdagangan lada di wilayah ini:

Sengketa wilayah antara Inggris dan Belanda sebagai akibat dari Perang

Napoleon; Perlawanan yang dilakukan oleh Radin Intan I, Radin Intan II, dan

Batin Mangoenang di sepanjang periode 1817-1856; Aktivitas bajak laut di

sepanjang perairan Sumatera bagian selatan yang baru dapat diakhiri pada tahun

1834; serta belum pulihnya perdagangan dan perkapalan di Hindia Belanda sejak

bangkrutnya VOC pada 1799 menjadi beberapa faktor yang menghambat

pulihnya perdagangan lada di kawasan perairan Lampung (Kielstra, 1915: 264-

267; De Graaf dan Stibbe, 1918, Tweede Deel: 520-521; De Graaf dan Stibbe,

1921, Vierde Deel: 823; Wellan, 1932:169).


5

Meskipun perdagangan lada mengalami perkembangan yang sangat baik

pada dekade awal abad ke-20, peran Sungai Tulang Bawang sebagai jalur utama

perdagangan lada di wilayah Sumatera bagian selatan lambat laun mulai hilang.

Sebelum pembangunan jalur kereta api dan pembangunan jalan raya, sungai ini

masih memiliki peran penting dalam jalur perdagangan lada. Di akhir abad ke-19

hingga awal abad ke20 kapal-kapal uap milik maskapai dagang Hindia Belanda

(KPM) dan milik pedagang Tionghoa masih mengarungi sungai ini untuk

menjemput lada-lada di gudang-gudang sepanjang aliran sungai terutama di

Menggala (Anonim, 1918: 38). Lada-lada ini diperdagangkan ke Batavia bahkan

hingga ke luar wilayah Hindia Belanda. Kapal-kapal KPM biasa membawa lada-

lada yang berasal dari Menggala langsung ke Batavia ataupun ke Pelabuhan Teluk

Betung di wilayah Karesidenan Lampung (Anonim, Lada-lada ini diperdagangkan

ke Batavia bahkan hingga ke luar wilayah Hindia Belanda. Kapal-kapal KPM

biasa membawa lada-lada yang berasal dari Menggala langsung ke Batavia

ataupun ke Pelabuhan Teluk Betung di wilayah Karesidenan Lampung (Anonim,

1918: 38). Namun, tak jarang pula lada-lada ini juga dikirimkan ke luar Hindia

Belanda langsung dari Pelabuhan Menggala maupun Teluk Betung.

Berdasarkan RTRW Provinsi Lampung Tahun 2009-2029, luas Daerah

Aliran Sungai Tulang Bawang adalah 10.150 km² dengan panjang 753,5 km.

Sedangkan menurut Masterplan ASDP Lampung luas Daerah Aliran Sungai

tersebut adalah 884 km2 dengan panjang 132 km dan menurut kantor BBWS

Mesuji-Sekampung adalah 981.430 Ha. Daerah aliran Sungai Tulang Bawang

tersebar di Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tulang

Bawang Barat, dan Kabupaten Tulang Bawang. Curah hujan tahunan rata-rata di
6

WS Tulang Bawang di atas 2.500 mm. Sungai ini merupakan sungai dengan aliran

tahunan yang bersifat terus menerus, baik di musim hujan maupun di musim

kemarau. Lebar rata-rata Sungai Tulang Bawang adalah 180 m, dengan lebar yang

terbesar adalah 200 m. Kedalaman rata-rata sungai ini adalah 4 m.

Kondisi muara Sungai Tulang Bawang saat ini hampir sama dengan kondisi

muara-muara sungai lainnya yang berada di Pantai Timur Provinsi Lampung,

yaitu mengalami pendangkalan. Selain karena erosi lahan di hulu, hal ini

diakibatkan pula oleh pertemuan angin timur dan angin barat yang membawa

pasir dan lumpur dari laut lepas, sehingga terjadi penumpukan dan sedimentasi di

muara sungai. Saat kondisi air muara surut, kedalaman air mencapai (4-6) meter.

Sejalan dengan bergulirnya waktu, wilayah perairan seperti laut, sungai, danau,

dan lain-lain mengalami sedimentasi oleh lumpur-lumpur yang terbawa oleh

aliran air. Dalam rangka meningkatkan keamanan dan keselamatan pelayaran Lalu

Lintas Angkutan Muara Sungai Way Tulang Bawang di Kecamatan Rawajitu

Selatan Kabupaten Tulang Bawang, perlu ditunjang dengan peningkatan alur

pelayaran yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 52 Tahun 2012. Alur Pelayaran Sungai dan Danau adalah perairan sungai

dan danau, muara sungai, alur yang menghubungkan 2 (dua) atau lebih antar

muara sungai yang merupakan satu kesatuan alur pelayaran sungai dan danau

yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap

aman dan selamat untuk dilayari.

Alur pelayaran yang memenuhi syarat dari segi kedalaman, lebar, dan bebas

hambatan dari pelayaran lainnya akan menunjang aktivitas pergerakan dan

bongkar muat barang dan arus penumpang pada pelabuhan sehingga dampaknya
7

akan meningkatkan volume kedatangan dan keberangkatan yang selanjutnya akan

meningkatkan jasa tambat dan jasa labuh di pelabuhan tersebut. Pada kasus

pendangkalan sering dapat megakibatkan banjir atau penyempitan luas muara

sungai, agar muara sungai dan pelabuhan-pelabuhan yang ada di sekitarnya dapat

dimanfaatkan semaksimal mungkin maka muara sungai dan pelabuhan yang ada

harus dipelihara kedalamnya agar kapal-kapal kecil, maupun besar dapat sandar

maupun berlabuh dengan baik. Untuk memenuhi hal tersebut perlu dilakukan

Analisis Mengenai Kegiatan Pengerukan yang Akan Digunakan untuk Alur

Pelayaran di Pelabuhan Pengumpan Regional Teladas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Diperlukan adanya pengerukan yang akan digunakan untuk alur pelayaran di


Pelabuhan Pengumpan Regional Teladas.
2. Diperlukan adanya kajian teknis kegiatan pengerukan.
3. Kajian teknis kegiatan pengerukan diawali dengan survey batimetri.

1.3 Tujuan

1. Merencanakan pengerukan pada alur pelayaran di wilayah perairan Rencana


Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
Pengumpan/Pengumpul Teladas.
2. Melakukan kajian teknis kegiatan pengerukan.

1.4 Batasan Masalah

Beberapa batasan masalah yang dipakai sebagai pedoman adalah:

1. Hanya membahas perencanaan pengerukan dengan mengacu pada peraturan


perundang-undangan yang berlaku.
2. Tidak merencanakan peletakan rambu-rambu pelayaran dan sarana bantu
navigasi pelayaran lainnya.
8

1.6. Lokasi Pekerjaan

Lokasi kegiatan terletak di Rencana Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah


Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Pengumpan Regional Teladas yang berada di
Muara Sungai Kuala Teladas, Kecamatan Dente Teladas dan Kecamatan Rawajitu
Selatan, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Kecamatan Rawajitu
Selatan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang yang
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kabupaten Lampung Tengah

Sebelah Timur : Laut Jawa

Sebelah Barat : Kecamatan Gedung Meneng


9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Dalam menaksanakan Kajian Teknis, sebagai referensi adalah peraturan

perundang-undangan yang tidak terbatas pada:

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran


 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang
Kenavigasian
 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 125 Tahun
2018 Tentang Pengerukan dan Reklamasi
 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.08/Men/2012 Tentang Kepelabuhanan Perikanan
 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
6/Kepmen-kp/2018 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional
 Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 3/Permen-kp/2013
Tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan
 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.13/Men/2012 Tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan
 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
13/Permen-kp/2015 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat
Rekomendasi Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Untuk Usaha
Perikanan Tangkap
 Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Lampung Tahun 2018-
2038
 Peraturan Gubernur Lampung Nomor 56 Tahun 2019 Tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Lampung
10

 Peraturan Gubernur Lampung Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Pembentukan,


Organisasi dan Tata Kerja Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah
pada Perangkat Daerah Provinsi Lampung
 Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat

Daerah untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.

Pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk

mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material

dasar perairan yang dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Alur pelayaran ditandai dengan alat bantu pelayaran yang berupa

pelampung dan lampu-lampu. Pada umumnya daerah-daerah tersebut mempunyai

kedalaman yang kecil, sehingga sering diperlukan pengerukan untuk mendapatkan

kedalaman yang diperlukan.

Daerah pendekatan, alur masuk dan saluran dapat dibedakan menurut tinggi

tebing:

- di daerah pendekatan h = 0
- di alur masuk 0 < h < H dan perbandingan h/H < 0,4
- di saluran h > H

Keterangan: h adalah kedalaman pengerukan dan H adalah kedalaman alur.

Di sini perlu diperhatikan perbandingan antara h dan H, yaitu h/H. Kondisi

pelayaran di alur pelayaran tidak banyak berbeda dengan di laut (dasar rata)

apabila h/H < 0,4. Apabila h/H > 0,4 maka pelayaran adalah serupa dengan di

saluran dengan kedua tebing di kedua sisinya.

Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan digunakan sebagai

tempat penungguan sebelum kapal bisa masuk ke dalam pelabuhan, baik karena
11

sedang menunggu kapal tunda dan pandu yang akan membantu kapal masuk ke

pelabuhan, atau keadaan meteorologi dan oseanografi belum memungkinkan

(pasang surut) atau karena dermaga sedang penuh. Daerah ini harus terletak

sedekat mungkin dengan alur masuk kecuali daerah yang diperuntukkan bagi

kapal yang mengangkut barang berbahaya. Dasar dari daerah ini harus merupakan

tanah yang mempunyai daya tahanan yang baik untuk bisa menahan jangkar yang

dilepas. Kedalaman tidak boleh kurang dari 1,15 kali dari draft maksimum kapal

terbesar.

Pada waktu kapal akan masuk ke pelabuhan, kapal tersebut melalui alur

pendekatan. Di sini kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk dengan

menggunakan pelampung pengarah (rambu pelayaran). Sedapat mungkin alur

masuk ini lurus. Tetapi apabila alur terpaksa membelok, misalnya untuk

menghindari dasar karang, maka setelah belokan harus dibuat alur stabilisasi yang

berguna untuk menstabilkan gerak kapal setelah membelok. Pada ujung akhir alur

masuk terdapat kolam putar yang berfungsi untuk mengubah arah kapal yang akan

merapat ke dermaga. Panjang alur pelayaran tergantung pada kedalaman dasar

laut dan kedalaman alur yang diperlukan. Di laut/pantai yang dangkal diperlukan

alur pelayaran yang panjang, sementara di pantai yang dalam (kemiringan besar)

diperlukan alur pelayaran yang lebih pendek.

Alur pendekatan biasanya terbuka terhadap gelombang besar dibanding

dengan alur masuk atau saluran. Akibatnya gerak vertikal kapal karena pengaruh

gelombang di alur pendekatan lebih besar daripada di alur masuk atau di saluran.

Alur pelayaran berada di bawah permukaan air, sehingga tidak dapat terlihat

oleh nahkoda kapal. Untuk menunjukkan posisi alur pelayaran, di kanan kirinya
12

dipasang pelampung, dengan warna berbeda. Pelampung di sebelah kanan,

terhadap arah ke laut berwarna merah sedang di sebelah kiri berwarna hijau.

Kapal harus bergerak di antara kedua pelampung tersebut. Sebelum masuk

ke mulut pelabuhan kapal harus mempunyai kecepatan tertentu untuk menghindari

pengaruh angin, arus dan gelombang. Setelah masuk ke kolam pelabuhan kapal

mengurangi kecepatan. Untuk kapal kecil, kapal tersebut bisa merapat ke dermaga

dengan menggunakan mesinnya sendiri. Tetapi untuk kapal besar, diperlukan

kapal tunda untuk menghela kapal merapat di dermaga.

2.2 Data dan Analisis


2.2.1 Data Batimetri

Peta Batimetri menunjukkan kontur kedalaman dasar laut dari posisi 0.00 m

atau MSL. Untuk keperluan alur pelayaran maka nilai kontur dikurangi

amplitudo surut (LWS), sedangkan jika untuk keperluan tinggi dermaga maka

nilai kontur ditambahkan dengan amplitudo pasang (HWS). Batimetri ini

berfungsi untuk mengetahui kedalaman dasar laut atau dasar sungai yang

nantinya kapal akan aman digunakan untuk bermanuver. Hasil dari pemetaan

batimetri ini adalah susunan garis-garis kedalaman (kontur).

Hasil pengukuran dapat diplot secara manual atau dilakukan menggunakan

komputer. Selanjutnya hasil dituangkan pada kertas gambar. Garis-garis kontur

peta digambar untuk tiap interval -0.5 m sampai -1.0 m LWS atau dengan

perbedaan hingga -10.0 m untuk peta laut dalam. Adanya berbagai benda yang

menghalangi atau berbahaya di dasar laut juga perlu ditandai. Dari peta tersebut

dapat diketahui kelandaian/kemiringan dasar laut yang paling optimal dan


13

efisien sehingga dapat direncanakan posisi yang tepat untuk suatu bangunan

dermaga dan kebutuhan kedalaman perairan yang memadai.

2.2.2 Data Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena

adanya gaya tarik-menarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan

terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa matahari jauh lebih besar

daripada bulan, namun pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar

daripada matahari. Hal ini dikarenakan jarak bumi ke bulan lebih dekat

daripada jarak bumi ke matahari dengan gaya tarik bulan yang mempengaruhi

besar pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari

terhadap bumi.

Pengetahuan pasang surut sangat penting di dalam perencanaan pelabuhan.

Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk

merencanakan bangunan- bangunan pelabuhan. Sebagai contoh, elevasi puncak

bangunan pemecah gelombang dan dermaga yang ditentukan oleh elevasi muka

air pasang, sementara untuk kedalaman alur pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh

muka air surut.

Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan empat tipe,

yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide)

dan dua jenis campuran.

 Pasang harian tunggal (diurnal) bila terjadi 1 kali pasang dan surut dalam
sehari sehingga dalam satu periode berlangsung sekitar 12 jam 50 menit.
 Pasang harian ganda (semi diurnal) bila terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut
dalam sehari.
14

 Pasang surut campuran (mixed): baik dengan didominasi semi diurnal maupun
diurnal
 Komponen penting yang perlu diketahui sebagai hasil analisis data pasang
surut adalah:
o LWS (Low water Spring) merupakan hasil perhitungan level muka air
rata-rata terendah (surut).
o MSL (Mean Sea Level) adalah elevasi rata-rata muka air pada
kedudukan pertengahan antara muka air terendah dan tertinggi.
o HWS (High Water Spring) adalah elevasi rata-rata muka air tertinggi
(pasang)

Data pasang surut yang digunakan adalah perpaduan antara data primer dan

data sekunder (hasil peediksi menggunakan software WXTide). Data pasang

surut uini dipakai utuk menentukan MSL dan koreksi pengukuran oleh echo

sounder, dan nantinya akan dilakukan analisis pengaruh pasang surut pada daerah

pengerukan.

2.2.3 Data Tanah

Penyelidikan tanah dilakukan guna mengetahui parameter dan data dari

tanah dasar yang akan digunakan untuk perencanaan pengerukan, dermaga,

trestle dan reklamasi. Penyelidikan tanah dilakukan dalam dua tahap yaitu

penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium. Penyelidikan lapangan yang

dilakukan biasanya berupa pemboran (boring) yang bertujuan untuk mendapatkan

undisturbed sample dari tanah, pengujian SPT untuk mendapatkan nilai N-SPT

yang menunjukkan besar kekerasan tanah. Dari nilai SPT yang didapatkan ini

dapat digambarkan stratigrafi tanah yaitu lapisan tanah berdasarkan SPT atau

kekerasannya, serta penyelidikan Vane Shear Test untuk mendapatkan nilai


15

kohesi dari tanah. Sedangkan analisis laboratorium dilakukan untuk menyelidiki

lebih lanjut sampel tanah yang didapatkan.

2.2.4 Data Kapal

Data kapal digunakan untuk mengetahui draft, panjang (LoA = Length

Over All, Lbp = Length Between Perpendicular), dan lebar kapal yang dilayani

pada alur pelayaran yang akan dikeruk. Draft kapal adalah bagian kapal yang

terendam pada saat kapal bermuatan penuh. LoA adalah panjang mulai ujung

haluan hingga ujung buritan, sedangkan Lbp adalah panjang garis air mulai dari

haluan hingga buritan pada saan kapal bermuatan penuh. Hal ini berpengaruh

pada kegiatan pengerukan terutama pemilihan metode pelaksanaan pengerukan

yang akan dilakukan.

2.3 Evaluasi Layout


2.3.1 Evaluasi Layout Perairan

Dengan menggunakan data di atas akan dilakukan evaluasi layout perairan

yang akan menentukan alur pengerukan apakah sesuai dengan perencanaan

awal atau akan dibuat alur baru dalam pengerukan.

2.4 Pengerukan (Dredging)


2.4.1 Pemilihan Kapal Keruk

Dalam menentukan kapal keruk (dredger) yang digunakan dalam

pengerukan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Beberpa hal yang
16

menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis kapal keruk adalah dan tidak

terbatas pada:

1. Jenis tanah
2. Volume pekerjaan
3. Kedalaman dan Lingkungan Perairan

Tiga hal di atas menjadi faktor utama yang mempengaruhi dalam

pemelihan kapal keruk dan produktivitas kapal.


1

III. PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS

3.1 Umum

Dalam perencanaan pengerukan ini diperlukan pengumpulan data dan analisis, data
yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah data primer dan sekunder yang didapat
dari berbagai sumber, diantaranya: data batimetri, pasang surut, dan data tanah.

3.2 Batimetri

Batimetri merupakan kontur permukaan tanah yang berada di dasar laut yang diukur
dari kedalaman 0,00 m MSL. Penjelasan lebih dalam sudah dibahas pada subbab
2.2.1. Dari data yang didapat, diketahui bahwa masing-masing zona membutuhkan
pengerukan. Peta batimetri zona pengerukan dapat dilihat pada Gambar 5.

3.3 Pasang surut

Pasang Surut adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara
periodik yang disebabkan oleh adanya pengaruh gaya tarik Matahari terhadap Bumi
dan terhadap Bulan. Penjelasan tentang pasang surut dapat dilihat pada subbab
2.2.2.

3.4 Penentuan Titik Bm (Bench Mark)

 Titik X Dan Y BM Ditentukan Dengan Gps.


 Titik Z Pada BM Diukur Terhadap MSl (Mean Sea Level) (Muka Air Laut Rerata)
yang Dijadikan Elevasi ± 00.00
 Penentuan Msl Dilakukan Dengan Merata-Ratakan Elevasi Muka Air Pasang
Surut Selama Pengukuran.
2

 Dilakukan Pengukuran Pasang Surut Mulai Pukul 16.30 Tanggal 18 Juni Hingga
Pukul 16.45 Tanggal 1 Juli 2020.
 Dilakukan Perkiraan Pasang Surut Di Kuala Teladas Dengan Menggunakan
Software Wxtide32 Mulai Tanggal 1 Juni Hingg 1 Juli 2020.

 Dibandingkan Nilai Pasang Surut Hasil Pengukuran Dengan Hasil Perkiraan.


 Koordinat Titik Bm Dengan Sistem Utm Adalah 594409; 9512457; 1,78
 Pengukuran Batimetri Akan Dikoreksi Terhadap Elevasi Pasang Surut Terhadap
Elevasi Msl Pada Suatu Waktu
Dengan kedalaman alur yang bisa dilewati oleh Kapal Tongkang 5.000 DWT, maka
diperlukan pengerukan mencapai kedalaman MSL – 7 meter, dengan skenario bahwa
pengerukan pada koridor 300 meter dari muara sungai hingga mencapai kontur
kedalaman sekitar MSL – 5 meter.
1

Gambar 20. Jarak Lokasi Pengerukan ke Gosong Abadi


2

Gambar 21. Jarak Lokasi Pengerukan ke Dumping Area


3

Gambar 22. Koordinat Pengambilan Sampel Sedimen


1

Angkutan Sungai dan Penyeberangan dengan rute Menggala – Tanjung Priok yang pernah ada perlu dilakukan revitalisasi
dengan modifikasi di beberapa aspek
Angkutan barang dalam rangka tol laut perlu dikembangkan
Hinterland area pada pelabuhan di Pesisir Timur Lampung perlu dikembangkan untuk melengkapi Pelabuhan Utama
Panjang.

Gambar 25. Revitalisasi Angkutan Sungai Way Tulang Bawang Akan Mempunyai Multiplier Effect Yang Besar
1

 Pelabuhan Pengumpan Regional Teladas telah diatur dalam Peraturan Daerah


Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Provinsi Lampung Tahun 2018-2038.
 Dalam rangka penyediaan Alur Pelayaran maka diperlukan pengerukan untuk
mendapatkan lebar dan kedalaman alur pelayaran yang memenuhi syarat teknis
dan keselamatan pelayaran.
 Pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
6/Kepmen-kp/2018 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional, PPP
Teladas telah masuk dalam Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional.
 Skenario Pengerukan yang paling optimal harus memperhatikan:
(1) Rencana pengembangan Pelabuhan Pengumpan Regional Teladas
(2) Rencana pengembangan PPP Teladas terutama dikaitkan dengan
ketersediaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Ketersediaan alur
pelayaran merupakan prasarana utama untuk keselamatan navigasi;
(3) Keterpaduan dengan rencana pengembangan pelabuhan-pelabuhan
terutama dengan Rencana Pengembangan Pelabuhan Perikanan Teladas -
UPTD Pelabuhan Maringgai dan Teladas - Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Lampung.
(4) Keterpaduan dengan pengembangan wilayah sungai Pemerintah Kabupaten
Tulang Bawang terutama dalam upaya untuk revitalisasi angkutan sungai.
(5) Perda Nomor 1 Tahun 2018 Provinsi Lampung tentang Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Lampung 2018-2038.
(6) Keberadaan Gosong Abadi yang merupakan yang berada pada KPU Zona
Perikanan Tangkap harus dipertahankan. Gosong Abadi ini juga berfungsi
sebagai breakwater alami sehingga arus dan gelombang pada Kolam
Pelabuhan tidak terlalu besar.
 Survey batimetri perlu diperluas cakupan areanya untuk mengidentifikasi
permasalahan lebih detail dan komprehensif
 Perlu dilakukan penelitian sedimen, hidro-oseanografi dan stratigrafi tanah
terutama pada lokasi rencana pengerukan.
 Perlu kajian lebih lanjut dalam upaya menyusun Master Plan dan DED (Detail
Engineering Design) Pelabuhan Pengumpan Regional Teladas dengan mengacu
pada peraturan dan perundang-undangan yang ada.
2

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 125 Tahun 2018


Tentang Pengerukan dan Reklamasi

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.08/Men/2012


Tentang Kepelabuhanan Perikanan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 6/Kepmen-


kp/2018 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional

Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 3/Permen-kp/2013 Tentang


Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/2012


Tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 13/Permen-


kp/2015 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Rekomendasi
Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Untuk Usaha Perikanan Tangkap

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Lampung Tahun 2018-2038

Peraturan Gubernur Lampung Nomor 56 Tahun 2019 Tentang Kedudukan, Susunan


Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi
Lampung

Peraturan Gubernur Lampung Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Pembentukan, Organisasi


dan Tata Kerja Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah pada Perangkat
Daerah Provinsi Lampung
3

Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2019 Tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk
Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.

Anda mungkin juga menyukai