Anda di halaman 1dari 37

RESUME PRA SURVEY

PT TPS (TELEN PRIMA SEJATI) &


PT GSA (GEMILANG SAWIT ABADI)

Oleh:
Hardy Mulya
Bambang Irianto
Dwi Joko Winarno

Muara Bengkal, 23 Oktober 2019


Pelaksanaan Pra Survey:

Hari 1. 16 – 10 – 2019: Mobilisasi personil dari Jakarta ke Lokasi Pra Survey


Hari 2. 17 – 10 – 2019: Orientasi di kebun BBE 1 dan BBE 2
Hari 3. 18 – 10 – 2019: Pengukuran leveling di kebun BBE 1 (Blok O, P, dan Q)
Hari 4. 19 – 10 - 2019: Pengukuran leveling di BBE 1 dan BBE 2
Hari 5. 20 – 10 – 2019: Orientasi di LME
Hari 6. 21 – 10 – 2019: Pengukuran leveling di LME
Hari 7. 22 – 10 – 2019: Kebun MBE (Muara Bengkal Estate)
Hari 8. 23 – 10 – 2019: Demobilisasi personil dari Samarinda ke Jakarta
Hasil Pelaksanaan Pra Survey:

 Pra survey pada TPG (Teladan Prima Group) dilaksanakan pada 2 PT, yaitu PT TPS (Telen Prima
SEJATI) dan PT GSA (Gemilang Sawit Abadi)
 Pada PT TPS terdapat 4 kebun, yaitu: BBE 1, BBE 2 (Benua Baru Estate), MBE 1, dan MBE 2 (Muara
Bengkal Estate)
 Pada PT GSA terdapat 1 kebun, yaitu LME
 Banjir/genangan terjadi pd beberapa spot kebun, namun demikian genangan dengan intensitas paling
tinggi (elevasi dan durasi) berturut-turut sbb: (1) BBE 1 (Blok O, P, dan Q); (2) BBE 1 (Blok M 40); (3)
BBE 1 (Sempadan Sungai Bluhi); (4) BBE 2 (Blok J 59); (5) BBE 2 (Sempadan Sungai Napai, Sungai
Toda, dan Sungai Bendang); (6) LME (Blok M, N, L, K); (7) MBE 1 (Blok I dan H); (8) MBE 1(Blok N 45
dan N 46).
 Karakteristik dari banjir/genangan yg terjadi bisa dikelompokkan menjadi 3:
1. Banjir karena luapan sungai sebagai sumber banjir: (1.1). BBE 1 (Luapan Sungai Bluhi); (1.2). BBE
2 (Luapan Sungai Napai, Sungai Toda, dan Sungai Bendang); (1.3). MBE 1 (Blok N 45 dan N 46
sebagai akibat luapan Sungai Beliwit).
2. Banjir karena terhambatnya sistem pembuangan dan interkoneksi saluran antar Blok: (2.1). LME
(Blok M, N, K, L); (2.2). MBE 1 (Blok I dan H)
3. Banjir karena kombinasi antara (1) dan (2): (3.1) BBE 1 (Blok O, P, dan Q); (3.2) BBE 1 (Blok M
40); dan (3.3) BBE 2 (Blok J 59);
1.1. Banjir karena luapan sungai pada BBE 1 (Sempadan Sungai Bluhi)

Sungsi Bluhi
Lahan di sebelah hilir jembatan Sungai Bluhi

Tanda Alam Bekas Banjir


dan gerusan yg terekspose
Areal sebelah kiri karena arah aliran
sungai yg lebih rendah

 Air sungai masuk ke lahan kebun melalui areal yang mempunyai elevasi lahan yang lebih rendah
pada sepanjang kanan dan terutama kiri sempadan Sungai sehingga membentuk bantaran banjir.
 Solusinya adalah pembuatan tanggul sungai & batas HGU yg mempunyai elevasi lebih rendah
dibanding elevasi jembatan; dan pencucian sungai
 Tanggul dibuat dengan elevasi = elevasi jembatan
 Pencucian sungai dimaksudkan untuk memperlancar aliran air
1.2. Banjir karena luapan sungai pada BBE 2 (Sungai Napai, Sungai Toda, Sungai
Bendang)

S. Napai

S. Toda

S. Bendang
 Gambar diambil dari Jembatan S. Napai; Sebelah kanan adalah hutan masyarakat, di sebelah kiri adalah Blok J 066
 Banjir menggenangi jalan dan lahan di kanan kiri jalan.
 Solusi: (1) meninggikan elevasi jalan sehingga = elevasi jembatan. Jalan berfungsi sebagai tanggul; (2) Tanggul pada
sempadan sungai yg berfungsi mencegah masuknya luapan air sungai ke kebun; (3) pencucian alur Sungai Napai.
 Gambar diambil dari Jembatan S. Toda; Sebelah kanan adalah Blok J 071, di sebelah kiri adalah Blok J 072
 Banjir menggenangi jalan dan lahan kebun di kanan kiri jalan.
 Sungai Toda merupakan sungai yg ketika banjir paling cepat surut dibanding 2 sungai yang lain
 Solusi: (1) meninggikan elevasi jalan sehingga = elevasi jembatan, ketika belum dibuat tanggul sungai. Tatkala sudah
dibuat tanggul spt pada poin (2) maka tidak diperlukan lagi upaya untuk meninggikan jalan. (2) Tanggul pada sempadan
sungai yg berfungsi mencegah masuknya luapan air sungai ke kebun; (3) pencucian alur Sungai Toda.

Ket.: sungai dengan kecepatan surut (sisi


resesi) yg lebih cepat mengindikasikan bahwa
sungai tersebut relatif lebih kecil.
 Gambar diambil dari Jembatan S. Bendang, Sebelah kanan dan
sebelah kiri adalah lahan kebun BBE 2.
 Sebelum ditinggikan, banjir menggenangi jalan setinggi 0,50 meter.
 Sungai Bendang merupakan sungai yg ketika banjir paling lama surut
dibanding 2 sungai yang lain, yg mengindikasikan bahwa daerah
tangkapan air (DTA) sungai ini relatif besar
 Solusi: (1) meninggikan elevasi jalan sehingga = elevasi jembatan
ketika belum dibuat tanggul sungai; (2) Tanggul pada sempadan
sungai yg berfungsi mencegah masuknya luapan air sungai ke kebun;
(3) pencucian alur Sungai Bendang. Seperti terlihat pd gambar, dasar
dari sungai masih banyak debris dan log.

Catatan: S. Napai bertemu S. Toda,


dimana pertemuan kedua sungai tsb
bertemu dengan S. Bendang. Luapan
dari ketiga sungai tsb yg
menggenangi lahan di BBE 2
1.3. Banjir karena luapan sungai pada MBE 1 (Sungai Beliwit)
 Gambar diambil dari Jembatan S. Beliwit; Sebelah kanan adalah Blok N 046, dan di sebelah kiri adalah Blok
N 045
 Banjir menggenangi jalan, dan lahan kebun di Blok N 045 dan N 046 yang merupakan luapan air sungai.
 Solusi: (1) Tanggul pada sempadan sungai yg berfungsi mencegah masuknya luapan air sungai ke kebun; (2)
pencucian alur sungai Beliwit.
 Genangan hanya terjadi pada 2 blok saja, hal ini mengindikasikan bahwa kedua blok tersebut merupakan
area yang relatif rendah.
 Jalan yang terletak di antara Blok N 045 dan 046 sebelum
Gambar alur Sungai Beliwit ditinggikan, tergenang setinggi 2 meter. Kondisi eksisting tinggal
tergenang setinggi 30 cm.
 Jika jalan tsb terus ditinggikan, maka akan berfungsi sekaligus
sbg tanggul. Namun demikian hanya satu sisi lahan yg
tertanggulangi.
 Maka, solusi membuat tanggul pada sempadan sungai adalah
lebih tepat dibanding hanya meninggikan jalan, karena akan
mencegah masuknya luapan air sungai ke lahan kebun.
2.1. Banjir karena terhambatnya sistem pembuangan dan interkoneksi saluran antar
Blok: Kebun LME (Blok M, N, L, K)

Area tergenang

outlet
Penyebab utama genangan pada kebun LME:
1. Genangan terjadi pada tempat yang relatif rendah. Blok N, M, L dan K adalah beberapa
blok yang tergenang.
2. Belum adanya interkoneksi aliran air antar Blok secara menyeluruh. Sebagai contoh
elevasi lahan Blok N lebih tinggi dibanding Blok M. Namun demikian belum ada koneksi
aliran dari Blok N ke Blok M, sehingga air yang jatuh di Blok N akan tertahan dan
menggenang serta akan mengalir ke Blok M dengan melimpasi jalan.
3. Terhambatnya aliran mulai dari sluran parit 1 2, collection drain, maupun main drain, serta
saluran pembuangan ke Sungai Melan dan S. Melan – S. Kelinjau.
Kepala Desa Melan (Bp. Natalis) bersama Kepala Kebun (Bp. Jajang & Asisten),
mendiskusikan perihal rencana pembuatan saluran pembuangan yang baru yg bermuara
pada bagian hilir dibanding saluran pembuangan yg lama pada Sungai Melan.
 Foto bersama di pertemuan antara Sungai Melan
dan Sungai Kelinjau.
 Letak muara Sungai Melan tersebut relatif jauh
dari Outlet kebun LME.
 Diduga tidak ada luapan dari Sungai Kelinjau
maupun Sungai Melan ke Kebun LME
 Pada saat musim hujan maka yg terjadi adalah
efek pembendungan aliran dari kebun LME oleh
elevasi muka air sungai.

 Bagian hulu Sungai Kelinjau


 Banjir tahunan sekitar 50 cm di bawah muka
daratan
 Banjir 5 tahunan menyebabkan genangan
2.2. Banjir karena terhambatnya sistem
pembuangan dan interkoneksi saluran antar
Blok di MBE 1 (Blok I dan Blok H)

Seksi C merupakan area yang paling tergenang


 Penyebab genangan pada Blok I 025 (sebelah kiri) dan Blok I 026 (sebelah kanan jalan) adalah
lambatnya pengatusan sebagai akibat tidak adanya interkoneksi antar blok dan tidak lancarnya
hierarki drainase dari drainasi lapangan – parit 1 2 – saluran pengumpul – drainase utama – Outlet –
Saluran Pembuangan
 Solusi: (1) mencuci saluran; (2) interkoneksi saluran.

Kondisi saluran
pembuangan (parit
luar) pada Blok I dan H
3.1. Banjir karena Kombinasi antara (1) dan (2): BBE 1 (Blok O, P, dan Q);
Banjir pada Blok O, P, dan Q adalah disebabkan karena:
1. Suplai air dari Sungai Bluhi dan luapan Sungai yang lain pada sebelah Utara (Hulu Lahan Kebun)
2. Topografi yang relatif rendah dari lahan kebun. Menurut pengukuran sementara bahwa lahan
terendah pada Blok Q mempunyai beda elevasi lebih dari 3 meter dari elevasi jalan.
3. Belum adanya tanggul pada Blok QQ
4. Elevasi tanggul Blok O dan P adalah sekitar 75 cm lebih tinggi dibanding jalan, namun demikian
belum ada outlet (pintu pembuangan)
5. Pada saat musim hujan maka elevasi air di luar kebun adalah tinggi, namun demikian belum
melimpas tanggul eksisting. Elevasi muka air di luar lahan kebun ini akan menghambat laju
pembuangan air dari lahan kebun.

Solusi banjir pada Blok O,P, dan Q:


1. Mencegah masuknya air sumber banjir ke lahan kebun dengan cara pembuatan tanggul. Hal ini
seperti yang diuraikan pada karakteristik banjir poin 1.
2. Membuat interkoneksi antar Blok sehingga bisa dipastikan bahwa aliran dari elevasi yang tinggi ke yg
rendah bisa lancar tanpa hambatan.
3. Membuat pintu outlet jenis pintu klep.
3.2. Banjir karena Kombinasi antara (1) dan (2): BBE 1 (Blok M 040);
Identifikasi masalah pada BBE 1 Blok M 040:

 Lahan eksisting berupa rawa karena elevasi yang rendah


 Hanya sebagian kecil lahan yang telah dikelola pada Blok ini.
 Baris terakhir pokok sawit pada Blok ini tergenang sekitar 30 cm dalam kurun waktu
beberapa hari.
 Belum adanya hierarki saluran drainase mulai dari drainase lapangan hingg outlet dan
saluran pembuangan.
 Sawit yg ditanam pada area tergenang tidak bisa tumbuh secara optimal.
3.2. Banjir karena Kombinasi antara (1) dan (2): BBE 2 (Blok J 059 dan sekitarnya)
Identifikasi genangan pada BBE 2 Blok J 059 dan sekitarnya:

 Area yg relatif luas berupa rawa yang belum dikelola


 Ada area yg merupakan lahan plasma dan ada petani plasma yg berkeinginan agar
lahannya dipindah ke area yang bisa dikelola
 Belum adanya interkoneksi aliran air antar blok
 Belum adanya outlet yang didasarkan pada zonasi daerah layanan drainase. Baru 1
outlet yang ada menuju ke saluran pembuangan yang berbatasan dengan PT Nala.
 Tanggul PT Nala sekitar satu meter lebih tinggi dibanding tanggul Kebun BBE 2.
 Sawit yg ditanam pada area yg tergenang tidak bisa tumbuh optimal.
LANDASAN TEORI
Konsentrasi Aliran
 Air hujan yg jatuh di seluruh daerah tangkapan akan
terkonsentrasi (mengalir menuju) suatu titik kontrol.
 Seperti ditunjukkan dalam Gambar air hujan yg
jatuh di seluruh daerah tangkapan mengalir sbg
limpasan permukaan (garis panah terputus) yg
kemudian masuk ke saluran-saluran kecil dan
selanjutnya bergabung ke saluran yang lebih besar
dan akhirnya terkonsentrasi di titik kontrol A.
 Debit di titik A akan maksimal apabila air hujan yang
jatuh di seluruh daerah tangkapan telah mencapai
titik kontrol A, pada waktu yang sama dengan waktu
konsentrasi.
 Waktu konsentrasi tc adalah waktu yang diperlukan
oleh partikel air untuk mengalir dari titik terjauh di
dalam daerah tangkapan sampai titik yang ditinjau. Gambar konsentrasi aliran dari DAS ke titik kontrol
Waktu konsentrasi bergantung pada karakteristik
daerah tangkapan, tataguna lahan, jarak lintasan air
dari titik terjauh sampai stasiun yang ditinjau.
 Debit aliran akan maksimum bila durasi hujan sama
dengan waktu konsentrasi.
 Metode Rasional

 Metode rasional banyak digunakan utk memperkirakan debit puncak yg ditimbulkan oleh
hujan deras pada daerah tangkapan (DAS) kecil.
 Suatu DAS disebut kecil apabila distribusi hujan dapat dianggap seragam dalam ruang dan
waktu, dan biasanya durasi hujan melebihi waktu konsentrasi. Luas DAS kurang dari 2,5
km2 dapat dianggap sebagai DAS kecil
 Pemakaian metode rasional sangat sederhana, dan sering digunakan dalarn perencanaan
drainasi.
 Beberapa parameter hidrologi yang diperhitungkan adalah intensitas hujan, durasi hujan,
frekuensi hujan, luas DAS, abstraksi (kehilangan air akibat evaporasi, intersepsi, infiltrasi,
tampungan permukaan) dan konsentrasi aliran. Metode rasional didasarkan pada
persamaan berikut:

 dengan:
Q : debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan frekuensi
tertentu (m3/d)
I : intensitas hujan (mm/jam)
A : luas daerah tatgkapan (km2)
C : koesifien aliran yang tergantung pada jenis perrnukaan lahan
Kriteria Tata Ruang
Pola Tanam 136 Pokok / Ha

Syarat Umum

Pola Peletakan sistem pusat-pusat kegiatan, yaitu emplasemen dan unit kenun
diupayakan sebaik-baiknya agar :
1. Dapat menunjang pola pengembangan wilayah setempat
2. Mempertahankan sarana dan prasarana yang telah ada untuk menekan biaya
pembangunan
3. Memanfaatkan lahan seoptimal mungkin tanpa mengabaikan prinsip
pelestarian lingkungan
4. Dapat menampung pengembangan kegiatan pada masa yang akan datang
5. Penyediaan sistem jaringan jalan yang optimal secara agresif, agar struktur
jalan dapat memberikan
tingkat aksesibilitas yang tinggi
6. Penentuan ukuran Blok Tanam diupayakan akurat, baik batas ukuran panjang
dan lebar blok tidak
mengganggu pola tanam dan sirkulasi pengumpulan hasil panen
7. Semua lahan yang tidak dapat digunakan karena kendala fisik dapat dijadikan
areal konservasi

Syarat Khusus

Norma yang akan diterapkan dalam membuat tata ruang kebun adalah :
 Jalan Penghubung (Access Road), lebar 12 m, perkerasan 8 m.
 Jalan Utama (Main Road), lebar 9 m, perkerasan 6 m.
 Jalan Transport (Transport Road), lebar 7 m, perkerasan 5 m.
 Jalan Koleksi (Collection Road), lebar 6 m, perkerasan 4 m.
 Jalan Pringgan (Control Road), lebar 5 m, tanpa perkerasan.
 Luas Blok normal 32,27 Ha, maksimal 45 Ha dan minimal 15 Ha.
 Luas Afdeling normal 500 Ha, maksimal 600 Ha dan minimal 400 Ha.
 Luas Kebun normal 2.500 Ha, maksimal 3.000 Ha dan minimal 2.000 Ha.
 Luas Emplasemen Pusat/Pabrik 20 Ha dan emplasemen afdeling 4 Ha.
 Lereng < 15% jalan diluruskan, lereng > 15% jalan mengikuti kontur.
CARA TANAM POHON SAWIT
(POLA TANAM 136/HA)

7.97 9.2
0

4.60
9.2
0

4.60

90
°
60
°

4.60

9.20
60°
4.60 Jarak pokok ke pokok = 9.2 m sudut 60°

Jarak pokok ke pokok = 9.2 m sudut 90° ( Utara - Selatan )

Jarak pokok ke pokok = 7.97 m ( Barat - Timur )

PT. WAREKON GEOPERTA UTAMA SEJATI


Kemang Pratama 2 Jl.Angrek 3 AN 25.Bekasi Tlp (021) 8215329
DESAIN BLOK NORMAL
(POLA TANAM 136/Ha)

KETERANGAN :
Ukuran Blok Tanam Efektif 316,00 x 1021,12 m
Ukuran Blok Tanam Non Efektif 322,00 x 1028,12 m
Jarak Pokok Ke Pokok (Barat - Timur) 7,97 m
Jarak Pokok Ke Pokok (Utara - Selatan) 9,2 m
Jarak pokok 60° dari Utara-Selatan (90°) 9,2 m

1028.12
LEGENDA

1021.12
Jalan Transport / Colection

As Jalan

Pohon Sawit

Pancang Mati

316.00

322.00 PT. WAREKON GEOPERTA UTAMA SEJATI


Kemang Pratama 2 Jl.Angrek 3 AN 25.Bekasi Tlp (021) 8215329
TYPICAL JALAN KEBUN

12.00
8.00
Lapisan Tanah Laterit T= 5 Cm
Lapisan Krokos T= 10 Cm
Parit T = 80 cm Lapisan Batu Belah T= 20 Cm Parit T = 80 cm
Kemiringan 1:10

1.00 1.00
Access Road

9.00
6.00
Lapisan Tanah Laterit T =5 Cm
Lapisan Krokos T= 10 Cm
Batu belah T=20 Cm
Kemiringan 1:10
Parit T = 80 cm Parit T = 80 cm

100 1.00
Main Road

PT. WAREKON GEOPERTA UTAMA SEJATI


Kemang Pratama 2 Jl.Angrek 3 AN 25.Bekasi Tlp (021) 8215329
TYPICAL JALAN KEBUN

7.00
5.00
Parit T = 80 cm Parit T = 80 cm

Lapisan Krokos T= 10 Cm
4,47 1.00 Tanah Laterit T= 5 Cm
Kemiringan 1:10 1.00 4,47

Transport Road

6.00
4.00
Parit T = 80 cm Parit T = 80 cm

Lapisan Krokos T= 10 Cm
Kemiringan 1 : 10

3.90 1.00 1.00 3.90

Collection Road

PT. WAREKON GEOPERTA UTAMA SEJATI


Kemang Pratama 2 Jl.Angrek 3 AN 25.Bekasi Tlp (021) 8215329
TYPICAL SIMPANG ANTAR JALAN

JL.TRANSPORT

PANCANG MATI
0.70
1.00
3.90
JL.COLLECTION
JL.COLLECTION
JALAN PIKUL

8.50

0.70

0.70
RUMPUKAN L/C

3.50

4.47

TRANSPORT ROAD VS COLLECTION ROAD

PT. WAREKON GEOPERTA UTAMA SEJATI


Kemang Pratama 2 Jl.Angrek 3 AN 25.Bekasi Tlp (021) 8215329
TYPICAL SIMPANG ANTAR JALAN

PANCANG MATI
MAIN ROAD
0,9
5,5
ACCESS ROAD

2,7
JALAN PIKUL

RUMPUKAN L/C

3.47

PANCANG MATI
2,4
MAIN ROAD
JALAN PIKUL
2,2

ACCESS ROAD
RUMPUKAN L/C

1,97 6

ACCESS ROAD VS MAIN ROAD


PT. WAREKON GEOPERTA UTAMA SEJATI
Kemang Pratama 2 Jl.Angrek 3 AN 25.Bekasi Tlp (021) 8215329
KESIMPULAN/IDENTIFIKASI MASALAH

Identifikasi Banjir/Genangan di Kebun PT TPS dan PT GSA adalah sebagai berikut:


1. Elevasi muka air Sungai tinggi (lebih tinggi dari elevasi m.a. di kebun) tekanan
air di kebun tidak akan mampu membuka pintu klep, dikombinasi dengan hujan yg
jatuh di DAS kebun sehingga elevasi m.a. di lahan kebun terus naik hingga kurang
lebih = elevasi muka air Sungai, dikombinasi dengan belum adanya tanggul sehingga
volume air dari Sungai masuk ke lahan kebun elevasi m.a. di kebun = elevasi
m.a. Sungai;
2. Elevasi m.a. Sungai yg tinggi (lebih tinggi dari elevasi m.a. di kebun) tekanan
air di kebun tidak mampu membuka pintu klep, dikombinasi dgn hujan yg jatuh di DAS
kebun elevasi m.a. di lahan kebun terus naik hingga kurang lebih = elevasi
m.a. Sungai;
3. Elevasi muka air Sungai yang lebih tinggi dibanding elevasi muka air di lahan kebun,
dikombinasi dengan tidak adanya hujan di kebun namun air yang di kebun tidak bisa
di-drain secara gravitasi, sehingga elevasi muka air di kebun menggenang sampai
kurang lebih sama dengan elevasi di Sungai;
4. Elevasi muka air Sungai lebih rendah dibanding elevasi muka air di
kebun, namun demikian kapasitas outlet tidak mencukupi untuk men-
drain volume air di kebun;
5. Spot-spot genangan yang disebabkan oleh elevasi lahan yang
menyerupai “mangkok”;
6. Saluran drainase yang belum lancar;
7. Jaringan drainase yang belum baik terutama koneksi antara saluran
drainase yang satu dengan yang lain terkadang terhambat oleh
infrastruktur jalan;
8. Dimensi saluran drainase yang belum tepat, dalam arti dimensi
saluran drainase mempunyai lebar yang terlalu kecil, sehingga muka
air di saluran tersebut menjadi tinggi;
9. Jarak dari titik di lahan kebun ke outlet yg terlalu panjang waktu
konsentrasi terlalu lama
REKOMENDASI
1. Perlu adanya survey topografi, minimal pada 10 area yang tergenang untuk melengkapi pengukuran leveling
yg telah dilakukan. Peta kontur sangat diperlukan untuk mengetahui luas dan volume genangan, serta
desain tata air.
2. Pembuatan Bench Mark pada masing-masing area yang tergenang atau pada gabungan dari beberapa area
yg tergenang yg berdekatan.
3. Perlu adanya interkoneksi aliran air antar blok dan lancarnya aliran air:
- mulai dari hierarki yg paling rendah yaitu drainase lapangan
- parit 1 2
- saluran pengumpul yg sejajar dengan jalan pengumpul
- Saluran utama (main drain)
- Outlet
- Saluran Pembuangan
4. Perlu adanya identifikasi arah aliran air, di dalam maupun di luar HGU. Pada waktu pra survey, tidak
ditemukan arah aliran air karena puncak musim kemarau.
5. Desain Tata Air menggunakan prinsip:
 bahwa titik outlet adalah melayani daerah drainase satu zonasi
 Pada saat musim hujan maka upaya untuk pengatusan dilakukan dengan teknologi pintu klep
 Ketika muka air di dalam kebun dan di luar tanggul sama-sama tinggi, maka pintu klep berfungsi untuk
mencegah masuknya air dari luar tanggul ke kebun, drainase “terpaksa” menggunakan bantuan pompa.
6. Dari analisis BCR kualitatif, maka prioritas upaya untuk pengelolaan lahan tergenang adalah sbb: (1) LME;
(2) BBE 2 Blok J 059; (3) BBE 1 Blok M 040; (4) MBE 1 Blok I dan H; (5) Tanggul pada sempadan sungai yg
mrpkn sumber banjir; (6) Pencucian saluran; (7) BBE 1 Blok O,P,Q.
7. Perlu kajian hidrologi untuk menentukan Debit puncak, minimal berdasar data hujan harian
m.a. banjir
+22.9
KLEP
AS I P I N TU El. Pelat Lantai Box Culvert
STR AN +21
I LU A N G
AS
PEM
El. Engsel
+20

El. Dasar Pintu Air


+19

 Zona perakaran Kelapa Sawit di kebun diupayakan berada di atas Elevasi Engsel (+20); Atau elevasi lahan di atas (+20
+ 0,6) = +20.6
 Dasar saluran di kebun diupayakan di atas Elevasi Dasar Pintu Air (+19)

Anda mungkin juga menyukai